RENUNGAN PASKAH
DIBENARKAN OLEH IMAN
BACAAN: Roma 5:10
"Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!"(Roma 5:10)
Intro: Apakah ketaatan, kekudusan, dan pengabdian sayalah yang membuat saya benar di hadapan Allah? Bukan! Saya didamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu terjadi, Kristus telah mati bagi saya. Ketika saya berbalik kepada Allah dan percaya serta menerima apa yang Allah nyatakan, mukjizat keselamatan melalui salib Kristus langsung menempatkan saya dalam hubungan yang benar dengan Allah.
Saya tidak diselamatkan karena percaya. Namun kenyataannya, saya hanya menyadari bahwa saya diselamatkan dengan percaya. Dan, bukan pula pertobatan yang menyelamatkan saya. Pertobatan hanyalah tanda bahwa saya menyadari apa yang telah Allah perbuat melalui Yesus Kristus.
Akan tetapi, bahaya mengemuka jika kita menekankan pada akibat dan bukannya pada sebab. Apakah ketaatan, kekudusan, dan pengabdian saya yang membuat saya benar di hadapan Allah?
Bukan! Saya didamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu terjadi, Kristus telah mati. Ketika saya berbalik kepada Allah dan percaya serta menerima apa yang Allah nyatakan, maka mukjizat keselamatan melalui salib Kristus langsung menempatkan saya dalam hubungan yang benar dengan Allah. Dan, sebagai hasil dari mukjizat anugerah Allah yang adikodrati, saya dibenarkan, bukan karena saya menyesali dosa-dosa saya, atau saya telah bertobat, melainkan karena apa yang Yesus telah kerjakan bagi saya. Roh Allah membawa pembenaran dengan sinar yang terang benderang dan saya tahu bahwa saya telah diselamatkan, walaupun saya tidak tahu bagaimana hal itu terjadi.
Keselamatan yang datang dari Allah tidak didasarkan pada logika manusia, tetapi pada korban kematian Yesus. Kita dapat dilahirkan kembali semata-mata karena karya penebusan Tuhan kita. Orang yang berdosa, siapa pun dia, dapat diubahkan menjadi manusia baru, bukan karena pertobatan atau kepercayaan mereka, melainkan oleh pekerjaan Allah yang ajaib melalui Yesus Kristus, yang mendahului semua pengalaman kita (lihat 2 Korintus 5:17-19).
Kepastian mutlak dari pembenaran dan pengudusan adalah Allah sendiri. Kita tidak perlu mengusahakan sendiri hal-hal itu karena semuanya telah dikerjakan melalui karya penebusan dan salib Kristus. Sesuatu yang adikodrati menjadi hal yang alami bagi kita melalui mukjizat Allah dan merupakan perwujudan dari apa yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus – “Sudah selesai” (Yohanes 19:30).
Audio: Dibenarkan oleh Iman
Diambil dan disunting dari: |
Nama situs |
: |
Alkitab Mobile SABDA |
URL |
: |
http://alkitab.mobi/renungan/roc/2017/10/28/ |
Judul asli renungan |
: |
Dibenarkan oleh Iman |
Penulis renungan |
: |
Oswald Chambers |
Tanggal akses |
: |
20 Oktober 2017 |
RIWAYAT
FRANCES JANE VAN ALSTYNE
(FANNY CROSBY)
Fanny Crosby
Tentang kebutaannya, Fanny berkata:
"Tampaknya ini adalah suatu anugerah Tuhan bahwa aku harus buta seumur hidup, dan aku berterimakasih untuk hal ini. Jika kesempurnaan penglihatan duniawi ini ditawarkan kepadaku besok, aku tidak akan menerimanya. Aku mungkin tidak akan bisa menyanyikan himne untuk memuji Tuhan, jika aku telah tertarik pada hal-hal yang indah yang menarik dalam diriku."
"Jika aku punya sebuah pilihan, aku akan memilih untuk tetap buta... karena ketika aku mati, wajah pertama yang akan kulihat adalah wajah Juru Selamatku."
Frances Jane Crosby lahir di keluarga keturunan Puritan yang kuat pada 24 Maret 1820. Pada saat masih bayi, dia menderita infeksi mata dan dirawat oleh seorang dokter yang tidak cakap, yang mengoleskan pasta panas pada kelopak matanya yang memerah dan meradang. Infeksinya sembuh, tetapi berakibat pada matanya dan Fanny menjadi buta seumur hidup. Beberapa bulan kemudian, ayah Fanny sakit dan akhirnya meninggal. Mercy Crosby, yang menjadi janda pada umur 21 tahun, mencari nafkah sendiri sebagai pembantu rumah tangga, sedangkan Fanny diasuh oleh neneknya, Eunice Crosby.
Selengkapnya
KARYA
THOMAS OBADIAH CHISHOLM
Thomas Obadiah Chisholm
Pada awal khotbahnya, Martin Luther mengangkat sebuah Alkitab dan berkata, "Ini Injil." Lalu, ia mengangkat tangan satunya yang memegang sebuah buku pujian, dan melanjutkan kata-katanya, "Dan, ini adalah cara kita mengingatnya." Pernyataan ini mungkin diringkas dengan baik oleh William Wordsworth, "Aku melahirkan musik di hatiku lama setelah itu tidak didengar lagi." Musik berbicara kepada hati; dan kata-kata yang berkaitan dengan melodi itu, beserta melodinya itu sendiri, memicu berbagai kenangan masa lalu dan mengarahkan kita pada sikap atau tindakan tertentu di masa sekarang. Musik berbicara tentang harapan kita akan masa depan, menunjukkan mimpi-mimpi kita, dan bahkan menyuarakan rasa takut dan keraguan kita. Demikian juga dengan iman. Mazmur, himne, lagu-lagu rohani telah lama melayani umat Allah: memberikan penghiburan saat kita sedih dan menderita, memberikan semangat saat kita lemah dan ragu-ragu, memanggil kita untuk menjalani hidup dengan keyakinan yang lebih besar pada masa-masa itu ketika diri sendiri sering kali menjadi pusat kita.
Para penulis himne yang hebat, yaitu mereka yang terus dikenang, dan yang kata-kata dan lagunya bertahan selama berabad-abad, adalah mereka yang mampu dengan sederhana, tetapi mendalam, menyentuh hati orang-orang yang mendengar dan menyanyikan lagunya. Lirik dan aransemennya menjadi bagian integral dari struktur kehidupan orang percaya yang tak terhitung jumlahnya, membuat perjalanan rohani mereka semakin kaya dan manis. Syukur kepada Tuhan karena selama berabad-abad, Dia telah mengaruniakan kemampuan untuk menulis kata-kata dan menggubah musik untuk mazmur, himne, dan nyanyian-nyanyian rohani kita. Kita semua kaya akan jerih payah kasih dari orang-orang ini. Sebagian besar dari mereka tidak terkenal di dunia, mereka tidak kaya dan terkenal, sebagian besar menjalani kehidupan mereka dalam kesederhanaan, membagikan karunia yang telah Tuhan berikan kepada sesama. Banyak dari kita telah menyanyikan himne mereka di sepanjang hidup kita, tetapi kita bahkan tidak tahu nama mereka. Namun, mereka seperti kita: menjalani kehidupan, mengalami suka dan duka, dan berusaha melayani Allah dengan kemampuan terbaik dan kesempatan yang dimiliki. Mengenal orang-orang seperti itu hanya akan memperkaya kehidupan kita.
Selengkapnya
|