Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/90 |
|
e-Reformed edisi 90 (27-7-2007)
|
|
Dear e-Reformed Netters, Berikut ini catatan kaki yang saya susulkan dari artikel yang saya postingkan ke e-Reformed di edisi Agustus minggu ini. Judul Artikel: Penyembuhan Luka Batin (Inner Healing): Apakah Merupakan Bagian dari Pengudusan Orang Percaya? Penulis : Tikijo Hardjowono Sumber : Majalah Veritas; Jurnal Teologi dan Pelayanan (Vol. 6 No. 2 Okt. 2005) Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Halaman : 211 -- 227 ====================================================================== Catatan Kaki: ------------- [1] Charles Kraft menceritakan kasus seorang wanita yang bernama Julie, berumur tiga puluhan yang menderita luka batin amat dalam yang dialaminya pada waktu ia masih anak-anak. Dalam situasi keluarga yang buruk (ayahnya pemabuk berat) ia dipaksa untuk selalu berbohong dalam banyak hal, dari masalah ayahnya sampai pada masalah keuangan. Ibunya selalu membuatnya menutupi kenyataan pahit itu. Pada waktu ia menjadi gadis dewasa, ia merasa bertanggung jawab untuk mengatakan "kebenaran" dan bersumpah tidak akan berbohong lagi. Tetapi ia diikat oleh kebiasaannya berbohong. Akibatnya, Julie ketakutan bahwa ia akan dihukum/ditolak, jika orang tahu tentang keluarganya dan kebohongannya. Kedua hal itu membuatnya masuk dalam kebingungan. Akibatnya, ia tumbuh menjadi wanita yang tidak bisa memercayai orang lain, takut, sensitif, dan menurut Kraft, ia sesungguhnya diikat oleh roh jahat. Dalam penyembuhan luka batin, Julie diminta untuk masuk dalam memori masa kecilnya dan menyerahkan semua masa lalunya pada Kristus. "When she gave both of these to Jesus we were able to cast out the demon, releasing her from that pressure." Julie mengalami pemulihan, dan beberapa bulan kemudian, "She is able both to be truthful and enter more fully into trusting relationships. She is also able to joyfully use her spiritual gifts in ministering to others. She is also free from the self condemnation and confusion that so characterized her life previous to this time of ministry" (Deep Wounds, Deep Healing: Discovering the Vital Link Between Spiritual Warfare and Inner Healing [Ann Arbor: Servant, 1993] 49-51). [2] Jim Alsdurf dan Newton Malony dalam sebuah artikelnya dengan sangat tajam menyerang pengajaran dan praktik "inner healing" yang dilakukan oleh Ruth Carter Stapleton (adik mantan presiden Amerika Jimmy Carter). Ia menyebut ajaran dan praktik "inner healing" ini tidak memunyai dasar Alkitab yang jelas dan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Ruth sendiri. Tetapi di akhir artikelnya ia mencatat: "However, inspite of this critique it should be said that Ruth Carter Stapleton`s impact for good cannot be questioned. God uses imperfect vessels to reach Buddhists, physicians, and Putt-Putt golf managers, as well as faithing Christians" ("A Critique of Ruth Carter Stapleton`s Ministry of `Inner Healing,`" Journal of Psycholosy and Theology 8/3 [Fall 1980] 183). [3] Daniel Lukito menyatakan bahwa "Pembenaran adalah tindakan yang Allah lakukan secara legal dan langsung di mana Ia mengampuni dosa-dosa orang yang tidak percaya, dan dengan kebenaran Kristus Ia menyatakan seseorang benar (declared righteous) di hadirat-Nya. Bagi gereja Protestan, pembenaran hanya berkaitan dengan suatu pernyataan (declaration) yang dilakukan Allah satu kali untuk selamanya. Pembenaran bukan berkaitan dengan perubahan moral atau karakter seseorang, melainkan berkenaan dengan perubahan status legal (legal state) seseorang" ("Catatan Kuliah Doktrin Pembenaran dan Pengudusan" [materi yang tidak diterbitkan; Malang: SAAT 2004] 3). Jadi, pembenaran bahkan mendahului pertobatan orang percaya; Ia yang membenarkan itulah yang juga mengaruniakan iman pada kita untuk menerima pembenaran yang sudah dikerjakan-Nya dalam Kristus Yesus Tuhan kita (Rm. 5:8). [4] "Reformed Persperctive" dalam Five Views on Sanctification (eds. Melvin E. Dieter, et al.; Grand Rapids: Academie, 1987) 61. [5] Possessed by God: a New Testament Theology of Sanctification and Holiness (Grand Rapids: Eerdmans, 1995) 14. [6] Dalam kesimpulannya, Lukito mencatat empat konsep Alkitab tentang pengudusan. Empat hal itu secara singkat adalah sebagai berikut. 