Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2019/03/30

Sabtu, 30 Maret 2019 (Minggu Pra-Paskah 3)

Imamat 10:1-7
Memahami Batasan

Hari itu Kemah Suci gempar. Nadab dan Abihu, dua anak Harun, hangus dijilat api dan mati di tempat (2). Alkitab jelas menerangkan kesalahan mereka, yaitu membawa api yang asing. Itu tidak pernah diperintahkan Tuhan kepada mereka (1).

Api asing ini bermula saat Nadab dan Abihu mengambilnya dari perbaraan. Secara sederhana, perbaraan berarti perapian, yaitu suatu wadah untuk membakar sesuatu. Perbaraan itu milik mereka sendiri. Jadi, bukan milik Bait Allah. Ini kesalahan pertama. Kedua, di atas perbaraan, mereka menaruh api dan membakar ukupan, yaitu wewangian seperti dupa atau kemenyan.

Apa yang mereka lakukan bukan perintah Tuhan, bahkan bertentangan. Dalam Kel. 30:7-9, hanya Harun, sebagai Imam Besar, yang berhak membakar ukupan. Ini perintah Tuhan. Pelanggaran terhadapnya adalah pelecehan terhadap kemuliaan-Nya (3). Nadab dan Abihu terbakar hidup-hidup sebagai penegasan kekudusan Allah. Kesalahan Nadab dan Abihu adalah melewati batas hak dan kewajiban. Mereka terlalu lancang mempermainkan aturan Tuhan. Konsekuensinya pun serius: mati.

Dalam bermasyarakat, setiap orang punya peran masing-masing. Semua ada batasan agar hidup bisa berjalan harmonis. Jika melompati batasan yang ada, kita berisiko terjebak dalam kesalahan. Untuk itu, kita perlu kebijaksanaan agar dapat menempatkan diri. Kita belajar menahan diri agar tidak lancang seperti Nadab dan Abihu. Hanya dengan pengendalian diri-sesuai tempat dan peran-maka kehidupan bisa selaras.

Zaman sekarang, batas-batas norma sudah menipis dalam kehidupan kita. Anak sudah tidak lagi menghormati orang tuanya. Sebaliknya, orang tua pun lupa memperhatikan anaknya. Hak dan kewajiban terlalaikan begitu saja. Peristiwa naas yang menimpa Nadab dan Abihu semoga bisa menjadi pelajaran buat kita. Ada batasan yang kita semua harus jalani agar tercipta keselarasan. Jangan melanggar batas itu.

Doa: Tuhan, bimbinglah kami agar memahami batasan antara hak dan kewajiban. [IM]


Baca Gali Alkitab 5

Imamat 10:1-7

Sederhananya, "api yang asing" berarti sikap tidak taat. Seseorang melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan Tuhan kepadanya. Tindakan itu menjadi salah karena sudah melebihi tugas dan tanggung jawabnya.

Tuhan tidak main-main dengan kekudusan. Ia menempatkannya pada posisi yang sentral. Jika kekudusan-Nya dilanggar, maka kemuliaan-Nya akan terekspresi dalam bentuk ketegasan. Risikonya tidak main-main. Seseorang yang tidak menghormati kekudusan Allah akan mati.

Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang dilakukan oleh Nadab dan Abihu (1)?
2. Apa akibat dari tindakan mereka (2)?
3. Apa firman Tuhan terkait peristiwa itu (3)?
4. Bagaimana Musa memperlakukan jasad Nadab dan Abihu (4-5)?
5. Apa nasihat Musa kepada keluarga Harun (6-7)?

Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Seberapa pentingkah ketaatan di hadapan Tuhan? Dari kisah Nadab dan Abihu, apa risikonya jika mempermainkan ketaatan?
2. Bagaimana pendapat Anda tentang kekudusan dan kemuliaan-Nya, ketika api keluar dan menghanguskan Nadab dan Abihu?
3. Mengapa Musa menasihati agar Harun dan keluarganya jangan berkabung? Bagikan pendapat Anda!

Apa respons Anda?
1. Sudahkah Anda taat dan menjaga kekudusan hidup di hadapan Tuhan?
2. Apakah dalam hidup, Anda masih punya "api yang asing" di hadapan Tuhan? Jika masih ada, bersediakah Anda untuk menyingkirkannya?

Pokok Doa:
Agar umat Allah menjaga dan menghormati kekudusan Allah dengan tidak membawa "api yang asing" dalam hidupnya.

 

Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
melalui edisi Santapan Harian yang kami kirim secara rutin +/- 10.000 eks.
Kirim dukungan Anda ke: BCA 106.30066.22 Yay Pancar Pijar Alkitab.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org