Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2011/38 |
|
e-JEMMi edisi No. 38 Vol. 14/2011 (27-9-2011)
|
|
______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ SEKILAS ISI RENUNGAN MISI: BERPIKIR LAYAKNYA ANAK KECIL DI PENJARA PROFIL BANGSA: BANGKA, INDONESIA Shalom, Yesus pernah berkata bahwa kita harus bersikap seperti anak kecil untuk melihat Kerajaan Allah. Sikap mereka yang spontan dan polos, membuat mereka sering kali memilih untuk menikmati hal-hal baik dalam pengalaman buruk yang mereka alami sekalipun. Kali ini, kami mengajak Anda untuk merenungkan kisah seorang utusan Injil selama dipenjarakan oleh pemerintahan komunis. Kami juga menyajikan profil bangsa mengenai masyarakat di Pulau Bangka. Harapan kami dengan semakin mengenal mereka, Anda semakin rindu mengenalkan kasih Kristus kepada mereka. Tetap semangat menjangkau jiwa. Tuhan memberkati. Redaksi Tamu e-JEMMi, Mahardhika Dicky Kurniawan < http://misi.sabda.org/ > RENUNGAN MISI: BERPIKIR LAYAKNYA ANAK KECIL DI PENJARA Ketika berada di Australia, saya menerima kabar bahwa menantu perempuan saya mengalami luka serius dalam kecelakaan mobil di California, yang telah meremukkan mobilnya. Anak perempuannya yang berusia 9 tahun juga ikut terluka. Ketika saya menghubunginya untuk mendengar bagaimana kecelakaan tersebut terjadi, cucu perempuan saya, saat menjawab pertanyaan-pertanyaan berteriak, "Aku memunyai kabar gembira! Seseorang memberikan seekor kucing kepadaku sebagai hadiah!" Lalu diikuti dengan penjelasannya mengenai rupa kucing itu. Yesus mengajarkan kita menjadi seperti anak kecil, untuk mengambil suatu cara pandang berbeda atas peristiwa-peristiwa, bahkan peristiwa-peristiwa tragis sekalipun. Kita mungkin berdarah, kita mungkin menjadi trauma, tetapi kita masih dapat menikmati sukacita untuk hal-hal kecil yang mungkin dianggap seperti anak kecil atau kampungan. Inilah apa yang sebenarnya terjadi pada saya di dalam penjara. Saya menghabiskan 14 tahun hidup di dalam penjara-penjara komunis. Tidak lama menurut standar komunis, karena Pendeta Harapov dari gereja Baptis Rusia dipenjara selama 28 tahun; Katolik Paulaitis selama 35 tahun; Michail Ershow seorang biarawan Orthodox dipenjara lebih dari 40 tahun. Kami kelaparan, dipukuli, disiksa. Selama bertahun-tahun, kami masing-masing dikurung di dalam sel-sel isolasi, di mana kami tidak dapat mendengar suara apa pun, bahkan suara berbisik pun tidak. Tidak ada buku-buku atau alat-alat tulis, selain Alkitab. Kami tidak pernah melihat anak kecil, wanita pun jarang. Kami tidak dapat melihat berbagai warna; dunia kami berwarna abu-abu. Tembok-tembok berwarna abu-abu, seragam kami abu-abu, bahkan wajah kami pucat keabu-abuan. Karena begitu lama, kami sudah lupa bahwa ada warna biru, hijau, merah, dan violet. Selama panjangnya masa abu-abu, tahun-tahun yang gelap, apa yang kami pikirkan saat itu? Sudah tentu bukan mengenai ajaran komunis atau penderitaan. Pikiran kami seperti anak-anak yang dikuasai oleh peristiwa-peristiwa. Shakespeare, menurut Henry IV menulis, "Pikiran adalah budak kehidupan". Filosofi humanisme juga menyatakan bahwa kondisi jasmaniah menentukan bagaimana pikiran kita bekerja. Ini mungkin saja benar bagi orang dewasa, tetapi tidak untuk anak-anak. Seorang anak yang terbaring di rumah sakit karena kecelakaan, dapat memiliki keinginan kuat di pikirannya untuk dibelikan sebuah boneka. Kami pernah merasakan hal yang sama. Kami sering memikirkan mengenai hal-hal yang sepenuhnya tidak ada hubungannya dengan penderitaan yang kami alami. Akankah ada banyak cacing di sup kami hari ini? Akankah paling tidak ada lima kacang di dalam sup kami, atau mungkin lebih? Bagaimana seharusnya aku berbohong kepada orang yang menyiksa aku untuk tidak menyerahkan yang lain dan mengakibatkan penahanan mereka? Akankah aku dibebaskan? Kami memunyai masalah, tetapi kami tidak membiarkan permasalahan ini menguasai kami. Sementara di penjara, kami tidak hidup dalam masalah. Membiarkan para penjaga memukuli, menghina, dan membuat kami kelaparan. Dengan hal-hal seperti ini, para penyiksa kami menyibukkan diri mereka sendiri. Kami bebas untuk bersukacita di dalam misteri-misteri firman Tuhan. Diambil dari: Judul buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Mei - Juni 2008 Penulis: Richard Wumbrand Penerbit: Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2008 Halaman: 2 PROFIL BANGSA: BANGKA, INDONESIA Pendahuluan/Sejarah Orang-orang Bangka tinggal di pulau Bangka di laut Cina selatan, di sebelah timur Sumatera, khususnya di kabupaten dan kotamadya Pangkal Pinang, di provinsi Bangka-Belitung. Orang-orang Indonesia sering mengunjungi pulau ini karena pulau ini memiliki panorama pantai yang indah dan mudah dijangkau dari ibukota Sumatera Selatan (Palembang). Lebih dari separuh penduduk Bangka adalah orang Melayu (Malay), dan seperempat penduduknya adalah warga keturunan China, yang bermigrasi ke pulau itu. Bahasa Bangka merupakan suatu cabang dari kelompok bahasa Melayu. Seperti Apakah Kehidupan Mereka? Pulau Bangka terkenal karena industri penambangan timah yang besar, yang telah dikembangkan sejak abad 18 dan 19. Pulau Bangka dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Hal ini terlihat dari peninggalan-peninggalan arkeologi dari berbagai naskah kuno (prasasti), yang telah ditemukan di sana. Contohnya, ditemukan "The Kota Kapur Plaque", yang dituliskan pada tahun 686 sesudah Masehi. Pulau ini terkenal karena perkebunan lada yang pernah mencapai puncak kejayaan di tahun 1987. Namun demikian, dalam kurun waktu 1990-an, harga lada turun secara drastis dan diikuti oleh turunnya harga timah, yang sangat berdampak pada perekonomian Bangka. Mata pencaharian orang-orang Bangka bervariasi. Banyak penduduk Pulau ini berprofesi sebagai pekerja pada tambang-tambang timah. Selain itu, banyak juga yang berprofesi sebagai petani, nelayan, dan pembuat perahu. Mereka menghasilkan banyak kerajinan tangan, seperti pekerjaan-pekerjaan membuat buluh/tongkat, anyaman, porselin, keramik, dan ukiran dari timah. Banyak orang yang tinggal di sekitar kota menjadi pedagang dan pebisnis; khususnya dari kalangan etnis China. Garis keturunannya adalah bilateral (berasal dari kedua orang tua). Sesuai tradisi, pasangan suami-istri itu tidak tinggal berdekatan dengan kedua orang tua mereka sesudah menikah. Sebagai akibat, ada banyak pernikahan campur antara orang Bangka dan kelompok etnis lainnya yang datang ke daerah itu. Pengaruh luar bisa tampak pada adat-istiadat perkawinan. Proses pertunangan didahului oleh keluarga pihak pria, yang memberikan mas kawin kepada pihak keluarga perempuan. Upacara pertunangan biasanya dilakukan dengan berbalas pantun. Pengaruh Islam juga tampak pada prosesi yang diiringi tamborin [alat musik jenis rebana, dengan atau tanpa hiasan kerincing logam di sekitar bingkainya, Red.] dan gendang. Bentuk seni lainnya disebut Sepintu Segudan. Drama orang Bangka ini berceritera tentang kisah perilaku masyarakat gotong royong. Apakah Kepercayaan Mereka? Mayoritas orang di pulau Bangka adalah Muslim, khususnya keturunan Melayu, sedangkan mereka yang berasal dari keturunan China memeluk agama Budha dan Konghucu. Etnis Bangka menggabungkan Islam dan kepercayaan animistik tradisional, yang masih tumbuh subur di kalangan masyarakat setempat. Apakah Kebutuhan Mereka? Pada saat ini, pulau Bangka sedang menantikan daerahnya menjadi pemerintah daerah yang otonom atau menjadi sebuah daerah industri swasta, agar daerah ini memunyai perekonomian yang stabil yang terlepas dari dampak krisis yang disebabkan oleh anjloknya harga lada dan timah. Krisis ekonomi yang melanda pelosok negeri nusantara baru-baru ini semakin memburukkan kondisi bangsa Indonesia. Sikap mental masyarakat perlu dipersiapkan untuk menghadapi tantangan demi tantangan di masa yang akan datang, yang sudah terbiasa hidup dalam kehidupan yang makmur. Wawasan mereka juga perlu diperluas, sehingga mereka dapat melihat peluang-peluang baru dan mencari alternatif pekerjaan lain yang akan menghasilkan pendapatan yang cukup. Peranan usaha kecil dan koperasi perlu di tingkatkan. (t/Samuel) Pokok Doa 1. Doakan masyarakat di Pulau Bangka, agar memiliki kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan mereka dalam perekonomian. 2. Doakan agar pemerintah menaruh perhatian dalam upaya mengembangkan potensi masyarakat Pulau Bangka, khususnya usaha kecil, koperasi, dan pariwisata. 3. Doakan agar Tuhan memberikan kerinduan bagi individu, gereja, maupun lembaga misi di Indonesia agar semakin banyak yang tergerak untuk berdoa, mendukung dana, dan menginjil bagi jiwa-jiwa di Pulau Bangka. 4. Doakan agar Tuhan menyentuh hati masyarakat Pulau Bangka ketika mereka mendengar berita Injil, sehingga mereka haus untuk diubahkan oleh kasih Allah dalam hidup mereka. 5. Doakan juga agar anak-anak Tuhan di pulau Bangka, bisa mencerminkan kasih dan teladan Kristus dalam kehidupan mereka sehari-hari. Diterjemahkan dari: Nama situs: Joshua Project Alamat URL: http://joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=10651&rog3=ID Judul asli artikel: Bangka of Indonesia Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 24 Januari 2011 "THOSE WHO KNOW GOD WILL BE HUMBLED THOSE WHO KNOW THEMSELVES CANNOT BE PROUD" Kontak: < jemmi(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/misi > Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |