Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/112

KISAH edisi 112 (2-3-2009)

Perjalanan Hidup Manusia

 
____________PUBLIKASI KISAH (KESAKSIAN CINTA KASIH ALLAH)_____________
                       Edisi 112; 2 Maret 2009

PENGANTAR

  Hidup dan mati seseorang tidak ada satu manusia pun yang tahu, 
  meskipun dokter maupun orang-orang yang ada di sekitar kita sudah 
  menyatakan bahwa hidup kita tinggal beberapa hari lagi dan setelah 
  itu kita harus menghadapi kematian, namun semua prediksi itu bisa 
  saja keliru. Mengapa? Karena yang berhak menentukan kapan seseorang 
  harus kembali kepada Sang Pencipta hanyalah Allah sendiri. Allah 
  tahu kapan waktu yang tepat, dan Ia tidak akan memanggil 
  anak-anaknya untuk kembali pada-Nya dalam kondisi yang belum 
  diselamatkan. Ia selalu memberikan kesempatan bagi anak-anak-Nya 
  untuk bertobat. Sekarang tergantung kita, apakah kita merespons 
  kesempatan tersebut atau malah tidak peduli dengan kesempatan yang 
  telah Ia berikan. Melalui kesaksian berikut, kita belajar bahwa 
  meskipun kita memiliki semua yang ada di dunia ini, namun tanpa 
  Kristus, semua yang kita miliki tidak ada artinya.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                       PERJALANAN HIDUP MANUSIA

  Apakah arti hidup manusia? Tahun-tahun belakangan ini, pertanyaan
  ini selalu merisaukan hatiku. Meskipun kemewahan hidup, kedudukan,
  dan nama telah kunikmati, tapi semuanya ini tidak menyebabkan hatiku
  senang, bahkan aku merasakan suatu kekosongan dalam lubuk hatiku.

  Aku dilahirkan dalam sebuah keluarga Kristen di Hongkong. Pada usia
  yang keempat belas, aku menerima Kristus sebagai Juru Selamat dalam
  satu retret musim panas. Sejak itu aku mulai rajin mengunjungi
  gereja sampai aku tamat di sekolah menengah atas. Setelah itu aku
  memunyai kesempatan melanjutkan studi di Amerika. Selama studi di
  Amerika, mulailah aku mengabaikan hal-hal yang bersangkutan dengan
  keagamaan, bahkan praktis aku menjadi seorang ateis.

  Studi di Amerika aku lalui dengan lancar. Dalam waktu 6 tahun, aku 
  telah menyelesaikan dua gelar, yaitu Ph.D. dan M.D.. Setelah wisuda, 
  aku bekerja di salah satu rumah sakit. Rumah sakit yang cukup besar 
  ini memunyai tenaga dokter sebanyak tiga ratus orang. Hampir 99 
  persen dokter tersebut adalah orang Yahudi, maka dapat dibayangkan 
  betapa sulitnya aku, seorang Tionghoa untuk mengembangkan karier 
  dalam suasana demikian itu. Tapi aku tidak merisaukan tentang masa 
  depan karierku, yang penting bagiku adalah berjuang, meningkatkan 
  prestasi, dan volume kerjaku. Kelihatan jerih payahku tidak sia-sia. 
  Dalam waktu 4 tahun, posisiku menanjak dan aku dipercayakan memegang 
  jabatan sebagai kepala rumah sakit tersebut. Kenikmatan material 
  mengikuti kesuksesan karierku. Mobilku sering diganti dengan yang 
  lebih baru dan rumahku sering diganti pula dengan yang makin besar 
  dan mewah.

  Boleh dikatakan, apa yang kuingini telah tercapai, seharusnya aku 
  boleh merasa bahagia! Tapi dalam lubuk hati, aku mengakui bahwa 
  semuanya tidak menyebabkan kebahagiaan. Makin aku berhasil, makin 
  aku merasakan kehampaan hidup. Jika demikian, apa artinya hidup ini? 
  Di manakah sebenarnya arti hidup itu? Pertanyaan ini menyebabkan aku 
  mulai serius untuk mendapatkan jawabannya. Maka mulailah aku mencari 
  di bidang sastra, seni, musik, dan lain-lain, dan akhirnya aku 
  menjadi terkejut karena para pengarang buku tersebut sama seperti 
  aku sedang bertanya-tanya dan mencari-cari dan tidak mendapatkan 
  arti hidup itu! Aku makin sedih dan bergumul dalam penderitaan. 
  Bantuan psikiater tidak membawa hasil apa-apa. Pada akhirnya aku 
  berpikir, jika hidup ini tidak berarti apa-apa, untuk apa aku hidup? 
  Lebih baik aku bunuh diri saja!

  Kebetulan pada waktu itu, aku menerima kunjungan tiga teman sekolah 
  dulu. Secara diam-diam, mereka mengungkapkan bahwa meskipun aku 
  memunyai semuanya, tapi tidak memiliki kasih Tuhan, apa gunanya? 
  Bagiku, perkataan mereka ini begitu asing di telinga dan pikiranku. 
  Tapi satu hal yang mengejutkanku adalah mereka juga sama seperti 
  aku, dokter, dan sama juga seperti aku, menikmati kemewahan, tapi 
  mengapa mereka memilih hidup sederhana daripada hidup mewah? Dan 
  mengapa wajah yang ditampilkan menunjukkan kebahagiaan? Jawaban yang 
  mereka kemukakan bahwa Yesus menyebabkan semua ini, tidak dapat 
  kuterima!

  Maklumlah, pada waktu itu praktis aku adalah seorang ateis! Tidak 
  berapa lama kemudian, satu hal yang tidak menyenangkan terjadi. Aku 
  menemukan di perutku terdapat benjolan. Setelah diperiksa oleh 
  sepuluh dokter ahli, lalu disimpulkan bahwa aku menderita kanker 
  lever dan hanya bertahan hidup selama 3 bulan saja. Seharusnya 
  pemikiranku tentang hidup yang tidak berarti ini membuat aku merasa 
  senang untuk segera mati, tapi heran, waktu para dokter mengumumkan 
  bahwa hidupku tinggal 3 bulan lagi, aku menjadi takut dan 
  menyesalkan cara hidupku yang lalu. Mungkin hal ini disebabkan 
  peristiwa meninggalnya seorang rekan yang berbangsa Yahudi karena 
  jantung. Pada mulanya, aku mengira bahwa kematiannya sangat 
  menyenangkan karena tanpa sakit sedikit pun ia langsung meninggal, 
  tapi 2 tahun kemudian baru kuketahui bahwa kematiannya membawa 
  dampak yang memprihatinkan. Anak rekanku ini sebenarnya anak 
  terpandai di kelas, tapi sejak kematian ayahnya, ia menjadi pemabuk, 
  pencandu narkotik, dan sebagainya. Anak ini dalam kerisauan 
  mengatakan bahwa sejak meninggalnya sang ayah, hidupnya sudah tanpa 
  harap, sebab itu satu keinginannya adalah mati untuk segera bertemu 
  dengan ayahnya. Betapa menyedihkan kematian yang membawa suasana 
  gelap bagi keluarga yang ditinggalnya.

  Keadaanku sungguh memprihatinkan, aku sungguh merasa putus asa dan 
  tanpa harapan. Banyak pendeta yang mengetahui keadaanku datang 
  berkunjung dan memberi kesaksian tentang mukjizat kesembuhan dari 
  Allah, tapi sedikit pun aku tidak merasa tertarik. Tapi yang 
  mengherankan adalah tiba-tiba aku teringat seorang pendeta yang 
  menjadi temanku di Hongkong dan sekarang sudah 6 tahun menjadi 
  pendeta di Amerika. Meskipun aku sangat menghormatinya, tapi 
  biasanya aku agak takut dan segan berbincang-bincang padanya, tapi 
  kali ini justru aku ingin berbicara dan mengutarakan isi hati dan 
  keadaanku padanya. Tanpa terasa, aku mengangkat telepon dan 
  berbicara padanya. Sebagaimana umumnya pendeta, ia dengan sabar dan 
  penuh perhatian mendengarkan keluh kesahku dan akhirnya ia 
  menasihati aku dengan mengatakan bahwa waktu 3 bulan itu sangat 
  singkat sekali, tapi dalam waktu yang singkat ini, aku boleh 
  mengerjakan pekerjaan yang sangat penting sekali, yaitu: pertama, 
  menormalisasikan hubunganku dengan Allah; kedua, menormalisasikan 
  hubunganku dengan istri dan anak untuk menambal kekuranganku selama 
  ini karena kesibukan kerja sering membuatku mengabaikan isteri dan 
  anak, dan mengusahakan agar mereka menerima Tuhan Yesus sebagai Juru 
  Selamat, agar mereka tidak kecewa dan putus asa setelah aku 
  meninggal.

  Kata-kata nasihat ini bagaikan paku yang ditancapkan dan menembus 
  hatiku. Setelah menggantung gagang telepon, mulailah aku berpikir. 
  Aku mengakui bahwa aku pernah bangga akan keberhasilan, bangga pada 
  pujian yang diberikan orang padaku, tapi sekarang semuanya itu tidak 
  berguna dan tidak dapat membantu apa-apa bagi keadaanku. Dalam 
  keadaan tanpa pertolongan, tanpa harapan, dan rasa bersalah pada 
  keluarga, aku sungguh-sungguh tidak berdaya. Peribahasa Tionghoa 
  mengatakan bahwa jalan buntu manusia merupakan awal Allah bekerja. 
  Demikian pula keadaanku, dalam ketidakberdayaanku, maka aku teringat 
  pada Allah dan mulai memohon pertolongan-Nya. Aku bertelut di 
  hadapan-Nya dan berkata, "Tuhan, sudah lama aku murtad dan tidak 
  mengakui keberadaan-Mu, sekarang aku mau bertobat dan datang 
  pada-Mu, dan mohon Engkau masuk dalam hatiku. Meskipun hidupku tidak 
  panjang lagi, tapi mohon kiranya Engkau perkenankan aku untuk 
  merasakan dan melihat-Mu." Sungguh mengherankan, hasil doaku itu 
  membawa damai sentosa bagi jiwaku; segala ketakutan, kekhawatiran, 
  dan kehampaan hidup sirna dari diriku.

  Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, sukacita yang memenuhi hati 
  tidak dapat kutahan, dengan cepat aku membangunkan istri yang sedang 
  lelap dan aku menceritakan apa yang kualami dan yang kurasakan, dan 
  aku mohon maaf atas perlakuanku selama ini terhadapnya. Setelah itu, 
  kami berdoa bersama dan aku memohon agar Tuhan juga masuk dalam hati 
  istriku. Dan sungguh ajaib, istriku pada malam itu juga mengalami 
  sukacita yang luar biasa. Dukacita keluarga atas sakit kanker lever 
  yang mematikan sirna tanpa bekas.

  Keesokan harinya, aku juga menceritakan pengalaman yang ajaib itu 
  kepada anak-anak dan memimpin mereka dalam doa pengakuan dosa dan 
  mohon agar Yesus masuk ke dalam hati anak-anak dan menjadi Juru 
  Selamat mereka. Setelah berdoa, aku melihat dari wajah dan mata 
  anak-anak dipenuhi oleh sukacita. Dan kami disadarkan, meskipun 
  kematian akan memisahkan, tapi suatu kali kami akan bertemu kembali 
  di dalam kemuliaan.

  Telepon mendering dan kuangkat, ternyata datangnya dari pendeta 
  sahabatku itu. Ia mengatakan bahwa kemarin, semalaman ia berdoa 
  bagiku dan memberitahukan bahwa jika aku memunyai permohonan, aku 
  dapat mengungkapkannya kepada Tuhan melalui doa. Aku mendengar 
  nasihatnya dan berdoa agar Tuhan memperpanjang umurku selama 3 tahun 
  lagi. Efek doa yang membawa kedamaian menunjukkan bahwa Tuhan mau 
  mengabulkan doaku. Setelah itu, aku memohon agar dokter ahli 
  membuang tumor dengan jalan operasi, tapi mereka mengatakan bahwa 
  sel kanker yang sudah menyebar tidak dapat diatasi dan operasi yang 
  berbahaya tidak akan mengubah kondisiku. Tapi aku bersikeras untuk 
  dioperasi, akhirnya dengan terpaksa mereka menyanggupinya.

  Untuk pelaksanaan operasi ini, aku sungguh-sungguh berdoa. Ada juga 
  saudara-saudara seiman yang berdoa bagiku. Setelah operasi 
  dilaksanakan, para dokter menjadi terkejut karena sel-sel kanker 
  ganas yang dinyatakan telah menyebar itu, ternyata negatif dan yang 
  ada hanyalah tumor saja. Setelah itu, dokter menyatakan bahwa aku 
  masih dapat hidup selama 3 tahun. Dan pernyataan ini sesuai dengan 
  apa yang telah kumohon pada Tuhan. Istriku berkata bahwa jika Tuhan 
  dapat menghilangkan sel kanker ganas yang menyebar itu, maka Tuhan 
  juga dapat menghilangkan kanker ganas itu. Aku memohon para tua-tua 
  gereja berdoa untuk aku dan aku berharap lebih banyak mengenal Tuhan 
  dan kebenaran-Nya dan juga menceritakan kepada orang lain tentang 
  nilai-nilai iman kepercayaanku.

  Setelah 3 minggu berlalu, aku menerima telepon dari rumah sakit yang 
  menyampaikan kabar gembira. Ternyata hasil diagnosa lalu yang 
  menyatakan tumor yang ada di dalam itu bersifat ganas dan sel-sel 
  tumor ganas itu telah menyebar, ternyata tidak benar. Tumor yang 
  telah diangkat dan diperiksa di laboratorium dengan saksama di 
  Amerika D.C. ternyata bukan tumor ganas, melainkan yang jinak. Para 
  dokter tidak dapat menjelaskan hasil penelitian laboratorium 
  tersebut. Mereka hanya bisa mengatakan bahwa seolah-olah ada orang 
  yang menyulap kanker ganas ini menjadi jinak. Dalam hatiku berkata, 
  "Amin!". Karena aku yakin bahwa Allah yang berkuasa itu yang 
  mengubah kanker ganas itu menjadi jinak.

  Sejak aku datang dan menyerahkan diri pada-Nya, hatiku dipenuhi 
  sukacita dan aku menemukan tujuan hidup yang mantap dan kekal. 
  Akhirnya aku memutuskan untuk menyerahkan sisa hidupku hanya 
  untuk-Nya dan hanya mau melayani Tuhan.

  Sekarang aku telah masuk ke sebuah sekolah teologi dan aku menyadari 
  tindakan ini bagiku bukan satu pengorbanan atau persembahan, 
  melainkan satu pilihan yang terbaik untuk memberitakan Kabar Baik 
  yang ajaib ini kepada semua orang.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Jalan Tuhan Terindah
  Penulis: Pdt. Paulus Daun, M.Div., Th.M.
  Penerbit: Yayasan Daun Family, Manado 1996
  Halaman: 9 -- 15

______________________________________________________________________

  Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
  mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
  sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu
  hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Yeremia+29:11 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Doakan untuk setiap orang percaya yang sedang berusaha menemukan
     arti dan kedamaian hidup yang benar, agar Tuhan menjamah hati
     mereka dan mereka sadar bahwa arti hidup yang sesungguhya hanya
     dapat ditemukan di dalam Kristus.

  2. Mengucap syukur bagi orang-orang percaya yang berusaha untuk taat
     dan hidup sesuai dengan firman Tuhan, doakan agar Tuhan
     memampukan mereka untuk tetap setia dalam mengikut Tuhan dan
     biarlah karakter Kristus terpancar dalam setiap kehidupan mereka
     setiap hari.

  3. Berdoalah bagi orang-orang yang telah berkomitmen menyerahkan
     seluruh kehidupan mereka untuk melayani Kristus sepenuh waktu,
     agar Tuhan memberi kekuatan dan kesabaran, sehingga mereka tetap
     setia pada panggilan tersebut meskipun banyak tantangan yang
     harus dihadapi.
______________________________________________________________________
STOP PRESS

              BARU! PUBLIKASI E-DOA: SEKOLAH DOA ELEKTRONIK

  Puji Tuhan! Satu lagi sebuah milis publikasi baru diterbitkan oleh
  Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), publikasi e-Doa. Publikasi ini lahir
  dari kerinduan YLSA untuk memberikan bahan-bahan yang dapat
  memperdalam pengertian Anda akan hakikat doa orang percaya yang
  sebenarnya. Diharapkan kualitas kehidupan doa Pembaca dapat semakin
  bertumbuh dan berkenan kepada Bapa. Milis yang akan terbit setiap
  bulan ini menawarkan berbagai bahan yang akan memberikan inspirasi,
  pengetahuan, maupun siraman rohani, secara khusus dalam hal berdoa.
  Adapun bahan-bahan yang akan disajikan adalah renungan, artikel, dan
  kesaksian.

  e-Doa merupakan sebuah milis yang sifatnya terbuka bagi denominasi 
  gereja mana pun dan Anda dapat mendapatkannya dengan mudah serta 
  gratis. Tidak hanya itu, dengan menjadi pelanggan e-Doa, maka secara 
  otomatis Anda juga menjadi pelanggan Open Doors (berisi pokok-pokok 
  doa harian) yang terbit setiap bulan dan 30 Hari Doa Mengasihi 
  Bangsa-Bangsa, yang terbit setiap bulan Ramadhan. Jangan tunda-tunda 
  lagi! Segera daftarkan diri Anda agar tidak ketinggalan edisi 
  perdana e-Doa pada bulan Maret 2008.

  Kirimkan e-mail Anda sekarang juga ke:
  ==> subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org

  Anda juga dapat mendaftarkan diri atau mendaftarkan rekan-rekan Anda 
  agar dapat berlangganan e-Doa dengan mengisi data di bawah ini. 
  Isilah nama dan alamat e-mail Anda/rekan Anda di dalamnya.

  Nama:
  Alamat e-mail:

  Kirimkan kepada Redaksi e-Doa di:
  ==> doa(at)sabda.org

  Segeralah bergabung bersama pendoa-pendoa syafaat yang lainnya dalam
  publikasi e-Doa.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org