|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/kisah/399 |
|
KISAH edisi 399 (16-9-2015)
|
|
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________
Edisi 399, 16 September 2015
KISAH -- Ombak-Ombak Kehidupan
Edisi 399, 16 September 2015
Salam dalam Kristus,
Dalam menjalani hidup ini, ada kalanya ombak-ombak kehidupan datang
dan menerjang langkah kita. Ombak itu membuat kaki kita berat untuk
melangkah, lalu akhirnya kita jatuh dan tenggelam. Setelah tenggelam,
apakah kita hanya akan diam, lalu membiarkan diri mati begitu saja?
Tentu tidak. Kita pasti akan berusaha untuk segera keluar dari
genangan air dan menyelamatkan diri.
KISAH edisi kali ini mengingatkan kita agar kita tetap berpegang teguh
pada firman Tuhan dan selalu mengandalkan-Nya dalam segala persoalan
yang kita hadapi. Dengan membangun relasi yang kuat dengan Tuhan, maka
kita akan mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya dalam kehidupan
kita dan Ia juga akan senantiasa memampukan kita dalam menghadapi
tantangan hidup yang ada.
Kiranya kesaksian ini dapat menjadi berkat bagi saudara-saudari
sekalian. Tuhan Yesus memberkati.
Redaktur Tamu KISAH,
Hossiana
< http://kesaksian.sabda.org/>
OMBAK-OMBAK KEHIDUPAN
Setiap hari Minggu, aku suka membawa papan selancar ke Laut Pasifik
untuk menikmati olahraga berselancar. Walaupun masih pemula,
berselancar merupakan kegiatan yang menyegarkan untuk mengungsikan
pikiranku dari cecaran kesibukan kehidupan.
Di salah satu kegiatan selancarku, aku ingat berjalan menuju lautan
dan mengamati ombak-ombak berdatangan dari kaki langit menuju pantai.
Mereka kelihatan kecil, tetapi sesungguhnya lebih tinggi daripada
kelihatannya. Dengan memijakkan selancarku pada air laut, aku
menerabas ombak-ombak itu sampai tinggi air mencapai pinggang. Apa
yang ada di luar sana? Aku belum mengetahuinya. Pelan-pelan aku
memasuki perairan yang misterius dengan penasaran pada apa yang
ditawarkan oleh lautan biru yang terhampar luas.
Ketika aku menoleh ke masa lalu hidupku beberapa tahun ini, aku dapat
melihat bahwa perjalananku melalui sekolah bisnis sangat mirip dengan
belajar berselancar. Walaupun sangat menantang, aku berhasil bangkit
dan berdiri teguh dengan Tuhan di sisiku.
Menceburkan Diri
Sejak masa-masa kuliah kesarjanaan, gelar Master of Business
Administration sudah merupakan tujuan yang kukejar, untuk memperluas
kemampuan dan dapat memperoleh posisi manajemen di masa depan. Pada
bulan April 2007, aku memulai program MBA tengah waktu di Universitas
California, Irvine. Pada waktu itu, aku juga sekaligus bekerja penuh
waktu sebagai insinyur kelistrikan di sebuah perusahaan kedirgantaraan
di California Selatan.
Aku cukup beruntung bekerja pada seorang majikan yang menawarkan
penggantian biaya kuliah, selama aku terus bekerja penuh waktu. Aku
tidak yakin dengan keputusan ini, tetapi kelihatannya hal ini tidak
akan berjalan buruk-buruk amat. Tidak kuketahui bahwa keputusanku ini
menjerumuskanku pada sebuah tantangan yang hebat.
Pada kuartal-kuartal pertama, aku harus beradaptasi kembali dalam
kehidupan belajar. Hari-hari umumnya dimulai dari jam 5.35 pagi, yang
diikuti dengan bekerja delapan jam, lalu bergegas dari pekerjaan ke
kampus untuk memperbudak diri dalam tugas-tugas kuliah, lalu masuk
kelas dari jam 7 hingga 10 malam. Selain itu, aku juga harus mengikuti
rapat-rapat kelompok, melakukan berbagai studi kasus, berlatih
presentasi kelompok, dan masih banyak lagi yang lain. Itu adalah
jadwal paling ketat yang pernah aku hadapi, dan aku merasa kewalahan.
Jadwalku menjadi semakin padat di penghujung tahun 2007 ketika aku
dipilih menjadi majelis kepengurusan bagian umum di gerejaku. Umumnya
tanggung jawabku bersifat logistik, seperti memeriksa inventaris
gereja, membeli dan menyuplai keperluan-keperluan, dan menyediakan
bantuan akomodasi dan transportasi bagi saudara-saudara seiman yang
datang dari luar kota.
Namun, menjadi majelis tidak terbatas pada urusan-urusan yang
kusebutkan di atas. Aku juga harus mendengarkan banyak persoalan
jemaat dan menyediakan nasihat. Pada titik itu, aku merasa sudah
memasuki lautan dalam dan kehidupanku berpacu semakin cepat.
Jatuh dan Mulai Tenggelam
Aku berjibaku dengan tiga tanggung jawab: pekerjaan penuh waktu,
anggota majelis gereja, dan mahasiswa sekolah bisnis. Setiap hari
tekanan memburuku ke mana pun aku pergi, entah itu di kantor, kampus,
bahkan gereja. Kadang-kadang tekanan itu rasanya seperti suatu ombak
kuat menghantamku dari belakang sehingga aku jatuh dari papan selancar
dan sejumlah besar air laut tertelan masuk ke dalam tenggorokanku.
Satu kali, aku sedang menghadapi berbagai ujian sekaligus dan studi-
studi kasus, dan pada minggu yang sama aku harus mengurusi acara
retret di gereja. Aku dapat merasakan tekanan yang dilalui Nabi Elia
ketika ia lari dari Izebel yang berusaha membunuhnya (1 Raja-Raja 19).
Rasanya waktu tak pernah cukup. Aku juga mengalami rasa takut dan
lemah iman, seperti Petrus ketika ia berjalan di atas air (Matius
14:28-31).
Aku mulai merasa tekanan bertubi-tubi yang tak reda dari tiga arah ini
mulai memengaruhi imanku secara negatif. Aku mengetahui ada yang tidak
beres karena aku tidak menerima istirahat jasmani maupun rohani di
hari Sabat. Aku pergi ke gereja, tetapi sakit kepala seharian. Ini
suatu pertanda bahwa aku harus meninjau ulang hidupku dan mengambil
tindakan.
Mencari Keseimbangan
Pada bulan Mei 2008, di suatu rapat majelis, aku mengungkapkan
kesulitanku dalam melaksanakan tugas-tugas kepengurusan umum karena
tingkat tekanan yang aku hadapi dan keterbatasan waktu. Walaupun
anggota-anggota majelis belum pernah merasakan kegelisahanku
sebelumnya, mereka semua sangat memahami pergumulanku. Mereka
menganjurkanku untuk mendelegasikan lebih banyak tugas kepada jemaat-
jemaat yang lain, yang mengingatkanku untuk mengambil inisiatif untuk
bertahan melawan ombak yang berdatangan sampai aku dapat memperoleh
kembali keseimbanganku.
Aku juga berbicara kepada teman-teman di gereja, keluarga, dan
pendeta, yang sangat membantu menjadi tempat tumpahan perasaan.
Berbagi dengan saudara-saudari seiman sangat penting mereka dapat
memahami dan menyediakan ketenteraman dan nasihat dalam perkara-
perkara gereja dan iman.
Selain mendelegasikan, aku mulai bekerja lebih banyak dalam pemupukan
rohani karena aku menyadari bahwa di situlah akar permasalahanku.
Bagaimanakah aku dapat menjadi pekerja yang patut bagi Tuhan apabila
imanku tidak didasari pada landasan yang kuat? Sebelumnya, aku merasa
cukup jauh dari Tuhan, dan hal ini sangat menggangguku. Walaupun aku
sudah berusaha untuk bersikap normal dan memperlihatkan keceriaan, di
lubuk hati aku merasa terkapar dan menyedihkan. Aku menyadari bahwa
aku harus berbalik pada firman Tuhan dan Roh-Nya untuk membangun diri
sendiri dan melegakan kegelisahanku. Aku tahu bahwa aku lapar akan
roti-Nya agar aku memperoleh kembali kedamaian dan kekuatan.
Aku mengadakan puasa siang setiap hari Sabat untuk mengesampingkan
segala beban dan kekhawatiranku di hadapan Tuhan. Aku memohon agar
Tuhan menuntun segala pekerjaanku, agar aku dapat melakukan semuanya
tanpa merasa tertekan. Aku juga memohon agar Tuhan membantuku
mengelola waktu dan prioritas.
Pada saat yang sama, aku menjadi lebih serius dalam membangun
kebiasaan membaca Alkitab yang lebih baik, agar aku senantiasa
memperoleh asupan firman Tuhan. Aku menemukan makna baru pada ayat
pilihanku: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu
hari depan yang penuh harapan" (Yeremia 29:11).
Beberapa bulan kemudian, setiap kali aku berhasil menghadapi satu
ombak, ombak berikutnya menyambutku, dan rasanya seperti sebuah
peperangan abadi; tetapi aku mulai menemukan pengharapan di dalam
Tuhan setelah melakukan beberapa perubahan dalam hidupku. Seperti yang
dinyatakan dalam Mazmur 89:9, "Engkaulah yang memerintah kecongkakan
laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang
meredakannya." Hanya dalam waktu sebulan, aku dapat merasakan Tuhan
menolongku.
Diambil dan disunting dari:
Judul buletin: Warta Sejati
Judul artikel: Ombak-Ombak Kehidupan
Penulis: Andy Wang
Penerbit: Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Indonesia, Jakarta 2015
Halaman: 42 -- 45
POKOK DOA
1. Mari kita doakan Bapak Andy Wang dalam membangun hubungan
kerohaniannya bersama dengan Tuhan. Kiranya Tuhan yang terus tolong
dan membawa Bapak Andy untuk mengenal Tuhan dengan disiplin rohani
yang tengah ia jalankan.
2. Mari kita doakan Bapak Andy Wang untuk kegiatan pelayanannya di
Amerika Serikat. Kiranya Tuhan memakai Bapak Andi untuk melayani
jemaat Tuhan di Amerika Serikat dengan baik.
3. Mari kita berdoa untuk setiap orang Kristen yang tengah dalam
pergumulan untuk melayani Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan hikmat
dan hati untuk selalu rindu melayani Dia.
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."
(Amsal 24:10)
< http://alkitab.mobi/?amsal+24:10 >
< http://alkitab.sabda.org/?amsal+24:10 >
STOP PRESS: PUBLIKASI BERITA YLSA
Ingin mendapatkan informasi terbaru seputar pelayanan YLSA? Publikasi
Berita YLSA adalah jawabannya! Publikasi ini menyajikan informasi-
informasi terbaru dan aktual seputar perkembangan pelayanan YLSA, yang
diterbitkan secara khusus untuk menjangkau pribadi/yayasan yang telah
mendukung dan menjadi sahabat YLSA.
Untuk berlangganan publikasi Berita YLSA secara gratis melalui email,
silakan mengirimkan email kosong ke < subscribe-i-kan-berita-
ylsa(at)hub.xc.org >.
Jangan tunda lagi, kirim email sekarang juga dan perluas wawasan Anda
dengan berkunjung ke situs YLSA < http://ylsa.org >.
Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Amidya, Bayu, dan Yans
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |