ARTIKEL
Pemimpin Kristen Adalah Pelayan yang Berdedikasi
Memimpin dengan melayani adalah suatu model kepemimpinan yang khas, yang berhubungan dengan kepemimpinan hamba. Kepemimpinan hamba ini bersumber dari Alkitab, yang secara khusus dipraktikkan oleh Yesus Kristus.[1] Kebenaran ini menegaskan bahwa kepemimpinan hamba adalah model kepemimpinan alkitabiah, model kepemimpinan Yesus Kristus, yang merupakan dasar yang di atasnya ada dinamika untuk memimpin dengan melayani.
Kebenaran ini ditegaskan oleh Kenneth Blanchard dengan mengatakan, I realized that Christian have more in Jesus than just a great spiritual leader; we have a practical and effective leadership model for all organization, for all people, for all situations.[2] Kebenaran ini menegaskan bahwa model kepemimpinan Yesus Kristus yang dibangun di atas kehidupan, ajaran, dan karya-Nya adalah suatu model kepemimpinan yang luar biasa karena terfokus pada "melayani" sebagai kekuatan utama untuk memimpin.
Menyusul penegasannya tentang kelebihan model kepemimpinan Yesus ini, Blanchard selanjutnya mengatakan, Jesus sent a clear message to all those who would follow Him that leadership was to be first and foremost an act of service.[3] Tegas di sini bahwa "kepemimpinan sejatinya menurut pandangan Yesus Kristus adalah melayani" sehingga ini merupakan "inti dari kepemimpinan" yang memimpin dengan melayani.
Dalam upaya mengembangkan gagasan ini, tugas pertama yang harus dilakukan adalah memaknai kepemimpinan hamba sebagai upaya untuk memaknakan serta membangun gagasan tentang apa sesungguhnya "kepemimpinan hamba" yang memimpin dengan melayani itu. Apa sesungguhnya kepemimpinan hamba itu, dan apa pola atau modelnya, dan bagaimana melaksanakannya dalam upaya memimpin yang dilakukan dengan melayani?
Memberikan penjelasan tentang model kepemimpinan Alkitab yang merupakan model kepemimpinan Yesus Kristus, Paul Cedar di dalam bukunya "Strength in Servant Leadership" mengutip pernyataan Robert Greenleaf yang mengatakan, The great leader is seen as servant first, and that simple fact is the key to his greatness.[4] Kebenaran ini menunjukkan bahwa kepemimpinan hamba adalah model kepemimpinan Yesus Kristus, yang menegaskan bahwa "... Anak manusia datang untuk melayani bukan untuk dilayani" (Matius 20:28; Markus 10:45).
Dari sini, dapatlah dirumuskan makna dari kepemimpinan hamba sebagai kepemimpinan yang melayani. Dalam menguraikan tentang kepemimpinan hamba, Paul Cedar selanjutnya mengatakan, Servant leadership begins with the heart -- with our attitude, with our motives. [5] Penegasan Cedar ini menunjuk kepada keunikan kepemimpinan hamba yang dimulai dari hati.
Dalam upaya memperjelas prinsip ini, dapat dikatakan bahwa berdasarkan Injil Matius 20:20-28 dan Injil Markus 10:35-45, kebenaran ajaran Yesus Kristus mengenai kepemimpinan hamba menyentuh aspek-aspek berikut:
Pertama, kepemimpinan hamba diawali dari panggilan TUHAN (ayat 40). Panggilan ini adalah "dasar yang kuat bagi visi dan misi kepemimpinan" yang akan diembannya. Panggilan ini juga memberi "otoritas" khusus bagi kepemimpinan sang pemimpin sehingga ia menemukan dirinya sebagai pemimpin kompeten yang andal memimpin.
Kedua, kepemimpinan hamba diisi dengan keandalan "membina hubungan", yang olehnya pemimpin mampu dan andal membangun, membina serta menjaga hubungan-hubungan kepemimpinan menjadi kondusif. Dampak dari keandalan membina hubungan ini adalah pemimpin akan senantiasa mampu untuk berdiri di atas hubungan-hubungan dan mampu "mencipta krisis menjadi peluang" menopang upaya memimpin (leading attempt) yang berkualitas dan dinamis (ayat 35-41).
Ketiga, kepemimpinan hamba dibangun di atas "komitmen untuk mengabdi" dengan mengembangkan "sikap" sebagai "pelayan dan hamba" (ayat 44). Komitmen membangun sikap seperti ini akan meneguhkan pemimpin dengan etika-moral dan etos yang kuat untuk mempertahankan integritas sebagai pemimpin rohani, dengan indikator: rendah hati, lembut hati, sabar hati, murah hati, benar hati, baik hati, suci hati, serta siap mengabdi dengan penuh sadar diri untuk berkorban (Matius 5-7).
