Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/133

e-Reformed edisi 133 (30-10-2012)

Kepedulian Terhadap Ciptaan

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

e-Reformed -- Kepedulian Terhadap Ciptaan
Edisi 133/Oktober 2012

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: KEPEDULIAN TERHADAP CIPTAAN
STOP PRESS: 1. INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP)
            2. SITUS NATAL.SABDA.ORG

Dear e-Reformed Netters,

Salah satu kelebihan yang saya lihat dalam teologia Reformed adalah
penekanannya yang sangat jelas akan kepemilikan Allah atas dunia dan
jagat raya alam ini. Berdasarkan ayat Alkitab, "Sesungguhnya, TUHAN,
Allahmulah yang empunya langit, bahkan langit yang mengatasi segala
langit, dan bumi dengan segala isinya." (Ulangan 10:14), kita
diingatkan bahwa manusia bukan pemilik dunia ini, tetapi Tuhan. Karena
itu di dalam teologia Reformed, disamping "mandat penginjilan",
"mandat budaya", juga menjadi satu tugas yang tidak boleh diabaikan
oleh umat Kristen. Dengan memelihara alam semesta, sebagaimana yang
Tuhan kehendaki, maka kita telah mewujudkan salah satu bentuk ibadah
yang diperkenan oleh Tuhan.

Nah, artikel e-Reformed yang saya pilihkan bulan ini yang berjudul,
"Kepedulian Terhadap Ciptaan", semoga menjadi teguran untuk kita
semua, apakah sebagai anak Tuhan kita sudah bertanggung jawab dengan
lingkungan dan bumi tempat kita tinggal ini? Silakan direnungkan dan
kiranya dapat mengetuk kesadaran kita, sehingga kita mau ambil bagian
dalam penyelamatan bumi dan lingkungan sekitar kita dari perusakan
yang dilakukan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.

Selamat membaca dan merenungkan!

In Christ,
Yulia Oen
< http://reformed.sabda.org >

                 ARTIKEL: KEPEDULIAN TERHADAP CIPTAAN

Dalam menunjukkan apa yang (dalam pandangan saya) merupakan beberapa
aspek yang terlupakan dari pemuridan yang radikal, kita tidak boleh
menyangka bahwa hal-hal ini terbatas pada ranah-ranah personal dan
individual. Kita juga harus memerhatikan dalam perspektif yang lebih
luas tentang tugas kita kepada Allah dan sesama kita, yang sebagian
merupakan bagian dari topik pada bab ini: kepedulian terhadap
lingkungan hidup kita.

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa dalam penciptaan, Allah
mendirikan bagi manusia tiga relasi yang sangat fundamental: pertama
relasi terhadap diri-Nya sendiri, sebab Ia menciptakan mereka dalam
gambar dan rupa-Nya; kedua relasi satu terhadap yang lain, sebab umat
manusia merupakan makhluk yang majemuk sejak mulanya; dan ketiga,
relasi terhadap bumi yang diciptakan, beserta dengan segala ciptaan di
dalamnya.

Selanjutnya, ketiga relasi ini menyimpang akibat kejatuhan. Adam dan
Hawa terpisah dari hadirat Tuhan Allah di taman tersebut, mereka
saling menyalahkan satu dengan yang lain untuk apa yang telah terjadi,
dan bumi yang baik terkutuk akibat ketidaktaatan mereka.

Ini kemudian menjadi alasan yang kuat mengapa rencana pemulihan Allah
tidak hanya meliputi pendamaian kita dengan Allah dan sesama, namun
juga pembebasan terhadap ciptaan yang sama-sama sedang merintih. Kita
dapat dengan pasti meyakini bahwa satu hari kelak akan hadir surga dan
bumi yang baru (2 Petrus 3:13; Wahyu 21:1), sebab ini merupakan bagian
yang esensial dari pengharapan kita bagi kesempurnaan masa depan yang
sedang menanti kita pada akhir masa. Namun sementara itu, seluruh
ciptaan sedang merintih, mengalami sakit bersalin dari ciptaan baru
(Roma 8:18-23). Sampai sejauh mana tujuan akhir bumi akan dapat
dialami/dinikmati saat ini, masih merupakan bahan yang dapat
diperdebatkan. Namun, kita dapat dengan pasti mengatakan bahwa
sebagaimana pemahaman kita terhadap tujuan akhir dari tubuh
kebangkitan kita, harusnya memengaruhi cara berpikir kita dan cara
kita memperlakukan tubuh kita sekarang ini, sehingga pengetahuan kita
akan langit dan bumi baru seharusnya memengaruhi dan meningkatkan
penghargaan akan bumi melalui cara kita memperlakukannya sekarang.

Jadi, bagaimana seharusnya sikap kita terhadap bumi? Alkitab
menunjukkan caranya dengan membuat dua penguatan yang sangat mendasar:
"Tuhanlah yang empunya bumi" (Mazmur 24:1), dan "Langit itu langit
kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya kepada anak-anak
manusia" (Mazmur 115:16).

Pada bulan Mei 1999, saya mendapatkan hak istimewa untuk mengambil
bagian dalam seminar sehari di Nairobi dengan tema "Kekristenan dan
Lingkungan Hidup". Yang menjadi pembicara bersama saya adalah Dr.
Calvin De Witt, dari "Au Sable Institute" Michigan dan Peter Harris
dari "A Rocha International". Para peserta yang hadir saat itu
termasuk para pemimpin Kenya, baik dari kalangan pemerintahan maupun
wakil dari gereja-gereja, organisasi-organisasi misi, dan berbagai
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pertemuan ini mendapatkan perhatian
luas. Ini merupakan bukti bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup
bukanlah kepentingan egois yang dikembangkan oleh negara-negara maju,
atau pun antusiasme minoritas yang semata-mata milik para pengamat
burung atau pecinta bunga, namun secara perlahan-lahan tapi pasti, hal
ini menjadi perhatian dari kekristenan arus utama.

Segera sesudah itu, Deklarasi Kaum Injili tentang "Evangelical
Declaration on the Care of Creation" (Kepedulian terhadap Lingkungan
Hidup) diterbitkan (1999), dan pada tahun berikutnya, sebuah
penjelasan yang penting tentang deklarasi ini muncul, disunting oleh
R.J. Berry dan berjudul "The Care of Creation" (Kepedulian terhadap
Alam Ciptaan). [1]

Pernyataan bahwa "Tuhanlah yang empunya bumi" dan bahwa "bumi itu
telah diberikan-Nya kepada anak-anak manusia", merupakan dua hal yang
saling melengkapi dan tidaklah saling bertentangan. Sebab bumi
merupakan milik Allah, karena memang diciptakan oleh Allah dan
merupakan milik kita, karena didelegasikan oleh Allah. Ini tidak
berarti bahwa Allah telah menyerahkannya kepada kita, sehingga Ia
kehilangan hak atasnya, namun ini berarti bahwa Ia telah memberikan
kepada kita tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan bumi ini
demi Dia.

Jika demikian, bagaimana seharusnya kita berelasi dengan bumi ini?
Jika kita mengingat bahwa ciptaan dihadirkan oleh Allah dan
didelegasikan kepada kita, kita akan menghindarkan diri dari dua
posisi ekstrem yang saling bertolak belakang, dan sebaliknya kita akan
mengembangkan relasi ketiga dan yang lebih baik dengan alam.

Pertama, kita akan menghindarkan diri dari mengilahkan alam. Inilah
kesalahan kaum panteis yang mengindentifikasikan Pencipta dengan
ciptaan-Nya, atau dari kepercayaan animisme yang percaya bahwa dunia
natural dipenuhi oleh roh-roh, dan dari Zaman Baru yaitu Gerakan
"Gaia" (Gerakan ini memercayai bahwa bumi adalah superorganisme yang
mampu menyesuaikan diri dan juga memelihara kehidupan yang berjalan di
dalamnya) yang menyatakan bahwa sifat pada alam itu mandiri, memiliki
mekanisme keteraturan sendiri, dan mampu memperbarui diri sendiri.
Namun, semua pandangan yang membingungkan ini menghina Sang Pencipta.
Kesadaran umat kristiani bahwa alam merupakan ciptaan bukan Pencipta,
merupakan pengantar yang tak terbantahkan bagi seluruh upaya ilmu
pengetahuan, dan sangat penting bagi pengembangan sumber daya yang
dimiliki bumi saat ini. Kita menghargai alam sebab Allah
menjadikannya; kita tidak menyembah alam seolah-olah itu adalah Allah
sendiri.

Kedua, kita harus menghindarkan diri dari posisi ekstrem yang
sebaliknya, yakni eksploitasi alam. Ini bukanlah tindakan menjilat
alam seolah-olah ia adalah Allah, namun ini adalah tindakan yang
arogan terhadap alam bahwa seolah-olah kita adalah Allah. Kejadian 1
dengan tidak adil telah dipersalahkan akibat kerusakan lingkungan.
Memang benar Allah memerintahkan umat manusia untuk "memerintah atas"
bumi dan untuk "menaklukkannya" (Kejadian 1:26-28) dan memang benar
bahwa dua kata kerja Ibrani ini adalah kata yang kuat. Namun sangat
menggelikan bila membayangkan bahwa Ia yang telah "menciptakan" bumi
ini, kemudian menyerahkannya kepada kita untuk "dihancurkan". Tentu
tidak, kuasa Allah yang telah diberikan kepada kita seharusnya dilihat
sebagai sebuah tanggung jawab pelayanan, bukan sebuah dominasi yang
menghancurkan.

Relasi ketiga dan yang tepat antara umat manusia dan alam adalah kerja
sama dengan Allah. Tentu saja, kita sendiri adalah bagian dari
ciptaan, sama bergantungnya kepada Pencipta sebagaimana semua
ciptaan-Nya yang lain. Namun pada saat yang sama, Ia telah dengan
sengaja merendahkan dirinya untuk menjadikan sebuah kemitraan bersama
Allah -- manusia yang diperlukan. Ia menciptakan bumi ini, namun
kemudian memerintahkan kita untuk menaklukkannya. Ia menjadikan sebuah
taman, namun kemudian menempatkan Adam di dalamnya "untuk mengusahakan
dan memeliharanya" (Kejadian 2:15). Ini sering disebut sebagai mandat
budaya. Sebab apa yang telah Allah berikan kepada kita disebut "alam",
sedangkan apa yang kita lakukan terhadap alam disebut "budaya". Kita
tidak hanya dipanggil untuk melestarikan alam, tapi juga untuk
mengembangkan sumber-sumber daya yang ada di dalamnya bagi kebaikan
bersama.

Panggilan bekerja sama dengan Allah untuk menggenapi rencana-Nya,
dalam mentransformasi seluruh ciptaan untuk kenikmatan dan keuntungan
semua merupakan panggilan yang sangat mulia. Dalam hal inilah
pekerjaan kita semestinya menjadi sebuah ekspresi dari ibadah kita,
sebab kepedulian kita terhadap lingkungan akan mencerminkan kasih kita
terhadap Sang Pencipta.

