Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/93

e-Reformed edisi 93 (19-11-2007)

Pentingnya Pekerjaan Anda di Mata Tuhan

Dear e-Reformed Netters,

Artikel yang saya kirimkan ke mailbox Anda ini sudah cukup panjang. 
Jadi, saya tidak perlu menambah dengan komentar lagi. Saya hanya ingin 
menegaskan bahwa artikel ini akan menjadi jawaban dari dua pertanyaan 
yang banyak ditanyakan oleh orang awam.

1. Mengapa Tuhan menempatkan saya di dunia "sekular" (di mana Tuhan 
   dianggap tidak ada)?
2. "Bagaimana saya membawa Tuhan ke dunia "sekular" (di mana Tuhan 
   dianggap tidak ada?)

Selamat menemukan jawabannya.

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >

======================================================================

                PENTINGNYA PEKERJAAN ANDA DI MATA TUHAN
                =======================================

"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita 
telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya 
sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran." (Yoh. 
1:14)


Sebelum kita melihat lebih jauh mengenai bagaimana memahami dunia 
kerja melalui sudut pandang alkitabiah, kita perlu mempertimbangkan 
bagaimana Tuhan memandang pekerjaan kita. Jika kita tidak tahu apa 
arti pekerjaan kita dan dampaknya bagi Tuhan dan kerajaan-Nya, kita 
berisiko memandang iman dalam bekerja sebagai sesuatu yang tak 
penting. Topik ini menghadirkan dua pertanyaan pokok dan kemudian kita 
akan melihat sekilas apa yang dikatakan Alkitab mengenai sikap yang 
Tuhan inginkan dalam kita bekerja.

Apa istimewanya pekerjaan saya?

Kita akan membahas beberapa prinsip berkenaan dengan pekerjaan secara 
mendalam dan praktis sembari kita berusaha mencari jawaban atas 
pertanyaan utama: "Pekerjaan siapakah ini sebenarnya?" Sangat mudah 
bagi kita untuk terjebak dalam rutinitas sehari-hari -- keasyikan 
dalam mengerjakan tugas dan memenuhi tenggat waktu, pentingnya 
menanggapi tekanan, dan tuntutan kerja yang berubah-ubah -- sehingga 
kita tidak lagi bepikir bahwa sebenarnya pekerjaan kita berarti untuk 
Tuhan. Orang Kristen dianjurkan untuk memulai harinya bersama Tuhan 
dan menegaskan kembali tujuan dan misinya dalam bekerja. Namun, 
kedisiplinan untuk melakukan anjuran itu sangat mudah sekali dilindas 
oleh semangat dan kesibukan dalam bekerja. Kedisiplinan itu memang 
penting, tapi itu saja tidak cukup untuk membuat kita sadar bahwa 
pekerjaan yang kita lakukan, demikian halnya dengan sikap kita saat 
bekerja, benar-benar berarti bagi Tuhan. Jika saya dapat memahami 
tujuan Tuhan dalam pekerjaan saya, sejauh manakah saya dapat 
memahaminya? Dengan segala aspeknya, pekerjaan dapat membuat kita 
sangat sibuk saat jam kerja (dan jam di luar jam kerja) sehingga kita 
melupakan rencana indah di balik posisi yang Tuhan berikan kepada kita 
sekarang ini. Malahan, banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa ada 
rencana di balik semua hal yang kita lakukan.

Ada banyak orang (termasuk orang Kristen) yang akan membuat Anda bosan 
selama berjam-jam saat mereka menceritakan segala rincian tentang apa 
yang istimewa dari pekerjaan mereka. Mereka bisa dengan kesungguhan 
menjawab pertanyaan, "Apa istimewanya pekerjaan saya?". Sisi 
negatifnya, jenis pembicaraan seperti ini menyingkapkan keistimewaan 
diri, kekuasaan, status profesional, permainan kekuasaan, dan 
sebagainya. Sedangkan sisi positifnya, semua orang perlu memiliki 
pemikiran bahwa pekerjaan mereka berarti dan berperan dalam kebutuhan 
mereka dan dalam masyarakat. Walaupun kenyataannya ada orang-orang 
yang tidak suka membicarakan pekerjaan mereka. Kita mencari jawaban 
untuk pertanyaan yang sedikit berbeda, yaitu "Apa istimewanya 
pekerjaan saya bagi Tuhan?" Untuk menjawabnya, kita perlu memahami 
kehendak Tuhan atas para murid-Nya. Sangat tidak mungkin jika Tuhan 
yang memanggil kita untuk mengikut-Nya, tidak memiliki tujuan saat 
menempatkan kita pada tempat di mana kita menghabiskan dua pertiga 
waktu kita dan setengah dari hidup kita. Menyangkali tujuan Tuhan 
berarti menganggap panggilan itu hanya setengah-setengah dan pemuridan 
itu adalah palsu. Untuk memahami arti pemuridan, kita perlu 
mempertimbangkan semangat dan sikap kita dalam bekerja. Doa John 
Oxenham sangat menantang: "Tuhan, ubahlah rutinitas pekerjaan menjadi 
perayaan kasih". Saya menyadari bahwa saya takkan pernah dapat 
melakukan hal itu sampai saya bisa menjawab pertanyaan utama kita. 
Jadi, saya harus menanyakan apa sebenarnya keistimewaan pekerjaan saya 
bagi Tuhan? Sikap seperti apa yang Tuhan ingin saya lakukan dalam 
bekerja? Empat sikap ilahi berikut akan menuntun kita kepada 
jawabannya.

Menjadi saksi
-------------

Kita bisa menerapkan Amanat Agung Yesus hanya jika kita bersedia 
menerima dan menaati perintah-Nya. "Karena itu pergilah, jadikanlah 
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak 
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah 
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa 
sampai kepada akhir zaman" (Mat. 28:18-20). Karena ayat ini tidak 
menjelaskan secara gamblang mengenai pekerjaan sekular, sulit untuk 
melihat bagaimana murid yang potensial bisa dijangkau atau diajar 
tanpa perlu melibatkan diri dengan mereka dalam situasi kerja. Yesus 
tidak hanya bekerja sebagai tukang kayu, Ia juga mengunjungi orang-
orang di tempat kerja mereka (di perahu, kantor pemungut pajak, dsb.) 
dan menantang serta mengajar mereka menerapkan iman mereka dalam 
situasi kerja.

Amanat Agung meliputi perintah untuk mengajar semua bangsa "segala 
sesuatu" yang diperintahkan Yesus -- dan Ia mengajarkan banyak hal 
tentang sikap dalam bekerja! Sikap Yesus terhadap pekerjaan kita 
adalah kunci mengapa pekerjaan kita penting dan yang akan 
menghancurkan pemikiran kita bahwa iman dan pekerjaan itu harus 
dipisahkan. Mungkin tempat kerja kita adalah satu-satunya tempat di 
mana rekan kerja kita bisa mengenal kekristenan. Tapi apakah itu 
berarti kita harus memprioritaskan penginjilan di tempat kerja kita? 
Jika memang demikian, pekerjaan yang kita lakukan sekarang akan 
menjadi pekerjaan sambilan yang tidak terlalu penting. Mungkin 
kemudian kita menganggap pekerjaan kita "hanyalah sebuah pekerjaan" 
dan sebuah sarana untuk mencapai tujuan akhir. Dengan sikap seperti 
itu, kita tidak akan memuliakan Tuhan melalui performa dan sikap kita 
dalam bekerja. Pekerjaan kita kemudian akan tidak sesuai dengan 
beberapa aturan standar yang ada di Alkitab. Efesus, misalnya, 
mendorong murid untuk "... dengan rela menjalankan pelayanannya 
seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia. Kamu tahu, 
bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah 
berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan" 
(Ef. 6:7-8). Ayat tersebut jelas-jelas menyatakan bahwa Tuhan 
mengharapkan sebuah pekerjaan yang dikerjakan dengan sangat baik 
karena dari situlah kesaksian yang efektif akan muncul. Kombinasi 
pekerjaan yang seperti itulah yang Ia inginkan. Kekristenan akan 
bekerja saat kita menjadi teladan yang hidup.

Dibentuk oleh Tuhan
-------------------

Saya memerlukan beberapa waktu untuk bisa melihat bagaimana Tuhan 
telah memakai pengalaman kerja saya yang beragam -- yang baik dan yang 
buruk -- guna membentuk saya untuk kepentingan pelayanannya. Terkadang 
sulit untuk kita pahami bagaimana Tuhan membentuk hidup kita ketika 
atasan kita selalu dipuji atau selalu dapat menghadapi konflik dalam 
semua hubungan kerjanya, atau ketika rekan kerja kita bersikap sinis 
terhadap agama kita. Pengalaman seperti itu nampaknya bukanlah suatu 
pembentukan yang positif. Namun, bagi kebanyakan orang, tempat di mana 
kita bekerja dan menghabiskan sebagian besar hidup, berperan penting 
bagi perkembangan iman kita kepada Tuhan. Dan setiap kita telah 
dibentuk dengan cara yang berbeda. Terkadang, semakin buruk situasi 
kerja kita, semakin teguh kita memegang iman kita. Tuhan tidak selalu 
mengubahkan pekerjaan, tapi Ia mengubah pekerja-Nya. Paulus mengaitkan 
proses ilahi itu dalam frasa "kita adalah ciptaan Tuhan" (Ef.2:10) --
secara harafiah, ini berarti kita adalah hasil karya-Nya yang hidup, 
dengan segala keterampilan dan keunikan yang terpancar darinya. 
Melalui proses "berjalan dalam Roh" (Gal. 5:25), kita telah menjadi 
seperti itu.