Keempat, kepemimpinan hamba terfokus pada "melayani dengan dedikasi tinggi untuk berkorban" (ayat 45). Dedikasi tinggi lahir dari komitmen yang kuat bagi "disiplin, kualitas, dan kerja", ditopang oleh sikap mengabdi yang kokoh. Prinsip dasar kepemimpinan hamba yang dikembangkan dari ajaran Tuhan Yesus ini memperlihatkan adanya pola kepemimpinan yang unggul sebagai dasar pilihan terbaik.
Mengembangkan pokok ini, jika dikatakan secara umum bahwa kepemimpinan adalah proses, kepemimpinan adalah pengaruh, kepemimpinan adalah hubungan, kepemimpinan adalah mengelola orang dan sumber-sumber serta kerja, dan kepemimpinan adalah hasil, maka kepemimpinan hamba adalah kepemimpinan yang melayani atau "kepemimpinan melayani", di mana "pemimpin memimpin dengan melayani". Pemimpin yang memimpin dengan melayani akan termotivasi dengan melayani sebagai bagian kehidupannya, gaya hidupnya, dan perilaku serta unjuk kerjanya.
Pola ini memperlihatkan hadirnya kecenderungan kuat kelebihan model kepemimpinan hamba. Dari pemikiran di depan, dapatlah dikatakan bahwa kepemimpinan hamba adalah proses memengaruhi yang diwujudkan melalui upaya mengelola sikap, gaya kerja, orang, dan sumber-sumber dalam konteks pelayanan guna mendorong kerja sinergis dengan melayani sehingga mendatangkan produktivitas yang membawa manfaat bagi orang banyak, organisasi, dan lingkungan.
Di sini, kepemimpinan hamba mengharuskan adanya pengaruh yang muncul dari hati pemimpin, yang olehnya pemimpin dapat memimpin dengan melayani. Karena itu, indikator pemimpin pelayan yang dapat memimpin dengan "melayani dari hati yang bersih", dilukiskan oleh Paul Cedar dengan membuat parafrase 1 Korintus 13:4-5 yang menegaskan, "Pemimpin hamba itu sabar dan murah hati; pemimpin hamba tidak cemburu; pemimpin hamba tidak memegahkan diri dan tidak sombong; pemimpin hamba tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri; pemimpin hamba tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain."
Kebenaran tentang pemimpin hamba seperti ini memberikan penegasan bahwa ada padanya kekuatan dan standar etika-moral dan etos tinggi, yang olehnya ia memiliki integritas kepemimpinan yang teguh yang menguasai hati nuraninya. Pemimpin hamba seperti ini menunjukkan bahwa ia memiliki integritas yang kuat yang melindungi diri dan kepemimpinannya ke akhir dengan selamat. Fakta ini terlihat tatkala Yitro memberikan nasihat kepada Musa tentang kepemimpinan (Keluaran 18:21).
Di sini, ia menasihatkan bahwa Musa harus memilih orang yang memiliki integritas (berhati hamba) sehingga dapat dikatakan bahwa: "Pemimpin hamba itu cakap (Integritas Intelektual); pemimpin hamba itu takut akan Allah (Integritas Rohani); pemimpin hamba itu orang yang dapat dipercaya (Integritas Sosial); pemimpin hamba itu orang yang benci pengejaran suap (Integritas ekonomi); dan pemimpin hamba itu orang yang rendah hati dan tahu memimpin (Integritas Kerja).
Di sisi lain, Musa sebagai pemimpin Israel disebut sebagai "pemimpin yang berhati sangat lembut" (Bilangan 12:3), sebagai indikator bahwa ia adalah "pemimpin besar". Dari sini, sangat terlihat bahwa pemimpin hamba adalah "DIA yang terpanggil oleh TUHAN menjadi pemimpin di mana ia harus memimpin dengan melayani dan mengendalikan hubungan-hubungan sehat serta mampu mengubah krisis menjadi peluang.
Pemimpin hamba bertanggung jawab membangun hubungan-hubungan di mana ia harus membuktikan bahwa ia memiliki integritas dengan menghadirkan hubungan sehat yang kondusif bagi kesehatan organisasi. Pemimpin hamba seperti inilah yang dapat membuktikan bahwa ia memimpin dengan melayani dari hati, menghargai hubungan guna mencipta sinergi serta gerak kerja yang simultan dengan performa tinggi.
Pemimpin hamba yang memimpin dari hati dengan melayani menyadari bahwa ia harus meneguhkan komitmen atau janji hatinya kepada diri sendiri, bahwa ia akan mempertahankan sikap sebagai seorang "hamba yang melayani dengan menghambakan dirinya" sehingga ia dapat membuktikan kepemimpinan yang melayani secara otentik. Ken Blanchard dan Phil Hodges dalam mencermati kepemimpinan gereja yang seharusnya berpola kepemimpinan hamba, mereka menyatakan:
"Dalam hubungan personal, harapan kepemimpinan yang saling menghargai, memperhatikan, berkorban diri, dan terbuka sering menjadi lemah atau rusak ketika kesombongan atau keangkuhan diri, ketakutan, dan ketidakpedulian menggantikan keakraban dengan isolasi diri. Ini tentu berita yang buruk.
Kabar baiknya adalah ada suatu cara yang lebih baik. Ada suatu model peran kepemimpinan yang Anda bisa percayai, dan nama-Nya adalah Yesus."[6]
Di sini, dapat dikatakan bahwa dari kondisi organisasi yang buruk sekalipun, kepemimpinan hamba yang melayani adalah jawabannya.
Memberikan komentar selanjutnya, Blanchard dan Hodges mengatakan, "Ada satu cara memimpin yang menghormati Allah dan memulihkan kesehatan dan efektivitas kerja serta hubungan baik dalam organisasi. Itulah cara yang Yesus inginkan agar kita ikuti sebagai pemimpin: untuk melayani bukan untuk dilayani."[7] Yakob Tomatala dalam mengungkapkan kelebihan kepemimpinan hamba dari Yesus Kristus menegaskan "core leadership principles and values-Nya yang agung" dengan menegaskan bahwa kelebihan kepemimpinan Yesus Kristus adalah bahwa "Ia memimpin dari HATI, berlandaskan KASIH dengan kekuatan KEBENARAN dan KEBAIKAN" sebagai model kepemimpinan yang par-excellence.[8] Memimpin dari hati menjelaskan bahwa kepemimpinan-Nya dikendalikan oleh nurani, yang memberi nilai berkualitas positif dan tinggi kepada sikap kepemimpinan yang mengabdi.
Memimpin "dari hati" memudahkan orang untuk merendahkan hati dan melayani serta menerima orang lain. Memimpin "berlandaskan kasih" menegaskan tentang motif kepemimpinan luhur yang selalu mengupayakan kebaikan tertinggi dengan mengangkat sesama dalam melayani.
Memimpin dengan kekuatan kebenaran memberikan kekuatan kepada nilai kepemimpinan, yang memimpin melalui melayani yang efektif (doing the right thing -- simbol kualitas); dan memimpin dengan kekuatan kebaikan melalui melayani yang efisien (doing the right thing rightly -- simbol kuantitas), yang menegaskan bahwa memimpin dengan melayani pola Yesus Kristus adalah suatu keniscayaan yang dapat mewujudkan kepemimpinan berkualitas dan upaya memimpin yang efektif, efisien serta sehat dan produktif. Pola kepemimpinan yang melayani inilah yang menjamin ketegakan organisasi dan keberhasilan kepemimpinan pemimpin yang "memimpin dengan melayani dari hati, berlandaskan kasih dengan kekuatan kebenaran-kebaikan".
[1] Istilah leading by serving ini telah diadopsi oleh berbagai kalangan dewasa ini, tetapi kebenaran tentang memimpin dengan melayani ini "bersumber dari kehidupan, ajaran, dan praktik hidup Yesus Kristus" (Markus 10:45; Matius 20:28; Bandingkan Yohanes 13:1-17, 31-35).
[2] Ken Blanchard and Phil Hodges. The Servant Leader. Makati City: Church strenghtening Ministry, Inc. Tahun 2003, Halaman 8-9.
[3] Ibid., halaman 11.
[4] Paul Cedar. The Strength in Servant Leadership. Waco, Texas: Word Books. Halaman 23.
[5] Ibid., Halaman 29.
[6] Kenneth Blanchard and Phil Hodges. Lead Like Jesus. Jakarta: Visimedia. Tahun 2006, halaman 4.
[7] Ibid.
[8] Yakob Tomatala. Par-Excellence Leadership: Memimpin dari Hati berlandaskan Kasih dengan Kekuatan Kebenaran-Kebaikan. Jakarta: YT Leadership Foundation. Tahun 2011.
|