Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/346

KISAH edisi 346 (3-10-2013)

"Di Jalanku 'Ku Diring"

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                     Edisi 346; 2 Oktober 2013  


KISAH -- "Di Jalanku `Ku Diiring"
Edisi 346; 2 Oktober 2013

Setiap orang memiliki jalan kehidupannya masing-masing. Hal-hal yang terjadi 
dalam kehidupan setiap orang tentu tidak terlepas dari campur tangan Tuhan. Dan, 
Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk kehidupan kita. Kesaksian saudara 
kita berikut ini menggambarkan hal itu. Ia menyaksikan bagaimana Tuhan telah 
mengatur setiap hal dalam kehidupannya sehingga kita dapat melihat campur tangan 
Tuhan yang bekerja. Di setiap jalan hidup kita, Tuhan pasti memimpin kita untuk 
sampai ke tujuan yang Tuhan tetapkan.

Staf Redaksi KISAH,
Bayu
< http://kesaksian.sabda.org/ >


"DI JALANKU `KU DIIRING"

Tahukah Anda bahwa perasaan kesepian dapat menjadi musuh yang paling hebat, yang 
menghalangi damai sejahtera dan sukacita dari Allah? Saya tahu itu dan saya 
pernah mengalaminya.

Setelah lulus kuliah dari FMIPA UI tahun 2001, saya meninggalkan Jakarta untuk 
bekerja di sebuah LSM kecil di kota Solo. Sempat bekerja selama dua tahun di 
kota itu, sebelum akhirnya saya kembali ke Jakarta dan menganggur selama 
setahun. Setelah itu, saya kembali mendapatkan pekerjaan di sebuah lembaga 
kemanusiaan internasional, yang menempatkan saya di kabupaten Rembang, dan 
kemudian di kabupaten Grobogan. Di lembaga itulah, saya kemudian bertemu dan 
mengenal calon suami saya. Setelah berpacaran selama lebih kurang satu setengah 
tahun, akhirnya kami memutuskan untuk menikah dan saya pun mengundurkan diri 
dari pekerjaan saya dari lembaga yang notabene sama dengan lembaga tempat suami 
bekerja. Memang ada kebijakan yang tidak memperbolehkan suami dan istri bekerja 
bersama dalam lembaga kami saat itu, tetapi alasan utama saya meninggalkan 
pekerjaan saat itu lebih dikarenakan ketidaknyamanan dengan pekerjaan saya 
sebagai staf lapangan. Kami menikah di akhir tahun 2005 dan memutuskan tinggal 
di kota Solo, sementara suami tetap bertugas di kabupaten Grobogan.

Setelah menikah, saya berniat untuk kembali mencari pekerjaan, tetapi ternyata 
Tuhan memiliki rencana lain. Sebulan setelah menikah, saya langsung hamil dan 
terpaksa mengurungkan niat untuk kembali mencari pekerjaan karena selama 
trimester pertama kehamilan, saya mengalami "morning sickness" yang amat parah. 
Selama tiga bulan, saya diserang rasa mual dan muntah yang hebat, yang membuat 
saya tidak bisa beraktivitas dengan nyaman dan normal. Berat badan saya sempat 
turun drastis di masa awal kehamilan karena hanya sedikit makanan yang dapat 
masuk dengan kondisi yang saya alami itu. Puji Tuhan, kondisi kehamilan saya 
membaik ketika memasuki bulan keempat, hingga akhirnya saya melahirkan seorang 
putri yang sehat dengan proses kelahiran normal pada bulan September 2006.

Setelah putri kami lahir, kami membeli sebuah rumah di kawasan pinggiran kota 
Solo, yaitu di daerah Sukoharjo, yang berjarak tempuh sekitar 20 menit dari kota 
Solo. Niat untuk bekerja pun saya simpan dalam-dalam karena mustahil bagi saya 
untuk bekerja meninggalkan bayi saya, dengan kondisi suami yang bekerja di luar 
kota serta keberadaan orang tua kami masing-masing yang jauh. Saya pun kemudian 
memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga demi mengasuh anak.

Hari-hari saya lalui di perumahan kami yang kental dengan nuansa pedesaan dan 
persawahan tersebut. Walaupun bersyukur karena kehidupan rumah tangga kami 
berjalan dengan baik dan Tuhan mengaruniakan berkat yang cukup melalui pekerjaan 
suami, tetapi saya menghadapi tantangan lain yang tidak mengenakkan, yaitu 
kesepian. Jauh dari keluarga dan komunitas asal di Jakarta, suami yang bekerja 
di luar kota yang tidak memungkinkannya untuk bisa setiap hari pulang, serta 
suasana pedesaan yang sepi dan tenang, membuat saya kesepian dan mengalami 
kejenuhan dengan rutinitas sehari-hari. Ketidakmampuan saya mengendarai motor 
ternyata juga menjadi hambatan sehingga saya tidak bisa sering-sering ke Solo 
untuk sekadar refreshing, bertemu teman, atau melakukan banyak kegiatan lainnya. 
Saya menikmati tinggal di lingkungan pedesaan yang nyaman dan tenang, tetapi 
saya juga menjadi teralienasi di dalamnya. Ruang lingkup saya menjadi begitu 
kecil dan sempit, dan energi saya habis tersita dari hari ke hari untuk sesuatu 
yang selalu sama dari pagi hingga malam. Perasaan kesepian itu ternyata juga 
memunculkan perasaan-perasaan negatif, kepahitan, serta perasaan tidak berharga 
dalam diri saya. Rasa itu memunculkan semua bagian terburuk dari saya sehingga 
di hari-hari itu, saya sungguh sulit untuk bersyukur. Hampir setiap hari, saya 
mengeluh dan tidak merasakan damai sejahtera serta sukacita di dalam hati, suatu 
kehidupan yang sungguh jauh dari kehendak Tuhan.

