Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2012/17 |
|
e-JEMMi edisi No. 17 Vol. 15/2012 (24-4-2012)
|
|
______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ SEKILAS ISI RENUNGAN MISI: MASUKI PINTU KEHIDUPAN PROFIL BANGSA: CIA-CIA, ORANG-ORANG BUTON SELATAN DI INDONESIA STOP PRESS: PELATIHAN PENULIS RENUNGAN KRISTEN Shalom, Dalam menjalani hidup ini, kita cenderung memilih jalan yang lurus dan lebar tanpa hambatan. Kita terkadang mencoba untuk menghindari sebuah jalan yang sesak, berliku, dan sempit. Namun, apakah memilih jalan yang lurus dan lebar tanpa hambatan itu selalu jalan terbaik? Bagi para pengendara kendaraan, jalan yang sesak, berliku, dan sempit membuat mereka lebih berhati-hati. Sebaliknya, jalan yang lurus dan lebar tanpa hambatan, membuatnya terlena. Dalam kolom renungan, kami mengajak Anda untuk merenungkan apakah sebagai pengikut Kristus kita mau melewati jalan yang sesak, berliku, dan sempit? Selain itu kami juga mengajak Anda untuk mengenal suku Cia-Cia di daerah Buton Selatan, dan mendorong Anda untuk berdoa bagi mereka demi kemajuan Injil di sana. Kiranya edisi ini menjadi berkat bagi Anda sekalian. Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati! Pemimpin Redaksi e-JEMMi, Novita Yuniarti < novita(at)in-christ.net > < http://misi.sabda.org/ > RENUNGAN MISI: MASUKI PINTU KEHIDUPAN Setiap orang yang tinggal di rumah akan masuk dan keluar melalui sebuah pintu. Pintu-pintu yang terpasang pada setiap rumah pada umumnya memiliki ukuran standar. Alkitab menuliskan: "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14) Ternyata, ada pintu yang tidak berukuran standar yaitu yang sesak; masuknya harus dengan berjuang, dan ada yang lebar, yang masuknya sangat gampang. Yesus berkata dalam Yohanes 10, sebagai pintu: Setiap orang yang mau masuk ke Surga, harus melewati kehidupan Yesus -- bukan hanya percaya, tetapi harus belajar meneladani kehidupan Yesus. Beberapa waktu lalu, saya menerima berita melalui SMS dari seorang yang melakukan pelayanan di tempat yang jauh dari kota. Ia menceritakan kalau pasangannya melakukan sesuatu yang kurang baik terhadap dirinya, sehingga ia membutuhkan dukungan doa. Di lain waktu, ada berita lain tentang seorang istri yang harus mengalami perlakuan yang kejam dari suaminya, sampai ia diusir dan diteror oleh sang suani. Mereka adalah orang-orang yang memilih masuk melalui "pintu" yang sesak, walaupun ada "pintu" yang lebar, dan mereka tabah menjalaninya. Sebagian orang yang masuk melalui "pintu" yang sesak, mungkin harus mengucurkan air mata. Sebagian yang lainnya mungkin hampir putus asa karena merasa terlalu berat, dan sebagian lagi yang lainnya mungkin merasa kehabisan tenaga untuk menghadapi semua rintangan tersebut. Paulus berkata, "Kami sendiri bermegah tentang kamu karena ketabahanmu dan imanmu dalam segala penganiayaan dan penindasan yang kamu derita: suatu bukti tentang adilnya penghakiman Allah, yang menyatakan bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita karena Kerajaan itu." Bersyukurlah atas "pintu-pintu" sesak yang sedang Anda jalani. Jangan terpengaruh oleh "pintu" lebar yang membinasakan. Bertahanlah hingga Anda melewati "pintu" sesak itu, karena di baliknya terdapat kehidupan yang melegakan. Diambil dari: Judul artikel: Masuki Pintu Kehidupan Judul buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Januari-Februari 2009 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya Halaman: 1 PROFIL BANGSA: CIA-CIA, ORANG-ORANG BUTON SELATAN DI INDONESIA Pendahuluan/Sejarah Cia-Cia, lebih umum dikenal sebagai orang-orang Buton Selatan, wilayah mereka terletak di bagian Selatan Pulau Buton hingga ke sebelah Tenggara Sulawesi. Mereka adalah tetangga-tetangga dekat suku Wolio (juga dikenal sebagai orang-orang Buton) dan orang-orang Muna. Bahasa mereka, Cia-Cia, adalah anggota dari keluarga bahasa Austronesia dan sangat dekat dengan bahasa Wolio. Orang-orang Buton atau Wolio, tinggal di daerah yang dahulu dikenal sebagai Kesultanan Buton. Sekitar abad ke-15, para imigran dari Johore mendirikan kerajaan Buton, dengan seorang raja, sebagai penguasa. Raja keenam memeluk agama Islam pada tahun 1540, menjadikan dirinya sultan yang pertama dan kerajaannya menjadi kesultanan. Kesultanan Buton tetap mandiri sampai kematian sultan terakhir pada tahun 1960. Pada saat itu, kesultanan dibubarkan dan akhirnya disatukan dalam negara Indonesia. Bagaimanapun, penyatuan ini berakibat pada hilangnya tradisi orang-orang Buton. Seperti Apa Kehidupan Mereka? Suku Cia-Cia menggantungkan mata pencaharian mereka pada pertanian, sebab tanah di pulau-pulau tersebut sangat subur. Hasil bumi utama yang ditanam adalah jagung, beras kering, dan ubi. Banyak orang Cia-Cia juga bermata pencaharian sebagai nelayan atau pembuat kapal. Namun, sejak peluang-peluang ekonomi berkurang, banyak dari mereka yang berlayar ke pulau-pulau yang sangat jauh untuk mendapatkan uang dari usaha komersial atau buruh. Beberapa dari mereka tidak pernah kembali. Saat ini, orang-orang Buton asli hidup di seluruh Indonesia sebelah Timur. Berlayar dianggap sebagai pekerjaan pria, termasuk pekerjaan perbesian, pembuatan kapal, usaha kuningan dan perak, dan sebagian besar pengusaha ladang. Pembuatan tembikar, pertenunan, penyiapan makan, pekerjaan rumah tangga, dan pengelolaan keuangan keluarga adalah tanggung jawab utama wanita. Rumah-rumah orang Cia-Cia didirikan di atas tanah dan dibangun dari papan-papan yang kokoh. Atapnya dibuat dari papan-papan kecil, daun-daun kelapa, atau besi, dan setiap rumah hanya memiliki sedikit jendela. Hampir semua desa memiliki pasar yang memperdagangkan kain-kain tenun sutra, katun, dan yang lainnya. Banyak desa juga memiliki toko-toko kecil dan penjual-penjual keliling yang menjual berbagai macam barang dari gerobak mereka. Saat ini, hampir semua pernikahan Cia-Cia adalah monogami (memiliki satu pasangan). Meskipun orang tua terlibat dalam penyelenggaraan pernikahan, orang-orang muda bebas memilih pasangan mereka. Setelah menikah, pasangan tersebut tinggal dengan keluarga mempelai wanita sampai sang suami membangun rumahnya sendiri. Bayi-bayi mereka dibesarkan bersama oleh ayah dan ibu. Pendidikan sangat dihargai baik oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan di masyarakat Buton. Penekanan pada pendidikan ini telah menyebabkan seni kesusastraan mereka tumbuh subur, menghasilkan buku-buku dan puisi-puisi panjang, yang telah menjadi bagian dari budaya orang-orang Buton. Pembelajaran bahasa asing juga didorong, dan banyak orang Buton mengembangkan posisi-posisi mereka di dalam masyarakat. Apa Keyakinan Mereka? Islam diterima pertama kali oleh bangsawan Buton. Mereka membagikan pengetahuan keagamaan mereka kepada orang-orang biasa, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang terbatas, agar penduduk desa tetap bergantung pada mereka. Saat ini, hampir semua orang Cia-Cia adalah Muslim, tetapi kepercayaan pada berbagai makhluk-makhluk supranatural masih memiliki peran dalam kehidupan desa. Makhluk-makhluk tersebut, termasuk roh-roh pelindung, roh-roh panen, roh-roh jahat yang menyebabkan penyakit, dan roh-roh yang memberikan tuntunan. Roh-roh nenek moyang dianggap menolong kehidupan sanak saudara mereka atau menyebabkan penyakit, tergantung dari perilaku dari sanak saudara mereka itu. Orang Cia-Cia juga menganggap alam sebagai bentuk fisik dari ciptaan Allah, dan oleh karena itu mereka memujanya. Aliran Sufi (bentuk mistis dari Islam) juga ada di tengah-tengah suku Cia-Cia. Orang-orang Sufi percaya bahwa meditasi dapat menolong mereka mendapatkan penglihatan tentang Allah. Seorang ahli Sufi adalah seseorang yang percaya bahwa ia telah mencapai pengetahuan nurani yang khusus, langsung dari Allah. Juga, sebagai hasil atas keyakinan Hindu yang masih melekat, banyak orang Cia-Cia yang masih percaya pada konsep reinkarnasi. Apa Kebutuhan Mereka? Orang Cia-Cia memiliki sedikit sumber-sumber Kristiani yang ada dalam bahasa mereka sendiri. Doa syafaat dan penginjilan sangat diperlukan untuk menanamkan kebenaran tentang Kristus di antara orang-orang ini dengan kuat. Pokok-Pokok Doa 1. Memohon kepada Tuhan untuk memanggil orang-orang Kristen untuk memberitakan Kristus kepada orang Cia-Cia. 2. Memohon kepada Tuhan untuk melunakkan hati orang-orang Cia-Cia agar mau mendengar Kabar Baik Yesus Kristus. 3. Berdoa agar Allah menyatakan diri-Nya kepada orang-orang Cia-Cia melalui mimpi dan penglihatan. 4. Berdoa agar Allah memberikan keberanian kepada orang-orang Cia-Cia yang sudah percaya untuk kembali ke keluarga mereka dan memberitakan kasih Kristus. 5. Memohon kepada Allah untuk menambahkan tim-tim doa yang akan mulai mempersiapkan fondasi pelayanan kepada suku Cia-Cia melalui doa syafaat. 6. Memohon kepada Tuhan untuk menghadirkan gereja-gereja Cia-Cia yang berjaya demi kemuliaan nama-Nya! 7. Berdoa bagi penerjemahan Alkitab yang dimulai dalam bahasa utama kelompok suku Cia-Cia. 8. Berdoa untuk ketersediaan film Yesus dalam bahasa utama orang-orang Cia-Cia. (t/Anna) Diterjemahkan dari: Nama situs: Joshua Project Alamat URL: http://joshuaproject.net/people-profile.php?rog3=ID&peo3=11384 Judul asli artikel: Cia-Cia, South Butonese of Indonesia Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 24 Januari 2011 STOP PRESS: PELATIHAN PENULIS RENUNGAN KRISTEN Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) akan mengadakan Pelatihan Penulis Kristen, dengan tema "Menulis Renungan dengan Software SABDA". Tujuan pelatihan ini adalah untuk memperlengkapi para penulis renungan Kristen dengan ketrampilan alkitabiah, bagaimana menggali firman Tuhan secara bertanggung jawab. Untuk mendaftarkan, peserta harus melampirkan tulisan renungan karya sendiri yang pernah ditulis di media cetak (warta gereja, buletin/majalah gereja, dll.) maupun di media elektronik (situs, blog pribadi, dll.). Pada saat pelatihan, peserta juga wajib membawa laptop. Pelaksanaan pelatihan: Hari/Tanggal: Senin Selasa, 7 8 Mei 2012 Waktu: Pkl. 17.00 21.00 WIB Tempat: Gedung Serbaguna GKJ Joyodiningratan Jl. Gatot Subroto 222, Surakarta Biaya: Rp. 50.000,- (Dapat ditransfer ke: BCA -- Yulia Oeniyati: 0790266579) Pendaftaran: SMS/telepon -- 081210052111/085647384841, email -- < penulis(at)sabda.org> dengan melampirkan bukti transfer. Silakan sebarkan info ini ke teman-teman Anda yang lainnya. "THE SUREST WAY TO MAKE IT HARD FOR YOUR CHILDREN IS TO MAKE IT SOFT FOR THEM" Kontak: < jemmi(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti, Yosua Setyo Yudo (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/misi > Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |