ARTIKEL
Media Sosial dan Pelayanan Orang Kristen: Menjangkau Dunia bagi Kerajaan Allah
Justin Wise, Pendiri Think Digital, membagikan pemikirannya tentang pentingnya menggunakan media sosial bagi Kerajaan. —Ed Stetzer
Justin Wise adalah seorang pendeta yang menjadi ahli strategi media sosial yang berfokus menolong gereja-gereja untuk mencapai hasil dari konten media sosial mereka. Dia mendirikan Think Digital Academy, meraih gelar M.Div., bekerja pada satu gereja besar, melatih para komunikator gereja, dan menulis sebuah buku berjudul The Social Church.
Justin juga terlibat dalam Social Ecclesia, yang melaluinya saya mendapatkan postingan blog beberapa minggu yang lalu. Hari ini saya mendapat kesempatan istimewa untuk bertemu dengan Justin secara singkat dan besok di National Radio Broadcasters Digital Media Summit, di Nashville.
Berikut postingan blog Justin:
Orang Kristen selama ini ada di tempat terdepan pada teknologi komunikasi. Saya tahu apa yang Anda pikirkan, "Ah, yang benar saja!" Namun, bersabarlah terhadap saya sebentar.
Waktu kita melihat halaman-halaman di Perjanjian Baru, kita melihat tulisan-tulisan Rasul Paulus. Tahukah Anda dengan apa dia menulis? Sebuah pena. Tahukah Anda di atas apa dia menulis? Kertas (secara teknis papirus, tetapi Anda mengerti maksudnya). Percaya atau tidak, keduanya adalah teknologi inovatif pada zaman itu.
Martin Luther menggunakan mesin cetak agar firman Tuhan sampai ke tangan orang-orang biasa seperti Anda dan saya. Sebenarnya, Luther mengatakan bahwa mesin cetak adalah "tindakan anugerah Allah yang tertinggi".
Pendiri denominasi Foursquare Aimee Semple McPherson merasakan sentakan ilahi untuk menggunakan siaran radio guna menyebarkan kabar tentang Yesus. Billy Graham terkenal karena kebaktian kebangunan rohani penginjilan melalui siaran televisi.
Sejak permulaan kita yang sederhana, gereja menemukan cara untuk menyampaikan berita Injil melalui berbagai macam alat yang tersedia. Sekarang adalah giliran kita untuk menuliskan era berikutnya dalam sejarah gereja. Anda memiliki peran untuk menentukan ke mana gereja akan melangkah selanjutnya dan hal itu tergantung dari respons Anda terhadap dua kata ini: media sosial.
Anda telah melihat platformnya (Twitter, Facebook, Instagram, Snapchat, dll.). Anda sudah menyaksikan video-video viral (Carilah di Google "Atlanta grape lady" dan bersiaplah untuk tertawa terpingkal-pingkal). Anda mungkin bahkan menjadi peserta yang aktif (bahkan membuat tweet tentang makan siang Anda?).
Akan tetapi, kekuatan yang mendasar pada media sosial bukanlah teknologi atau platform atau Gangnam style. Kekuatannya berasal dari manusia yang terhubung dengan manusia lain di seluruh dunia.
Seperti Rasul Paulus, Luther, McPherson, dan Graham, gereja abad ke-21 memiliki peluang yang tak terbayangkan di media sosial untuk memperpanjang batasan Kerajaan Allah secara daring. Metodenya berubah, tetapi pesannya masih tetap sama.
Akan tetapi, tidak semua orang akan menangkap peluang ini. Kenyataannya, beberapa gereja akan memilih untuk tidak mau tahu daripada menghadapi perubahan ke depan. Sejarah akan membuktikan penolakan ini sebagai ledakan yang mematikan untuk gereja lokal yang tidak mau menyesuaikan metode mereka dalam menyampaikan berita Injil.
Anda mungkin bertanya-tanya, "Seperti apakah menjadi komunitas iman yang berpusat pada media sosial?"
Anda bisa melakukan pendekatan seperti Focus on the Family yang menginvestasikan sumber signifikannya pada label mereka yang baru, Digital Engagement Center, atau DEC. DEC berfokus pada interaksi daring secara langsung dengan orang-orang di seluruh dunia yang sedang bergumul dengan keputusan, pertanyaan, atau penyesalan dalam relasi keluarga. Focus on the Family mempekerjakan cukup banyak tim penuh waktu untuk mencari orang-orang dan bertemu dengan mereka saat mereka membutuhkan -- semuanya serba daring.
Jika Anda mencari contoh gereja lokal, lihatlah Gateway Church di Austin, TX. Dipimpin melalui internet oleh pendeta Vince Marotte, gereja menenun media sosial menjadi kain budaya mereka. Entah dilakukan secara sukarela oleh tim digital gereja atau ikut serta dalam chat gereja secara langsung di app mobile Gateway, mereka menempatkan prioritas yang jelas menjadi sebuah gereja sosial.
Gateway, Focus on the Family, dan ratusan gereja lain di seluruh dunia memahami kebenaran mendasar tentang era Media Baru: Anda tidak dapat mengendalikan percakapan daring yang mengelilingi gereja Anda. Anda hanya dapat bertindak untuk memengaruhinya.
Media sosial memerlukan cara berpikir yang baru. Media sosial menggerakkan gereja dari posisi penyebar ajaran religius ke apa yang disebut oleh blogger Wall Street Journal Gary Hamel sebagai, "Komunitas yang kuat dan fleksibel, (yang) berpartisipasi dan "open source".
Pertanyaannya masih sama – sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari kita semua -- apa yang akan gereja lakukan selanjutnya? (t/Jing-Jing)
Download Audio
|