Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2019/09/14

Sabtu, 14 September 2019 (Minggu ke-13 sesudah Pentakosta)

Galatia 4:1-11
Mental Budak?

Ada dua orang ahli bangunan. Mereka diminta untuk membuat kamar mandi. Orang pertama meminta petunjuk secara detail mengenai bentuk kamar mandi dan interiornya. Lalu, ia pun mengerjakan ala kadarnya sesuai petunjuk. Orang kedua berpikir kreatif mengenai kamar mandi yang fungsional, nyaman, dan enak dipandang.

Seperti pekerja pertama itulah kiranya mental seorang budak. Ia sekadar melakukan perintah. Jika tidak ada perintah, tidak ada petunjuk, maka tidak ada yang dilakukannya. Ia juga tidak punya kreativitas dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan. Seorang budak terikat oleh berbagai aturan yang tidak membebaskannya.

Seperti itulah keadaan manusia sebelum mengenal Anak Allah yang membawa keselamatan, yaitu sekadar mengikuti perintah. Keadaan baru berubah setelah Anak Allah hadir dan berkarya. Orang yang percaya diangkat sebagai anak, bukan lagi budak atau hamba (7). Sebagai anak, kemerdekaan dan kreativitas pun dimungkinkan. Hal inilah yang dicontohkan pekerja kedua di atas.

Sebagai orang percaya, bisa jadi kita terlalu sering bertanya, "Ini boleh atau tidak?" Sebagai anak, seharusnya itu bukan lagi menjadi pertanyaan kita karena kemerdekaan dan kreativitas yang dikaruniakan oleh Tuhan memampukan kita memilih antara yang benar dan yang salah. Kita tidak lagi mempersoalkan boleh atau tidak, melainkan mana yang memuliakan Tuhan, yang membawa kebaikan, dan yang menunjukkan kualitas sebagai anak-anak Allah.

Itu tidak berarti kita hidup tanpa aturan. Prinsipnya adalah kita jangan sampai terbelenggu oleh aturan yang kaku. Gereja umumnya memiliki berbagai aturan. Semua hal itu dibutuhkan untuk menata kehidupan bersama warga gereja. Aturan itu jangan sampai berbalik memperbudak kita, apalagi sampai mematikan iman. Namun, kreativitas juga harus dibarengi dengan kepekaan mendengar suara Tuhan.

Doa: Tuhan, tolonglah kami menghayati diri sebagai anak Allah sehingga hidup dengan kreativitas yang memuliakan-Mu. [THIE]


Baca Gali Alkitab 2

Galatia 2:11-14

Kemunafikan dan integritas adalah dua hal yang bertentangan. Kemunafikan adalah kepura-puraan; tidak selarasnya antara kata dan perbuatan. Sementara, integritas merupakan kebalikannya, yaitu kejujuran dan keutuhan sikap dan tindakan. Kedua hal ini merupakan momok yang selalu hadir di mana saja kita berelasi.

Kali ini, kita akan belajar tentang cara Paulus menghadapi kemunafikan. Persoalan ini cukup serius karena Paulus berhadapan langsung dengan Kefas (Petrus), yaitu orang yang dituakan dalam kumpulan rasul.

Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang terjadi antara Paulus dan Kefas (11-12)?
2. Siapa saja yang turut terseret dalam kemunafikan yang dimaksud Paulus (13)?
3. Apa kecaman Paulus terhadap kemunafikan yang dilihatnya (14)?

Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apa yang Anda pelajari dari teladan Paulus saat berhadapan dengan kemunafikan?
2. Belajar dari orang-orang Yahudi yang juga terseret untuk berperilaku munafik, apakah Anda juga pernah terbawa arus untuk berbuat dosa?
3. Dari kecaman Paulus kepada Kefas, bagaimana Anda membedakan kemunafikan dengan integritas?

Apa respons Anda?
1. Dengan pertolongan Roh Kudus, coba lihat ke dalam diri Anda, apakah ada benih kemunafikan tumbuh di sana? Jika ada, bersediakah Anda mengakuinya?
2. Bagaimana kadar integritas Anda dalam keseharian? Adakah hal yang perlu Anda perbaiki?

Pokok Doa:
Agar umat Allah hidup dalam integritas yang kudus dan menjauhi sikap munafik.

 

Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
melalui edisi Santapan Harian yang kami kirim secara rutin +/- 10.000 eks.
Kirim dukungan Anda ke: BCA 106.30066.22 Yay Pancar Pijar Alkitab.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org