|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/misi/2013/24 |
|
e-JEMMi edisi No. 24 Vol. 16/2013 (10-9-2013)
|
|
September 2013, Vol.16, No.24
______________________________ e-JEMMi _____________________________
(Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
e-JEMMi -- Kaum Perempuan dalam Ladang Misi
No. 24, Vol. 16, September 2013
Shalom,
Misi merupakan tugas bagi semua orang percaya, baik laki-laki maupun perempuan.
Meskipun dalam berbagai kebudayaan perempuan sering kali dijadikan sosok kedua
setelah laki-laki dan hanya berperan untuk mengurus anak dan keluarga, tetapi
Tuhan juga menaruh hati misi kepada mereka serta memberi mereka kekuatan untuk
menjadi saksi Kristus di dunia. Karena itu, walaupun dinilai sebagai sosok yang
lemah, perempuan juga mampu menjadi suluh bagi dunia jika Tuhan yang
membangkitkannya.
Pada edisi ini, kami mengajak Pembaca e-JEMMi untuk mengenal dan mengetahui
peran kaum perempuan dalam menyebarluaskan Injil Kerajaan Allah dan menyatakan
Kabar Baik kepada suku-suku bangsa. Kami juga mengajak pembaca untuk berdoa bagi
bangsa-bangsa di dunia yang secara khusus memerlukan lawatan dan campur tangan
Allah. Teruslah menghidupkan api misi dalam hati Anda dan jadilah saksi Kristus
yang setia! Tuhan Yesus Memberkati.
Staf Redaksi e-JEMMi,
Amidya
< http://misi.sabda.org/ >
ARTIKEL MISI: PERAN PEREMPUAN DALAM MISI
Peran perempuan dalam penyebaran kekristenan di Jawa sangatlah esensial. Itulah
yang terjadi meskipun dalam kenyataannya, posisi mereka dalam masyarakat tidak
kentara dan sering diremehkan. Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa perempuan
menempati sebuah posisi "tidak resmi" dalam keluarga dan masyarakat karena
mereka tidak menarik banyak perhatian. Namun, di sisi lain, tugas-tugas
perempuan membawa mereka ke dalam kedekatan hubungan dengan penduduk setempat,
yang membuka kesempatan bagi mereka untuk menyebarkan agamanya. Peran mereka
adalah melayani sebagai pelopor usaha penyebaran Injil di antara penduduk asli.
Secara umum, mereka adalah pengelola rumah tangga yang memiliki sebuah kedekatan
hubungan dengan orang-orang yang membantu atau bekerja dalam keluarga mereka.
Mereka menguasai bahasa daerah sehingga mampu menjalin hubungan dengan pembantu
dan dengan tetangga dekat mereka. Juga, ketertarikan mereka dalam mengasuh dan
mendidik, memberi mereka kesempatan untuk melayani di bidang tersebut. Pada
akhirnya, ketekunan dan ketulusan mereka sebagai anggota komunitas gereja
menyediakan sebuah contoh dan teladan bagi para jemaat gereja -- merekalah
tulang punggung jemaat. Perempuan-perempuan yang diceritakan di bawah ini adalah
orang-orang yang telah berkontribusi dengan cara mereka sendiri dalam upaya
menyebarkan agama Kristen di tanah Jawa.
Ma Christina
Ma Christina lahir di Tayu, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada 1812. Sebagai
anggota keluarga Jawa, ia tentu saja telah memeluk agama Islam sebelum menjadi
Kristen. Nama aslinya tidak terlacak lagi. Kemungkinan besar, pada masa
remajanya, ia dikenalkan dengan seorang guru Kristen bernama Ibrahim Tunggul
Wulung, kemudian bekerja di Jepara dan menjadi Kristen. Setelah itu, ia pindah
ke Semarang dan pada usia 41 tahun, ia dibaptis oleh W. Hoezoo pada 20 Maret
1853. Dari Semarang, Ma Christina pindah ke Batavia dan menghabiskan sisa
waktunya dalam pelayanan misi. Latar belakang pendidikannya tidak diketahui,
namun selama masa itu dia tentunya mengikuti berbagai macam kursus pendidikan
yang dijalankan oleh badan misi. Pada awalnya, ia dipekerjakan oleh seorang
penginjil Jerman dan diberi tugas untuk mengajar di sebuah sekolah pribumi di
Batavia. Ma Christina mengajar di sekolah itu sampai tahun 1859, ketika A.
Muhlnickel meninggal. Ia tidak menemukan kepuasan bekerja di sekolah, mungkin
karena terlalu formal dan tidak bisa memenuhi keinginannya akan penginjilan
secara langsung. Lagi pula, ia kurang tertarik untuk mendidik anak-anak.
Ketertarikan utamanya adalah bekerja di antara para perempuan, terutama di
kalangan Indo di Batavia.
Dengan inisiatifnya sendiri, sepulangnya dari sekolah, Ma Christina mulai
berkeliling di lingkungan sekitarnya dan mencari kenalan yang dapat menjadi
tempatnya bersaksi. Usahanya ini memberi hasil yang nyata. Setiap siang, di
rumahnya diadakan kelompok diskusi agama Kristen. Setelah benih yang
ditaburkannya dianggap memenuhi syarat pengetahuan agamawi, pembaptisan mereka
akan dilakukan oleh misionaris Muhlnickel bersama dengan Pendeta Bierhaus.
Dilaporkan oleh H. Dijkstra bahwa pada kesempatan pertama, terdapat sebelas
perempuan yang dibaptis. Satu demi satu perempuan dari berbagai tempat
dikumpulkan oleh Ma Christina dan dibaptis oleh berbagai misionaris yang
berkarya di Batavia, dan juga Pendeta E.W. King di Meester Cornelis (Jatinegara
-- penerj.). Demikian juga, dari upaya Ma Christina, banyak perempuan lain yang
dipercayakan kepada Pendeta J. Beukhof, Pendeta J. A. Schuurman dan misionaris
L. K. Harmsen. Dari para pelayan Tuhan yang berbeda ini, sangatlah jelas bahwa
Ma Christina bekerja di wilayah yang luas dan memiliki banyak hubungan dengan
para hamba Tuhan dari berbagai gereja dan denominasi. Dari sudut pandang gereja,
hal ini sangatlah menarik: Ma Christina tidak bekerja untuk gereja atau misi
tertentu. Jumlah keseluruhan perempuan yang menerima sakramen baptisan dari
pelayanan ini adalah 65 orang. Sebuah pencapaian langka karena agama Kristen
sudah tersebar luas dan dihindari oleh penduduk pribumi karena dianggap sebagai
agama orang Belanda.
Pada usia enam puluh dua tahun, Ma Christina tidak lagi berkarya. Dia, dengan
saudarinya, tinggal di sebuah rumah penampungan untuk orang miskin di Batavia,
dan meninggal pada 25 Januari 1879. Ma Christina tidak pernah menikah dan tidak
memiliki keturunan. Pada akhir artikelnya mengenai Ma Christina, Dijkstra
menulis bahwa dalam sejarah misi, terutama yang membahas kisah Ma Christina di
Batavia, peran dan tindakan para perempuan tidak boleh diabaikan.
Amarentia Manuel Emde dan Johana Wilhelmina Emde
Dalam kegiatan penginjilan di Surabaya pada tahun 1820-an dan beberapa tahun
kemudian, peran yang dimainkan oleh seorang ibu dan anak perempuannya, Amarentia
Manuel Emde dan anak perempuan semata wayangnya, Johanna Wilhelmina Emde,
haruslah diingat. J. Emde, seorang tukang emas sekaligus misionaris Protestan
Belanda, akan mengalami kesulitan untuk mencapai keberhasilan dalam pelayanannya
jika tidak didampingi oleh kedua orang perempuan ini.
Menurut perhitungan B. Schuch, Emde menikahi seorang perempuan Jawa yang
disebutkan sebagai anak perempuan dari seorang bupati. Pada saat itu, sangatlah
sulit mencari istri dari kalangan orang Eropa. Rendahnya status sosial dan
ekonomi Emde, dan bertepatan dengan sedikitnya jumlah perempuan Eropa membuatnya
hampir mustahil untuk menikah dengan seorang perempuan dari bangsanya sendiri.
Dengan kata lain, dia tidak menyetujui tindakan kumpul kebo, karenanya dia
secara resmi menikahi seorang perempuan Jawa. Setelah menjadi Kristen, istrinya
diberikan nama Barat, Amarentia Manuel. Dari cara pemberian namanya, terbukti
bahwa arti "menjadi Kristen" bagi Emde ialah "menjadi orang Barat". "Kejawaan"
istrinya dianggap remeh, walaupun terbukti kemudian bahwa faktor itulah yang
menjadi kunci sukses penginjilan di Jawa Timur, terutama di Surabaya. Dalam
waktu singkat, Nyonya Emde telah menjadi tangan kanan bagi Emde untuk
berhubungan dengan orang Jawa. Emde sendiri tidak menguasai bahasa Jawa sehingga
istrinya sangat menolongnya dalam menerjemahkan, menyebarkan traktat, serta
menghubungi para tetangga di sekitar rumah mereka. Kehadiran istri Emde tidak
menarik perhatian, apalagi sang istri sangat mengerti tentang etiket pergaulan
dalam budaya masyarakat Jawa. Akan tetapi, istri Emde memainkan peran yang
penting, yaitu sebagai mediator antara Emde, yang mewakili dunia religius Barat,
dengan dunia orang Jawa.
Kehadiran Nyonya Emde membuat kedua dunia yang berbeda itu dapat dipertemukan,
hal ini dapat disimbolkan dengan fungsi rumah Emde. Rumah itu adalah pusat
pertemuan yang di dalamnya orang Jawa pribumi, jemaat Gereja Protestan Surabaya,
dan misionaris dapat berkumpul bersama. Di dalamnya, Nyonya Emde menerima dan
menyediakan makanan untuk mereka semua. Rumah itu adalah sebuah pusat
penginjilan dan kegiatan pendidikan. Untuk tugas yang terakhir, peran anak
perempuan Emde, Johanna Wilhelmia, sangatlah besar. Dengan latar belakang
pendidikan Barat yang lebih luas daripada ibunya, dia lebih aktif dalam hal
pendidikan pada umumnya dan keterampilan rumah tangga pada khususnya. Dia juga
aktif dalam menangani administrasi kegiatan misi di Surabaya. Dialah yang
mengajar para perempuan dan anak-anak membaca, menulis, aritmetika, bernyanyi,
bahasa Belanda, dan juga agama Kristen; semua pelajaran itu diberikan secara
cuma-cuma. Ada sekitar 30 -- 40 orang murid yang mengikuti pelajaran dari
Johanna ketika perkumpulan itu masih diadakan di rumah Emde.
Kegiatan yang dilakukan Johanna lebih banyak dari yang dilakukan ibunya; selain
mengajar, ia juga aktif mendampingi pelayanan pembagian Alkitab dan traktat-
traktat dalam bahasa Jawa dan Madura. Tak hanya itu, ia juga menerjemahkan
beberapa bagian dari Injil Markus dan diperbanyaknya sendiri. Di samping
berbagai kegiatan tersebut, dia juga mengatur sebuah panti asuhan yang sekaligus
berfungsi sebagai sebuah penginapan gratis bagi para pekerja misi yang sedang
dalam perjalanan. Untuk semua jerih payahnya, dia menerima gaji dari NZG
(Netherland Zending Genotschap) dan oleh C.W Nortier disebut sebagai "misionaris
pertama untuk orang Jawa". Berbagai kegiatan Johanna, terutama melihat upayanya
dalam memimpin dan mengatur panti asuhan, dicatat oleh E. Jellesma. Dia
menyatakan bahwa tempat tersebut dibangun atas inisiatif Johanna sendiri, bahkan
dia sendiri pernah tinggal di panti asuhan/penginapan ketika menunggu tugas
barunya di Mojowarno. Setiap hari, keperluan rumah tangga tempat itu ditangani
oleh Johanna. Selain itu, ia juga mengurus berbagai keperluan ibadah gereja,
antara lain menyediakan peralatan sakramen seperti mangkuk baptisan, cawan
anggur, lilin, dekorasi, bel gereja, dan sebagainya.
