Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/183

e-Wanita edisi 183 (15-11-2018)

Permasalahan dengan Uang

e-Wanita -- Edisi 183/November 2018
 
Permasalahan dengan Uang
e-Wanita -- Edisi 183/November 2018
 
e-Wanita

Salam dalam kasih Kristus,

Ketika dihadapkan dengan kondisi keuangan yang sulit, bagaimana kita akan bersikap? Akankah kekhawatiran menguasai kita, atau kita akan berpaling kepada Allah, Sang Pemelihara kehidupan? Adalah manusiawi untuk menjadi khawatir, karena uang adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan yang kita jalani. Akan tetapi, uang bukanlah juru selamat atau dasar dari iman kita. Jika kemudian kita dilumpuhkan oleh kekhawatiran tersebut, dapat dipastikan bahwa sesungguhnya uang sudah menjadi berhala dalam hati atau kehidupan kita, sesuatu yang olehnya kita bergantung dan menempatkan keamanan atau kepercayaan diri. Allah haruslah selalu menjadi Tuhan dalam hidup kita, Pribadi yang kepada-Nya kita memercayakan segenap masa depan serta kelangsungan hidup ini. Kehidupan mungkin akan sulit ketika krisis keuangan menimpa, tetapi dengan iman yang hidup, kita tetap dapat melihat tangan Allah terus bekerja dan memelihara. Bahkan, sering kali Allah memakai kesempatan dalam krisis keuangan itu untuk membangun karakter dan iman percaya kita, sebab pertumbuhan keduanya sering kali muncul dari situasi yang sulit, bukan situasi yang mudah. Situasi sulit dalam keuangan sesungguhnya dapat menjadi kesempatan yang baik untuk semakin mengenal Allah dan kesetiaan-Nya, serta siapa Allah dalam kehidupan kita. Seperti dinyatakan dalam Matius 6:24, “Tidak ada orang yang dapat melayani dua tuan karena ia akan membenci tuan yang satu dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada tuan yang satu dan meremehkan yang lain.” Mulai hari ini tetapkan dan arahkan hati kita kepada Tuan yang sesungguhnya, yang berkuasa tidak hanya atas tubuh dan kehidupan, melainkan juga atas jiwa kita.

N. Risanti

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
N. Risanti

 

DUNIA WANITA Saat Kondisi Keuangan Sulit?

Iman saat berhadapan dengan pengangguran dan tekanan finansial.

Saya duduk terkaget-kaget seakan tidak percaya, mencoba memproses kebenaran keras di balik kata-kata yang jauh lebih lembut yang baru saja disampaikan oleh bos saya. Saya dipecat.

Dengan terjadinya penurunan ekonomi, saya melihat kedua teman dan anggota keluarga kehilangan pekerjaan mereka. Dan, setiap kali saya berdoa -- untuk mereka, tentu saja, tetapi juga untuk diri saya sendiri. “Tolong, Tuhan, jangan biarkan hal itu terjadi kepada saya.” Tiba-tiba, ketakutan saya menjadi kenyataan, dan terjadi pada saat keuangan kami dalam keadaan tersulit dari yang pernah dihadapi keluarga kami selama bertahun-tahun. Putra kami di perguruan tinggi, dan pada tahun berikutnya, putri kami juga akan menyusul. Bagaimana kami bisa membayar satu biaya kuliah dengan gaji guru suami saya, apalagi untuk dua anak?

Bergerak Maju

Pada hari-hari dan bulan berikutnya, saat usaha saya untuk mengamankan posisi lain gagal, saya mengalami perasaan panik dan tidak aman. Bagaimana jika saya tidak dapat mendapatkan pekerjaan lain? Bagaimana kami akan membayar tagihan? Bagaimana agar anak-anak kami tetap bersekolah? Saya merenungkan Alkitab saya, berjuang untuk menemukan ketenangan dan penghiburan dalam ayat-ayat seperti Roma 8:28, “Dan kita tahu, bahwa segala sesuatu bekerja bersama-sama demi kebaikan orang-orang yang mengasihi Allah, yaitu mereka yang dipanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Namun, iman saya guncang. Masalahnya bukan karena saya tidak percaya Allah akan membuat “segala sesuatu bekerja bersama-sama”. Akan tetapi, karena saya takut rencana utama Allah akan membawa saya melewati tempat-tempat yang menyakitkan dan sulit sebelum saya mencapai “kebaikan” itu. Tempat yang saya benar-benar tidak ingin ke sana.

Dua Puluh Empat Jam Berikutnya

Kemudian, pada suatu pagi, Allah memberi sebuah ayat yang sudah dikenal dan membuat saya tiba-tiba tersadar. “Percayalah kepada TUHAN dengan sepenuh hatimu, janganlah engkau bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5, penekanan ditambahkan). Saya menyadari jika ada orang yang mencondongkan diri kepada pemahamannya sendiri, itulah saya: pemahaman saya tentang apa yang terbaik untuk saya dan keluarga saya. Dari sudut pandang saya, itu berarti kehidupan yang nyaman dan aman.

Walaupun saya suka menganggap diri saya sebagai otoritas tertinggi atas siapa diri saya, tetapi Allah mengenal saya dengan lebih baik. Mazmur 139:16 mengatakan, “Mata-Mu telah melihat janinku, di dalam kitab-Mu semua tertulis, hari-hari yang akan disusun bagiku, ketika belum ada satupun darinya.” Sebagai seorang Kristen, saya tahu bahwa saya perlu memberikan kendali penuh atas hidup saya jika saya mau menjadi lebih serupa dengan Dia. Namun, terkadang saya lupa bahwa menempatkan Allah sebagai yang memerintah memiliki manfaat praktis dan juga spiritual. Allah tahu setiap hal yang akan menimpa saya -- baik dan buruk -- sepanjang hidup saya di bumi ini. Seolah-olah, Dia memiliki peta lengkap dan terperinci (atau saat ini, GPS yang benar-benar bagus) ke tujuan akhir saya. Dengan tidak memercayai Dia, dengan mengkhawatirkan apa yang akan terjadi setiap hari dan “bersandar pada pengertian saya sendiri”, pada dasarnya saya menolak pimpinan dari Dia yang merencanakan semua rute saya, saya yang keras kepala tersandung dalam kegelapan.

Fokus pada Tuhan

Saat saya berusaha untuk memercayai Allah melalui ketidakpastian finansial ini, saya telah menemukan penghiburan dalam beberapa hal. Pertama, saya telah berhenti melihat ke depan. Bila Anda hidup dari gaji sampai gaji, mudah untuk merasa terbebani oleh masa depan yang mungkin akan Anda hadapi. Akan selalu ada tagihan uang kuliah, pembayaran mobil, atau alat yang perlu diganti, tetapi saya tidak lagi mempersiapkannya. Saya tidak berbicara tentang mengabaikan rencana anggaran atau keuangan -- itu adalah alat-alat yang hebat. Akan tetapi, ketika saya mempraktikkan tekad saya yang baru untuk memercayai Allah, saya telah mengadopsi pendekatan satu-hari-demi-satu-hari sesuai iman saya. Entah bagaimana, mengandalkan Dia sepenuhnya selama 24 jam berikutnya -- daripada 24 minggu, bulan, atau tahun ke depan -- terasa jauh lebih bisa dilakukan. Matius 6:34 mengatakan yang terbaik, “Jangan khawatir tentang hari esok, karena hari esok akan mengkhawatirkan dirinya sendiri. Cukuplah satu hari dengan kesusahannya sendiri.” Amin!

Melihat ke Belakang

Kedua, saya mulai menengok ke belakang. Selama bertahun-tahun, saya sebagai seorang Kristen, Allah telah berulang kali menunjukkan kesetiaan-Nya. Menyediakan untuk keluarga saya ketika ayah saya meninggal. Memungkinkan saya untuk menjalani delapan tahun sebagai ibu yang tinggal di rumah, ketika semua fakta dan hitungan mengatakan bahwa kami tidak pernah bisa cukup jika saya keluar dari pekerjaan saya. Memimpin saya untuk karier baru yang memenuhi mimpi pada masa lalu. Daftarnya terus berlanjut.

Janganlah Khawatir

Bukti nyata tentang kebaikan dan perhatian Allah yang dinyatakan berulang-ulang dalam hidup saya meyakinkan saya. Kami memiliki sejarah yang kaya, Allah dan saya, dan Dia selalu ada saat saya membutuhkan-Nya. Saya memiliki bukti bahwa kepercayaan saya tidak salah; Allah telah setia, dan Dia akan “memenuhi segala keperluan (saya)” (Filipi 4:19). Ketika saya mengalami hari yang buruk dan merasa terbebani oleh masalah, baik mental, emosional, maupun finansial, saya merasa terhibur dengan mengingat masa lalu ketika jalan di depan sepertinya tidak mungkin, tetapi Allah membawa saya melewatinya.

Anda Tidak Bisa Memberi Lebih daripada Tuhan

Yang terakhir, saya menemukan berkat yang tidak terduga dalam melanjutkan persepuluhan meskipun keadaan keuangan kami terkadang kacau. Menulis cek itu bisa jadi sulit -- lagi pula, saya tahu gereja tidak akan mengirim kolektor tagihan jika uang kita tidak muncul di tempat persembahan. Namun, itu adalah ekspresi fisik dari rasa syukur saya bahwa Allah telah menyediakan untuk keluarga kami dan kepercayaan saya bahwa Dia akan terus melakukannya.

Tuhan Membuka Pintu

Ibu saya memiliki sebuah kalimat favorit: “Engkau tidak bisa memberi lebih banyak daripada Tuhan.” Pada minggu terakhir ini, saya mengalami sendiri pernyataan itu. Setelah melakukan pembayaran uang sekolah ganda pertama, kami kehabisan uang, dan gaji bulanan suami saya untuk mengarahkan band pujian gereja kami tidak akan dijadwalkan seminggu lagi. Meski begitu, saat berpakaian pada Minggu pagi, saya bisa merasakan Allah mengingatkan saya untuk mempersiapkan persembahan kami. “Kami tidak punya uang, Tuhan,” bantah saya. "Saya akan melakukannya nanti." Namun, perasaan yang mengganggu itu tidak hilang; jauh di lubuk hati, saya tahu apa yang Allah kehendaki untuk saya lakukan. Dengan menarik napas panjang, saya menulis cek sejumlah yang biasa kami berikan dan memasukkannya ke dalam amplop persembahan.

Sebelum ibadah, suami saya dan saya berada di kantor gereja membuat fotokopi. Duduk di meja dengan beberapa dokumen, salah satu dewan pengurus kami mendongak dan berkata, “Saya sedang menandatangani cek. Maukah Anda menerima cek pembayaran Anda sekarang?”

“Sebab, Aku mengetahui rencana-rencana yang Aku miliki bagi kamu,’ firman TUHAN, ‘rencana-rencana untuk kesejahteraan dan bukan untuk kemalanganmu, untuk memberimu masa depan dan pengharapan.” (Yeremia 29:11). Allah itu setia. Bahkan, saat kita tidak bisa melihatnya, atau memahaminya, Dia punya rencana. Saya menanti-nantikan hari ketika saya bisa melihat kembali masa-masa yang sulit ini sebagai bukti lain dari kebaikan-Nya yang dapat diandalkan. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Today's Christian Woman
Alamat situs : http://www.todayschristianwoman.com/articles/2010/september/moneytight.html"> http://www.todayschristianwoman.com/articles/2010/september/moneytight.html
Judul asli artikel : When Money Tight
Penulis artikel : Dawn Zemke
Tanggal akses : 13 Juni 2017
 

WAWASAN WANITA Mengatur Keuangan Keluarga

Salah satu sumber pertikaian dalam rumah tangga adalah uang. Karena kurang uang, kita bertengkar; kelebihan uang kita pun bertengkar. Bagaimanakah caranya mengatur masalah keuangan sehingga tidak harus menjadi penyebab perselisihan?

Mengatur Keuangan

  1. Kita harus menyamakan persepsi tentang uang dan kita harus kembali kepada firman Tuhan. Amsal 11:24 menyebutkan, “Seseorang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, yang lain menahan melebihi seharusnya, tetapi menjadi kekurangan.” Kesimpulannya adalah bahwa Tuhan adalah pemberi berkat dan bahwa usaha manusia terbatas, serta tidak menentukan pemasukannya. Jadi, kita harus selalu menyadari keterbatasan diri dan bergantung kepada Tuhan, bukan kepada kekuatan sendiri.
  2. Kendati berkat berasal dari Tuhan, kita diminta untuk hidup rajin dan tidak malas. Firman Tuhan mengingatkan, “Jangan menyukai tidur supaya kamu tidak menjadi miskin; bukalah matamu, maka kamu akan kenyang dengan makanan.” (Amsal 20:13). Dengan kata lain, kemalasan adalah jalan tercepat menuju kepada kemiskinan.
  3. Uang harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sendiri sebelum digunakan untuk kepentingan orang lain. Firman Tuhan mengingatkan, “Akan tetapi, jika seseorang tidak memelihara sanak keluarganya sendiri, khususnya keluarga dekatnya, berarti ia telah menyangkali imannya dan ia lebih buruk daripada orang yang tidak percaya.” (1 Timotius 5:8).
  4. Setelah memenuhi kebutuhan pokok keluarga, kita harus memikirkan kebutuhan sesama. Tuhan menjanjikan berkat bagi orang yang murah hati. Amsal 22:9 berkata, “Orang yang baik matanya akan diberkati karena dia membagi rotinya dengan orang miskin.”
  5. Menyimpan uang adalah sebuah kebiasaan hidup yang bijaksana untuk mengantisipasi pengeluaran tidak terduga dan merupakan tanda hidup berdisiplin. Itu sebabnya, firman Tuhan mengajak kita untuk belajar dari “Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi menyediakan makanannya pada musim panas;” (Amsal 30:25).

    Uang

  6. Setelah menyisihkan uang untuk pengeluaran tidak terduga, hiduplah sebagai orang beriman, bukan seperti orang tidak beriman. Jangan sampai kita menumpukkan harta demi berjaga-jaga, seakan-akan tidak ada Tuhan yang memperhatikan dan memelihara kita. Firman Tuhan mengingatkan, “Jadi, jika rumput di padang, yang ada hari ini dan besok dilemparkan ke dalam perapian, Allah mendandaninya sedemikian rupa, bukankah terlebih lagi kamu, hai kamu yang kurang iman?” (Matius 6:30) Melalui perumpamaan orang kaya yang bodoh, yang membangun lumbung yang lebih besar untuk menyimpan gandum dan barang-barangnya, Tuhan Yesus mengingatkan, “Berjaga-jagalah dan waspadalah atas segala bentuk keserakahan karena hidup seseorang tidak bergantung pada banyaknya harta yang ia miliki.” (Lukas 12:15).
  7. Singkat kata, uang adalah titipan Tuhan kepada kita untuk digunakan, terutama untuk kepentingan-Nya, bukan kita. Jadi, janganlah kita menggenggamnya sebagai milik pribadi.
Download Audio
Diambil dari:
Nama situs : Christian Counseling Center Indonesia (C3I)
Alamat situs : http://c3i.sabda.org/mengatur_keuangan_keluarga"> http://c3i.sabda.org/mengatur_keuangan_keluarga
Judul asli artikel : Mengatur Keuangan Keluarga
Penulis artikel : Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses : 10 Januari 2018
 
Stop Press! DAPATKAN BAHAN-BAHAN NATAL YLSA MELALUI SABDA BOT!

Bot Natal

Bagi Anda yang memiliki aplikasi chat Telegram, bahan-bahan Natal dari YLSA dapat diperoleh melalui SABDA Bot. SABDA Bot adalah pelayanan mesin otomatis berbasis chat yang dapat memberikan ayat Alkitab dalam berbagai versi dan bahan-bahan biblika yang berguna untuk mempelajari dan menggali Alkitab. Selain itu, melalui SABDA Bot, Anda juga bisa memperoleh bahan-bahan Natal berupa artikel, renungan, cerita bergambar tentang kelahiran Yesus, ayat-ayat Natal, video Natal, himne Natal serta berbagai quotes gambar yang dapat Anda kirimkan kepada teman-teman dan kerabat Anda.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang cara penggunaan SABDA Bot, silakan kunjungi http://labs.sabda.org/SABDABot_untuk_Telegram.

Mari kita menyambut Natal 2018 dengan bahan-bahan YLSA di SABDA Bot!

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Wanita.
wanita@sabda.org
e-Wanita
@sabdawanita
Redaksi: N. Risanti dan Margaretha I.
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org