Penderitaan dan Kematian Kristus |
Edisi 93/Maret 2018 |
Salam damai sejahtera,
Bagaimana respons kita ketika mendengar berita tentang kematian seseorang yang kita kasihi? Sedih. Itu pasti. Namun, kematian Tuhan Yesus Kristus bukanlah suatu kesedihan, melainkan sukacita. Ia tidak mati selamanya karena pada hari yang ketiga, Ia bangkit dari kematian. Kematian-Nya memang menyedihkan karena dosa kitalah yang ditanggung-Nya. Namun, kebangkitan-Nya memberi jaminan kehidupan kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Apakah hal ini juga sudah disadari oleh siswa yang sedang kita layani pada saat ini?
Kiranya sajian e-BinaSiswa edisi ini menolong kita semua untuk menghayati lagi makna sengsara Kristus, dan hal itu dapat kita sampaikan pula kepada setiap siswa yang kita layani. Kiranya menjadi berkat. Selamat Paskah!
|
ARTIKEL
Sengsara Kristus
Bacaan: Matius 17:22-23
Dua ayat dalam Matius 17:22-23 melanjutkan pemberitaan Yesus mengenai sengsara-Nya kepada para murid. Ini adalah berita yang sangat mendukakan para murid. Murid-murid berduka karena mereka lagi-lagi berfokus pada berita sengsara dan kematian. Mereka tidak melihat hingga kemenangan Kristus dalam kebangkitan-Nya. Matius membahas kehidupan Kristus dengan cara yang sangat indah untuk memadukan kuasa-Nya dengan pengorbanan-Nya. Dalam Yesus Kristus, kuasa menjadi identik dengan pengorbanan. Dalam Yesus Kristus, kemuliaan menjadi identik dengan kehinaan. Dalam Yesus Kristus, kekuatan menjadi identik dengan kerelaan dihina, direndahkan, disiksa, bahkan dibunuh. Siapakah yang lebih berkuasa daripada Dia? Bahkan, kuasa pemerintahan dunia ini pun tidak cukup untuk menggambarkan kuasa-Nya (Yohanes 18:36). Siapakah yang lebih mulia daripada Dia? Bahkan, matahari pun tidak sanggup memancarkan terang lebih daripada Dia (Kisah Para Rasul 26:12-15). Siapakah yang lebih kuat daripada Dia? Bahkan, kuasa ribuan setan pun sujud di kaki-Nya (Markus 5:5-13). Akan tetapi, kemuliaan, kuasa, dan kekuatan yang Dia miliki dipakai-Nya untuk menggenapi kehendak Allah yang ingin agar Ia direndahkan, diperlakukan tidak adil, disiksa, dihukum mati, dan dipaku di kayu salib demi membebaskan orang berdosa dari murka Allah. Adakah berita yang lebih agung dari ini? Siapakah pemimpin yang lebih tinggi dari Dia? Di antara pemimpin-pemimpin yang jauh lebih rendah dari Dia, siapakah yang rela diperlakukan serendah Dia? Oleh karena itu, Matius terus mengingatkan akan betapa berkuasa, kuat, dan mulianya Yesus Kristus. Ia ditinggikan oleh Allah melampaui kemuliaan Elia dan Musa. Ia mengusir setan, dan setan-setan tunduk kepada-Nya. Akan tetapi, setelah itu, Dia mengumumkan apa yang harus Dia alami, yaitu menderita sengsara dan mati. Inilah Injil. Yang tidak seharusnya mati rela mati demi yang seharusnya mengalami kematian. Yang seharusnya dimuliakan rela dihina supaya yang hina mendapat kedudukan mulia di dalam Dia. Yang berkuasa rela ditundukkan dan dimatikan oleh yang lemah supaya yang lemah dapat menjadi kuat di dalam Dia. Inilah paradoks berita Injil itu. Tidak ada orang yang belum diperbarui oleh Roh Kudus dapat memahami hal ini. Bagi dunia ini, Kristus adalah batu sandungan. Bagaimana mungkin mau percaya kepada orang yang mati. Mengaku berkuasa atas segala sesuatu, tetapi berakhir di atas kayu salib sebagai seorang hukuman. Ini adalah penguasa palsu bagi dunia ini. Akan tetapi, bagi orang-orang yang telah diperbarui oleh Roh Kudus, Kristus adalah segalanya bagi mereka. Dialah Juru Selamat mereka. Dialah hikmat mereka. Dialah sumber kekuatan mereka. Justru karena Dia telah mati di kayu salib kita beroleh kesempatan untuk hidup di hadapan Allah.
Mengapa Yesus Kristus rela mati di kayu salib? Hal pertama yang terus ditekankan oleh Matius adalah karena belas kasihan-Nya kepada orang berdosa. Dia tahu bahwa satu-satunya cara umat Tuhan dapat memperoleh keselamatan adalah dengan pengorbanan yang dilakukan-Nya di atas kayu salib. Dia berbelaskasihan kepada kita. Dia mengasihani orang yang dipermainkan setan, maka Dia mengusir setan. Dia mengasihani orang yang dibuang oleh masyarakat karena penyakit kusta, maka Dia menahirkan dan menyembuhkan mereka. Dia mengasihani orang-orang yang berduka karena kehilangan orang yang dikasihi, maka Dia membangkitkan orang mati. Dialah satu-satunya harapan agar kita dapat memperoleh belas kasihan. Mengapa hanya Dia? Karena hanya Dialah yang memiliki kuasa tertinggi yang mutlak, tetapi rela mengasihani kita yang sangat hina dan rendah ini. Bagaimanakah manusia dapat diselamatkan? Hanya melalui Yesus Kristus! Hanya melalui Pribadi paling agung dan berkuasa, yang dengan rela merendahkan diri bagi kita yang berdosa. Tuhan Yesus mengasihani manusia. Tuhan Yesus mengasihani engkau dan saya. Tuhan Yesus mengasihani pemberontak-pemberontak. Tuhan Yesus mengasihani dunia berdosa ini. Belas kasihan-Nya inilah yang menggerakkan Dia untuk berkorban demi kita sehingga kita boleh didamaikan dengan Allah. Murka Allah dipikul-Nya di kayu salib sehingga murka itu telah tercurah dengan sempurna dalam kematian-Nya. Karena itulah, kita boleh diselamatkan. Lihatlah pada-Nya. Siapakah sumber belas kasihan selain Dia? Jika kita menolak Dia, kepada siapakah kita akan berpaling? Siddhartha Shakyamuni? Dia tidak pernah menyerahkan nyawanya bagi manusia. Confucius? Dia tidak pernah menyerahkan nyawanya bagi manusia. Socrates? Dia tidak pernah menyerahkan nyawanya bagi manusia. Muhammad? Dia tidak pernah menyerahkan nyawanya bagi manusia. Yesus adalah sumber hidup. Dia hidup dari kekekalan sampai kekekalan. Dialah Pemimpin kepada hidup (Kisah Para Rasul 3:15), tetapi Dia rela menyerahkan hidup-Nya bagi manusia. Tidak pernah orang-orang agung dalam sejarah mengucapkan kalimat yang dikatakan Yesus. Yesus menubuatkan kematian-Nya berkali-kali sebelum Dia akhirnya ditangkap. Hanya Dialah yang mati demi menghidupkan orang lain. Tidak ada yang lain berani mengatakan hal ini. Belas kasihan-Nya kepada kita mengakibatkan kematian-Nya. Karena kasih-Nya, Dia harus membayar dengan nyawa-Nya. Masihkah kita mengeraskan hati untuk menolak Dia?
Hal kedua mengapa Dia rela mati di kayu salib adalah karena inilah rancangan Allah bagi keselamatan manusia. Dia tidak mati karena terjepit keadaan ketika Dia tidak lagi punya pilihan. Keadaan menjadi sebagaimana adanya karena Allah telah berencana demikian. Setiap nubuat yang menjadi nyata dalam tahap-tahap sejarah membuktikan bahwa Allah telah merancangkan keselamatan ini dalam kekekalan. Efesus 1:4 mengatakan bahwa pilihan bagi orang-orang yang akan diselamatkan telah ditetapkan sebelum dunia dijadikan. Kristus, sebagai pokok keselamatan bagi orang-orang pilihan, juga merupakan rencana kekal Allah. Rencana ini bukanlah respons terhadap keadaan di dunia. Keadaan di dunia justru terjadi sebagai akibat dari rancangan kekal Allah. Inilah yang harus kita ketahui untuk mengagumi Allah dengan kekaguman yang sepantasnya Dia terima. Kita tidak mengagumi Dia sebagai perencana yang sanggup merencanakan sesuatu di tengah-tengah keadaan yang buruk. Kita mengagumi Dia sebagai arsitek seluruh sejarah yang merancang dalam kekekalan segala hal yang terjadi dalam sejarah. Kedatangan Kristus adalah bagian yang sangat penting dalam rancangan itu. Dengan demikian, kedatangan Kristus dan kerelaan-Nya menderita adalah karena ketaatan-Nya kepada Allah Bapa dengan menggenapi apa yang menjadi rencana-Nya dengan sempurna. Kristus datang karena taat kepada Bapa di surga. Dia menderita karena bagi Dia, kehendak Bapa-Nya di surga lebih penting daripada kenyamanan pribadi-Nya.
Sudahkah kita meneladani Kristus? Dia rela menderita karena belas kasihan-Nya kepada orang lain. Sudahkah kita meneladani Kristus? Dia rela menderita karena ketaatan-Nya kepada Bapa di surga.
Doa:
Tuhan, kami berjanji untuk meneladani Kristus. Kami mau melangkah di dalam jejak-jejak kaki-Mu yang telah lebih dahulu melangkah di depan kami. Kami mau belajar berkorban karena didorong oleh belas kasihan kami kepada orang lain. Kami mau belajar berkorban demi menaati Tuhan kami. Kuatkan kami yang lemah ini, ya Tuhan.
Unduh Audio
|
BAHAN AJAR
Pengorbanan Kristus di Kayu Salib
Ditulis oleh: Amidya
A. Dasar Alkitab
Lukas 23:26-49
B. Tujuan:
- agar siswa memahami pentingnya pengorbanan Kristus di kayu salib bagi orang-orang percaya,
- agar siswa memahami bahwa Paskah yang sejati berdasar pada penderitaan dan kematian Kristus di kayu salib, dan
- mengharapkan siswa, remaja, dan pemuda Kristen mampu hidup bagi Kristus setiap hari.
C. Refleksi
Lukas 23:26-43 adalah laporan sejarah bahwa Yesus adalah Anak Allah yang disalibkan di Golgota untuk memenuhi rencana agung Allah Bapa. Adegan menjelang detik-detik kematian Kristus juga dilaporkan oleh Lukas dengan detail mulai dari Pasal 22. Mari kita lihat dan gali bersama setiap proses yang Yesus alami hingga akhirnya Ia mati di kayu salib.
Yesus dibawa ke Golgota dan disalibkan di antara dua penjahat.
Yesus disalibkan di suatu tempat yang bernama Tengkorak, atau dalam bahasa Aram disebut dengan nama Golgota. Kamus Alkitab oleh Haag dalam Situs Alkitab SABDA menjelaskan bahwa, "Golgota adalah tempat Yesus disalibkan (Matius 27:33; Yohanes 19:17). Nama itu disesuaikan dengan bentuk tempatnya yang bulat mirip tengkorak. Sebagai tempat pelaksanaan hukuman mati dan kuburan, maka Golgota terletak di luar tembok kota." Fakta menarik yang ditulis oleh Lukas bahwa Yesus, Anak Allah, harus disalibkan di antara penjahat. Yesus, yang kudus dan mulia, harus dihukum bersama-sama dengan penjahat. Ia rela diperlakukan dengan hina untuk menuntaskan semua misi Allah Bapa. Para prajurit yang menjalankan hukuman salib pun memperlakukan Yesus dengan sangat buruk, bahkan lebih buruk dari dua penjahat yang berdiri di sebelah kanan dan kirinya.
Para pemimpin dan prajurit mengolok-olok Yesus.