Sayangnya, tidak semua orang Kristen teguh ketika melalui ujian itu. 
Saya mengenal begitu banyak profesional Kristen muda yang dibentuk 
oleh ambisi, uang, dan kekuasaan daripada oleh iman. Hubungan mereka 
dengan Tuhan adalah hubungan yang salah. Sebaliknya, lihatlah bagimana 
kemampuan Yusuf dalam memimpin Mesir diasah oleh pengalamannya dibuang 
dan diperbudak. Proses hidup yang menyakitkan itu membawanya ke dalam 
istana dan posisi istimewa dalam kepemimpinan. Daniel juga berubah 
dari seorang tawanan menjadi seorang pemimpin yang memimpin sepertiga 
kerajaan Babilonia. Dari awal, perannya sebagai saksi dalam pekerjaan 
sangat luar biasa. Dalam hal performa kerja, dia dan teman-temannya 
lebih baik sepuluh kali lipat daripada mereka yang tidak mengenal 
Tuhan (Dan. 1:20). Kebanyakan dari kita sudah merasa senang bila kita 
lebih baik dua kali lipat daripada orang lain. Jika kita mengizinkan 
Tuhan membentuk kita sesuai keinginan-Nya, Ia akan memiliki pelayan-
pelayan handal di tempat kita bekerja. Terkadang ada kehampaan dalam 
kita bekerja -- kehampaan yang muncul akibat penolakan kita terhadap 
tujuan-Nya.

Prinsip bagaimana kita memandang pekerjaan dalam konteks hubungan yang 
benar dengan Tuhan mencakup banyak bidang pekerjaan. Kita semua perlu 
mengetahui jawaban pertanyaan "pekerjaan siapakah ini sebenarnya?" 
Dalam kitab Kolose, misalnya, dikatakan untuk budak (kelas masyarakat 
yang paling rendah): "taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala 
hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, 
melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apapun juga yang 
kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan 
bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima 
bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. (Kol. 3:22-24)" Kita 
jarang membayangkan pekerjaan kasar, rendah, dan buruk yang dilakukan 
oleh budak-budak pada masa itu. Namun, Tuhan sendiri menghargai 
pekerjaan itu karena pekerjaan itu dilakukan untuk-Nya. Sebaliknya, 
anggota masyarakat yang paling berkuasa yang telah menjadi Kristen 
diminta untuk bersikap lain dari pada yang biasa mereka lakukan di 
masa lalu. Di dunia di mana budak tidak memiliki suatu hak apapun 
juga, Tuhan memerintah para penguasa: "berlakulah adil dan jujur 
terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga" (Kol. 
4:1). Sungguh suatu cerminan dampak Roh Kudus dalam hidup mereka! 
Kristus memperkenalkan dua kelas masyarakat itu kepada dimensi 
pekerjaan mereka yang lebih tinggi, kepada apa yang menjadi kewajiban 
mereka dalam bekerja. Yesus Kristus mengingatkan mereka bahwa Ialah 
penguasa lingkungan kerja mereka. Mungkin mengejutkan bahwa asumsi 
dari ayat itu adalah Tuhan mendominasi pekerjaan kita. Mungkin kita 
bisa membatasi-Nya, tapi itu jelas bukan rencana-Nya. Kita harus masuk 
dalam rencana-Nya!

Menyaksikan kasih Tuhan dalam tindakan
--------------------------------------

Menyaksikan kasih Tuhan memang berkaitan dengan peran khusus kita 
sebagai saksi, lebih spesifik dengan sikap kita dalam pekerjaan. Kini 
kita berada dalam bagian yang sulit. Perilaku kerja orang Kristen 
banyak yang tidak menunjukkan keilahian Tuhan. Beberapa orang Kristen 
cenderung dikarakterisasi oleh kekakuan, kearoganan, kepicikan, dan 
mulut besar mereka daripada keilahian Tuhan. Kelemahan gereja yang 
paling besar adalah kehidupan jemaatnya yang tidak mencerminkan 
Kristus. C.H. Spurgeon pernah menyatakan, "Jika pengetahuan teologi 
Anda tidak bisa mengubah Anda, maka nasib Anda juga tidak bisa 
berubah." Ketika ditanya tentang perintah Allah yang terbesar, Yesus 
menjawab, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan 
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." ... Dan yang kedua 
adalah: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Mat. 
22:37,39). Hal tersebut adalah sebuah mandat yang menantang --
mengasihi Tuhan, sesama, dan diri kita sendiri. Makna praktis mandat 
tersebut sangat luas. Mengasihi Tuhan memerlukan ketaatan. Seberapa 
sering kita merenungkan pekerjaan dan sikap kita dalam bekerja? 
Seberapa sering kita bertanya apakah dan di mana kasih Tuhan nyata 
dalam sikap kita? Haruskah kasih kita kepada Tuhan tampak dalam cara 
kita memperlakukan orang, cara kerja, kinerja, motivasi kita, dsb.? 
Misalnya, bagaimana kasih itu bisa tampak ketika melayani pelanggan 
yang merepotkan di toko? Bagaimana kasih itu bisa nampak dalam 
hubungan seorang manajer dengan pegawai yang kaku? Dalam kehidupan 
seorang perawat yang kelelahan merawat pasien yang tidak tahu terima 
kasih? Kita mungkin tergoda untuk menanyakan, "Apa hubungan kasih 
dengan pekerjaanku?" Jawaban Alkitabiah untuk pertanyaan itu adalah --
segalanya.

Namun ada sebuah misteri dan kenyataan dalam hal ini. Tuhan bisa saja 
dengan mudah mengkloning kita saat Ia memanggil kita. Namun ternyata 
Ia memanggil kita dengan segala kesalahan kita. Dan melalui kuasa Roh 
Kudus, Tuhan mampu mengubah kita sehingga kita bisa mengekspresikan 
kasih-Nya dalam tindakan dan pekerjaan kita. Seperti itulah seharusnya 
seorang tukang kayu, bankir, sopir truk, dokter, tukang ledeng, atau 
guru dalam mengerjakan pekerjaan Tuhan. Sebagian dari kasih ini 
dinyatakan melalui hubungan di tempat kerja. Selain itu, kasih juga 
harus terlihat nyata melalui bentuk pelayanan kita yang lain seperti 
membantu sesama dan peduli kepada keluarga dan mereka yang 
membutuhkan. Meskipun William Tyndale mengatakan beberapa abad yang 
lalu, namun perkataannya itu sepenuhnya alkitabiah dan tidak 
ketinggalan zaman dalam penerapannya. "Tidak ada pekerjaan yang lebih 
baik dalam menyukakan Tuhan; menuangkan air, mencuci piring, menjadi 
tukang sepatu, atau rasul, semuanya sama; mencuci piring dan 
berkhotbah adalah sama, semuanya untuk menyenangkan Tuhan."

Untuk memuliakan Tuhan
----------------------

Dalam hal yang penting ini, kita menghadapi tantangan besar. Dalam 
pekerjaan, kita dituntut untuk memimpin orang-orang yang berinteraksi 
dengan kita untuk bersyukur dan memuliakan-Nya. Mungkin Anda bertanya, 
untuk apa? Untuk mereka melihat Kristus dalam diri kita; untuk mereka 
melihat perbedaan yang disebabkan oleh Roh dalam hidup kita, untuk 
mereka melihat perbuatan kita yang menyatakan kasih Kristus; untuk 
mereka melihat penyataan iman kita; untuk mereka melihat integritas 
kita, untuk mereka melihat kepedulian kita terhadap orang lain, dsb.. 
Kalimat "supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada 
Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya" (Ef. 1:12) 
menyiratkan hal itu, bahkan lebih. Sangat mudah untuk menyerah dan 
mengatakan bahwa panggilan ini adalah mustahil karena beberapa alasan. 
"Saya bekerja dengan orang-orang yang tidak mengenal atau memuji 
Tuhan"; "tidak ada seorang pun di sini yang berpikiran seperti itu --
jika saya seorang yang baik, mereka tidak akan tahu kepada siapa 
mereka harus berterima kasih (itupun jika mereka terpikir untuk 
berterima kasih)"; "orang-orang memerhatikan perbedaan, namun hanya 
dalam hal yang umum -- baik atau buruk, ramah atau kasar, dll. --
mengapa mereka perlu sebuah alasan?"; "situasi kerja di sini sangat 
tidak menyenangkan, Tuhan tidak mungkin akan dimuliakan di sini". 
Semua tanggapan ini mengarah kepada satu jawaban yang masuk akal. Saya 
harus hidup sebagai pengikut Kristus dan berbicara tentang-Nya. 
Bagaimana lagi orang Kristen harus bersikap? Orang Kristen terpanggil 
untuk menjadi lebih dari sekadar "orang yang baik". Hal itu 
menghadirkan masalah untuk beberapa orang Kristen. Mereka berpendapat, 
lebih baik bertindak daripada berbicara. Sebenarnya, keduanya penting. 
Kebanyakan dari kita tinggal dalam dunia yang maju, di tengah 
masyarakat yang mungkin post-Kristen. Banyak orang yang lupa akan arti 
mengikut Kristus. Menurut mereka, menjadi orang Kristen bukanlah 
menjadi sesuatu yang berbeda, sama saja. Orang lain membutuhkan 
penjelasan mengapa kita melakukan hal tertentu, dan kita harus 
menjelaskannya kepada mereka.

Penulis Perjanjian Baru dengan konsisten mengatakan kepada kita bahwa 
kemuliaan sifat, karakter, kekuasaan, dan tujuan Allah terlihat dalam 
diri Yesus. Seperti yang dikatakan penulis kitab Ibrani, misalnya, "Ia 
adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang 
segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan" (Ibr. 1:3). 
Yohanes menulis sabda Allah melalui Alkitab dengan kuasa Roh Kudus. 
Yesus ada dalam diri kita melalui Roh Kudus -- dan saat ini kita 
memang menjadi bagian dari sabda-Nya. Dalam segala hal, pekerjaan 
"memuliakan" tetap diteruskan melalui kita. Tapi bagaimana kita tahu 
bahwa kita memuliakan Tuhan? Mungkin kita tidak akan pernah 
menyadarinya. Memang ada alat untuk mengetahui tingkat kolesterol, 
tekanan darah, atau keadaan jantung kita, namun tidak ada yang namanya 
"alat pengukur kemuliaan". Namun, kita diyakinkan bahwa Tuhan senang 
karena kita menaati panggilan-Nya, dan ketaatan itu akan dengan 
sendirinya membawa kemuliaan bagi nama-Nya. Tugas kita adalah mengatur 
pekerjaan kita, dan Tuhan yang akan menilai hasilnya.

Namun begitu, ada aspek lain yang juga penting dalam memuliakan Tuhan. 
Dalam Alkitab, pekerjaan dan penyembahan sangat berkaitan. Bahkan, 
kata "bekerja" dalam bahasa Ibrani terkadang diartikan sebagai 
`penyembahan`. Mark Greene mengaitkannya setelah mengamati bahwa 
"bekerja adalah kata yang dibentuk oleh tujuh huruf"[1]. Ketika 
seorang Kristen bekerja, dia juga sedang menyembah. Apakah Anda merasa 
sudah melakukannya setiap hari? Cara kerja dan cara menyikapi 
pekerjaan yang buruk akan mengarah kepada penyembahan yang berkualitas 
buruk pula -- atau tidak menyembah sama sekali. Jika itu terjadi, 
kemuliaan Allah sedang dirampok sebanyak dua laki lipat -- karena kita 
tidak mendorong orang lain untuk memuliakan-Nya karena kita sendiri 
pun tidak memuliakan-Nya.

Doa Daud, ketika dia mempersiapkan Bait Allah yang kelak akan dibangun 
oleh anaknya, Salomo, menyiratkan pola penyembahan dalam Alkitab: "Ya 
TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan 
keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya 
TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi 
segala-galanya sebagai kepala" (1Taw. 29:11).

Yesus mengambil inti dari doa itu yang kemudian Dia ajarkan kepada 
murid-murid-Nya (Mat.6:9-13). Seperti yang dikatakan William Barclay, 
"Saya tidak bisa mengatakan amin (untuk doa itu) kecuali saya bisa 
mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Karena bagaimanapun juga itu 
adalah doa saya." Sungguh-sungguh suatu tantangan yang besar untuk 
memuliakan Tuhan dalam hidup dan pekerjaan kita [2].

Aksi:

Kita telah membahas empat cara agar pekerjaan kita bisa memuliakan 
Tuhan. Periksa dan nilailah pekerjaan Anda sekarang berdasar empat 
prinsip ini. Berdoalah agar Anda mampu bersikap jujur dan objektif. 
Kita semua perlu belajar banyak dan mencoba menerapkannya dengan lebih 
baik. Bagaimana Anda menjawab pertanyaan, "Apa pentingnya pekerjaanku 
bagi Tuhan?"

Apakah Tuhan tercermin dalam sikap kerjaku?
-------------------------------------------

Sikap kerja kita berperan penting dalam menentukan peran unik kita 
nantinya. Ketika Anda mengerjakan beberapa aksi di atas, Anda mungkin 
merasakan kepedihan akan sikap Anda yang sekarang. Saya sendiri 
merasakan seperti itu. Mari kita bahas hal ini lebih dalam dengan 
melihat "semangat zaman" ini. Bagaimana dan di mana semangat zaman ini 
bisa memengaruhi kerja kita yang begitu dipedulikan Tuhan? Saya 
mencari profil seseorang atau perusahaan untuk mengetahui sikap yang 
umum dilakukan dalam bekerja. Saya tidak butuh waktu lama untuk 
menemukan apa yang saya cari -- profil-profil seperti itu banyak 
terdapat dalam media massa dan pelatihan yang ada di seluruh dunia. 
Mereka inilah yang membentuk opini yang memengaruhi kita dalam 
menetapkan konteks mengenai bagaimana orang Kristen harus bekerja. 
Inilah sepuluh pandangan mereka tentang diri mereka sendiri atau orang 
lain yang mereka kagumi.

1. Ia selalu memiliki sikap bersaing tanpa pikir panjang.
2. Orang ini selalu ingin menjadi penguasa setiap saat.
3. Ia penuh dengan ambisi.
4. Agar berhasil, semua orang harus dipandang sebagai musuh.
5. Pekerjaan adalah mesin promosi untuk diri sendiri.
6. Dalam segala hal, moralitas tidak penting -- yang penting adalah
   hasil akhir.
7. Rahasia sukses adalah pertama-tama menemukan cara bagaimana
   menghasilkan uang dengan cepat.
8. Budaya kerja 24-7 sangat cocok; berkeluarga tidak penting.
9. Selalu penuh dengan adrenalin, selalu melakukan sesuatu dengan
   semaksimal mungkin.
10. Seorang pembentuk tim dikenal karena pendelegasian atau
    kepercayaannya -- tapi tidak keduanya.

Anda akan melihat betapa tegas dan kerasnya pernyataan-pernyataan di 
atas. Ada beberapa pernyataan yang sangat ekstrem, dan kebanyakan 
terkesan negatif. Ambisi dan persaingan memang dibutuhkan agar kinerja 
seseorang baik -- pada tingkat tertentu, hal itu akan membawa 
kemuliaan bagi Tuhan. Tapi bagian-bagian lain, seperti meniadakan 
moral atau tidak ingin berkeluarga, tidak bisa disebut sebagai prinsip 
orang Kristen. Anda mungkin mengenal banyak orang seperti itu atau 
jangan-jangan Anda sendiri memiliki pemikiran seperti itu, tergantung 
dari jenis pekerjaan yang Anda lakukan. Mungkin Anda baru saja memulai 
karir dan mengabaikan hal ini, atau mungkin Anda berada di pertengahan 
karier dan semua ini terdengar seperti "memang seperti itulah bisnis". 
Bukan hanya "pemimpin dunia industri" yang menggunakan pernyataan-
pernyataan seperti itu. Saya sudah bertemu dengan orang-orang seperti 
ini dalam jalan kehidupan yang sangat berbeda. Banyak dari mereka yang 
mengganggap bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah suatu kehormatan. 
Meskipun ada yang melecehkan sikap-sikap seperti itu, tapi pada 
kenyataannya banyak yang memercayai dan melakukannya. Dan sebagian 
dari mereka adalah orang-orang Kristen.

Kini kita tahu bahwa pekerjaan kita berarti untuk Tuhan -- setidaknya 
itulah yang diharapkan Tuhan. Namun, berarti atau tidaknya pekerjaaan 
kita tergantung dari sikap dan perilaku kita. Cermati lagi kesepuluh 
perilaku di atas. Pikirkanlah kesepuluh hal itu sebagai tempat kita 
bercermin, yang mana yang ada pada diri Anda dan lingkungan kerja 
Anda.

Tanggapan:

Apakah Anda mengekpresikan salah satu dari karakteristik ekstrem di 
atas ketika Anda bekerja? Jika ya, pikirkanlah bagaimana sikap itu 
mempengaruhi peran pekerjaan yang Tuhan inginkan. Jika Anda cukup 
berani, mintalah pendapat dari rekan kerja untuk melihat bagaimana 
mereka menanggapi Anda. Apa yang akan Anda lakukan untuk mengubah 
sikap yang tidak ilahi ini? Jika Anda memiliki karakteristik-
karakteristik seperti itu, berdoalah agar Anda dilepaskan dari 
pencemarannya.

Sikap dalam pekerjaan yang Tuhan inginkan
-----------------------------------------

Sang Pencipta tahu semua kelemahan dan kelebihan kita -- dan 
diberikan-Nyalah Alkitab sebagai penuntun hidup kita. Karena etika 
Kristen tidak dikembangkan dalam gereja atau untuk gereja, John Stotts 
kemudian meneliti, "... konteks Perjanjian Baru bagi kehidupan Kristen 
adalah ramai, sibuk, dan menantang di tempat kerja dan lingkungan 
bisnis." [3] Apa yang kita lakukan di sini adalah mengaitkan apa yang 
telah lama terpisahkan. Kita bisa dengan yakin mengatakan Tuhan tidak 
bermaksud untuk memisahkan pekerjaan dan kehidupan dari iman. Dan 
untuk itu, Alkitab memiliki banyak pandangan yang sangat membantu 
untuk mengetahui sikap yang diperlukan untuk dapat bersaksi tentang 
Tuhan melalui pekerjaan kita. Segera, kita akan membahas ketiga sikap 
itu.

Bait Allah
----------

Dalam 1Korintus 3:16, Paulus mengemukakan pertanyaan, "Tidak tahukah 
kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam 
kamu?" (1Kor 3:16). Maksudnya adalah bahwa bait Allah itu sangat suci 
dan "Anda adalah bait itu. Ini adalah metafora yang sangat luar biasa 
dan memandang manusia dengan sangat tinggi. Bagi sebagian dari kita, 
pandangan ini mungkin terlalu tinggi. Apa yang dikatakan dalam ayat 
itu, mungkin sulit untuk kita penuhi -- terutama dalam lingkungan 
kerja. Meski begitu, nilai yang dimiliki orang Kristen di dunia ini 
terletak pada hubungan istimewa mereka dengan Tuhan. Itulah pekerjaan 
yang dimaksudkan Alkitab. Untuk itulah Kristus mati. Lebih jauh lagi, 
kita perlu bertanya pada diri sendiri mengenai kegiatan yang dilakukan 
dalam bait ini, di tempat yang sebenarnya adalah milik Tuhan. Siapa 
lagi yang tinggal di dalamnya? Apakah bait kita hanyalah sekadar 
bangunan sejarah atau tempat untuk menyembah dan bersaksi? Lebih dalam 
lagi, ini berarti bahwa Anda membawa serta Roh Kudus saat Anda 
bersikap tanpa kasih, mencaci maki orang lain atau bawahan Anda. Roh 
Kudus ada ketika Anda berbohong kepada seorang pelanggan tentang 
permasalahan produk yang Anda miliki. Roh Kudus melihat Anda sedang 
berbohong saat mengajukan klaim. Roh Kudus di sana, menunggu, ketika 
sebenarnya Anda memiliki kesempatan untuk bersaksi, namun tidak pernah 
menyatukan iman dan pekerjaan sebagai sebuah prinsip. Jika hal itu 
membuat Anda menangis, menangislah. Kadangkala, inilah fakta 
menyedihkan kehidupan seorang Kristen di tempat kerjanya. Masalahnya 
bukanlah bagaimana saya dapat hidup seperti Kristus, melainkan 
bagaimana saya mengizinkan Kristus hidup di dalam saya. Tubuh saya 
adalah rumah -- apakah Roh Kudus sudah tinggal di dalamnya?

Partner Allah
--------------

Bersekutu dan berbagi adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dari 
kehidupan Kristen. Prinsip bersekutu mengakar dalam bidang bisnis dan 
komersial. Namun, hal ini sangat relevan dengan pembahasan kita. Tidak 
akan ada persekutuan jika kedua belah pihak tidak memiliki tujuan yang 
sama; harus ada alasan kuat untuk terlibat dalam hubungan tersebut, 
dan alasan itu harus mampu bertahan dalam keadaan baik ataupun buruk. 
Persekutuan jarang dapat bertahan lama jika salah satu pihak "tidur", 
atau bersikap pasif. Apakah Anda pernah "bersekutu dengan Kristus"? 
Apakah Anda pernah berpikir untuk melakukan (atau tak melakukan) 
pekerjaan Tuhan? Tanpa terkecuali, semua orang Kristen disebut sebagai 
rekan dalam anugerah Tuhan. Paulus mendapat gagasan ini saat ia 
bersyukur pada Tuhan karena "persekutuanmu dalam Berita Injil mulai 
dari hari pertama sampai sekarang ini. Akan hal ini aku yakin 
sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, 
akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus (Fil. 
1:5-6)." Sungguh melegakan karena Alkitab ternyata mengerti kebutuhan 
kita yang selalu membutuhkan bantuan untuk menjalankan peran kita. 
Selain kekuatan, persekutuan juga memerlukan semangat yang benar. Hal 
itu tidak bisa dijalankan bila saya merasa terpaksa membawa masuk 
Tuhan dalam kerja saya. Anda bisa beranggapan bahwa Tuhan memunyai 
suatu pekerjaan untuk Anda lakukan bersama-sama di tempat kerja Anda; 
namun terkadang Anda tidak selalu menjadi rekan yang mau bekerja 
dengan-Nya.

