Juli 2014, Vol. 17, No. 07
______________________________ e-JEMMi _____________________________
(Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
e-JEMMi -- Kristus dan Negara (I)
No. 07, Vol. 17, Juli 2014
Shalom,
Sepanjang zaman, orang-orang percaya dibingungkan dengan pertanyaan
mengenai ketaatan kepada Allah dan kepada pemerintah. Ada yang
berpendapat bahwa ketaatan kepada Allah hanya berlaku dalam hal rohani
saja dan tidak dalam lingkup publik; sebaliknya, ada pula yang
berpendapat bahwa kita hanya harus taat kepada Allah dan mengabaikan
aturan dari pemerintah.
Pada edisi Juli dan Agustus ini, e-JEMMi ingin membawa Pembaca untuk
memahami lebih dalam tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang-
orang percaya bersikap dalam menaati Allah dan pemerintah yang telah
ditetapkan-Nya atas kita. Semoga apa yang yang kami sajikan ini
bermanfaat bagi pertumbuhan rohani kita. Selamat membaca, Tuhan Yesus
memberkati!
Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://misi.sabda.org/ >
RENUNGAN MISI: BERIKANLAH KEPADA KAISAR APA YANG MENJADI
HAKNYA -- MATIUS 22:15-22
Pompey, seorang jenderal yang terkenal pada tahun-tahun terakhir
Kekaisaran Romawi, menaklukkan wilayah Palestina bagi Kekaisaran
Romawi saat pasukannya memberikan kemenangan kepada salah satu pihak
dari bangsa Yahudi dalam perang saudara mereka (63 sM). Sejak itulah,
Israel mulai dipimpin oleh raja boneka -- seperti Herodes Agung --
yang setia kepada Kaisar. Pada tahun 6 M, Kekaisaran Romawi mulai
memerintah secara langsung di daerah Palestina, yaitu di Yudea melalui
prokurator (gubernur). Bersamaan dengan itu, diterapkan juga pajak
tahunan sebesar 1 dinar (sebesar upah sehari) yang harus dibayar oleh
setiap orang dewasa di daerah itu. Kebanyakan orang Yahudi membenci
kebijakan tersebut karena melambangkan kekuasaan penuh Kekaisaran
Romawi atas tanah Yehuda.
Latar belakang itulah yang menjadi panggung bagi bacaan kita. Orang-
orang Herodian dan murid-murid orang Farisi datang kepada Yesus untuk
"menjerat" Dia dengan meminta jawaban dari-Nya mengenai pajak (Matius
22:15-17).
Biasanya, kedua kelompok ini selalu bertentangan; orang-
orang Herodian mengabdikan diri kepada pemerintahan Romawi, sedangkan
orang-orang Farisi mewakili bangsa yang menginginkan kemerdekaan. Akan
tetapi, karena saat itu mereka memiliki musuh yang sama, mereka pun
bersekutu untuk mencobai Dia dengan masalah pajak ini.
Seperti dalam kisah sebelumnya (pasal 21:23-27), Yesus ditempatkan
dalam posisi yang sulit. Bangsa Yahudi akan membenci Yesus jika Ia
menyetujui pajak tersebut. Sebaliknya, Ia akan dituduh menentang
kedaulatan Kekaisaran Romawi jika menolaknya. Akan tetapi, Yesus
melihat kelicikan mereka. Maka, Ia meminta mereka menunjukkan koin
yang mereka pakai untuk membayar pajak. Orang Yahudi biasanya tidak
akan membayar pajak dengan uang perak (dinar), mereka menganggap uang
itu haram karena sama seperti penyembahan berhala (pada uang dinar itu
tercetak wajah kaisar dan gelarnya: "Divus et Pontifex Maximus" yang
dalam bahasa Latin berarti "Imam Agung yang Ilahi"). Mereka hanya akan
membayar pajak itu menggunakan uang tembaga yang di atasnya dicetak
lambang persetujuan pemerintah Roma. Akan tetapi, musuh-musuh Yesus
justru menunjukkan kemunafikan mereka dengan memberikan kepada-Nya
sekeping dinar (22:18-21). Mereka yang mengaku membenci penyembahan
berhala justru membawa uang `haram` itu.
Karena di atas uang itu tercetak wajah sang Kaisar, maka uang itu
adalah miliknya dan harus di kembalikan kepadanya. Namun, apa yang
menjadi milik Allah harus juga dikembalikan kepada Allah (ay. 21-22).
Jawaban Yesus ini membungkam setiap musuh-Nya dan menunjukkan bahwa
umat-Nya juga menghormati pemerintah sekuler sekaligus tidak mendorong
pemberontakan.
Ajaran Tuhan kita adalah pinsip yang berguna untuk memahami kapan kita
harus tunduk kepada negara, yaitu selama negara tidak mengklaim bagi
dirinya hak yang seharusnya diberikan kepada Allah.
Bacaan untuk studi lebih lanjut:
Daniel 2:46-49
Roma 13:1-7 (t/Yudo)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Ligonier.org
URL situs: http://www.ligonier.org/learn/devotionals/giving-caesar-his-due/
Judul asli artikel: Giving Caesar His Due
Penulis: tidak dicantumkan
Tanggal akses: 3 Maret 2014
ARTIKEL MISI: KEPADA ALLAH DAN KAISAR
Perdebatan mengenai ketaatan kepada Allah dan negara telah berlangsung
selama lebih dari dua ribu tahun, dan masih sering diangkat pada masa
ini. Perdebatan ini dimulai ketika Allah menciptakan manusia dan
menempatkannya dalam sebuah masyarakat. Allah menyatakan kepada kita
melalui firman-Nya bahwa pemerintahan dan wewenang yang mereka
jalankan adalah milik-Nya. Itu sebabnya, Ia menginginkan kita untuk
menjadi warga negara yang baik. Ada banyak pemimpin agama yang
menanamkan kesan bahwa kita harus lebih taat kepada Allah daripada
kepada manusia. Mereka juga menyatakan bahwa menjadi seorang Kristen
yang baik berarti tidak bisa menjadi warga negara yang baik. Maka,
bagaimana cara kita memilah-milah pernyataan ini dan bereaksi
terhadapnyalah yang terus menerus menjadi fokus dari kontroversi ini.
Saya berharap saya dapat mengatakan bahwa Yesus akan menyelesaikan
argumen ini melalui teks Matius 22:15-21, tetapi Ia sama sekali tidak
melakukannya. Yesus seakan-akan memberi kita pedoman, tetapi tidak
menyelesaikan perdebatan itu. Sebenarnya, ada jawaban mengenai hal
ini, tetapi Si Jahat tidak membiarkan kita untuk benar-benar
memahaminya sebab jawaban itu benar-benar menentang kedagingan kita.
Karena itu, kita perlu terus-menerus kembali kepada Yesus dan firman
Allah untuk benar-benar mengerti bagaimana seharusnya tanggapan kita
terhadap Allah dan Kaisar, gereja dan negara, dan terhadap status
kewarganegaraan duniawi maupun kewarganegaraan dalam Kerajaan Allah.
Latar belakang Matius 22:15-21 adalah saat-saat akhir pelayanan
Kristus. Musuh-musuh-Nya menjadi semakin berani dan agresif. Orang-
orang Farisi telah memutuskan untuk menjatuhkan-Nya, karena itu mereka
memilih suatu topik yang tak terpecahkan (paling tidak, bagi orang
Yahudi) tentang bagaimana sikap mereka terhadap penjajahan bangsa
asing. Jika Yesus menjawab bahwa mereka harus membayar pajak yang
ditetapkan bangsa Romawi dan merendahkan diri mereka pada penjajahan
orang-orang kafir itu, musuh-musuh Yesus akan semakin banyak, Ia
kehilangan dukungan dari faksi-faksi yang militan, dan kemungkinan
besar akan mengecewakan orang banyak sebab mereka adalah orang-orang
yang ultranasionalis, tidak suka terhadap hal-hal yang asing, dan
membenci pemerintahan Romawi. Di sisi lain, jika Yesus menjawab bahwa
mereka tidak harus membayar pajak, Ia akan bersalah karena telah
menghasut orang banyak untuk melakukan revolusi, dan pemerintah Romawi
akan "membereskan"-Nya.
Jika Yesus mencoba untuk mengambil jalan tengah, mereka akan tetap
menggunakan hal itu untuk menodai reputasi-Nya dan menggerakkan
kelompok-kelompok yang radikal dan lebih agresif untuk menentang
Yesus. Bagaimana pun juga, mereka mengira bahwa Yesus telah terjebak
dalam situasi yang tidak mungkin dimenangkan-Nya. Selain itu, usaha
mereka juga menyangkut kekuasaan politik. Karena itulah, orang-orang
Farisi mengutus murid-murid mereka bersama-sama dengan orang-orang
Herodian, yaitu para simpatisan dan teman-teman Raja Herodes, untuk
menjebak Yesus.
Pertanyaan mereka kepada Yesus pada ayat 17 adalah perangkap bermata
dua. Pertanyaan itu berarti, "Apakah membayar pajak merupakan sesuatu
yang sah secara moral dan agama?" Untuk hal ini, mereka berharap bahwa
Yesus akan menjawab "Tidak". Namun, pertanyaan itu juga berarti,
"Apakah hal itu sah menurut hukum pemerintah Romawi?" Dan, mereka
berharap Yesus akan menjawabnya dengan "Ya". Jadi, mereka benar-benar
mengira bahwa mereka sudah berhasil menjebak Yesus di depan banyak
saksi, tak peduli bagaimana Ia akan menjawab pertanyaan itu. Akan
tetapi, Yesus mengetahui kelicikan mereka dan berkata, "Mengapa kamu
mencobai Aku, hai orang-orang munafik?"
Setelah itu, Yesus memberikan jawaban yang tidak mereka duga. Ia
meminta sebuah koin yang mereka gunakan untuk membayar pajak jalan.
Ketika mereka menyerahkan kepada Yesus sekeping uang dinar, Ia pun
bertanya kepada mereka, "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Dengan
perkataan lain, "Koin milik siapakah ini? Siapa yang mengeluarkannya?"
Dan, orang-orang itu pun harus mengakui bahwa koin itu adalah milik
Kaisar. Maka, Yesus pun mengatakan ucapan yang terkenal itu,
"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar
dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."
Yesus menjawab pertanyaan itu dengan menyiratkan bahwa ada hal-hal
yang memang berada di bawah hukum dan kepemilikan pemerintah, tetapi
ada juga hal-hal yang tidak. Dengan jawaban-Nya itu, Yesus juga
menyatakan bahwa golongan Farisi telah bersalah karena
mencampuradukkan apa yang menjadi milik Allah dan apa yang menjadi
milik negara -- dan bahwa mereka juga tidak memberikan apa yang
seharusnya menjadi milik masing-masing pihak. Mereka tidak menyerahkan
apa yang menjadi milik negara sekaligus menahan apa yang seharusnya
menjadi milik Allah.
Jadi, pertanyaannya: Apa yang menjadi milik Kaisar? Dan, apa yang
menjadi milik Allah?
Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa segala sesuatu adalah milik
Allah. Mazmur 24 berkata, "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala
isinya." Dan, karena Dialah yang menciptakan pemerintah, dan segala
wewenang yang mereka jalankan, segala sesuatu yang dimiliki Kaisar
adalah segala sesuatu yang diklaim olehnya. Kita mengetahui bahwa
daftar hal-hal yang diklaim oleh Kaisar berubah seiring berjalannya
waktu. Sebab, ketika suatu pemerintahan berubah, demikian pula
tuntutan dan kontrol mereka. Saat ini, warga negara di negara-negara
modern dapat menikmati kebebasan yang cukup luas; sesuatu yang tidak
dimiliki oleh orang-orang pada zaman Yesus.
Apa yang menjadi milik Kaisar adalah segala sesuatu yang diklaim
olehnya, kecuali jika yang diklaim itu adalah milik Allah. Jadi,
sebelum dapat mengenali apa yang menjadi milik Kaisar, kita harus
betul-betul mengenali apa yang menjadi milik Allah.
Apa yang menjadi milik Allah selalu bersifat sederhana dan mendasar.
Allah telah menciptakan Anda, jadi Allah memiliki hak untuk mengatur
hidup Anda. Anda berutang ketaatan dan ucapan syukur atas keberadaan
Anda. Selain itu, Allah telah menciptakan segala sesuatu yang Anda
butuhkan untuk hidup dan menyediakannya bagi Anda. Untuk semuanya itu,
Anda berutang penghargaan, ucapan syukur, dan kepercayaan kepada Allah
yang berasal dari hati yang terdalam!
Akan tetapi, kita sering tidak melakukan hal-hal itu. Kita terlalu
sering meremehkan hal-hal baik dalam kehidupan kita dan bersungut-
sungut ketika menerima yang tidak baik. Kita mengabaikan kehendak dan
rencana Allah atas hidup dan tindakan kita; kita selalu mencari
kepentingan diri sendiri sambil melukai orang lain. Kita berdosa
terhadap Allah! Dan, karena dosa itu, kita layak dihapuskan dari
segala ciptaan-Nya dan dilupakan oleh Allah. Dalam firman-Nya, Allah
pun mengatakan bahwa kita layak mendapatkan hukuman itu. Akan tetapi,
Allah tidak membuang kita, Ia tidak menghancurkan atau membinasakan
kita; sebaliknya, Ia menebus dan menyelamatkan kita. Bahkan, sewaktu
kita masih menjadi musuh-Nya, Ia tetap mengutus Yesus untuk menanggung
dosa kita. Bahkan, Yesus mati menggantikan kita supaya di atas kayu
salib itu, Ia menerima segala akibat dari dosa kita di hadapan Allah.
Allah telah mengangkat segala dosa kita dengan cara menanggungkan
segala penderitaan, kepedihan, dan kematian di kayu salib pada tubuh
Yesus. Lebih dari itu, Ia juga menunjukkan bahwa segala dosa kita
telah diampuni dengan membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Dan
sekarang, Allah menyatakan melalui firman-Nya bahwa setiap orang yang
mengetahui apa yang diselesaikan-Nya di dalam Yesus Kristus, dan
percaya kepada janji-Nya demi nama Yesus, akan menerima pengampunan
dosa dan hidup yang kekal!
Karena itu, kita berutang ucapan syukur dan pujian kepada Allah.
Dengan demikian, kita harus melayani dan memuji Dia dengan cara hidup
yang suci dan dengan memberikan diri kita bagi sesama atas dasar
ketaatan kepada Allah. Kecerdasan, kehendak, kasih, dan nilai-nilai
yang kita pegang adalah milik Allah; sisanya adalah milik Kaisar.
Kita membayar pajak kepada pemerintah dengan sukacita karena
pemerintah adalah hamba Allah yang dibangun-Nya untuk menjaga
ketertiban sosial. Kita harus tunduk pada hukum karena negara
menjalankan wewenang dari Allah -- dan karena kita berutang ketaatan
kepada-Nya. Ketika kita menyerahkan kepada Allah yang menjadi milik-
Nya, kita akan menjadi warga negara yang baik. Dengan menjalankan
tugas kewarganegaraan yang baik, kita menjalankan kehendak Allah --
tuntutan itu adalah milik Allah dan harus diserahkan kepada-Nya. Kita
berutang perilaku yang baik sebagai warga negara karena jika kita
mengabaikan pemerintah, kita mengabaikan Allah. Ketika kita tidak
menaati pemerintah, kita sama saja dengan tidak menaati Allah. Ketika
kita memberontak terhadap pemerintah, kita sama saja memberontak
terhadap Allah sendiri; dengan satu catatan, jika pemerintah
memerintahkan kita untuk melakukan apa yang dilarang Allah, atau
melarang kita melakukan apa yang diperintahkan Allah. Jika demikian,
kita harus menyadari bahwa pemerintah sendiri telah memberontak kepada
Allah dan tidak lagi memiliki wewenang atas kita; hanya dalam situasi
demikianlah kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada
manusia.
Namun, jika harus mengabaikan perintah Kaisar demi kesetiaan kita
kepada Allah, kita juga berutang kepada Allah untuk menanggung risiko
apa pun akibat komitmen itu.
Terkadang, harga yang harus kita bayar demi kesetiaan kita kepada
Allah adalah tunduk terhadap pemerintah; tetapi di lain waktu, harga
dari ketaatan itu adalah hukuman dari pemerintah karena kita lebih
memilih setia kepada Allah daripada kepada manusia.
Kita berutang nilai hidup kita kepada Allah; kasih kita (sering kali,
hal ini menyangkut tentang bagaimana kita menghargai hal-hal tertentu
dalam dunia ini), kecerdasan kita (yang menyangkut kesejahteraan
sesama manusia), dan kehendak kita (untuk memikirkan apa yang menjadi
keinginan dan rencana Allah). Sisa dari semua itu, yaitu waktu kita,
uang, harta benda, dan kadang-kadang nyawa kita selama berada di
dunia, masuk ke dalam hal-hal yang harus kita serahkan kepada Kaisar.
(t/Yudo)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: LCMSSermons.com
URL situs: http://lcmssermons.com/index.php?sn=576
Judul asli artikel:
Penulis: Pastor Robin Fish
Tanggal akses: 27 Februari 2014
Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|