|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/misi/2012/47 |
|
e-JEMMi edisi No. 47 Vol. 15/2012 (20-11-2012)
|
|
______________________________ e-JEMMi _____________________________
(Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
e-JEMMi -- Penglihatan Malam di Iran
No.47, Vol.15, November 2012
SEKILAS ISI
KESAKSIAN MISI: PENGLIHATAN MALAM DI IRAN
TOKOH MISI: HENRY M. STANLEY
SUMBER MISI: WINDOWS OF HOPE
Shalom,
Setiap orang yang mencari Allah tidak akan pernah dikecewakan ketika
ia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Karena, Yesus sendiri telah
berfirman bahwa setiap orang yang mencari akan mendapat, dan setiap
orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan (Matius 7:7). Allah
senang jika kita memiliki keinginan untuk mengenal-Nya. Jika kita
sedang dalam masa pencarian, pengenalan, maupun penyelidikan tentang
Allah, ingatlah janji Tuhan bahwa Ia akan memuaskan dahaga kita akan
kebenaran; bahkan sekalipun kita bukan orang percaya. Kisah perjumpaan
seorang wanita dengan Yesus dalam artikel kali ini, kiranya dapat
menambah semangat kita untuk terus mencari Allah.
Simak juga kisah Henry M. Stanley, seorang utusan Injil yang menggugah
anak-anak Tuhan untuk memulai pelayanan di Afrika. Seperti apa kisah
hidupnya? Kontribusi apa yang telah ia berikan dalam pelayanan misi?
Temukan jawabannya dengan membaca kisahnya dalam edisi 47. Selamat
membaca.
Redaksi Tamu e-JEMMi,
Berlian Sri Marmadi
< http://misi.sabda.org/ >
KESAKSIAN MISI: PENGLIHATAN MALAM DI IRAN
Aku kuliah dan bekerja. Aku di bawah tekanan, namun ayah ibuku tidak
bersamaku, jadi aku kesepian. Oleh karena itu, aku berdoa agar tekanan
akan meninggalkanku.
Aku berusaha sebaik mungkin menjadi seorang "beragama lain". Aku
mengikuti semua perintah di dalam agama. Aku melakukan yang terbaik
untuk sedalam mungkin memperoleh jalan masuk (ke allah). Tetapi
sesungguhnya, tekanan semakin meningkat dan tekanan mental seperti
memukulku dan menghisap semua tenagaku. Di tempat kerjaku, mereka
memindahkanku ke perusahaan lain untuk bekerja di tempat lain selama
satu bulan, jadi permasalahanku bertambah dan lebih banyak tugas lagi
yang harus aku kerjakan sebagai tambahan pembelajaranku.
Suatu malam di kamarku, aku berbicara kepada allah dan mengeluh:
"Berapa banyak tekanan lagi? Ini cukup! Berapa lama lagi aku dapat
bertahan? Aku sedang bekerja dan belajar. Mengapa Engkau tidak
menolongku? Mengapa Engkau tidak memberikanku bantuan?"
Aku mengancam, "Jika Engkau akan menolongku, malam ini Engkau harus
menunjukkan wajah-Mu kepadaku. Jika Engkau tidak menunjukkan suatu
tanda malam ini, aku akan menjadi seorang pendosa." Jadi setelah aku
berdoa, aku berkata, "Aku tidak akan tidur malam ini dan menunggu
tanda-Mu, sehingga aku dapat melihat dan percaya Engkau ada di sini
bersamaku."
Aku berbicara kepada allah di dalam "agamaku", berharap melihat allah.
Aku mengeluh selama 1 jam. Aku lelah, jadi aku menundukkan kepalaku di
karpet doaku. Di tengah malam itu, aku melihat suatu terang yang
datang ke dalam kamar. Aku ketakutan dan lari keluar kamar. Lalu, aku
berkata kepada diriku sendiri, "Apakah aku minta sesuatu?" Jadi, aku
meyakinkan diriku sendiri bahwa aku harus kembali dan duduk di tempat
doaku dan melihat apa yang akan terjadi.
Kamar itu dipenuhi oleh cahaya. Aku mengira hari telah pagi, tetapi
akhirnya aku menyadari bahwa hari masih malam. Aku mengangkat kepalaku
dan aku melihat Yesus Kristus. Dia berpakaian putih. Padahal, aku
tidak pernah melihat gambar Mesias, tapi aku mengenal bahwa inilah
Mesias itu.
Aku suka sekali menulis puisi, jadi aku mengambil kertas dan pena
menuliskan sesuatu yang terlintas di pikiranku. Segera pada saat itu
aku mulai menulis. Aku menulis (dalam bahasa Farsi Iran), "Marilah
kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu."
Aku agak marah atas hal ini: Aku mencari allahnya "agamaku", dan yang
datang malah Yesus, sang Mesias! Apa ini? Jadi, aku menggulung karpet
doaku dan berkata: "Aku selesai dengan ini! Aku akan pergi tidur!"
Malam selanjutnya, aku bermimpi dan melihat Mesias. Dia berkata,
"Tidakkah Aku mengatakan kepadamu untuk berlindung di bawah naungan
sayap-Ku dan diselamatkan?" Jadi, aku berkata kepada diriku sendiri:
Ini adalah Mesias yang datang kepadaku. Apakah dia ini Allah yang
sebenarnya? Aku harus menemukan Allah atau "Pemimpin agamaku".
Salah satu teman kerjaku melihat bahwa aku sedang kecewa dan bertanya,
"Apakah kamu punya masalah?"
Aku katakan, "Ibuku tinggal jauh dan aku sudah tidak bertemu beberapa
waktu lamanya. Aku tidak tahu, apakah aku akan dapat bertemu dengannya
lagi. Itulah yang menggangguku."
Dia mulai menenangkanku dan berkata, "Tuhan bersamamu. Tuhan itu
kasih. Bawalah keluhan-keluhanmu kepada-Nya." Biasanya di Iran, orang-
orang yang bekerja di suatu perusahaan tidak datang dan berkata, "Aku
orang Kristen." Setelah aku bekerja di sana selama tiga minggu, dia
datang kepadaku dan mengatakan bahwa dia seorang Kristen. Jadi, ketika
dia berbicara kepadaku mengenai kasih Tuhan, aku mulai bertanya, kasih
yang bagaimana yang Tuhanmu berikan kepadaku... apakah sejenis
tekanan?
Aku menunjukkan kepada teman kerjaku kata-kata yang aku tuliskan
selama aku menerima penglihatan Yesus, "Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."
Teman kerjaku mengeluarkan sebuah buku yang dia bawa dan membukanya.
Mencari halaman tertentu, dia menunjukkan kata-kata (Matius 11:28),
kata-kata yang sama persis seperti yang aku tulis! Aku terkejut. Aku
bertanya kepada temannya buku apa ini. Ini adalah Alkitab pertama yang
aku pernah lihat. Itulah awal imanku, bukan jalan yang mudah.
Penglihatanku akan Yesus membawaku kepada firman Allah; dan di dalam
kuasa-Nya, Dia telah membawaku menjadi salah satu dari umat-Nya.
Ketika datang waktuku untuk mencari pekerjaan baru, tidak ada yang mau
menerimaku ketika mereka mengetahui bahwa aku sekarang seorang
Kristen. "Mereka ditekan untuk tidak memberikan orang-orang Kristen
tunjangan, menurunkan gaji mereka, dan tidak memberikan jaminan
asuransi. Jadi, di semua perusahaan (milik negara) tidak ada pekerjaan
bagi orang Kristen. Dan, ini adalah tempat yang berbahaya." Perusahaan
swasta mau menerima aku, tetapi dengan gaji yang lebih rendah dari
perusahaan milik negara tawarkan, dan tidak ada tunjangan. Tetapi,
kesengsaraan mencari pekerjaan baru awalnya saja.
Aku berkenalan dengan seorang pria melalui pelayanan gereja, dan kami
memutuskan untuk menikah. Karena kami Kristen, kami menikah di gereja,
suatu keputusan yang membuat berang polisi rahasia Iran. Polisi
rahasia mendatangi hotel di mana kami menginap setelah pernikahan,
lalu menahan kami. Polisi menanyakan tentang pelayanan gereja dan
siapa yang menikahkan kami. Ketika mereka mengetahui nama pendeta yang
telah menikahkan kami, mereka mengancamnya juga. Mereka melepaskan
kami dan kami memutuskan untuk tinggal di Iran Utara, di mana tekanan
yang kami terima tidak terlalu keras. Tetapi, bahkan di daerah "aman"
ini, radikal "agama lain" yang berjanggut panjang mengancam kami juga.
Pergesekan selanjutnya dengan pemerintah adalah setelah kami memiliki
anak perempuan. Kami memberinya nama Emmanuel. Ketika kami pergi
membuat akta kelahiran, petugas di sana bercekcok dengan kami mengenai
pilihan nama Kristen bagi anak kami. "Buktikan ini adalah nama
Kristen," perintah mereka, kemudian, "Kami perlu dokumen-dokumen untuk
membuktikan bahwa kamu berdua adalah orang Kristen." Walaupun
mengalami perlakuan kasar, kami terus melakukan pelayanan kami di
gereja. Aku menjadi seorang pemimpin bagi para wanita di gereja dan
bahkan berkeliling keluar negaranya, untuk melayani saudara seiman
lainnya.
Tahun lalu, pemerintah makin meningkatkan tekanan. Sekolah menolak
mengesahkan nilai-nilai Emmanuel atau memberikan dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk masuk ke sekolah dasar. Aku menyadari bahwa hal ini
suatu saat akan terjadi: Pemerintah dapat mengambil anak perempuan
kami, dengan mengatakan bahwa orang tuanya tidak dapat memberikan
pendidikan yang pantas bagi anaknya.
Khawatir akan keselamatan anak kami dan setelah melakukan banyak doa,
kami bertiga meninggalkan Iran, meninggalkan segalanya. Hari ini, kami
sedang berusaha untuk memperoleh status pengungsi dan mencoba untuk
tinggal di negara bebas. Jika suatu saat kami kembali ke Iran, kami
pasti mengalami penahanan, pemenjaraan, dan bahkan lebih buruk lagi.
Akhirnya, kami tahu bahwa kami adalah warga negara dari suatu negara
yang benar-benar bebas: Surga. Kami berdoa agar Allah menggunakan kami
untuk menjangkau orang-orang Kristen lainnya dan menguatkan gereja-
Nya, di negara mana pun kami tinggal.
Allah bekerja melalui cara-cara yang luar biasa di negara-negara
terlarang, seperti Iran, di mana orang-orang tidak memiliki kebebasan,
untuk mendengar Injil yang dikhotbahkan di sudut jalan atau disiarkan
di stasiun televisi Kristen. Allah dapat menggunakan peristiwa-
peristiwa yang ajaib untuk membawa yang hilang kepada-Nya (seperti
Rasul Paulus), tetapi Dia berhasrat agar orang-orang Kristen di Iran
dan seluruh Timur Tengah, berpegang pada firman-Nya sebagai dasar
untuk mengarahkan kehidupan mereka.
Diambil dari:
Nama buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Edisi November - Desember 2003
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya
Halaman: 3 -- 5
TOKOH MISI: HENRY M. STANLEY
Kematian David Livingstone memberi dampak psikologis yang amat hebat
terhadap dunia penutur bahasa Inggris. Semangat pelayanan misi
mencapai puncak yang tinggi ketika pemuda dan pemudi yang giat secara
sukarela mengajukan diri untuk melayani di luar negeri, apa pun
risikonya. Bagian dari semangat misi ini terinspirasi oleh karya
penjelajahan Henry Stanley, yang mengambil peran yang diwariskan
Livingstone, dan menjalaninya dengan tekad yang bulat. Perjalanan
selama 999 hari yang dilakukan Henry Stanley untuk melintasi benua
Afrika ini, menggugah rasa ingin tahu dunia dan mengutus kalangan
misionaris untuk berjuang demi memulai pelayanan mereka di Benua
Hitam.
Meskipun Henry Stanley menjadi percaya melalui pengaruh Livingstone
dan ditetapkan untuk meneruskan pelayanan sahabatnya yang terkasih
itu, tetapi Stanley tampak seperti bukan seseorang yang tepat untuk
menjalani pekerjaan sebagai misionaris. Dia lahir sebagai John
Rowlands pada tahun 1841 (yaitu tahun di mana Livingstone tiba di
Afrika), seorang anak haram dari pekerja industrial Inggris. Pada usia
6 tahun, ia diserahkan kepada perwalian seorang pemimpin rumah untuk
gelandangan yang kejam, di sana ia tinggal sampai ia melarikan ke New
Orleans ketika menginjak usia remaja. Di New Orleans, ia diadopsi oleh
Henry Stanley, seorang saudagar kaya yang tidak memiliki anak, yang
tidak lama kemudian menyuruh anak bermasalah ini pergi untuk bekerja
di sebuah perkebunan. Selama Perang Saudara, Stanley muda ini (yang
kini menggunakan nama ayah angkatnya) bergabung dengan Angkatan Perang
Konfederasi, namun terluka dan menjadi tahanan perang di Shiloh.
Setelah menghabiskan beberapa waktu di penjara, ia beralih ke pihak
Serikat, tetapi tak lama kemudian dibebastugaskan karena alasan
kesehatan. Selanjutnya, Stanley bekerja sebagai kelasi geladak dan
juru tulis; pada saat itulah ia bergabung dengan Angkatan Laut
Federal, tetapi membelot, setelah beberapa waktu dan menjadi wartawan
paruh waktu. Dengan pekerjaan yang dilakukannya itu, ia bisa bepergian
ke Asia kecil. Namun, sebelum dapat menyelesaikan tugasnya, ia
ditangkap dan dipukuli oleh segerombolan bajak laut. Pada tahun 1867,
Stanley kembali ke Amerika Serikat untuk mengulas tentang kampanye
militer Jenderal Hancock melawan orang-orang Indian, dan kemudian di
tahun itu dia mulai bekerja untuk perusahaan surat kabar, The New York
Herald. Dia sedang bertugas di Afrika untuk surat kabar ini pada tahun
1871, ketika untuk pertama kalinya ia bertemu David Livingstone, orang
yang di kemudian hari menjadi figur seorang pahlawan dan ayah baginya.
Setelah 4 bulan di Afrika dan menyelesaikan karyanya yang berjudul
"How I Found Livingstone" -- yang kemudian menjadi "best seller" --
dengan tergesa-gesa, Stanley merencanakan ekspedisi penjelajahannya
sendiri ke Afrika, yang dimulainya satu tahun setelah kematian
Livingstone. Stanley menganggap dirinya sendiri sebagai seorang
penjelajah sekaligus misionaris paruh waktu, dan ketika sampai di
Uganda, dia mencoba kemampuannya dalam penerjemahan Alkitab untuk
sesaat. Namun, kontribusi terbesarnya terhadap pelayanan misi adalah
karya tulisnya. Dia dapat melakukan hal yang besar bagi tujuan misi
dengan hanya mengirim satu surat yang cukup emosional (yang
diterbitkan di the Daily Telegraph), lebih besar daripada apa yang
telah dilakukan oleh kebanyakan misionaris sepanjang hidupnya. Dia
dengan bersungguh-sungguh memohon misionaris sukarelawan: "Oh, biarlah
beberapa misionaris praktis yang saleh datang kemari! Luasnya lahan
dan tuaian yang sudah matang menantikan sabit peradaban ... Para guru
Kristen praktislah yang bisa mengajar orang-orang untuk menjadi
Kristen, menyembuhkan penyakit mereka, mendirikan tempat tinggal ...
Anda tidak perlu takut untuk memakai uang untuk mendukung pelayanan
misi semacam ini...."
Ekspedisi 999 hari Stanley melintasi benua Afrika dari Mombasa ke
mulut Sungai Kongo merupakan ekspedisi yang mahal, bukan hanya dalam
hal uang, melainkan juga dalam hal nyawa. Dia memulai perjalanan
misinya dengan 3 orang Eropa lainnya dan 356 orang Afrika, tetapi
ketika ia sampai ke pesisir sebelah barat, ia telah kehilangan segala-
galanya kecuali 82 orang Afrika, yang disebabkan karena kematian dan
pembelotan. Berbeda dengan Livingstone, Stanley membenci Afrika dan
takut kepada orang-orangnya: "Bahaya terbesar, yang harus kami hadapi
setiap kali adalah mendengar raungan dari suku kanibal yang senantiasa
mengamati kami .... Perasaan bahaya selalu hadir meliputi pikiran
kami, baik di waktu kami tidur maupun dalam keadaan terjaga." Stanley
setuju untuk mengangkat senjata dan menembaki suku-suku pribumi yang
mengancam nyawa mereka, tampaknya ia mengabaikan isu (seperti yang
dihadapi Mackenzie) mengenai apakah penjelajahan misi harus dilakukan
jika perjalanan itu memerlukan penjagaan dari militer. Bagi Stanley,
hal ini merupakan masalah hidup dan mati, dan bukan saatnya untuk
alasan-alasan filosofis.
Meskipun diliputi bahaya dan kematian yang tragis, ekspedisi Stanley
merupakan sebuah pencapaian yang monumental. Selain itu, kalangan
misionaris juga berkeinginan untuk mengikuti jalur ini dalam
kebangkitannya. Badan misi pertama yang mengikuti jejak ini adalah
Livingstone Inland Mission, sebuah masyarakat nondenominasi yang
mengambil pola badan misi China Inland Mission. Badan misi ini
mendirikan 7 pos sepanjang anak sungai sebelah selatan Sungai Kongo,
namun rimba Afrika mulai meminta korban dan misi ini hanya berumur
pendek. Badan misi yang lainnya berjuang selama puluhan tahun, untuk
menghubungkan pesisir sebelah barat dan timur, dengan membangun
jejaring antarpos misi. (tJing Jing)
Diterjemahkan dari:
Judul buku: From Jerusalem to Irian Jaya
Penulis: Ruth A. Tucker
Penerbit: Academia Books, Grand Rapids 1983
Halaman: 153 -- 155
SUMBER MISI: WINDOWS OF HOPE
==> windowofhope.org
Windows of Hope bermula dari kerinduan yang Tuhan tanamkan pada Dr.
James Lindgren. Dokter dengan keahlian peidatrik, penyakit dalam dan
pengobatan darurat ini, meyakini pelayanan medis dan kemanusiaan
merupakan `platform` yang baik bagi pekabaran Injil. Dicerahkan oleh
pesan: "Ketika Aku lapar, kamu memberi aku makan, ketika Aku telanjang
kamu memberi aku pakaian, ketika Aku sakit kamu merawat Aku ..."
(Matius 25:35-36), pelayanan ini didirikan untuk tiga tujuan utama.
Ketiga tujuan tadi adalah: membantu mengurangi penderitaan umat
manusia melalui pelayanan kemanusiaan dan medis, memberi kesadaran
betapa berharga dan mulianya setiap manusia, serta menunjukkan
demonstrasi praktis dari kasih Yesus. Windows of Hope juga terbilang
baik dan profesional dalam melakukan mission trip. Orang-orang yang
rindu untuk melayani dalam jangka waktu tertentu, dapat mengirimkan
aplikasi mereka, terutama lewat situs ini. (NY)
"CALVARY STANDS FOR SATAN`S FALL"
Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti dan Yosua Setyo Yudo
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |