Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2013/06/28

Jumat, 28 Juni 2013

Keluaran 20:18-21
Janganlah takut, atau takutlah?

Judul: Janganlah takut, atau takutlah?
Kata takut punya beberapa arti. Takut bisa berarti perasaan gentar yang melumpuhkan, yang membuat seseorang hanya bisa melarikan diri sejauh mungkin dari hal atau orang yang ditakuti. Bahkan, mungkin, saking ketakutannya, orang tersebut tak bisa berbuat apa-apa selain berdiri mematung sambil gemetaran. Namun, takut juga bisa memiliki arti yang lebih positif. Takut berarti perasaan segan, respek, ataupun hormat kepada sesuatu atau seseorang.

Jika kita membaca nas ini sepintas kita bisa berkesimpulan bahwa ayat 20 memuat kalimat yang kontradiktif: Israel diminta "Janganlah takut …", tetapi juga diminta supaya "takut akan Dia ada padamu." Namun kita tak perlu berkesimpulan demikian. Israel diminta untuk "jangan takut" dalam arti supaya mereka tidak larut dalam kengerian yang melumpuhkan karena takut mati (19). Musa menegaskan, bahwa kedatangan Allah justru untuk "mencoba" mereka, yaitu untuk memberikan kesempatan, bahkan menantang mereka, untuk mengambil pilihan yang tepat. Apa pilihan yang tepat itu? Dengan mempertahankan "takut" akan Allah sehingga mereka tidak berbuat dosa. Takut di sini punya makna yang berbeda dengan takut sebelumnya. Takut di sini berarti respek dan hormat, sehingga mereka mau mematuhi perintah Allah, khususnya kesepuluh perintah yang telah diberikan. Inilah ajakan Allah melalui Musa kepada bangsa Israel.

Kristus telah menaklukkan ketakutan yang membabi-buta terhadap Allah, sehingga kita kini boleh bersekutu dengan Dia, bukan tanpa rasa takut (Luk. 1:74 menunjuk pada ketakutan disiksa karena melayani Allah), tetapi dengan takut yang tepat, yaitu takut akan Dia yang telah menyelamatkan kita, yang diekspresikan melalui ketaatan kepada-Nya dan pada perintah-perintah-Nya. Jika kita takut akan Allah, pertanyaan pertama kita setiap hari bukanlah janji dan berkat apa yang bisa kita tuntut dari-Nya hari ini, tetapi bagaimana kita bisa menyenangkan Dia hari ini? Itulah sikap orang yang telah benar-benar mengecap karya keselamatan-Nya. Mengapa? Karena keseluruhan hidup kita adalah persembahan syukur kita kepada Allah Tritunggal.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2013/06/28/

 

Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
melalui edisi Santapan Harian yang kami kirim secara rutin +/- 10.000 eks.
Kirim dukungan Anda ke: BCA 106.30066.22 Yay Pancar Pijar Alkitab.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org