Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2024/10/11 |
|
Jumat, 11 Oktober 2024 (Minggu ke-20 sesudah Pentakosta)
|
|
Berkali-kali Allah berfirman, Ia akan mengeraskan hati Firaun (lih. Kel. 4:21, 7:3, 9:12, 10:1, 20). Berkali-kali juga dikatakan Firaun berkeras hati (lih. Kel. 7:13, 9:35, 8:15, 32, 9:34). Bagaimana kita melihat kedua hal tersebut? Ketika kita membaca Alkitab, kita perlu mengerti apa yang disebut dengan paradoks. Paradoks adalah dua hal yang kelihatan bertentangan, tetapi sebenarnya tidak. Tulah kedua adalah Allah, melalui perantaraan Harun, memunculkan banyak sekali katak sampai meliputi dan menutupi tanah Mesir (5-6). Firaun kemudian memanggil Musa dan Harun, lalu berkata, "Berdoalah kepada TUHAN, supaya Ia menyingkirkan katak-katak itu dariku dan dari rakyatku, maka aku akan membiarkan bangsa itu pergi mempersembahkan kurban kepada TUHAN" (8). Setelah itu Musa berdoa, dan benar katak-katak itu kemudian mati di rumah, di halaman, dan di ladang (9-13). "Tetapi, ketika Firaun melihat keadaan mulai pulih, ia mengeraskan hatinya dan tidak mau mendengarkan mereka, seperti yang telah difirmankan TUHAN" (15). Perhatikan dalam ayat 15 dikatakan Firaun "mengeraskan hatinya", tetapi juga itu adalah seperti yang telah difirmankan Allah, yaitu "TUHAN akan mengeraskan hati Firaun". Kedua hal itu tidak bertentangan, tetapi paradoks. Maka, kita dapat menyimpulkan bahwa pernyataan Allah mengeraskan hati Firaun berarti Allah membiarkan Firaun mengeraskan hatinya. Sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang benar (bdk. Rm. 3:10-12), dan Firaun pasti akan mengeraskan hatinya jika Allah tidak melembutkannya. Istilah "TUHAN mengeraskan hati Firaun" menunjukkan bahwa keputusan terakhir untuk melembutkan atau sebaliknya tidak melembutkan (dengan kata lain, membiarkan hati Firaun mengeras), berada sepenuhnya di tangan Allah. Artinya, Firaun tidak diberkati atau direstui oleh Allah. Firaun bersalah karena ia mengeraskan hatinya dan melanggar janjinya. Dengan demikian, meskipun Allah berdaulat atas hidup manusia, akan tetapi soal dosa tetaplah menjadi tanggung jawab manusia itu sendiri. [INT]
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |