ARTIKEL
Seorang Murid yang Memuridkan
Artikel ini disadur dari Worship and Witness: Becoming a Great Commission Worshiper oleh David Wheeler dan Vernon M. Whaley.
Murid yang Menghasilkan
Proses pemuridan yang hanya bergantung pada pendidikan, tanpa mobilisasi ke ladang tuaian (misi) secara simultan dan konsisten, dapat menghasilkan penyembah yang apatis, tidak acuh terhadap kepentingan Amanat Agung yang mendesak.
Tidak diragukan lagi, sikap acuh tak acuh sedang membunuh gereja. Banyak anggota gereja tidak peduli soal memuridkan orang lain. Kitab Suci mendeskripsikan sikap ini sebagai suam-suam kuku (lihat Wahyu 3:16). Dikatakan bahwa lawan dari kasih bukanlah kebencian, melainkan keacuhan. Setidaknya, kebencian masih digerakkan oleh suatu dorongan (passion). Sementara itu, apatis tidak cukup peduli untuk mengasihi. Sikap semacam ini, secara bertahap, akan membawa gereja memisahkan diri dari budaya.
Saat ini, ketidakacuhan telah menjadi norma bagi banyak kongregasi. Bukannya merangkul kebutuhan masyarakat, kita malah memilih untuk tetap tinggal jauh dari garis depan pelayanan. Sikap ini memengaruhi cara gereja melaksanakan pemuridan. Ketimbang bergaul dengan dunia luar untuk memenuhi kebutuhan mereka dan membagikan kasih Kristus, gereja memisahkan diri, berfokus pada kebutuhannya sendiri, dan mengecam dunia karena berbuat dosa.
Merepresentasikan Kristus dalam Dunia
Sikap tidak acuh yang egois amat mematikan bagi berkembangnya reproduksi para pengikut Amanat Agung. Sebagian anggota gereja menjalani kehidupan dengan hanya sedikit perhatian terhadap kebutuhan orang yang terluka.
Konsep mereka tentang penyembahan dan penginjilan terbatas dalam gedung gereja pada hari Minggu pagi. Mereka dikondisikan untuk menjadi tidak acuh karena mereka kekurangan pemuridan alkitabiah yang menantang mereka untuk mereproduksi iman mereka. Mereka percaya bahwa pelayanan adalah kewajiban orang-orang tertentu yang dibayar untuk itu, bukan orang Kristen secara umum. Mereka setia pada gereja, asalkan gereja tidak ikut campur dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Sebaliknya, Yesus memanggil kita untuk menghasilkan murid. Ingatlah perkataan Yesus kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan: "Seperti Bapa telah mengutus Aku, demikianlah Aku mengutus kamu" (Yohanes 20:21). Sebagaimana Yesus memanggil murid-murid-Nya keluar dari balik pintu ruang atas yang terkunci, Ia juga memanggil gereja-Nya untuk pergi ke dalam dunia untuk menjadi wakil-Nya dan membagikan pesan Injil-Nya. Rasul Yohanes mendeskripsikan kehadiran orang percaya dalam dunia sebagai perpanjangan kasih Allah: Allah adalah kasih. Barangsiapa tinggal di dalam kasih, ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dengan ini, kasih disempurnakan di antara kita supaya kita dapat memiliki keyakinan diri pada Hari Penghakiman karena di dunia ini kita sama seperti Dia (1 Yohanes 4:16-17, NIV, terjemahan bebas).
Para pengikut Amanat Agung menjalankan misi bersama Allah dalam kehidupan sehari-hari, dengan penuh kasih terlibat dalam masyarakat, memenuhi kebutuhan manusia dalam nama Kristus, dan membagikan pesan keselamatan.
Pemuridan Linier versus Pemuridan Sirkular
Kesalahpahaman dalam gereja masa kini adalah kekeliruan mengenai pemuridan linier. Konsep ini tumbuh dari pemikiran bahwa pengikut yang sejati dihasilkan melalui proses pemuridan yang mengutamakan pelatihan intensif seumur hidup, biasanya dalam lingkungan yang terlindung seperti gedung gereja.
Sayangnya, sebagaimana dibuktikan oleh sebagian besar praktik penginjilan yang lemah dari orang Kristen, hasilnya adalah generasi orang percaya yang mengejar pengetahuan Alkitab tanpa keinginan untuk mengikuti Kristus dalam misi "mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10). Dan, amat disayangkan, pendekatan linier ini telah menjadi proses pemuridan yang diterima dalam banyak lingkungan Kristen, yaitu penginjilan sering kali dikemukakan sebagai saran, bukan perintah.
Berlawanan dengan pemuridan linier, ada konsep alkitabiah mengenai pemuridan sirkular. Dalam bentuk ini, ketika seseorang berespons terhadap Injil dan benar-benar dilahirbarukan, ia segera terhubung dengan proses menjadi murid yang memuridkan. Karena murid dipanggil untuk menghasilkan lebih banyak murid lain, penginjilan dan pemuridan saling bergantung. Karena itu, penginjilan lebih dari sekadar membagikan berita Injil dan mengundang orang mengambil keputusan. Pemuridan lebih dari sekadar melatih orang untuk menghafalkan ayat-ayat Alkitab. Proses penginjilan dan proses pemuridan tidaklah lengkap sebelum keduanya secara sengaja berjalin dengan tujuan, yakni membawa orang yang diinjili menjadi pengikut yang memuridkan.
Para murid yang memuridkan tidak harus didorong oleh pendeta atau pemimpin gereja agar terlibat dalam kegiatan pelayanan. Mereka memiliki pemahaman yang baik bahwa gereja bukanlah bangunan atau lokasi, melainkan umat Allah. Murid yang memuridkan mengerti bahwa iman mereka adalah ekspresi dari apa yang dimaksud dengan pengikut Kristus. Karena itu, penginjilan dan penyembahan merupakan panggilan untuk dihidupi dan dihasilkan melalui kehidupan sehari-hari. Dan, pada akhirnya, pengikut yang sejati digerakkan oleh ketaatan, bukan kewajiban.
Paulus sedang melihat masa depan dari proses pemuridan yang memuridkan tatkala ia menasihati dan mengajar gereja mula-mula: "Apa pun yang telah kamu dengar dari aku di depan banyak saksi, percayakan itu kepada orang-orang yang setia, yang juga mampu mengajar orang lain" (2 Timotius 2:2). Paulus mengajarkan kepada muridnya yang masih muda, Timotius, bahwa Amanat Agung dapat diteruskan (direproduksi). Paulus memuridkan Timotius, yang akan mengajar "orang-orang yang setia". Orang-orang ini akan "mengajar orang lain juga".
Sebagai murid yang memuridkan, tujuan kita hari ini tetap sama: untuk mengajak dan membawa orang dari setiap suku, bahasa, budaya, bangsa, dan kelompok masyarakat ke dalam tubuh Kristus supaya mereka juga dapat menjadi pengikut. Prinsip dari 2 Timotius dan peran kita sebagai para penginjil yang menyembah terikat pada tanggung jawab kita untuk memuridkan.
Sebagai pengikut yang memuridkan, kita bertanggung jawab untuk memberi dampak spiritual kepada mereka yang harus menjadi pelaksana Amanat Agung maupun yang perlu dimuridkan. Oleh kuasa Roh Kudus, kita dapat membuat perbedaan kekal dalam kehidupan orang lain. (t/Joy)
Download Audio
|