Murid-murid Allah
-----------------

Karakter orang Kristen sesungguhnya adalah sebagai murid. Ini 
merupakan tujuan hidup -- berdasar sikap rendah hati yang rindu untuk 
mengenal dengan lebih dalam tentang orang yang diikutinya. Bagi 
sebagian besar dari kita, kerja bisa menjadi lingkungan yang keras --
serta merupakan tempat di mana kita semua melakukan kesalahan. Aturan 
pertama untuk semua murid adalah mengakui bahwa orang lain mungkin 
benar dan dia bisa saja salah. Perkataan spontan, situasi yang tak 
terduga, rekan kerja yang tidak mau menolong adalah beberapa hal yang 
bisa menyebabkan perilaku kita tidak mencerminkan Kristus. Kita perlu 
ingat bahwa apa yang sedang kita pelajari adalah tentang kebesaran dan 
kemampuan Tuhan dalam mengatasi setiap tantangan-tantangan hidup kita. 
Orang lain perlu (beberapa orang ingin) untuk belajar dari kita. 
Banyak orang tidak membaca Alkitab. Dalam kehidupan kerja kita, kita 
tidak selalu mendengarnya dalam perkataan yang ditujukan untuk 
Filipus, "Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus" (Yoh. 12:21). Para 
pencari kebenaran dari Yunani ini menggambarkan kehausan akan Tuhan 
yang tidak selalu dimiliki sesama kita. "Permintaan" itu terkadang 
tidak diekspresikan; situasi kantor biasa-biasa saja, terkadang muncul 
pertanyaan yang sinis dan mencemooh, ada juga kata-kata celaan. Namun 
pada kenyataannya, orang-orang memang mencari fakta dari pembelajaran 
dan kepengikutan kita akan Tuhan. Apa yang mereka lihat? Jika mereka 
mencatat di buku harian, apakah yang akan mereka tulis tentang 
"kehidupan seorang Kristen"?

Tantangan
---------

Bahasan dalam artikel ini meliputi beberapa materi yang agak pribadi 
mengenai keinginan Tuhan, sikap kita, dan pekerjaan kita. Luangkanlah 
beberapa menit untuk merenungkan hal-hal berikut.

1. Tentukan apa yang menurut Anda istimewa bagi Tuhan mengenai peran
   Anda dalam pekerjaan Anda saat ini. Sangat penting untuk menentukan
   sikap itu sekarang karena sikap inilah yang akan mempengaruhi
   hidup Anda selanjutnya.

2. Selama beberapa tahun terakhir ini, apakah pekerjaan Anda lebih
   memberi pengaruh kepada diri Anda daripada Tuhan? Atau apakah Anda
   merasa bahwa Tuhan ikut bekerja sehingga Anda mampu mengatasi
   beragam sikap yang ada dalam lingkungan kerja Anda?

3. Bagaimana Anda mengaitkan pekerjaan Anda yang sekarang ini sebagai
   "penyembahan"? Bandingkan dengan bagaimana Anda mempersiapkan dan
   keterlibatan Anda dalam penyembahan, dampaknya terhadap Anda,
   sikap Anda saat menyembah, seberapa fokus Anda, dsb..

4. Bagaimana Anda bisa lebih memuliakan Tuhan melalui pekerjaan
   Anda? Atau apakah yang harus Anda mulai ubah agar Anda dapat lebih
   memuliakan-Nya?

5. Saat Anda merenungkan tentang bait Allah, persekutuan, dan
   pemuridan, pikirkanlah mana yang paling relevan untuk Anda
   kaitkan dengan pekerjaan Anda?

6. Satu kesimpulan yang bisa diambil oleh seorang Kristen dari
   bahasan di atas adalah: "Saya bekerja untuk Tuhan". Bisakah Anda
   mengatakan kalimat itu? (t/Lanny dan Dian)

Tambahan Catatan Kaki
---------------------
[1] Mark Greene, `Thank God It`s Monday; Ministry in the Workplace 
    (London: Scripture Union, 1994), hal. 36.
[2] William Barclay, The Plain Man Looks at the Lord`s Prayer (London: 
    Collins, 1964.    
[3] John Stott, The Incomparable Christ (Leicester: IVP, 2001), hal 96-97.

=====================================================================
Diterjemahkan dari:
Judul buku    : God`s Payroll: Whose Work is It anyway?
Judul bab     : The Importance of Your Work in God`s Eyes.
Penulis       : Neil Hood
Penerbit      : Bell and Bain Ltd, Glasgow 2003
Halaman       : 17 -- 26

------------------------- ><> e-Reformed <>< -------------------------
Anda terdaftar dengan alamat: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Kontak Redaksi : < reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti : < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
><>  e-Reformed -------------------------------------- e-Reformed  <><

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org