Sangatlah jelas bahwa istri dan putri Emde memainkan peranan yang sangat krusial
dalam menentukan kesuksesan penginjilan Emde dan tugas-tugasnya. Pada 1840,
setelah bekerja selama bertahun-tahun, mereka mengumpulkan buah yang telah lama
mereka rindukan. Dasimah, salah satu orang Kristen Jawa yang pertama, mulai
mengunjungi rumah mereka. Dan, dari seorang tamu ini, persekutuan itu bertumbuh
menjadi sekitar seratus orang jemaat. Seperti yang telah diduga, Nyonya Emde dan
putrinya tetap menjadi penolong dalam kesuksesan kebaktian di tempat itu. Di
samping melayani sebagai penerjemah, mereka juga menyiapkan makanan dan minuman
untuk perkumpulan tersebut.(t/Rento)
Diterjemahkan dari:
Judul asli buku: Mission at the Crossroads
Judul bab: The Spreading of Christianity in Java and Its Encounter with Islam in the 19th Century
Judul asli artikel: The Role of Women in Mission
Penulis: Th. Sumartana
Penerbit: PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta 1994
Halaman: 15 -- 18
DOA BAGI DUNIA: BURMA
Burma memiliki sejarah panjang mengirim anak-anak ke garis depan pertempuran.
Mengacu laporan dari Human Rights Watch (HRW), Steve Gumaer, Mitra Relief and
Development, mengatakan bahwa Burma memiliki tentara anak-anak paling banyak di
dunia. Pada tahun 2002, kira-kira terdapat 20% dari 500.000 angkatan bersenjata
terdiri dari anak-anak berusia di bawah 18 tahun.
Lebih dari satu dekade, Burma selalu menempatkan anak-anak di barisan terdepan
pertempuran. Terdapat 220 laporan yang menyatakan bahwa masyarakat internasional
meminta Burma untuk tidak melakukan hal yang demikian. Bagi masyarakat
internasional, menggunakan anak-anak sebagai tentara adalah tindakan yang
irasional dan melanggar HAM. Merekrut anak-anak untuk dijadikan pasukan perang
harus segera dihentikan dan melakukan demobilisasi atas semua anak dalam barisan
tentara.
"Apa yang saya lihat dan alami langsung adalah rezim yang mengambil anak-anak
dari desa-desa yang telah diserang, kemudian menggunakan mereka untuk pekerjaan
kasar seperti membersihkan perkemahan dan membawa senjata," ucap Gumaer.
(t/Amidya)
Pokok doa :
1. Berdoalah kepada Allah agar anak-anak di Burma memiliki kesempatan hidup yang
lebih baik dan tidak terlibat dalam upaya perang.
2. Doakan juga pemerintah Burma agar menaruh perhatian yang lebih kepada anak-
anak karena anak-anak adalah pilar masa depan bangsa.
Diterjemahkan dari:
Nama situs: MNNOnline.com
Alamat URL: http://mnnonline.org/article/18943
Judul asli artikel: Burma - Burma Takes Baby Steps Toward Democracy.
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 5 September 2013
STOP PRESS: E-WANITA: PUBLIKASI BAGI WANITA KRISTEN INDONESIA
Wanita Kristen Indonesia memerlukan bacaan-bacaan rohani yang bermutu agar dapat
menjadi wanita yang teguh dalam iman dan berwawasan luas. Apakah Anda salah
satunya?
Dapatkan publikasi e-Wanita < http://wanita.sabda.org > yang diterbitkan oleh
Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > khusus untuk wanita Kristen di
Indonesia. Kembangkan wawasan dan kehidupan rohani Anda dengan bahan-bahan yang
lengkap dan alkitabiah seputar dunia wanita dalam e-Wanita. Segeralah
berlangganan, GRATIS, untuk mendapatkan artikel, tips, kesaksian, kisah tokoh-
tokoh wanita Kristen, dan informasi-informasi lain seputar wanita Kristen.
Caranya sangat mudah! Anda hanya perlu mengirimkan email Anda ke: < subscribe-i-
kan-wanita(at)hub.xc.org > atau < wanita(at)sabda.org >
Publikasi e-Wanita, bagi wanita Kristen yang rindu memuliakan Tuhan dengan
hidupnya.
Dapatkan arsip e-Wanita sejak tahun 2008 di halaman:
< http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip/ >
Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |