Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/363

KISAH edisi 363 (19-3-2014)

Doa Seorang Anak Berusia Delapan Tahun

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                     Edisi 363, 19 Maret 2014

KISAH -- Doa Seorang Anak Berusia Delapan Tahun
Edisi 363, 19 Maret 2014

Shalom,

Berjalan bersama Yesus merupakan pengalaman rohani yang sangat
berharga bagi setiap orang yang percaya. Sudahkah kita berjalan
bersama-Nya? Sudahkah kita melihat hal-hal ajaib yang Allah lakukan
bagi kita? Allah melimpahkan kasih karunia-Nya bagi kita sehingga apa
saja yang tidak terlihat oleh mata, yang tidak pernah didengar oleh
telinga, maupun apa saja yang tidak pernah timbul dalam hati kita, itu
semua disediakan Allah bagi setiap orang yang mengasihi-Nya. Berkat-
berkat rohani diberikan Allah dengan cuma-cuma dan kita bahkan bisa
memintanya. Dan, kita bisa melakukannya melalui doa, sebagaimana yang
dikatakan Rasul Yakobus, "Doa orang benar besar kuasanya." Doa
memiliki kuasa yang besar, mukjizat dan kesembuhan terjadi melalui
doa. Mari kita membangun kehidupan doa kita dan merasakan berkat-
berkat rohani dalam hidup kita sehari-hari. Selamat membaca. Tuhan
Yesus memberkati.

Redaksi Tamu KISAH,
Amidya
< http://kesaksian.sabda.org/ >


               DOA SEORANG ANAK BERUSIA DELAPAN TAHUN

Bila memandang kesengsaraan Tuhan Yesus di atas kayu salib, dengan
tubuh-Nya yang dilecuti cambuk berduri sehingga mengalir darah yang
suci, betapa besar kasih-Nya buat manusia berdosa. Dengan kerelaan
untuk menderita sengsara sampai mati merupakan keputusan Tuhan Yesus
dalam menebus dosa dan segala penyakit kita agar kita dapat menikmati
hidup dan menjadi saksi-Nya.

Firman Tuhan dalam 1 Petrus 2:24, "Ia sendiri telah memikul dosa kita
di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita yang telah mati terhadap
dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh."
Pemahaman rohani seperti inilah yang sering kami ajarkan kepada anak-
anak sejak balita. Berdoa, memuji Tuhan, dan bersaat teduh bersama
merupakan pola kehidupan dalam rumah tangga kami. Akibatnya, sejak
kecil, anak-anak terbiasa berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur,
bersaat teduh pribadi telah menjadi sikap hidup sampai sekarang ini.
Doa menggerakkan hati Allah untuk menyatakan kebesaran-Nya ketika
disampaikan kepada anak-anak kita secara sungguh-sungguh dengan iman.

Saat itu, tanggal 9 Oktober 1998. Sepulang sekolah, badan Grace, anak
kami yang kedua, terasa panas dan mukanya pucat. Tidak seperti
biasanya, setiap menjelang acara ulang tahunnya pada tanggal 12
Oktober, Grace sangat bersemangat. Namun, kali itu, ia tampak sangat
lesu. Padahal, aneka acara telah diusulkannya. Walaupun telah minum
obat penurun panas dan antibiotik, suhu panas badannya hanya turun
sesaat, tetapi kemudian naik lagi. Sekalipun tubuhnya masih panas,
Grace merindukan agar pada hari ulang tahunnya, yang tinggal beberapa
hari lagi itu, dapat dirayakan di sekolah saja. Sebagai orang tua,
hati kami terharu. Satu-satu, kartu undangan dibuat sendiri dan
ditulisi nama-nama temannya. Esoknya, hari Sabtu, 10 Oktober, memang
panasnya agak menurun. Ia memaksakan diri masuk sekolah hanya untuk
membagikan kartu-kartu undangan tersebut. Namun, sore harinya, suhu
tubuhnya kembali memanas. Hari Minggu, kami bermaksud untuk membawanya
ke dokter, tetapi hari itu tidak ada dokter yang praktik. Sementara
itu, kakaknya, Vonette, dan adiknya, Cynthia, terus-menerus berdoa
agar Grace segera sembuh agar esok hari dapat merayakan hari ulang
tahunnya di sekolah. Doa kakak dan adiknya belum dikabulkan Tuhan.
Minggu malam, panasnya masih tinggi. Keesokan harinya, hari Senin
tanggal 12 Oktober, pagi-pagi kami membawa Grace ke rumah sakit.
Ketika itu, Grace masih dapat berjalan sendiri. Dokter memberinya
beberapa macam obat untuk diminum, tetapi tidak ada satu pun yang
dapat dicerna oleh perutnya. Semuanya dimuntahkan. Dalam keadaan
seperti itu, ia masih saja ingat bahwa hari itu adalah hari ulang
tahunnya. Ia memohon supaya kami memberi tahu ibu gurunya di kelas
tiga SD Trimulia supaya bungkusan kue-kue yang telah kami siapkan di
sekolah dapat dibagi-bagikan ke teman-temannya. Namun, gurunya menolak
dengan menyarankan agar menunggu sampai keadaan Grace sembuh benar.
Malam harinya, panasnya mencapai 40° C.

Selasa, 13 Oktober, Grace diperiksa dokter spesialis anak. Diagnosa
pertama adalah typhoid fever (typhus). Kami bersyukur bahwa obat yang
diberikan dokter dapat diminumnya. Mulai dari pagi hingga malam hari,
suhu tubuhnya berkisar antara 39° - 40,4° C. Namun, sepanjang hari
Rabu, panasnya tidak juga turun walaupun telah minum obat secara
ketat! Menghadapi perkembangan Grace yang kurang menyenangkan itu,
pada pukul 20.30 malam itu juga, kami memutuskan untuk membawanya ke
laboratorium guna diperiksa darahnya. Hasilnya, jumlah trombosit inti
sel darah merahnya hanya 65.000 mm3. Sedangkan batas jumlah minimumnya
adalah 150.000 mm3. Dengan berdoa dan tetap beriman kepada Tuhan
Yesus, malam itu kami membawa Grace ke RS. St. Borommeus di Bandung
untuk dirawat inap. Diagnosa kedua, Grace menderita demam berdarah.
Esoknya, hari Kamis, panasnya masih berkisar antara 38.8° - 40° C.
Hari itu, trombositnya menurun lagi menjadi 60.000 mm3. Hari Jumat,
kami dikejutkan lagi dengan kondisi Grace yang semakin memburuk.
Lehernya membengkak dan ia harus masuk ruang isolasi. Hari itu, tepat
seminggu sejak pertama kali ia mengeluh sakit. Hari demi hari,
trombositnya semakin turun hingga mencapai 9.000 mm3, dengan wajah dan
seluruh badannya membengkak. Walaupun diberikan transfusi trombosit
inti sel darah, tetapi tidak ada kenaikan jumlah trombosit yang
berarti. Hasil USG dan laboratorium menunjukkan bahwa Grace menderita
infeksi usus pankreas, demam berdarah, typhoid fever (typhus),
gondongan secara bersamaan. Profesor dokter ahli darah yang
memeriksanya mengatakan bahwa dalam kondisi seperti itu seharusnya
pembuluh darah Grace sudah pecah! Saat itu, kami merasakan bahwa nyawa
Grace sudah di ambang pintu! Saat itu, Grace ditangani dua dokter ahli
anak, satu dokter ahli darah dan satu dokter ahli bedah. Bersyukur,
kami memiliki saudara-saudara seiman yang terus datang dan berdoa
baginya. Di tengah penderitaan yang berat ini, saya mengamati bahwa
walaupun panas badannya mencapai 40,1` C, tidak sekalipun Grace
mengigau. Ia tetap dalam keadaan terjaga. Pada tengah malam, ia
berteriak dan itu mengagetkan saya. Ia berteriak, "Aku percaya Yesus!
Aku percaya Yesus! Aku usir Iblis, aku usir Iblis." Hal itu
diulanginya lagi selang beberapa menit. Seperti tersengat, saya
mendengar doa Grace yang keras dan spontanitas. Hal itu memberikan
semangat dan kekuatan baru kepada saya untuk berdoa dan menjamah
dahinya dengan memohon agar doa Grace menjadi kenyataan. Hari Jumat,
dokter memberikan protein untuk menaikkan trombosit Grace. Protein
tersebut sangat mahal, waktu itu harganya Rp 1.650.000 per 100 cc.
Tuhan menyatakan mukjizat-Nya, trombosit Grace naik secara drastis
dari 9.000 mm3 terus meningkat menjadi 320.000 mm3. Puji Allah Jehova
Rapha! Allah yang menyembuhkan! Allah mendengarkan doa Grace yang
mengusir Iblis dan menyatakan imannya pada Tuhan Yesus. Hari Senin, 26
Oktober 1998, tepat dua minggu setelah hari ulang tahunnya, Grace
dapat pulang ke rumah dengan sukacita. Sebagai pelayan Tuhan, kami
jelas tidak mampu membayar biaya rumah sakit yang sangat mahal. Tetapi
dengan kasih dan kemurahan Allah, semua biaya rumah sakit dan
keperluan keluarga selama ia sakit telah diselesaikan Tuhan melalui
anak-anak-Nya tanpa meninggalkan utang. Halleluya!

Hari-hari berikutnya, Grace mengalami banyak kasih dan kemurahan
Tuhan. Sekarang, ia sudah bersekolah di BPK 5 Penabur, Bandung, kelas
satu. Hadiah ulang tahun permintaannya saat sakit baru dapat kami
kabulkan dengan mengajak Grace jalan-jalan ke Singapura ketika kami
diundang seminar penginjilan hamba Tuhan se-Asia Tenggara SEACOE bulan
Juli tahun lalu, selama seminggu. Doa seorang anak yang beriman pada
Tuhan Yesus besar kuasanya.

Diambil dan disunting dari:
Judul Renungan: Hana (Renungan Harian Khusus Perempuan)
Penulis: Agus Mudjiono
Penerbit: Yayasan Bina Kasih Keluarga Indonesia/YBKKI, Bandung, April 2003
Halaman: 5, 26 -- 27


POKOK DOA

1. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar memberikan kekuatan ketika kita
   menghadapi berbagai pergumulan. Kiranya, kita tetap setia mengiring
   Tuhan apa pun yang terjadi dalam hidup kita.

2. Berdoalah agar Tuhan Yesus terus memampukan gereja untuk bertumbuh
   secara kualitas maupun kuantitas. Kiranya, gereja benar-benar
   dipakai Tuhan untuk menyatakan Injil bagi dunia ini.

3. Berdoa pula bagi mereka yang sedang menantikan jawaban Tuhan.
   Kiranya Tuhan membuka mata rohani mereka untuk berkata, "Biarlah
   kehendak Tuhan yang jadi, bukan kehendak pribadi kita."

"Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun
    menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH
akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-
                     bangsa." (Yesaya 61:11)
             < http://alkitab.mobi/tb/Yes/61/11/ >
            < http://alkitab.sabda.org/?Yes+61:11 >


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Sigit, Bayu, dan Yegar
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org