TIP
Mengajarkan Perjanjian Lama kepada Anak-Anak
Berikut ini adalah ringkasan serangkaian pembicaraan singkat yang dibawakan oleh Kirk Patston dan Kit Barker (Dosen Perjanjian Lama) pada Konferensi Pelayan Anak di Sydney Missionary and Bible College.
1. Jangan mengajarkan PL kepada anak-anak.
Ini mungkin gagasan yang aneh karena diucapkan oleh seorang dosen Perjanjian Lama (PL)! Ada dua kondisi ketika tip ini harus diterapkan, yaitu ketika aliran sastra atau konten tidak sesuai.
Beberapa aliran sastra PL memang tidak cocok untuk anak-anak, tetapi pada semua aliran sastra ada konten yang benar-benar tidak sesuai untuk anak-anak. Dari kisah yang menggambarkan kekerasan hingga kiasan bernuansa seksual dan gambaran perilaku tidak baik, PL penuh dengan cerita yang tidak boleh diajarkan kepada anak-anak kecil.
Simson adalah contoh figur Alkitab yang jarang absen diikutkan dalam Alkitab anak-anak dan kurikulum sekolah minggu, tetapi cerita tentangnya adalah salah satu cerita yang paling tidak patut digunakan sebagai bahan ajar. Jauh dari "teladan iman" yang disampaikan dalam berbagai studi, Simson adalah seorang yang berkepribadian narsistik tulen, tidak menghormati orangtua, seorang "playboy", dan dikuasai oleh dendam pribadi. Guna menceritakan kisah ini dengan baik, kita perlu menceritakan Simson yang apa adanya dan memahami bahwa Simson bukan contoh pribadi yang baik, melainkan gambaran tentang Israel yang pezina, penyembah berhala, dan pendua hati. Meskipun cerita yang disampaikan mungkin adalah cerita yang bagus untuk remaja, mengajarkan versi cerita yang bisa diterima oleh anak usia 5 -- 11 tahun sebenarnya sama saja dengan tidak mengajarkan PL sama sekali. Hal ini membawa saya ke poin kedua ....
2. Mengajarkan PL kepada anak-anak.
Anak-anak perlu mengenal PL lebih jauh, tetapi mari kita pastikan bahwa kita mengajarkan PL dan bukan sesuatu yang lain. Misalnya: mengajarkan kisah Simson, tetapi menghilangkan unsur-unsur seksualitas dan kekerasan dan menggambarkan dia sebagai seorang teladan bukanlah mengajarkan PL. Itu hanya seperti mengambil beberapa bagian dari cerita Alkitab yang bisa diterima dan menceritakan kisah yang sama sekali berbeda. Mengajarkan PL kepada anak-anak sangat penting, dan kita harus berkomitmen mengajarkan PL yang sebenarnya dan bukan sesuatu yang lain.
Tip nomor 3 hingga 10 berikut ini akan memberikan beberapa tip yang berkaitan dengan berbagai aliran sastra dalam PL.
3. Ajarkan narasi secara tipologis.
Ini berarti memberitahu anak-anak bahwa peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh dalam teks yang kita baca berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh pada kejadian sebelum dan sesudahnya. Tunjukkan keterkaitan tersebut secara gamblang dan alkitabiah supaya kita tidak terjebak pada penafsiran Alkitab secara alegoris.
4. Ajarkan narasi secara kanonis.
Kita semua menyukai cerita yang menarik, dan PL penuh dengannya. Ceritakan satu kisah menarik dari PL sebagai bagian dari narasi satu kitab secara utuh dan sebagai bagian dari rencana penebusan yang lebih besar. Cara ini akan membantu anak-anak dan orang dewasa memahami pesannya.
5. Ajarkan narasi secara etis.
Menjelaskan peranan tokoh-tokoh tertentu (protagonis atau antagonis) dan cara mereka menjalani kehidupan di dunia yang Allah ciptakan bisa menjadi awal yang baik untuk mengajar anak-anak. Langsung beranjak pada penafsiran secara tipologis (mis. apa yang ingin disampaikan melalui cerita ini tentang Yesus?) akan melewatkan kisah-kisah Alkitab yang bisa diambil hikmahnya (mis. mencari tahu respons kita sendiri sebagai umat Allah).
6. Ajarkan hukum secara benar.
Tantangan-tantangan besar ketika mengajarkan hukum Allah adalah bahwa kita bisa saja melebih-lebihkan hukum tersebut (mis. "kita tidak bisa melakukannya, tetapi Yesus bisa") atau terjebak pada legalisme dengan tidak menjelaskan mengapa hukum tersebut ditetapkan. Menjelaskan hukum Allah melalui contoh-contoh penerapannya dalam narasi Alkitab akan membantu anak-anak memahami mengapa hukum tersebut penting bagi Allah. Menjelaskan hukum Allah dengan menghubungkannya pada narasi penebusan akan membuat anak-anak mengerti bahwa anugerah Allah harus direspons dengan ketaatan.
7. Ajarkan sastra apokaliptik dengan visi.
Sastra apokaliptik penuh dengan gambaran aneh dan gamblang tentang binatang buas, naga, api, dan kilat. Bagi anak-anak yang berusia lebih tua, gambaran-gambaran ini tidak asing (Pokemon, Ben-10, Beyblade, dll.), dan bisa memudahkan mereka memahami sudut pandang Alkitab terhadap dunia.
8. Ajarkan hikmat dengan bijaksana.
Sastra perumpamaan dan banyak sastra hikmat pada umumnya terlalu sulit bagi anak-anak kecil yang tidak dapat memahami sebuah abstraksi, dan tidak dapat memahami nuansanya karena mereka berpikir dengan pola pikir yang konkret dan mutlak. Sastra-sastra ini lebih cocok untuk remaja muda yang mampu mendiskusikan bagaimana dan kapan pepatah-pepatah itu "berlaku". Kita bisa mengajarkan tentang hikmat kepada anak-anak melalui cara hidup kita.
9. Hafalkan, tiru, dan bayangkan Mazmur.
Kaya dan padat secara teologis serta berirama dan bersemangat, kitab Mazmur didesain untuk dihafalkan. Dengan menghafalkan sebuah Mazmur, kita akan bisa memahami ayat-ayatnya secara kontekstual (masalah umum yang dijumpai ketika menghafalkan ayat-ayat dari sastra didaktik atau nabi-nabi). Kitab Mazmur juga didesain untuk dilafalkan dalam bentuk doa dan nyanyian, yang memberi peluang pada guru untuk mempraktikkan cara itu di dalam kelas. Selain itu, kitab Mazmur juga kaya dengan ilustrasi, yang memungkinkannya diajarkan melalui berbagai aktivitas motorik. Gunakan aktivitas ini untuk mengilustrasikan perumpamaan dalam sebuah Mazmur, dan pesannya akan lebih mudah ditangkap daripada sekadar menarasikannya.
10. Ajarkan nabi-nabi secara profetis.
Nabi-nabi juga bisa menjadi bahan pelajaran untuk anak-anak, dengan cara menggambarkan sosok mereka. Figur nabi pada umumnya dipertentangkan dengan sosok penguasa yang menyalahgunakan posisi atau kekuasaannya. Tema ini jamak dalam banyak film dan sastra fiksi (dan nonfiksi) yang kita semua gemari. Mengungkapkan kemiripan antara pertentangan dalam Alkitab dan film/sastra dapat membantu anak-anak memahami jalan cerita dalam narasi kitab nabi-nabi dan menangkap pesannya.
Mengajarkan PL kepada anak-anak adalah tanggung jawab besar. Saya berharap, Anda bisa merasa leluasa ketika Anda mengajarkannya kepada anak-anak layan, dan membuat kurikulum Anda sendiri. Tugas tersebut tidak perlu lebih menantang lagi daripada tugas Anda saat ini. (t/Jing-Jing)
Download Audio
|