Pandangan yang lain: sangat mungkin terjadi penekanan yang berlebihan
terhadap upaya manusia dalam konservasi dan transformasi lingkungan
hidup. Dalam eksposisinya yang sangat baik terhadap tiga pasal pertama
dari Kitab Kejadian, lewat bukunya "In the Beginning", [2] Henri
Blocher menyatakan bahwa puncak dari Kejadian pasal 1 bukanlah
penciptaan dari manusia sebagai pekerja, melainkan institusi Sabat
bagi umat manusia sebagai penyembah-penyembah Allah. Puncak dari
semuanya ini bukanlah kerja keras kita (menaklukkan bumi ini),
melainkan tindakan meninggalkan kerja keras kita pada hari Sabat
(perhentian). Sebab Sabat menempatkan pentingnya pekerjaan dalam
perspektif yang tepat. Sabat melindungi kita dari penghisapan total
diri kita ke dalam pekerjaan, seolah-olah hanya itulah arti dan tujuan
keberadaan diri kita. Ini tidak benar. Kita sebagai manusia menemukan
kemanusiaan kita tidak hanya dari relasi kita dengan bumi ini, yang
memang menjadi panggilan kita untuk mentransformasinya, melainkan
dalam relasi dengan Allah yang haruslah kita sembah; tidak hanya dalam
kaitannya dengan ciptaan, tapi terutama relasi dengan Sang Pencipta.
Allah menginginkan agar pekerjaan kita merupakan ekspresi dari
penyembahan kita, dan kepedulian kita terhadap ciptaan merupakan
cerminan dari kasih kita kepada-Nya. Hanya dengan demikianlah, apa pun
yang kita lakukan, dalam kata dan karya, kita sanggup melakukannya
bagi kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31).

Hal-hal ini dan tema-tema Alkitab yang lain dibukakan, baik lewat
"Deklarasi Kaum Injili tentang Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup"
maupun dalam penjelasannya. Hal-hal ini layak untuk kita pelajari
dengan saksama. [3]

Krisis Ekologi

Ini adalah latar belakang pengajaran alkitabiah yang sangat penting,
yang kita perlukan untuk menghadapi krisis ekologi yang terjadi saat
ini. Hal ini telah ditelaah dalam pelbagai cara, namun setiap analisis
yang ada tersebut mengandung empat aspek berikut.

1. Terjadi percepatan pertumbuhan penduduk dunia.

Berdasarkan perkiraan divisi populasi Perserikatan Bangsa-Bangsa,
penghitungan dimulai dari tahun 1804 SM, ketika penduduk dunia
mencapai 1 milyar jiwa. [4] Pada permulaan abad ke-20, populasi dunia
tersebut telah mencapai angka 6,8 milyar jiwa, dan pada pertengahan
abad ini diperkirakan angkanya akan mencapai jumlah yang luar biasa
yaitu, 9,5 milyar jiwa.

Karena agak sulit mengingat angka-angka dalam statistik, maka sebuah
"jembatan keledai" sederhana mungkin dapat membantu kita untuk
mengingat hal ini:

Masa lampau -- 1804 SM -- 1 milyar
Masa kini -- 2000 M -- 6,8 milyar
Masa depan --	2050 M -- 9,5 milyar

Bagaimana mungkin memberi makan sedemikian banyak orang, terutama
ketika seperlima dari mereka tidak memiliki kebutuhan pokok untuk
bertahan hidup?

2. Semakin menipisnya sumber daya alam yang dimiliki bumi.

E.F. Shumacher, dalam buku populernya "Small is Beautiful", [5]
melukiskan perhatian dunia terhadap perbedaan antara modal dan
pendapatan. Sebagai contoh, bahan bakar fosil merupakan modal habis,
sekali mereka digunakan, mereka tidak dapat digantikan. Proses
mengerikan yang disebut deforestatifikasi dan penggurunan juga
merupakan contoh-contoh yang sama dengan apa yang terjadi pada bahan
bakar fosil. Contoh-contoh yang lain adalah terjadinya degradasi atau
polusi terhadap habitat plankton di laut lepas, dataran hijau di bumi,
makhluk hidup, dan habitat makhluk hidup yang sangat bergantung kepada
ketersediaan udara dan air bersih.

3. Masalah pembuangan limbah.

Populasi penduduk yang meningkat turut mendorong peningkatan masalah
diakibatkan oleh perlu dipikirkannya cara penanganan pembuangan limbah
proses produksi, pengepakan, dan konsumsi yang aman. Rata-rata orang
di Inggris membuang sampah yang setara dengan berat badan mereka
setiap tiga bulan. Pada tahun 1994, sebuah laporan dari Inggris
bertajuk "Sustainable Development: The UK Strategy" merekomendasikan
empat cara "hiraki dari manajemen limbah" sebagai upaya mewadahi
masalah yang terus meningkat ini.

4. Perubahan iklim.

Dari semua tantangan global yang dihadapi oleh planet kita, ini adalah
tantangan yang paling serius.

Lapisan atmosfer melindungi kita dari radiasi Ultraviolet, dan jika
lapisan ozon rusak, sinar tersebut dapat masuk kemudian menyebabkan
kanker kulit dan mengganggu sistem kekebalan kita. Itulah sebabnya
ketika tahun 1983, sebuah lubang besar pada lapisan ozon tampak di
atas daerah Antartika dan pada negara-negara sekitarnya, hal tersebut
membangkitkan peringatan besar dari khalayak umum.

Beberapa tahun kemudian, lubang yang sama tampak di atas hemisphere
bagian Utara. Dari peristiwa itu diketahui bahwa penipisan ozon
tersebut diakibatkan oleh kloroflurokarbon (CFC), bahan kimia yang
digunakan dalam pendingin ruangan, lemari es, dan propelan. Protokol
Montreal menyerukan kepada semua negara untuk mengurangi setengah
emisi CFC mulai tahun 1997.

Perubahan iklim adalah masalah yang berkaitan dengan hal ini.
Pemanasan permukaan bumi (hal yang sangat esensial bagi kelangsungan
planet kita) diakibatkan oleh kombinasi dari radiasi sinar matahari
dan radiasi inframerah yang dipantulkan ke angkasa. Ini disebut "efek
rumah kaca." Polusi atmosfir oleh "gas-gas yang menyebabkan efek rumah
kaca" (khususnya karbondioksida) mengurangi emisi inframerah dan
meningkatkan temperatur dari permukaan bumi. Inilah gambaran dari
pemanasan global yang sangat mungkin dapat mengakibatkan malapetaka
terhadap susunan geografis dunia dan pola iklim. [6]

Berefleksi dari empat bahaya terhadap lingkungan ini, kita dapat
melihat bahwa planet kita sedang ada dalam bahaya yang besar. "Krisis"
bukanlah kata yang terlalu dramatis untuk digunakan. Respons seperti
apa yang tepat dalam situasi seperti ini? Untuk memulainya, kita patut
berterima kasih bahwa pada akhirnya di tahun 1992, pertemuan yang
disebut "Earth Summit" (KTT tentang Bumi) dilangsungkan di Rio de
Janeiro dan dihasilkan sebuah kesepakatan "global sustainable
development". Pertemuan-pertemuan berikutnya telah memberi kepastian
bahwa persoalan-persoalan lingkungan hidup telah menjadi perhatian
para pemimpin dunia.

Namun disamping pertemuan-pertemuan para pemimpin ini, beberapa
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah bermunculan. Saya hanya akan
menyebutkan dua organisasi Kristen yang paling terdepan, yakni
"Tearfund" dan "A Rocha", keduanya baru saja merayakan hari jadi
mereka yang spesial (masing-masing 40 tahun dan 20 tahun).

"Tearfund" didirikan oleh George Hoffman, berkomitmen pada
pengembangan dalam makna yang luas, dan bekerja sama secara dekat
dengan "partner" di negara-negara berkembang. Kisah yang sangat indah
dari "Tearfund" telah didokumentasikan oleh Mike Hollow dalam bukunya
"A Future and a Hope".[7]

"A Rocha" memiliki perbedaan sebab berada pada lingkup yang lebih
kecil. Lembaga ini didirikan pada tahun 1983 oleh Peter Harris, yang
telah mendokumentasikan pertumbuhan lembaga ini dalam dua buku: "Under
the Bright Wings" (sepuluh tahun pertama dari organisasi ini) dan
"Kingfisher`s Fire" (memberikan informasi aktual dari kisah lembaga
ini).[8] Perkembangan yang perlahan namun terus-menerus dari lembaga
ini sangat mengagumkan, saat ini mereka bekerja di delapan belas
negara, mendirikan pusat studi keilmuan di semua benua di dunia.

Merupakan hal yang sangat baik untuk memberi dukungan kepada LSM-LSM
Kristen yang bergerak di bidang lingkungan hidup, namun apa bentuk
tanggung jawab pribadi kita? Saya mengizinkan Chris Wright untuk
menjawab pertanyaan ini, Apa yang dapat dilakukan oleh seorang murid
yang radikal bagi alam ciptaan ini?

Chris memimpikan hadirnya sekumpulan besar orang-orang Kristen yang
peduli dengan alam dan mereka memegang tanggung jawab lingkungan hidup
secara serius: "Mereka memilih untuk menggunakan bentuk-bentuk energi
yang dapat bertahan lama ketika memungkinkan. Mereka mematikan
alat-alat elektronik yang tidak diperlukan. Mereka membeli makanan,
barang-barang, dan layanan sedapat mungkin dari perusahaan-perusahaan
yang dalam etikanya memberlakukan kebijakan-kebijakan terhadap
lingkungan hidup. Mereka bergabung dalam perhimpunan-perhimpunan
konservasi lingkungan hidup. Mereka menghindarkan diri dari konsumsi
yang berlebihan dan limbah yang tidak diperlukan dan menggunakan
bahan- bahan daur ulang sebanyak mungkin." [9]

Chris juga rindu melihat semakin banyaknya orang-orang Kristen yang
turut menyertakan kepedulian terhadap lingkungan hidup dalam pemahaman
alkitabiah mereka terhadap misi: "Pada waktu lampau, kekristenan
secara spontan sangat peduli terhadap isu-isu yang besar dan penting
dalam setiap generasi.... Hal-hal ini termasuk bahaya dari penyakit,
perbudakan, dan bentuk-bentuk kekejaman dan eksploitasi dalam berbagai
bentuk. Orang-orang Kristen mengambil tanggung jawab bagi para janda,
anak-anak yatim piatu, pengungsi akibat peperangan, tawanan perang,
orang-orang sakit jiwa, orang-orang kelaparan -- dan yang terkini
makin banyak orang-orang Kristen yang berkomitmen untuk `membuat
kemiskinan tinggal sejarah`."

Saya ingin menggemakan kesimpulan Chris Wright yang mengesankan: "Ada
satu hal yang bagi saya sulit dijelaskan, mengapa ada sebagian orang
Kristen yang mengklaim bahwa mengasihi dan menyembah Allah juga
menjadi murid Yesus, namun tidak punya kepedulian terhadap bumi yang
justru membuktikan secara sah kepemilikan Allah. Mereka tidak peduli
terhadap penyalahgunaan bumi dan bahkan, oleh gaya hidup mereka yang
boros dan terlampau konsumtif, mereka juga termasuk di dalamnya. Allah
menghendaki... kepedulian kita terhadap ciptaan, mencerminkan kasih
kita kepada Sang Pencipta." [10]

"Sesungguhnya, TUHAN, Allahmulah yang empunya langit, bahkan langit
yang mengatasi segala langit, dan bumi dengan segala isinya."
(Ulangan 10:14)

Keterangan:
[1] IVP, 2000.
[2] IVP, 1984
[3] Diadaptasi dengan izin dari Kata Pengantar saya dalam buku The Care
    of Creation. Dua buku baru yang sangat berguna tentang pokok ini
    adalah R.J. Berry (ed.), When Enough is Enough: A Christian
    Framework for Environmental Sustainability (Appollos, 2007) dan
    Dave Bookless, Planetwise: Dare to Care for God`s World (IVP, 2008).
[4] ",1 milyar" digunakan di Inggris yang berarti satu juta juta. Namun
    kini istilah ini hampir merupakan ungkapan universal untuk seribu juta.
[5] Sphere, 1973.
[6] Untuk isi dari bab ini lihatlah Bab 5, "Caring for Creation" dalam
    John Stott, Issues Facing Christian Today (Zondervan, 4th edition,
    2006,), sepenuhnya telah diperbarui oleh Roy McCloughry.
[7] Monarch Books, 2008
[8] Peter Harris, Under the Bright Wings (Regent College Publishing,
    2000); Kingfisher`s Fire (Monarch, 2008)
[9] Kutipan ini dan selanjutnya diambil dari buku Chris Wright,
    The Mission of God (IVP, 2008)
[10] Dikutip dari kata pengantar John Stott untuk The Care of Creation.

Diambil dari:
Judul asli buku: The Radical Discipline
Judul buku: The Radical Discipline (Murid yang Radikal)
Judul artikel: Kepedulian terhadap Ciptaan
Penulis: John R.W. Stott
Penerjemah: Perdian K.M. Tumanan
Penerbit: Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya 2010
Halaman: 45 -- 54

            STOP PRESS: INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE
            PERSECUTED CHURCH (IDOP) DAN DAPATKAN KUMPULAN
                    BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

1. INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP)

Pada bulan kegiatan IDOP, gereja-gereja dan umat Kristen di seluruh
dunia berdoa bersama bagi gereja Tuhan yang teraniaya. Tahun ini,
kegiatan IDOP akan dilaksanakan secara serempak pada bulan November
2012.

Kami mengajak Anda, para gembala sidang, pengajar, pemimpin, kaum
muda, pendoa syafaat, dan semua orang percaya untuk dapat bergabung
dalam acara doa bersama ini. Informasi lebih lanjut tentang acara
IDOP, bisa di lihat di < www.persecutedchurch.org >,
2. DAPATKAN KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

==>  http://natal.sabda.org/

Kami yakin Anda yang aktif di pelayanan pasti sudah mulai berpikir
untuk mempersiapkan Natal, bukan? Nah, dengan gembira kami
menginformasikan bahwa Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) telah menyediakan
wadah di situs "natal.sabda.org" bagi setiap pelayan Tuhan agar bisa
saling berbagi bahan-bahan Natal dalam bahasa Indonesia. Ada banyak
bahan yang bisa didapatkan, seperti Renungan Natal, Artikel Natal,
Cerita/Kesaksian Natal, Drama Natal, Puisi Natal, Tips Natal, Bahan
Mengajar Natal, Blog Natal, Resensi Buku Natal, Review Situs Natal,
e-Cards Natal, Gambar/Desain Natal, Lagu Natal, dan bahkan sarana
diskusi tentang topik Natal.

Yang istimewa adalah situs "natal.sabda.org" dirancang sebagai situs
yang interaktif, sehingga pengunjung dapat mendaftarkan diri untuk
berpartisipasi aktif dengan mengirimkan tulisan, menulis blog,
memberikan komentar, dan mengucapkan selamat Natal kepada rekan
pengunjung lain. Jadi, tunggu apa lagi? Segera kunjungi situs
"natal.sabda.org". Mari berbagi berkat pada perayaan hari kedatangan
Kristus ke dunia 2000 tahun yang lalu ini dengan menjadi berkat bagi
kemuliaan nama-Nya.

Kontak Redaksi: < reformed(at)sabda.org >
Redaksi: Yulia Oeniyati, Novita Yuniarti, Yonathan Sigit, dan
         Desi Rianto
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/reformed >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org