ARTIKEL
Tiga Godaan Kepemimpinan: Penyalahgunaan Kekuasaan
Saya ingat bahwa saya sedang duduk di meja makan siang dengan salah satu teman saya di kampus ketika dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan kepada saya: "Saya berani berkata bahwa minimal 50 persen dari (mahasiswa) jurusan Alkitab kecanduan pornografi."
"Apa? Kamu ingin memberitahuku kalau setengah dari mereka yang akan menjadi pendeta itu kecanduan pornografi?"
"Ya," katanya.
Saya sungguh kecewa dan kehilangan semangat sama sekali. "Mereka sebaiknya tidak masuk kependetaan sampai mereka dibersihkan dari pornografi. Saya tidak akan merasa nyaman dengan pendeta pecandu pornografi," pernyataan saya.
Kita pasti akan merasa sangat kecewa dan sangat marah ketika mengetahui bahwa salah satu pemimpin gereja telah berbuat dosa seksual. Itu sudah sepantasnya. Kita ingin memercayai bahwa pendeta kita serta pemimpin gereja lainnya (baik laki-laki maupun perempuan) berusaha untuk mengikut Yesus dalam kehidupannya yang tersembunyi ataupun dalam kehidupan publiknya. Pengungkapan bahwa seorang pemimpin gereja telah terlibat dalam dosa seksual, apa pun bentuknya, merupakan hal yang mengecewakan dan merusak bagi banyak orang. Dosa mereka meninggalkan jejak kehancuran.
Dari semua orang Kristen, pemimpin gereja adalah orang yang seharusnya menjadi teladan hidup yang murni dan suci demi Yesus Kristus dan gereja-Nya. Jika mereka tidak sanggup, mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya. Tentu saja, kita tidak boleh mengabaikan atau menjauhi pemimpin-pemimpin yang mengundurkan diri karena hidup mereka yang tidak benar ini. Bahkan, dalam sakit hati kita atas dosa mereka, kita harus memberikan bantuan yang mereka perlukan dengan penuh doa dan kasih agar mereka menjadi lebih baik. Lagi pula, mereka itu saudara-saudara kita. Kesejahteraan mereka, kesejahteraan kita, dan kesejahteraan gereja tidak dapat dipisahkan.
Namun, apakah dosa seksual, atau dosa lain, seperti penggelapan uang, adalah satu-satunya dosa yang atasnya pemimpin gereja harus bertanggung jawab dan seorang pemimpin seharusnya dikeluarkan dari kepemimpinan gereja? Saya sudah lama tinggal bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin Kristen di seminari, dalam kepegawaian pastoral di dua gereja, dan dalam staf/kepegawaian pada organisasi Kristen. Pengalaman-pengalaman saya membuat saya bisa bertemu dengan orang-orang yang paling indah dan memberi hidup. Saya berutang atas kebaikan dalam diri saya kepada kesetiaan mereka kepada Yesus Kristus; saya menjadi saya yang sekarang karena mereka. Meski demikian, bahkan di lingkungan Kristen yang terbaik sekali pun, saya menemukan bahwa meski kita tidak mengabaikan dosa seksual atau dosa seperti penggelapan uang, kita sering memaafkan atau menganggap enteng penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin.
Dalam organisasi Kristen tempat saya bekerja, saya menyaksikan dua pemimpin yang ambisius, haus kekuasaan, dan didorong oleh motif pribadi, berbohong dan memanipulasi informasi. Mereka sangat berhasrat untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak menyukai mereka dari organisasi tersebut. Orang-orang yang setuju dengan kebijakan mereka akan dipertahankan. Jika seseorang melanggar mereka, bisa dikatakan bahwa dia akan dipecat. Dalam satu tahun, mereka menemukan cara tersembunyi untuk menyingkirkan banyak orang yang menentang apa yang mereka lakukan. Taktik menakut-nakuti dari pemimpin itu menakuti banyak orang sehingga mereka menjadi bungkam. Orang-orang ini berada pada level eselon atas dengan akuntabilitas yang kecil; dewan pemimpin jauh dari aktivitas sehari-hari, dan hanya mendengar cerita versi pemimpin-pemimpin ini. Sejauh ini, itu adalah hal yang paling mengerikan dan menggelisahkan yang pernah saya saksikan secara langsung.
Sampai pada pengalaman ini, saya tidak berpikir banyak tentang kekuasaan jajaran pengurus. Namun, sekarang, saya terus memikirkannya. Bukan hanya eksekutif perusahaan dan pegawai pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan. Pemimpin gereja juga melakukannya. Mengapa kita tidak membahas ini? Saya punya teman-teman yang memberi tahu saya bahwa ada pendeta dan pemimpin gereja lainnya yang marah dengan mengamuk dan keluar dari pintu ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jemaat dan anggota organisasi Kristen tidak punya cara untuk mengetahui apa yang terjadi, kecuali jika mereka sendiri mengalami langsung kelakuan-kelakuan ini atau seseorang hadir untuk mengkritik kelakuan buruk dari si pelanggar. Mungkin, kita memberi pemimpin-pemimpin ini izin karena mereka berkarisma atau baik dalam apa yang mereka kerjakan -- penggalang dana yang berhasil, pengkhotbah yang dinamis, cerdas dalam berelasi dengan publik, musikus berbakat, pemimpin pemuda yang menyenangkan, atau pelayan anak-anak bayi. Atau, mungkin, itu karena kita takut (untuk alasan yang baik) terhadap apa yang akan terjadi pada gereja dan organisasi, dan pada kita, jika kita berani berbicara dengan terus terang.
Godaan Kekuasaan dan Gengsi
Berharap bisa membangkitkan ketamakan akan kekuasaan dalam diri Yesus Kristus, dan menggoda supaya Yesus melakukan kesalahan dengan apa yang John Calvin sebut sebagai akar dari semua dosa -- penyembahan berhala -- Iblis menawarkan kepada Yesus kerajaan-kerajaan di dunia, penuh dengan kemegahannya, jika Yesus mau berlutut dan menyembah dia (Matius 4:8-9). Jika Tuhan kita Yesus dicobai dengan cara ini, kita juga akan mengalaminya. Akibatnya, penting bagi pemimpin Kristen, bagi orang yang dekat dengan mereka, dan orang yang mereka pimpin, untuk menyadari akan cara-cara kita semua dicobai untuk menyalahgunakan kekuasaan (pengaruh kita adalah sebagian dari kekuasaan kita). Penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh bisa berujung pada kekecewaan yang tidak terucap dan kerusakan dalam tubuh Kristus. Mereka yang menyalahgunakan kekuasaannya meninggalkan jejak kehancuran di belakangnya.
Bagaimana kita tahu bahwa seorang pemimpin menyalahgunakan kekuasaan mereka? Berikut beberapa pertanyaan yang bisa kita tanyakan: Bagaimana dia memperlakukan orang yang dekat dengan dirinya? Apakah dia seorang penganiaya? Apakah dia suka menyimpan rahasia? Apakah dia seorang pelayan atau melayani diri sendiri? Apakah itu cara mereka atau (cara) "jalan tol"? Apakah dia menampilkan satu wajah kepada publik dan wajah lain secara diam-diam? Apakah mereka rendah hati?
Dalam salah satu bukunya yang paling berisi, In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership, Henri Nouwen mengamati, "Apa yang membuat godaan kekuasaan sepertinya tidak bisa ditolak? Mungkin karena kekuasaan adalah pengganti yang mudah untuk tugas yang sulit dalam mengasihi. Kelihatannya lebih mudah untuk menjadi Tuhan daripada mengasihi Tuhan, lebih mudah untuk mengatur orang lain daripada mengasihi orang lain."
Saya kira Nouwen memahaminya dengan benar. Memang, lebih mudah untuk mengatur orang lain daripada mengasihi orang lain. Mengasihi orang lain mengharuskan kita mati terhadap diri sendiri. Tidak seorang pun dari kita menyukainya. Lebih baik kita yang memutuskan sesuai kehendak sendiri. Namun, mati terhadap diri sendiri adalah ajaran Yesus.
Orang-orang yang paling saya kagumi tidak pernah mencoba merebut kekuasaan atau merasa diri lebih baik daripada orang lain (Lihat Matius 20: 25-28). Mereka rendah hati dalam keberbakatannya dan berfokus pada orang lain. Saya percaya bahwa orang-orang seperti mereka adalah pemimpin terhebat dalam kerajaan Allah. Mari kita berjaga-jaga untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, untuk lari dari godaan menyalahgunakan kekuasaan di gereja kita, organisasi, dan institusi Kristen -- bahwa kerajaan Allah akan mekar dan tidak terganggu. (t/Yoel)
Audio Tiga Godaan Kepemimpinan
|