RENUNGAN NATAL
MENJADI PEMERAN PEMBANTU
Bacaan: Matius 1:18-25
Yusuf. Siapa tak mengenal nama itu, khususnya pada masa-masa Natal seperti ini? Bersama dengan Maria, ia mendadak akan menjadi tokoh yang banyak disebut atau diperankan dalam khotbah atau drama Natal. Aneka dekorasi Natal akan menggambarkan keduanya bersama dengan bayi Yesus yang dikelilingi domba-domba serta para gembala dan malaikat, dan berbagai pewartaan Natal juga hampir selalu akan menyebut namanya. Ya, menyebut namanya, tetapi sedikit tentang perannya. Tidak banyak cerita yang kita dapatkan melalui Alkitab mengenai Yusuf, selain bahwa ia keturunan Daud, memiliki pekerjaan sebagai seorang tukang kayu, tunangan Maria, dan akhirnya bersedia untuk mengambil Maria menjadi istrinya sehingga disebut sebagai ayah Yesus di bumi. Peran Yusuf pada masa-masa Natal sering kali dapat dikatakan hanya sebagai pemeran pembantu yang berfungsi untuk melengkapi cerita. Suka atau tidak, kita memang kerap kali melupakan Yusuf atau bahkan tidak memandangnya secara penting pada masa Natal ini.
Yusuf dalam diorama Natal
Yusuf memang bukan pemeran utama dalam kisah kelahiran Mesias kita, dan peran serta kontribusinya sebagai ayah Yesus pun tidak banyak disebutkan di dalam Injil. Namun, Matius 1:19 mencatat bahwa ia "seorang yang tulus hati", dan bahwa ia taat melakukan semua yang diperintahkan Tuhan kepadanya (Matius 1:20--25; Matius 2:13-15; Matius 2:19-21). Dalam masyarakat kita sekarang ini, sikap dan karakter semacam itu semakin kurang mendapat perhatian atau penghargaan. Kita lebih suka dengan segala sesuatu yang bersifat tampak dan terukur. Kerendahan hati, ketulusan, dan sikap taat tidak lagi menjadi menjadi karakter yang unggul dan diusahakan karena sifat-sifat tersebut tidak menjanjikan ruang bagi aktualisasi dan pencapaian diri. Tengoklah potret budaya kita saat ini yang marak dengan fenomena eksistensi diri lewat berbagai jalur media sosial. Tak heran jika pribadi Yusuf menjadi semakin tenggelam. Ia tak mampu mewakili potret manusia modern yang membutuhkan ruang besar bagi ego dan kepentingan diri.
Namun, pernahkah kita membayangkan seandainya Yusuf memiliki karakter yang berbeda? Seandainya saja ia lebih memilih untuk menjaga harga dirinya, nama baiknya, dan posisi terhormatnya di tengah-tengah masyarakat, atau semua pilihan yang kita anggap sebagai hal yang penting di abad postmodern ini, akankah cerita kelahiran Yesus menjadi seperti yang kita ketahui sekarang? Syukurlah, Allah tidak pernah salah dalam bertindak, dan Ia tidak pernah keliru melibatkan Yusuf dalam rencana kelahiran Putra-Nya. Melalui pribadi Yusuf yang sederhana, kita akhirnya dapat melihat bahwa rencana besar Allah terwujud dan digenapi. Melalui ketulusan hati dan ketaatannya, Yusuf menjadi bagian dari sejarah besar Allah bagi umat-Nya yang kini menjadi kabar sukacita bagi kita semua.
Allah tidak pernah melihat kemampuan, ketrampilan, kecakapan, atau kepandaian seseorang ketika Ia memanggil mereka untuk ikut di dalam karya-Nya. Ia hanya menginginkan hati yang mau taat, yang senantiasa mau menundukkan diri dan menyangkal diri. Seperti Yusuf yang bersedia untuk taat dan membayar harga, meski itu bukan keputusan yang populer dan yang akan membuatnya menjadi populer, maukah kita untuk memiliki hati yang tulus seperti itu? Maukah kita untuk berperan, meski hanya dalam peran yang kecil, tidak penting, dan tidak bernama demi memberikan kemuliaan bagi Allah?
Selamat menyambut Natal.
KARYA
YUSUF, AYAH YESUS DI BUMI
Lukisan profil Yusuf
Allah memilih Yusuf untuk menjadi ayah Yesus. Alkitab menyatakan kepada kita dalam Injil Matius bahwa Yusuf adalah seorang yang jujur. Perlakuannya terhadap Maria, tunangannya, menyingkapkan bahwa ia adalah seorang pria yang baik dan peka. Ketika Maria mengatakan kepada Yusuf bahwa ia sedang mengandung, Yusuf memiliki semua alasan untuk merasa terhina. Ia tahu bahwa Anak itu bukanlah anaknya, dan ketidaksetiaan Maria jelas membawa stigma sosial buruk. Yusuf tidak hanya berhak untuk menceraikan Maria, di bawah hukum Yahudi, Maria dapat dihukum sampai mati dengan dilempari batu.
Walau reaksi awal Yusuf adalah berniat untuk memutuskan pertunangannya, tetapi ia melakukan hal yang tepat sebagai seorang pria yang jujur, di mana ia memperlakukan Maria dengan kelembutan hatinya. Ia tidak ingin menyebabkan Maria menjadi malu oleh karena itu ia memutuskan untuk melakukannya secara diam-diam. Akan tetapi, Allah mengirim malaikat kepada Yusuf untuk membuktikan cerita Maria dan meyakinkannya bahwa Allah berkehendak agar ia menikahi Maria. Yusuf lebih memilih patuh kepada Allah, dibanding untuk menghindar dari penghinaan masyarakat yang akan dihadapinya.
Alkitab tidak menjelaskan banyak detail tentang peranan Yusuf sebagai Ayah bagi Yesus Kristus, tetapi kita tahu dari Injil Matius dalam pasal 1 bahwa ia adalah contoh manusia yang memiliki integritas dan kejujuran. Nama Yusuf disebutkan terakhir ketika Yesus berusia 12 tahun. Kita tahu bahwa ia meninggalkan usaha pertukangan kayu kepada Anaknya dan membesarkannya dalam tradisi Yahudi serta ketaatan spiritual.
Keberhasilan Yusuf
Yusuf adalah ayah Yesus di dunia, orang yang dipercaya untuk membesarkan Anak Allah. Yusuf juga adalah seorang tukang kayu, seorang pembuat kerajinan yang terampil. Ia taat kepada Allah dengan resiko menghadapi penghinaan. Ia melakukan hal yang benar di hadapan Allah, melalui perilaku yang tepat.
Kekuatan Yusuf
Yusuf adalah seorang berkeyakinan kuat yang berani meninggalkan keyakinan tersebut dalam tindakannya. Dia digambarkan dalam Alkitab sebagai orang benar. Bahkan ketika pribadinya dirugikan, ia memiliki kualitas sebagai seorang yang memiliki kepekaan terhadap perasaan malu orang lain. Dia menanggapi Allah dalam ketaatan dan dia mempraktikkan pengendalian diri. Yusuf adalah contoh alkitabiah yang indah mengenai integritas dan karakter yang saleh.
Pelajaran Hidup
Allah menghargai integritas Yusuf dengan memercayakan kepadanya sebuah tanggung jawab yang besar. Tidaklah mudah memercayakan anakmu sendiri kepada orang lain. Dapatkah Anda bayangkan Allah melihat ke bawah untuk memilih seorang manusia untuk membesarkan Anak-Nya sendiri? Yusuf memiliki kepercayaan dari Allah.
Belas kasih selalu berhasil. Yusuf dapat saja bersikap tegas terhadap ketidaksetiaan Maria, tetapi ia tetap memilih untuk menawarkan kasih dan kemurahan, bahkan pada saat ia berpikir bahwa dirinya telah dirugikan.
Hidup dalam ketaatan pada Allah dapat menyebabkan penghinaan dan cela di hadapan manusia. Namun, ketika kita mematuhi Allah, bahkan dalam menghadapi kesengsaraan dan rasa malu di hadapan umum, Ia akan memimpin dan menuntun kita.
Tempat Asal:
Nazaret di wilayah Galilea
Referensi dalam Alkitab:
Matius 1:16-2:23; Lukas 1:22-- 2:52
Pekerjaan:
Tukang kayu, pembuat kerajinan
Riwayat keluarga:
Istri: Maria Anak: Yesus, Yakobus, Yoses, Yudas, Simon, dan anak-anak perempuan. Silsilah dari Yusuf disebutkan dalam Matius 1:1-17 dan Lukas 3:23-37
Yusuf, ayah Yesus di bumi
Ayat Kunci
"Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: 'Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.'" (Matius 1:19-20)
"Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya." (Lukas 2:39-40) (t/N. Risanti)
|