ARTIKEL
Yesus Kristus: Akhir dan Dasar Toleransi
Peristiwa 11 September tahun lalu (merujuk pada aksi terorisme di AS pada tahun 2011 - Red.), melepaskan sebuah gelombang pasang kasih sayang dan perasaan takut dalam komunitas Kristen. Kasih sayang di lokasi tersebut dan sekitarnya adalah indah, dan dihasilkan dari kehidupan yang tersisa di pohon keyakinan tentang Yesus Kristus. Perasaan takut disebabkan oleh fakta bahwa banyak akar dari pohon keyakinan telah terputus. Lama sebelum 11 September, kapak ketidakpercayaan yang telah diletakkan pada akar keyakinan dan keberanian yang lemah itu telah diprediksi.
Perasaan takut yang saya pikirkan, tentu saja, bukanlah keberanian Todd Beamer di United Flight 93 di Pennsylvania (Angkatan '91). Perasaan takut yang ada dalam pikiran saya adalah ketakutan di hati pendeta Kristen untuk menjadikan supremasi Yesus Kristus sebagai pusat di depan umum, kegiatan-kegiatan kerohanian setelah bencana, terutama saat umat Islam hadir. Ketika Yesus Kristus sendiri, Allah-manusia yang disalibkan dan Tuhan yang mulia, direndahkan terhadap kekuatan perasaan damai, patriotik, religius, Dia disalibkan lagi di atas altar ketakutan para imam. Itu adalah tontonan yang menyedihkan.
Dan, hal itu telah membuat banyak dari kita merenungkan masalah toleransi dan pluralisme agama dalam perspektif nasional dan global dengan lebih mendesak daripada sebelumnya. Tidak banyak isu yang perlu dikenali oleh angkatan 2002 (lihat di keterangan pada akhir artikel) secara lebih jelas daripada ini: apa hubungan antara Yesus Kristus dan pluralisme dan toleransi agama?
Mengapa Toleransi Itu Membingungkan?
Isu pluralisme dan toleransi agama di dunia menjadi sangat kompleks karena beberapa alasan. Salah satunya adalah bahwa agama ditenun ke dalam kehidupan dan menghasilkan perilaku yang mungkin bersinggungan dengan peraturan hukum yang tidak toleran: membiarkan anak Anda meninggal daripada melakukan perawatan medis, merokok Peyote sebagai bagian dari ritus keagamaan, mempraktikkan poligami, menolak mengucapkan janji bendera Amerika. Dan, masalahnya menjadi rumit dengan bangkitnya negara-negara Islam dan implementasi sipil Syariah, asumsi yang kita miliki tentang memisahkan gereja dan negara semakin ditantang. Dan, kita menemukan diri kita hari ini, misalnya, menuangkan miliaran dolar ke dalam penciptaan sebuah negara di Timur Tengah yang menjalankan intoleransi religius. Netralitas adalah sebuah posisi dalam masalah ini, dan merupakan posisi yang sangat radikal. Apa hubungan antara Yesus Kristus dengan pluralisme dan toleransi agama? Dalam beberapa menit, saya ingin menanam benih di tanah pikiran dan hati Anda dengan harapan mereka akan bertumbuh dan menjadi pohon keyakinan, keberanian dan kasih berdasarkan Alkitab yang tak tergoyahkan.
Kebenaran tentang Toleransi
Inilah benihnya: Yesus Kristus, sumber dan dasar dari semua kebenaran. Pada suatu hari nanti, Dia akan mengakhiri semua toleransi, dan Dia sendiri akan ditinggikan sebagai satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat dan Hakim alam semesta. Oleh karena itu, Yesus Kristus saja, pencipta dan penguasa sejarah, yang memiliki hak untuk menggunakan pedang penghalang toleransi, yang tidak berani kita lakukan.
Dengan kata lain: Semua toleransi beragama akan berakhir karena Kristus akan datang. Dan, karenanya tidak akan diakhiri sampai Dia datang.
Dengan kata lain yang ketiga: Karena Kristus sendiri mutlak dan tak terbatas dalam kebijaksanaan dan kekuatan, keadilan, dan anugerah-Nya, Dia sendiri adalah akhir dari toleransi, dan oleh karena itu adalah dasar dari toleransi sekarang ini.
Atau, untuk membuatnya lebih pribadi, Anda tidak hanya boleh, tetapi harus, memberi ruang bagi pluralisme agama di dunia, tidak terlepas dari, tetapi karena, Ketuhanan Yesus Kristus yang mutlak atas semua agama palsu.
Atau, untuk membuatnya lebih radikal dan paling keras -- dan paling alkitabiah -- karena murka Yesus akan memberikan hukuman yang kekal bagi semua orang yang tidak mematuhi Injil, maka kita harus memberi tempat untuk murka dan mengasihi musuh kita. Karena Kristus sendiri, yang disalibkan untuk orang berdosa, memiliki hak akhir untuk membunuh musuh-musuh religius-Nya. Oleh karena itu, agama Kristen akan menyebar bukan dengan membunuh demi Kristus, melainkan dengan kematian bersama Kristus -- supaya orang lain bisa hidup. Kemenangan terakhir Kristus yang disalibkan adalah panggilan untuk menanggung penderitaan dengan sabar, bukan kesuksesan politik.
Pandangan Paulus tentang Kemenangan Kristus
Perhatikan Rasul Paulus dalam 2 Tesalonika 1:7-10: Tuhan Yesus dinyatakan dari surga bersama para malaikat-Nya yang dahsyat, dalam api yang menyala, untuk melakukan pembalasan kepada mereka yang tidak mengenal Allah dan tidak taat kepada Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka akan mengalami hukuman kebinasaan yang kekal, jauh dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuasaan-Nya ketika Ia datang untuk dimuliakan di antara orang-orang kudus-Nya dan untuk dikagumi di antara semua orang yang telah percaya.
Wheaton College menerima kebenaran yang dahsyat dan mulia ini dengan kata-kata berikut:
KAMI PERCAYA pada pengharapan mulia bahwa Yesus Kristus akan segera kembali ke bumi ini, secara pribadi, nyata, dan tak terduga, dalam kuasa dan kemuliaan yang besar, untuk mengumpulkan umat pilihan-Nya, untuk membangkitkan orang mati, untuk menghakimi bangsa-bangsa, dan untuk menegakkan Kerajaan-Nya.
KAMI PERCAYA pada kebangkitan tubuh orang yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan, penghukuman kekal bagi orang-orang yang terhilang, dan berkat abadi bagi orang-orang yang diselamatkan.
Dengan kata lain, Wheaton College tidak percaya adanya toleransi abadi. Wheaton College dan semua profesor yang lurus hati yang menandatangani pernyataan ini percaya bahwa toleransi beragama akan berakhir pada satu hari nanti. Dan, kecuali jika saya menilai salah, Wheaton College juga percaya bahwa pluralisme dan toleransi agama di dunia akan tetap ada, dan harus tetap ada, sampai Kristus sendiri, secara pribadi, mengakhirinya.
Apa yang Yesus Katakan tentang Kemenangan-Nya Sendiri?
Pada jam-jam terakhir hidupnya untuk menjawab Pontius Pilatus, Yesus berkata, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini. Jika kerajaan-Ku dari dunia ini, pelayan-pelayan-Ku pasti akan melawan supaya Aku tidak diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Akan tetapi, kerajaan-Ku bukanlah dari dunia ini" (Yohanes 18:36).
Ini tidak berarti bahwa kerajaan Kristus tidak memberi dampak pada dunia ini. Garam dan terang dan kebenaran dan keindahan yang dibawa kerajaan Kristus ke dunia ini tak ternilai harganya. Akan tetapi, artinya adalah kerajaan ini tidak maju dengan pedang. Untuk menyebarkan Injil dan mendirikan gereja Kristus dan mengubah dunia, Kristus menempatkan satu pedang ke dalam tangan umat-Nya: firman Allah.
Dan, dalam Firman itu, Dia berkata, "Janganlah membalas kepada seorang pun kejahatan dengan kejahatan ... Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah. Sebab ada tertulis: Pembalasan adalah hak-Ku, Akulah yang akan membalasnya, firman Tuhan," (Roma 12:17,19). Pembalasan Kristus, dan akhir dari toleransi, adalah dasar dari kasih, bukan kekerasan.
Oleh karena itu, lulusan Kristen di Universitas Wheaton tidak akan melakonkan Yosua penakluk Kanaan, yang merupakan masa penebusan historis dari kebiadaban dan penghakiman, yang ditunjuk oleh Allah untuk waktu dan tempat yang terbatas. Namun, sekarang dengan kedatangan Yesus ke dalam dunia dan kerajaan Allah diambil dari Israel (Matius 21:43) dan diberikan kepada orang-orang yang menghasilkan buah dari setiap suku dan bahasa dan bangsa -- orang Palestina, Yahudi, Saudi, Afghani, Latino, China -- masa yang baru dan cara yang baru ada di sini. Jalan penderitaan dan kesabaran, kasih dan keberanian, mendorong dan memohon kepada dunia untuk berdamai dengan Allah.
Selengkapnya baca di: http://remaja.sabda.org/yesus_kristus_akhir_dan_dasar_toleransi
Unduh Audio
|