Blog dan Digital Natives (I)
|
e-Penulis -- Edisi 193, 7 September 2017
|
DARI REDAKSI
Tetap Bergaung pada Era Kemajuan Media Informasi
Kemajuan teknologi membawa revolusi budaya dan literatur pada dunia. Lihatlah fenomena tersebut pada Generasi Langgas, atau yang acap kali disebut Digital Natives. Mereka tidak lagi menggunakan cara-cara yang sama untuk berbagi ide dan pemikiran. Kertas, pena, serta buku harian mungkin telah menjadi benda-benda yang usang dan asing bagi mereka, meski tidak mustahil jika masih digunakan. Generasi Langgas suka berbagi ide-ide dan pemikiran mereka pada media sosial melalui gawai yang mereka miliki. Tidak hanya berbagi tulisan, mereka juga berbagi tautan, foto, video yang difasilitasi dengan baik oleh media sosial serta situs-situs sejenisnya. Tulisan tidak lagi menjadi satu-satunya cara bagi mereka untuk mengekspresikan diri dan meneriakkan pemikiran pada dunia, dan gaungnya pun meluas berkat teknologi media sosial. Suka atau tidak, inilah dunia yang sekarang sedang terbentang di hadapan kita. Generasi X atau Y, atau bahkan generasi di atasnya, juga mesti mengikuti perkembangan yang ada, jika ingin ide-ide dan pemikirannya terus bergaung ke luar. Tanpa kemauan untuk beradaptasi dan mengikuti perkembangan teknologi serta informasi, bersiaplah untuk pelan-pelan menjadi hening di tengah keriuhan wacana dan ekspresi.
Artikel dalam edisi e-Penulis kali ini membahas mengenai bagaimana cara Generasi Langgas berbagi. Baca juga Pojok Bahasa yang membahas mengenai frasa "Auktor Intelektualis" serta sebuah buku yang akan menolong generasi muda dalam membuat pilihan dan keputusan untuk masa depan mereka. Selamat membaca dan mendapat berkat dari sajian kami.
|
ARTIKEL
Digital Natives Berbagi secara Berbeda
Meskipun email dan SMS jelas merupakan mekanisme untuk berbagi, Digital Natives telah mengembangkan mekanisme spesifik yang lain untuk melakukannya. Blog, misalnya (istilah "blog" adalah pemendekan dari "weblog"). Situs hanya-teks ini (awalnya) memungkinkan Digital Natives berbagi detail paling intim dalam kehidupan pribadi dan emosional mereka, setiap minggu, setiap hari, atau bahkan setiap jam. Perangkat lunak telah dikembangkan yang memungkinkan anak-anak dengan akses daring membangun blog pribadi dengan hampir tanpa biaya. (Lihat www.blogster.com) Entrinya bisa diarsipkan dan blog-blognya tetap tayang/online secara permanen, dan bisa diakses oleh siapa saja dengan alamat atau sebuah tautan.
Blog telah menyebabkan pembalikan sepenuhnya terhadap fenomena "buku harian" -- tempat anak-anak menyimpan perasaan mereka yang dikurung dalam sebuah buku, pada masa kini mereka (atau setidaknya banyak di antara mereka) lebih memilih untuk memasangnya secara daring agar dapat dilihat dan dibagikan. Mereka saling membaca blog milik temannya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dalam kelompok sosial. Fitur penting dari blog adalah daftar tautan ke blog lain yang penulis sukai, jadi mereka berfungsi sebagai bentuk interkoneksi.
Fenomena blogging, tentu saja, juga memasuki dunia kaum Digital Immigrant, tetapi dengan cara yang sangat berbeda -- sebagai alat berbagi secara intelektual. Banyak kaum intelektual, mulai dari reporter hingga guru, hingga profesor, menulis dan menerbitkan blog biasa, yang menjadi bacaan reguler bagi pengikut mereka. Namun, karena pemakaiannya sangat berbeda (emosi vs intelektual), ini secara efektif merupakan medium yang berbeda, yaitu blog dari Digital Natives.
Kamera ponsel sekarang menjadi sarana utama untuk berbagi gambar di antara orang muda di banyak tempat, entah dengan mengirim gambar, atau bahkan sering kali, saling bertukar ponsel, seperti yang sering saya lihat dilakukan oleh gadis-gadis sekolah di kereta bawah tanah. Album foto tampak seperti sesuatu yang kuno.
Kamera web adalah perangkat lain yang sering digunakan oleh kaum Digital Natives untuk berbagi, sementara para Digital Immigrant menggunakannya untuk pemantauan. Sebagai fenomena "berbagi", merekam dengan kamera web meliputi pemasangan satu atau lebih kamera video mungil murah yang terus-menerus menyiarkan [gambar] ke sebuah situs web. Digital Natives mungkin berbagi pandangan secara terus-menerus tentang kamar mereka, sesuatu di alam, hewan peliharaan -- yang sering kali bersifat semakin aneh akan menjadi semakin bagus. Kaum (digital) Immigrant, di sisi lain, biasanya menggunakan kamera web untuk "memantau" situasi keamanan atau situasi serupa, seperti babycam. Sebagai pratinjau masa depan Digital Native, baru-baru ini saya melihat bentuk berbagi melalui kamera web di mana seorang ayah yang berorientasi teknologi di internet memeriksa kamera web di tiap ruangan di rumahnya untuk berbagi gambar-gambar sang bayi "secara langsung/saat itu juga" dengan saya. (t/Jing-Jing)
Audio Digital Natives Berbagi
|
POJOK BAHASA
Auktor Intelektualis
Kalau Anda mencari arti frasa "auktor intelektualis" di Kamus Besar Bahasa Indonesia, setidaknya yang versi daring, Anda tak akan menemukannya. Yang akan Anda temukan hanya aktor intelektual. Menurut KBBI, aktor intelektual adalah otak berbagai tindakan yang menyimpang (seperti kerusuhan, pembakaran, pembunuhan).
Jika dimaknai satu per satu, aktor adalah (1) pria yang berperan sebagai pelaku dalam pementasan cerita, drama, dan sebagainya di panggung, radio, televisi, atau film, (2) orang yang berperan dalam suatu kejadian penting; intelektual berarti (1) cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan; (2) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan; (3) totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman. Jadi, secara terpisah, baik kata "aktor" maupun "intelektual" memiliki makna yang netral. Namun, setelah digabung, maknanya menjadi negatif.
Tidak jelas kapan istilah aktor intelektual muncul pertama kali, tetapi diperkirakan pada tahun-tahun menjelang akhir kekuasaan Soeharto. Saat itu, Soeharto dan rezim Orde Barunya kerap menuding bahwa kerusuhan, unjuk rasa, atau kejadian-kejadian lain yang tidak terpuji digerakkan oleh aktor intelektual. Jelas bahwa Soeharto menganggap aktor intelektual merupakan antagonis sehingga harus ditangkap dan diseret ke pengadilan.
Rezim Orba juga memunculkan istilah-istilah lain yang merujuk pada antagonis serupa: orang atau kelompok orang yang memicu kerusuhan atau berniat melawan pemerintah. Sebut saja di antaranya oknum, provokator, pihak ketiga, dan tangan jahat. Pernah pula muncul istilah organisasi tanpa bentuk yang dikaitkan dengan kelompok orang yang dituding memicu sejumlah peristiwa, termasuk tragedi 27 Juli 1996.
Batasan aktor intelektual menurut KBBI yang berkonotasi negatif bukan tidak mungkin menunjukkan adanya pengaruh kuat rezim Orba terhadap KBBI. Mengapa tidak, misalnya, aktor intelektual juga bermakna orang yang berinisiatif melakukan gerakan positif? Kata "aktor" berasal dari kata bahasa Latin agere, yang berarti berbuat, melakukan.
Dalam bahasa Latin, aktor intelektual akan berbunyi actor intellectualis. Namun, menurut K. Bertens, dalam bahasa Latin actor intellectualis tidak digunakan; yang lazim dipakai adalah auctor intellectualis. Kata auctor berasal dari kata Latin augere, yang mempunyai banyak arti, antara lain meningkatkan, memperbesar, dan menumbuhkan. Jadi, arti kata auctor adalah orang yang menumbuhkan, orang yang meletakkan dasar, perintis, pencipta, pengarang. (Auctor merupakan asal-usul untuk kata Inggris author yang berarti pengarang atau penulis.)
Auctor intellectualis inilah yang, menurut Bertens, berarti pencetus ide, orang yang untuk pertama kali mengemukakan suatu pikiran atau rencana, otak atau brain di balik suatu peristiwa. Jelas bahwa maknanya tidak selalu negatif. Belakangan sejumlah media memperkenalkan bentuk adaptasi auctor intellectualis, yaitu auktor intelektualis. Pada edisi 29 September 2015, Kompas membuat judul "18 Tersangka Ditahan, Polisi Buru Auktor Intelektualis".
Dalam wayang versi Jawa, Kresna bisa disebut sebagai aktor intelektual -- atau dalam hal ini auktor intelektualis karena tidak selalu bermakna negatif -- dalam Bharatayudha. Kresna dikisahkan banyak ikut campur dan mengatur jalannya perang ini. Dialah yang meminta Antareja menjilat jejak kakinya sendiri sehingga ia mati. Antareja memang memiliki kesaktian bisa membunuh orang dengan cara menjilat jejak kaki orang itu. Menurut Kresna, jika Antareja terlibat dalam perang Bharatayuda, perang itu akan selesai dalam sekejap. Kresna menyingkirkan Baladewa dengan menyarankan agar Baladewa bertapa, sebab kakaknya itu, yang sulit ditandingi kesaktiannya, cenderung memihak Kurawa. Kresnalah yang mengatur strategi perang di pihak Pandawa, antara lain tentang siapa saja yang diturunkan menjadi panglima perang. Kresna jugalah yang menyebarkan isu bahwa Aswatama mati saat Durna menjadi panglima perang Kurawa, menurunkan Srikandi untuk menghadapi Bisma, memerintahkan Nakula dan Sadewa untuk menemui Prabu Salya saat Salya menjadi panglima perang Kurawa, menjadi pengendali kereta Arjuna saat berhadapan dengan Karna, menutupi matahari dengan senjata Cakra untuk memancing Jayadrata keluar dari persembunyiannya.
Omong-omong, benarkah Haryono, Kepala Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, merupakan auktor intelektualis dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang, Salim Kancil, di Lumajang, 26 September 2015? Tentu saja saya tidak merendahkan posisi kepala desa. Sekarang, untuk bisa menjadi kepala desa, dibutuhkan modal sampai ratusan juta. Saya hanya yakin ada tangan yang jauh lebih kuat dibandingkan hanya kepala desa.
Ah, saya jadi ingat sejumlah kasus pada era Orba, semisal kasus Udin dan Marsinah, dan kasus yang diselesaikan dengan gaya Orba: kasus Munir.
|
RESENSI BUKU
What's next?
|
Judul buku
:
What's next?
Judul asli
:
Top ten list for graduates
Penulis/Penyusun
:
James W. Moore
Penerjemah
:
Anne Natanael
Penyunting
:
G. Dyah Paramita P.K.
Editor
:
C. Krismariana W.
Penerbit
:
PT GLORIA USAHA MULIA (GUM)
|
Masa muda adalah saat-saat persiapan perjalanan hidup yang akan datang. Keputusan yang dipilih saat ini memengaruhi bagaimana keadaan seterusnya. Dalam pengambilan keputusan, sebaiknya berdasar pada iman, harapan, kasih, dan sukacita sehingga dapat memberi pengaruh baik pada hari-hari mendatang. Ada 10 hal yang yang bisa menolong untuk menghadapi hari-hari yang akan datang.
1) Tidak ada situasi yang sempurna, setiap hari adalah karunia yang berharga dan melimpah dari Allah. Jika menunggu kesempatan yang sempurna, mungkin yang terjadi adalah hilangnya satu kesempatan yang berharga. Walau tidak ada situasi yang sempurna, berjalanlah dalam iman dan kasih karunia Allah yang sempurna, yang membebaskan, memulihkan, dan menyelamatkan. 2) Semua orang memiliki kelemahan, sangat mudah mengkritik orang lain, mencari-cari kesalahan, dan menuduh. Namun, saat menyadari bahwa semua orang memiliki kelemahan, kita akan lebih mudah untuk menerima, menghormati, dan memuji mereka. 3) Kita tidak akan paham jika tidak mengenal bahasanya; dan tidak memahami bahasa menyebabkan kebingungan, keterasingan, dan rasa frustasi. Menentukan dan menemukan kata kunci sangatlah penting dalam setiap bahasa. 4) Terhubung dengan Allah, kemana pun perjalanan hidup ini terarah. Sangatlah penting untuk tetap terhubung dengan Allah dalam iman. 5) Ada kesempatan untuk memulai lagi dari awal, kesempatan untuk bisa memulai dari awal adalah salah satu karunia terbesar dari Allah. 6) Tidak perlu mengubah arah, jangan mundur, bertahanlah, tetap pada rencana. Andalkan iman sebagai arah dan pedoman. 7) Fokus, fokuskanlah pandangan selayaknya Kristus memandang dunia. 8) Ada kunci yang membebaskan, hidup ini dibelenggu oleh rantai-rantai berat yang hanya dapat dibuka oleh Dia, Yesus Kristus. 9) Tetapkan tujuan yang benar. Jika kita berkomitmen mengikuti jalan Allah, menaati kehendak-Nya, mengasihi dalam Roh, kita akan tiba pada tempat yang seharusnya, di hadirat Allah. 10) Kasih adalah yang terbaik di antara semuanya, itulah yang terlihat dalam diri Kristus. Kasih lebih kuat daripada permusuhan, ketenaran, dan uang.
Saya sangat diberkati dengan membaca buku ini. Kesepuluh hal yang dibahas memberi saya keyakinan bahwa ketika kita hidup dalam kasih karunia Allah, Ia akan senantiasa menolong dan memimpin kita.
Peresensi: Pioner A.H.
|
|
PUBLIKASI E-REFORMED |
Reformasi gereja membawa perubahan besar bagi kehidupan bergereja. Melalui para reformator seperti Marthin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli, lahirlah satu ajaran yang kita kenal hari ini dengan "Teologi Reformed". Teologia Reformed membawa api reformasi bagi kekristenan dan semangat baru untuk terus mereformasi gereja supaya gereja semakin setia pada kebenaran Alkitab dan mendasarkan iman Kristen kepadanya.
Untuk mengenal ajaran Reformed lebih dalam, YLSA menerbitkan publikasi elektronik "e-Reformed" yang menyajikan tulisan-tulisan Kristen bercorak pengajaran teologi Reformed. Melalui publikasi ini, kami berharap banyak orang Kristen yang semakin bertumbuh dan berkembang dalam mempertajam konsep dan pemahamannya terhadap kebenaran Alkitab, dan menolong kita sekalian semakin beriman dalam Kristus.
Untuk membaca berbagai bahan berbasis ajaran Reformed, berkunjunglah ke http://reformed.sabda.org/.
Untuk berlangganan publikasi e-Reformed, silakan kirim email ke redaksi.
|
|