Namun, Tuhan tidak pernah membiarkan saya sendiri. Di tengah-tengah situasi 
tersebut, saya memiliki asisten rumah tangga yang baik, serta beberapa tetangga 
yang baik, yang bisa menjadi teman dalam kehidupan sehari-hari. Kepada mereka, 
saya bisa bertukar cerita dan obrolan sehingga keadaan tidak selalu menjemukan 
bagi saya. Kemudian, keadaan semakin membaik ketika putri kami mulai bersekolah 
"play group" dan taman kanak-kanak di kota Solo. Kejenuhan saya mulai teratasi 
karena setiap hari, saya harus mengantar anak saya dan menungguinya di sekolah. 
Di situ, saya dapat berinteraksi dengan ibu-ibu lainnya. Melalui kegiatan yang 
berlangsung selama hampir dua tahun ini, rasa jenuh dan kesepian saya dapat 
teratasi walaupun kami harus menempuh perjalanan selama satu sampai satu 
setengah jam setiap hari dengan menggunakan kendaraan umum. Puji syukur, saya 
juga mengalami pertemanan yang menyenangkan dengan ibu-ibu yang lain sehingga 
saya juga bisa belajar dan mendapat cerita-cerita menarik dari mereka. Hal-hal 
sederhana, tetapi dipakai oleh-Nya untuk menghibur dan mendidik saya. Namun, 
jarak yang jauh serta kendala transportasi bagi putri kami untuk bersekolah di 
Solo tetap menjadi keprihatinan kami berdua karena sulit juga membayangkan 
selama bertahun-tahun, saya harus mengantarnya setiap hari ke sekolah dengan 
kendaraan umum.

Tetapi, Tuhan sungguh baik. Ia memberi kami jalan keluar dari situasi yang sulit 
tersebut. Melalui pertolongan-Nya, kami akhirnya mendapat kesempatan untuk 
memiliki rumah di tengah-tengah kota Solo. Suatu kesempatan yang sangat 
menguntungkan bagi kami, yang tidak akan dapat kami peroleh jika bukan karena 
Dia yang memberikannya. Dengan memiliki rumah di kota, kami tidak perlu lagi 
khawatir tentang masalah pendidikan putri kami ke depan, dan hidup kami juga 
akan mengalami kemudahan dalam banyak hal. Hari-hari saya pun menjadi lebih 
berwarna dibanding sebelumnya.

Kebaikan Tuhan ternyata tidak berhenti sampai di situ. Kerinduan saya untuk 
dapat bekerja pun akhirnya terbuka ketika Ia memberikan sebuah pekerjaan kepada 
saya, yang sesuai dengan "passion" saya, yaitu menulis. Melalui tuntunan dan 
pertolongan-Nya, saya diterima di Yayasan Lembaga SABDA, sebuah lembaga 
pelayanan Kristen yang ada di kota Solo. Di tempat ini, selain dapat 
mengembangkan diri saya dalam bidang penerjemahan dan penulisan, saya juga 
memiliki kesempatan untuk bertumbuh dalam pengenalan yang semakin baik tentang-
Nya serta suatu kesempatan untuk ikut melayani Dia bersama dengan rekan-rekan 
seiman yang lain. Suatu pemeliharaan yang indah, yang hanya dapat saya peroleh 
di dalam dan melalui Dia.

Mengingat perjalanan hidup saya ke belakang, dengan semua suka duka, perasaan 
kesepian, kejenuhan, kekhawatiran, dan kemudian semua hal luar biasa yang Ia 
berikan kepada kami, saya hanya dapat merenung dan memikirkan kebaikan Tuhan. 
Kini, saya dapat melihat dengan jelas bahwa sesungguhnya Tuhan Yesus selalu 
dekat di saat-saat saya merasa kesepian. Tangan-Nya selalu menopang dan 
menguatkan, serta memberi saya pengharapan di saat-saat tersulit sekalipun. 
Seperti potongan-potongan "puzzle" yang kini telah membentuk sebuah gambar yang 
indah dan jelas, seperti itulah saya memandang setiap momen kehidupan saya 
dibentuk oleh kemurahan-Nya. Lagu Kidung Jemaat 408 yang menjadi lagu penutup 
pada kebaktian pemberkatan pernikahan kami 8 tahun yang lalu, sungguh nyata 
untuk menyatakan peranan-Nya dalam kehidupan kami.

"Di jalanku `ku diiring oleh Yesus Tuhanku.
Apakah yang kurang lagi, jika Dia Panduku?
Diberi damai sorgawi, asal imanku teguh.
Suka-duka dipakaiNya untuk kebaikanku;
Suka-duka dipakaiNya untuk kebaikanku."

Sumber Kesaksian: Okti


POKOK DOA

1. Bersyukur untuk pimpinan Tuhan kepada Saudari Okti yang selalu mengandalkan 
   Tuhan dan setia dalam jalan Tuhan sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak 
   orang.

2. Berdoa bagi keluarga Saudari Okti supaya lebih setia di dalam Tuhan sehingga 
   dapat terus menjadi berkat.

3. Berdoa juga bagi kita dan keluarga kita supaya tetap setia dan dapat bersaksi 
   tentang kebaikan Tuhan, bagi kemuliaan nama Tuhan.


"Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita 
berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." 
(Mazmur 16:11) 
< http://alkitab.mobi/tb/Mzm/16/11/ >


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Sigit, Bayu, dan Yegar
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org