ARTIKEL
Rasul untuk Bangsa-Bangsa Lain
Pertobatan Paulus di Jalan Damsyik menunjukkan juga panggilannya untuk melayani sebagai misionaris bagi bangsa-bangsa. Ketika Paulus bertobat, Tuhan menjelaskan bahwa dia adalah "alat yang Kupilih untuk membawa nama-Ku ke hadapan bangsa-bangsa lain dan raja-raja serta bangsa Israel" (Kisah Para Rasul 9:15). Peran Paulus sebagai misionaris ditangkap melalui kata-kata yang diucapkan Yesus kepadanya di Jalan Damsyik sesuai dengan Kisah Para Rasul 26:18: "... untuk membuka mata mereka, sehingga mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka dapat menerima pengampunan atas dosa-dosa serta menerima bagian di antara orang-orang yang dikuduskan oleh iman di dalam Aku." Paulus adalah alat pilihan Allah untuk membawa berita keselamatan Allah ke ujung bumi.
Sangat penting untuk melihat bahwa peran Paulus sebagai misionaris bagi bangsa-bangsa menggenapi nubuat Perjanjian Lama. Setelah "genap waktunya", Allah mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus (Galatia 4:4). Pelayanan, kematian, dan kebangkitan Kristus memenuhi janji yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Namun, tidak pernah menjadi tujuan Allah bahwa berita keselamatan itu terbatas untuk bangsa Israel. Ketika Allah memilih Abraham, Ishak, dan Yakub, Dia menekankan bahwa semua bangsa akan diberkati melalui mereka (Kejadian 12:3, 18:18, 26:4, 28:14). Berkat universal yang dijanjikan ini belum tergenapi selama masa Perjanjian Lama. Memang, Tuhan tidak memaksudkan agar bangsa-bangsa diselamatkan dalam skala besar sebelum kedatangan Kristus karena kemuliaan Yesus dimaksimalkan saat bangsa-bangsa di dunia diselamatkan dengan memanggil nama-Nya dan mengetahui keselamatan besar yang diselesaikan-Nya.
Maka dari itu, Paulus menikmati hak istimewa yang luar biasa, sebagai orang yang tinggal di sisi lain salib, untuk membawa kabar baik tentang Yesus Kristus kepada orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Dalam kitab Kisah Para Rasul, tiga perjalanan misi yang berbeda dicatat: Perjalanan Paulus yang pertama berlangsung pada tahun 47 -- 48 M (bersama dengan Barnabas) ke pulau Siprus dan ke kota-kota di Turki modern (Kisah Para Rasul 13-14). Perjalanan kedua (tahun 49 -- 52 M) mencakup gereja-gereja yang dikunjungi kembali yang didirikan pada perjalanan misi pertama di Turki modern, kemudian Paulus dan rekan-rekannya menyeberangi Laut Aegea dan membangun gereja-gereja di Makedonia dan Yunani (Kisah Para Rasul 15:36-18:22). Perjalanan ketiga (Kisah Para Rasul 18:23-21:36, tahun 52 -- 55 M) termasuk mengunjungi gereja-gereja yang sudah mapan, dan termasuk ketika Paulus tinggal lebih lama di Efesus. Ketika Paulus kembali ke Yerusalem, suatu kerusuhan mulai terjadi di kota, dan dia dipenjara selama beberapa tahun di Kaisarea (tahun 57 -- 59 M) dan Roma (tahun 60 -- 62 M). Bahkan, selama pemenjaraannya, Paulus terus memberitakan Injil di hadapan raja-raja dan penguasa dan semua orang yang berhubungan dengannya. Ada alasan kuat untuk memercayai tradisi bahwa Paulus dibebaskan dari penjara setelah pemenjaraan pertama oleh Romawi, dan bahwa dia terus memberitakan Injil di berbagai tempat, dan mungkin pergi ke Spanyol untuk memberitakan Injil di sana. Kita tidak tahu detailnya, tetapi kemungkinan Paulus ditangkap lagi dan dipancung di Roma sekitar tahun 65 M.
Janganlah kita mengira bahwa Paulus adalah satu-satunya rasul yang memberitakan Injil di luar tanah Israel, atau bahwa dia adalah satu-satunya yang membawa Kabar Baik itu kepada orang-orang bukan Yahudi. Kita perlu mengingat bahwa Kisah Para Rasul bukanlah cerita komprehensif tentang aktivitas misi para rasul. Memang, satu-satunya rasul yang mendapat perhatian penting dalam Kisah Para Rasul adalah Petrus dan Paulus. Bukan berarti bahwa berdasarkan hal ini, para rasul yang lain gagal dan tidak terlibat dalam pelayanan. Memang, ada bukti signifikan dari sejarah bahwa banyak rasul memproklamasikan Injil di luar Israel. Lukas tidak pernah bermaksud untuk menulis laporan lengkap tentang pekerjaan misionaris gereja mula-mula.
Namun, fokus pada misi Paulus kepada orang-orang bukan Yahudi dalam Perjanjian Baru sangat penting karena setelah genap waktunya, Tuhan membangkitkan Paulus sebagai pengusaha teologi misi yang baru. Paulus dilatih secara teologis sebagai orang Farisi, dan oleh karenanya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Perjanjian Lama. Dia memahami bahwa pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus menggenapi janji yang diberikan kepada Abraham bahwa semua bangsa akan diberkati melalui keturunan Abraham. Paulus mengerti bahwa Yesus adalah keturunan Abraham (Galatia 3:16). Dengan kebangkitan-Nya, Dia ditahbiskan sebagai Raja Mesianik sehingga Dia jelas-jelas adalah pewaris takhta Daud, Mesias yang dijanjikan, dan Anak Allah (Roma 1:3-4; 2 Timotius 2:8).
Pencurahan Roh Kudus kepada bangsa-bangsa lain (lihat Galatia 3:1-5, 14) menunjukkan penggenapan janji Allah bahwa pada zaman akhir, Dia akan mencurahkan Roh-Nya. Banyak nubuat Perjanjian Lama mengajarkan bahwa ketika masa penggenapan tiba, Tuhan akan memberkati umat-Nya dengan Roh Kudus (misalnya, Yesaya 32:15, 44:3; Yehezkiel 11:18-19, 36:26-27; Yoel 2:28). Pencurahan Roh Kudus kepada orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi berdasarkan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus menandakan bahwa hari-hari akhir telah tiba. Ketika Paulus memproklamasikan Injil dalam perjalanan misionarisnya, dia berpendapat bahwa pemenuhan semua sejarah penyelamatan telah tiba di dalam Yesus. Perjanjian Baru sekarang menjadi kenyataan di dalam Yesus (Yeremia 31:31-34). Hukum Taurat tidak lagi ditulis hanya di atas loh batu, tetapi Roh Kudus sekarang ditanamkan ke dalam hati manusia (2 Korintus 3). Pengampunan dosa yang dijanjikan oleh Yeremia sekarang menjadi kenyataan berdasarkan kematian penebusan Yesus Kristus.
Paulus dengan teliti memahami pentingnya penggenapan janji keselamatan dalam Yesus Kristus. Pada era lama, orang Yahudi dan orang bukan Yahudi dipisahkan satu sama lain. Orang-orang Yahudi adalah umat perjanjian Allah, dan bangsa-bangsa lain berada di luar lingkaran janji keselamatan Allah (Efesus 2:11-12). Akan tetapi, dengan kedatangan Yesus, era lama telah berakhir. Sekarang, orang Yahudi dan bukan Yahudi dipersatukan sebagai anggota keluarga Allah berdasarkan karya Kristus di kayu salib (Efesus 2:13-22). Sekarang, mereka adalah anggota tubuh yang sama dan ahli waris dari janji yang sama (Efesus 3:6). Keselamatan orang bukan Yahudi di dalam Kristus bukanlah rencana B, melainkan pemenuhan atas apa yang Allah maksudkan saat Dia berjanji untuk menyelamatkan banyak bangsa melalui Abraham.
Paulus juga menyadari di Jalan Damsyik bahwa pesan untuk misinya adalah pembenaran hanya melalui iman. Orang bukan Yahudi tidak menjadi anggota umat Allah dengan mematuhi hukum Musa dan mematuhi perjanjian Sinai. Memang, tidak ada yang bisa menjadi orang benar dengan melakukan hukum Taurat karena "semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Roma 3:23). Dia menyatakan kepada bangsa-bangsa lain bahwa satu-satunya cara untuk didamaikan dengan Allah adalah melalui iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan yang disalibkan dan bangkit. Selain itu, Paulus memahami bahwa perjanjian Musa tidak lagi berlaku karena kedatangan Yesus Kristus (Roma 7:4-6; 2 Korintus 3:4-18; Galatia 3:15-4:7). Perjanjian Musa adalah perjanjian sementara, yang dimaksudkan untuk mengatur orang-orang Yahudi sampai munculnya iman kepada Kristus. Oleh karena itu, ketika guru-guru palsu yang mengikuti jejak misi Paulus berkeras agar orang-orang yang baru bertobat itu mematuhi hukum Musa dan melakukan sunat, Paulus mencela mereka karena memberitakan Injil palsu. Mereka memundurkan waktu dalam sejarah penyelamatan dan bersikeras supaya orang-orang bukan Yahudi bersikap seperti orang Yahudi untuk bergabung dengan umat Allah. Lebih jauh lagi, mereka memutarbalikkan Injil dengan mengajarkan bahwa orang didamaikan dengan Allah melalui perbuatan, bukan iman.
Satu dimensi terakhir dari kehidupan Paulus sebagai misionaris harus disebutkan. Bagian yang mencolok dari pelayanan Paulus adalah penderitaan yang dia alami sebagai misionaris. Tentu saja, penderitaan Paulus tidak untuk menebus seperti penderitaan Yesus Kristus. Namun, penderitaan yang dialami Paulus adalah sarana yang melaluinya Injil diperluas kepada bangsa-bangsa. Meskipun penderitaan Paulus tidak untuk menebus seperti Kristus, semua itu adalah akibat wajar dari penderitaan Kristus. Mereka bersaksi tentang keanggunan dan keindahan Injil karena Paulus bersedia memberikan hidupnya dan bahkan menghancurkan tubuhnya untuk membawa Injil ke bangsa-bangsa. Seperti yang Paulus ajarkan dalam Kolose 1:24-29, Allah menetapkan bahwa penderitaan Paulus akan menjadi sarana yang dengannya mereka yang belum menerima pesan tersebut akan mendengar kabar baik itu. Paulus percaya bahwa memberitakan Injil kepada semua orang benar-benar penting. Tidak ada manusia yang bisa diselamatkan melalui wahyu yang datang melalui alam karena semua orang menolak kesaksian ini dan oleh sebab itu ditinggalkan tanpa alasan (Roma 1:18-32). Satu-satunya jalan menuju keselamatan adalah lewat mendengar dan percaya kabar baik tentang Yesus Kristus (Roma 10:13-17). Orang harus memanggil nama Tuhan untuk diselamatkan. Oleh karena itu, Paulus begitu rela menderita untuk membawa pesan kehidupan kepada bangsa-bangsa.
Paulus secara unik dipanggil oleh Allah setelah genap waktunya. Dia memahami pentingnya Injil dihubungkan dengan Perjanjian Lama. Paulus bukanlah teolog menara gading. Dia adalah seorang misionaris yang mengambil risiko, yang menderita untuk membawa kabar baik yang diwahyukan kepadanya di Jalan Damsyik sampai ke ujung bumi. (t/Jing-Jing)
Audio Rasul untuk Bangsa Lain
|