RIWAYAT
PAUL TILLICH (1886 -- 1965)
"The first duty of love is to listen" (Paul Tillich)
Paul Tillich
Fakta-Fakta tentang Paul Tillich
Paul Johannes Tillich (1886 -- 1965), teolog dan filsuf Protestan beretnis Jerman-Amerika, diperhitungkan sebagai salah satu teolog paling penting dan berpengaruh pada abad ke-20. Ia menjelajahi makna iman Kristen sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh analisis filosofis tentang eksistensi manusia.
Bersama dengan para pemikir seperti Karl Barth dan Rudolf Bultmann, Paul Tillich membantu merevolusi teologi Protestan. Ketiganya dipengaruhi oleh pemulihan pemahaman yang diabaikan dalam Alkitab, penemuan eksistensialisme melalui tulisan Soren Kierkegaard, dan krisis dalam budaya Barat yang ditimbulkan oleh Perang Dunia I.
Tillich lahir pada tanggal 20 Agustus 1886, di Starzeddel, Prussia, putra Johannes Tillich, seorang pendeta Lutheran. Paul belajar di Universitas Berlin (1904 -- 1905, 1908), Tübingen (1905), Halle (1905 -- 1907), dan Breslau. Ia menerima gelar doktor dari Breslau (1911) dan pemegang diploma teologi dari Halle (1912).
Karier di Jerman
Ditahbiskan sebagai pendeta di Gereja Lutheran Injili pada tahun 1912, Tillich menjabat sebagai pendeta dalam ketentaraan Jerman selama Perang Dunia I. Selama tahun-tahun antara perang dan datangnya kekuasaan Nazi pada tahun 1933, ia aktif terlibat dalam gerakan sosialis religius di Jerman bersama dengan orang-orang lain seperti Martin Buber. Sosialis religius menolak spiritualisme dan individualisme tradisional dari bentuk dominan Kristen dan bergabung dalam perjuangan sosialis Jerman demi keadilan dan kesempatan sosial yang lebih luas; tetapi mereka mengkritik tajam Marxisme dan bentuk sosialisme murni sekuler lainnya untuk ilusi utopis dan pendekatan murni teknokratis mengenai permasalahan manusia.
Tillich mengajar teologi di Universitas Berlin (1919 -- 1924) dan kemudian diangkat sebagai profesor teologi di Universitas Marburg. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Hannah Werner; mereka memiliki seorang putra dan seorang putri. Ia selanjutnya mengajar teologi di Universitas Dresden (1925 -- 1929) dan Leipzig (1928 -- 1929) dan filsafat di Universitas Frankfurt am Main (1929 -- 1933). Di Frankfurt, ia menghasilkan tulisan-tulisan terbaiknya yang berbahasa Jerman. Yang paling terkenal dari tulisan-tulisan ini yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai "The Religious Situation" (1932), menetapkan konsep utama Tillich tentang agama sebagai dimensi universal "keprihatinan utama" dalam semua kehidupan dan budaya manusia, dan menafsirkan transformasi yang terjadi di Eropa pada abad ke-20 di bidang politik, seni, dan pemikiran sehubungan dengan konsep ini.
Karier di Amerika
Dengan munculnya Hitler, Tillich menjadi lawan vokal Nazisme, dan pada tahun 1933 dia diberhentikan dari posisinya di Frankfurt. Ia beremigrasi ke Amerika Serikat, diundang oleh teolog terkemuka Reinhold Niebuhr untuk mengajar di Union Theological Seminary di New York City, di mana Tillich menetap sampai tahun 1955.
Dalam "The Interpretation of History" (1936), Tillich mengembangkan gagasan Yunani klasik tentang kairos (waktu yang tepat), yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan pengungkapan bersejarah Allah di dalam Kristus. Yang paling menonjol dalam "The Protestant Era" (1948), kumpulan artikelnya yang mengeksplorasi aspek sejarah modern dari perspektif teologis, adalah istilah kunci, "prinsip Protestan" -- sebuah prinsip penting yang dibutuhkan untuk agama yang hidup dan juga refleksi teologis yang memprotes terhadap identifikasi apa pun yang terbatas untuk Allah yang tak terbatas.
Kumpulan khotbah pertama Tillich, "The Shaking of the Foundations" (1948), diikuti oleh "The New Being" (1955) dan "The Eternal Now" (1963). Banyak orang melihat khotbahnya sebagai hal yang paling bermanfaat untuk memasuki pikirannya, yang menyempurnakan secara konkret dalam penafsiran Alkitab dan dalam aplikasi untuk kehidupan kontemporer.
Tillich sangat dipengaruhi oleh, dan memberikan kontribusi untuk, psikologi mendalam. "The Courage To Be" (1952) mungkin yang paling baik mewujudkan aplikasinya tentang wawasan psikologis untuk penjelasan teologis tentang manusia dengan analisisnya tentang sifat kecemasan. Dia mengalihkan perhatiannya ke masalah dasar etika Kristen di "Love, Power dan Justice" (1954), dan dalam "Morality and Beyond" (1963).
Karya Utamanya
"Systematic Theology" (vol 1, 1951; vol 2, 1957; vol 3, 1963) adalah karya utama Tillich, dan eksposisi teologinya yang paling lengkap. Strukturnya didasarkan pada "metode korelasi"nya, yang "menjelaskan isi iman kristen melalui pertanyaan eksistensial dan jawaban teologis di dalam ketergantungan yang saling menguntungkan". Di volume pertama, ia menetapkan secara rinci interpretasinya yang paling penting dan banyak diperdebatkan tentang Allah, bukan sebagai makhluk di antara makhluk-makhluk, tetapi sebagai Keberadaan-sendiri, "dasar dan kekuasaan dari keberadaan" di dalam segala sesuatu yang ada.
Studi pada interpretasi Paul Tillich mengenai modernitas
Karier Tillich yang terakhir adalah sebagai profesor terkemuka di Harvard (1955 -- 1962) dan University of Chicago (1962 -- 1965), di mana ia mengajar ruang kelas yang penuh sesak. Di antara buku-bukunya yang diterbitkan selama periode ini atau secara anumerta, berikut ini adalah karyanya yang harus diperhatikan: "Biblical Religion and the Search for Ultimate Reality" (1955), "Dynamics of Faith" (1957), "Theology of Culture" (1959), "Christianity and the Encounter of World Religions" (1963), "Perspectives on 19th and 20th Century Protestant Thought" (1967), "A History of Christian Thought" (1968), and "What is Religion?" (1969). Selain itu, ia menulis ratusan artikel untuk majalah agama dan sekuler.
Pada tahun 1940, Tillich telah menjadi warga negara Amerika. Sampai akhir Perang Dunia II, ia tetap aktif secara politik, berpartisipasi dalam gerakan sosialis-religius di Amerika Serikat dan menjabat sebagai ketua Dewan untuk Partai Demokrat Jerman. Ia adalah ketua Self-help for Émigrés from Central Europe dan umumnya aktif dalam pekerjaan pengungsi. Ia sering dipanggil untuk berkontribusi dalam gerakan oikumenis nasional dan internasional. Ia menerima banyak gelar doktor kehormatan dan penghargaan. Mungkin tidak ada yang memberinya kesenangan lebih dalam daripada yang diberikan oleh tanah airnya, Jerman, di tahun-tahun setelah perang.
Seorang pria dengan tinggi dan perawakan tubuh rata-rata, dengan rambut putih yang berantakan di tahun-tahun terakhirnya, Tillich adalah seorang pendiam tetapi tajam, dan secara hangat tertarik pada orang lain. Cintanya yang mendalam akan alam terwujud dalam pandangan agamanya. Di tengah karier yang masih aktif, ia meninggal di Chicago pada tanggal 22 Oktober 1965. Dengan kepentingan humanistiknya yang luas dan pendekatan pada kekristenan, ia mengomunikasikan kepada banyak orang dalam budaya sekuler modern apresiasi agama yang baru sebagai "keprihatinan utama dari universal manusia", yang diwujudkan dalam seluruh kegiatan manusia. (t/Jing-Jing)
TAHUKAH ANDA?
PAUL TILLICH DAN EMIGRAN
Ditulis oleh: N. Risanti
Paul Tillich dalam sampul majalah Time
Tillich menjadi emigran akibat kekejaman NAZI di Jerman yang membantai banyak orang Yahudi selama masa kekuasaan mereka. Ia sendiri terpaksa berpindah ke Amerika Serikat bukan karena memiliki darah Yahudi sehingga harus menyelamatkan diri dari kejaran NAZI, tetapi karena ia tidak menyetujui apa yang terjadi di tanah airnya selama Hitler berkuasa. Kepeduliannya kepada para emigran membuatnya menjadi presiden dari Self-Help, sebuah organisasi yang menyediakan pendampingan bagi pemulihan kondisi para imigran dari Jerman. Menurut Wesley Wildman, dalam sebuah artikel berjudul "Christianity and Emigration", Tillich menulis bahwa emigrasi itu sendiri termasuk dalam sebuah kategori religius. Argumennya tersebut didasarkan dari sejarah pewahyuan -- di mana Yesus yang menjadi pusatnya -- yang dimulai dengan emigrasi Abraham untuk memenuhi panggilan pemisahannya sebagai umat Tuhan (Kejadian 12:1). Lebih jauh, ia juga berpendapat bahwa Allah memisahkan setiap individu Kristen yang dipanggil-Nya dari kepatuhan tertinggi kepada keluarga dan suku, bangsa dan negara, dan membuatnya menjadi warga di bagian dunia yang lain. Setiap emigrasi baru yang terjadi, dengan alasan eksternal apa pun yang memungkinkannya, karena itu merupakan manifestasi baru dari keeksklusifan dan tuntutan mutlak-Nya.
Ketika menanggapi kematian Paul Tillich, Martin Luther King, tokoh HAM Amerika Serikat yang memuji karya-karya Tillich sebagai hal yang paling memengaruhi pemikiran religiusnya, berkata demikian tentang sang teolog, "Ia telah menolong kita untuk menyatakan perbuatan Allah dalam sejarah yang dengan secara tepat dinyatakan baik dalam iman maupun intelektual manusia modern."
Sumber referensi: 1. Addison, Sam. "Paul Tillich". Dalam http://www.giffordlectures.org/lecturers/paul-tillich 2. Wildman, Wesley. "Tillich and German Immigrants in New York". Dalam http://people.bu.edu/wwildman/tillich/resources/popculture_immigrants01_mungre.htm 3. _____. "Tillich, Paul (1886-1965)". Dalam http://kingencyclopedia.stanford.edu/encyclopedia/encyclopedia/enc_tillich_paul_1886_1965/
|