Menghukum orang saat perayaan Paskah pada masa pendudukan Romawi di Yudea merupakan sebuah tontonan bagi masyarakat luas. Dr. Peter Wongso dalam bukunya yang berjudul "Hikayat Yesus" menuliskan bahwa "menghina dan mengolok-olok orang yang dijatuhi hukuman salib telah menjadi kebiasaan pada masa itu" (2007:251). Hal ini jugalah yang dilakukan oleh para pemimpin dan prajurit. Mereka dengan leluasa menghina Yesus sejak salib Yesus dinaikkan. Para pemimpin dalam konteks ini adalah para pemimpin Yahudi (imam, ahli taurat, dan farisi). Mereka mengejek kemesiasan Yesus dengan berkata, "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah." Secara lebih detail, Matthew Henry Commentary menjelaskan, "Mereka menantang-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri dari kayu salib saat Dia justru sedang menyelamatkan orang lain melalui salib itu. Mereka mempermainkan-Nya dan menjadikan penderitaan-Nya sebagai bulan-bulanan."
Yesus mati.
Selanjutnya, Lukas 23:44-49 menuliskan peristiwa kematian Yesus. Ada dua peristiwa yang menyertai kematian Yesus, yaitu kegelapan meliputi daerah itu sampai tiga jam (ayat 44) dan tabir Bait Suci terbelah menjadi dua (ayat 45). Berdasarkan penjelasan dari Keluaran 26:31-33, tabir Bait Suci yang dimaksud dalam konteks ini adalah tabir yang menjadi pemisah antara tempat kudus dan tempat mahakudus. Terbelahnya tabir ini melambangkan tercabutnya hukum upacara yang sudah lama menjadi dinding pemisah antara orang Yahudi dan bukan Yahudi serta antara segala kesulitan dan ketakmampuan kita untuk mendekat kepada Allah. Dengan terbelahnya tabir ini, kita dapat menghampiri takhta kasih karunia dengan penuh keberanian.
Hingga akhirnya, sebelum mati, Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa dengan bersuara nyaring, "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku" (ayat 46). Dengan demikian, Yesus mati tergantung di kayu salib untuk menyelesaikan seluruh amanat dari Bapa melalui hidup-Nya di dunia. Respons orang banyak pun yang semula mengejek dan mengolok-oloknya berubah seketika. Para kepala pasukan yang semula mengejek dan membuang undi atas jubah-Nya kini justru memuliakan Allah dan mengakui bahwa Yesus adalah orang benar (ayat 47). Orang banyak yang sebelumnya melihat peristiwa penyaliban Yesus sebagai tontonan pulang ke rumahnya masing-masing sambil memukul-mukul diri mereka. Dalam kebiasaan tradisi Yahudi, memukul diri adalah tanda penyesalan terhadap perbuatan yang tidak benar.
Saat ini, dengan iman, kita dapat mengatakan bahwa kematian Kristus adalah pengorbanan yang sangat berharga bagi kita. Penderitaan-Nya dan setiap darah-Nya yang tercurah menjadi bukti bahwa Ia telah membayar lunas dosa-dosa kita dan menebus kita, serta menjadikan kita milik Bapa. Kasih-Nya yang besar memberi pembebasan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.
D. Diskusi
- Apa tuduhan yang disangkakan kepada Yesus hingga Ia dijatuhi hukuman salib?
- Mengapa orang-orang Yahudi bersikeras untuk menyalibkan Yesus pada saat hari raya Paskah?
- Ceritakan kesaksian Anda tentang arti pengorbanan dan kematian Yesus bagi diri Anda dalam satu paragraf!
- Mengapa kematian Kristus sangat penting?
- Sebutkan hasil atau dampak kematian Kristus bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya!
E. Kesimpulan
Pengorbanan dan kematian Kristus adalah bukti nyata kasih-Nya yang besar bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Kematian Kristus bukanlah kematian yang sia-sia, melainkan kematian yang sangat berharga. Sekalipun penyaliban-Nya menjadi tontonan banyak orang dan Ia sempat diejek dan diolok-olok, tetapi pada akhirnya, semua orang yang melihat peristiwa penyaliban Yesus menyesal karena telah menjadikan orang yang benar sebagai tontonan dan dipermalukan di depan umum. Sungguh, semua yang Kristus alami memberi jalan bagi kita untuk dibenarkan, disucikan, dan ditebus, hingga kita menjadi milik kepunyaan Allah Bapa. Dosa yang menjerat kita telah dilunasi dengan darah-Nya. Karena itu, sekarang, dengan iman, marilah kita terus datang dan mendekat kepada Bapa, hidup menjadi umat perjanjian baru, dan terus bergairah untuk hidup bagi Kristus!
|
|