1. Dalam proses pengudusan terdapat keseimbangan antara karya Roh Kudus dan peran aktif manusia untuk mengusahakannya. 2. Pengudusan berkaitan dengan pembaharuan natur manusia dari polusi dosa. 3. Pengudusan adalah karya Roh Kudus, tidak ada seorang pun dengan usaha dan kekuatannya sendiri mampu melakukan proses itu. 4. Pengudusan adalah proses yang dikerjakan Allah dalam diri orang percaya agar dia mampu menjalani kehidupan yang diperkenan Allah. Lukito mencatat: "Pengudusan bukan untuk menebus dosa, tetapi untuk membuktikan karya penebusan dosa yang telah Allah kerjakan (Ef. 2:10, "Catatan Kuliah", 2-3). [7] "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (TB LAI). [8] "The goal of sanctification may be viewed from two perspectives: its final and its proximate goal. The final goal of sanctification can be nothing other than the glory of Good. ... The proximate goal of sanctification is the perfection of God`s people" (Hoekema, "Reformed Perspective", 89). Peterson menjelaskan, "Believers are definitely consecrated to God in order to live dedicated and holy lives, to his glory" (Possessed by God 27) [9] Possessed by God 115-136. [10] John Sandford menjelaskan, "Sanctification overcomes the power of canceled sin, but transformation turn the mess to glory. As is true for the work of inner healing, so transformation of the inner man ..." (lih. John and Paula Sandford, The Transformation of the Inner Man [Tulsa: Victory, 1982] 16). [11] Lih. Mike Flynn dan Doug Gregg, Inner Healing: a Handbook for Helping Yourself(Downers Grove: InterVarsity, 1993) 20. [12] "Inner Healing` Class as a Healing Method for Korean Seminary Students: The Perspective of Adult Children of Dysfunctional Promise," Chong Sin Theological Journal 4/1 (February 1999) 145. [13] The Transformation 98-99. [14] Deep Wounds 51. [15] "Inner Healing Class", 155. [16] Dari buku-buku yang penulis baca, di antaranya ada yang membahas metode ini dengan sangat luas, yang bukan hanya yang instan dan tidak terpaku dalam cara membayangkan Yesus yang menyembuhkan (contohnya Mark A. Pearson). Tetapi memang ada yang secara spesifik langsung mengacu pada hal tersebut ketika membahas penyembuhan luka batin (contohnya: John dan Paula Sanford). [17] Semua buku tentang "inner healing" memuat banyak sekali contoh kasus di dalamnya. [18] Memang tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang secara langsung mengajarkan "inner healing", tetapi para pelaku "inner healing" menyatakan banyak sekali contoh "inner healing" dalam Alkitab. Salah satu yang banyak dikutip adalah Yoh. 21:119 yang dibaca sebagai penyembuhan luka batin Petrus. [19] Herlianto adalah seorang pengamat masalah-masalah gerejawi, khususnya isu-isu yang berkembang disekitar pengajaran gereja. Lebih lengkapnya uraian ini lih. "Penyembuhan Luka-luka Batin," Makalah Sahabat Awam 61 (Juli 2001) 3-13. [20] Agnes Stanford, yang boleh dianggap sebagai pelopor gerakan penyembuhan ini dalam bukunya "The Healing Gifts of the Spirit", dikutip Herlianto sebagai menyatakan: "Dalam penyembuhan ingatan seseorang mempertahankan bayangan gambar ... dari seseorang ... sebagai orang suci Tuhan, dan mengubah bayangan yang gelap dan jelek orang itu menjadi bayangan kebaikan yang bersinar dan menjadi sumber kekuatan. Sebenarnya, ia dapat diubah dengan cara ini. Inilah penebusan!" ("Penyembuhan Luka-luka", 10). [21] Christian Healing (Grand Rapids: Chosen, 1997) 18-19. [22] Pearson memperingatkan bahwa dalam membayangkan Yesus, haruslah jelas Yesus dalam Alkitab itu yang dihadirkan. Ia melihat bahwa pembayangan itu sendiri sangat subjektif dan tidak dapat dipastikan kebenarannya. Bisa jadi secara psikologis pembayangan tokoh ini -- siapa pun yang hadir -- akan berguna; tetapi secara iman ini sudah menjadi penyesatan (ibid. 124). Karena itu, matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi .... Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. Tetapi sekarang buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu .. karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya (Kol. 3:5-10). [23] Secara tepat C.S. Lewis menggambarkan perubahan hidup ini sebagai berikut: "Christ says, `Give me All. I don`t want so much of your time and so much of your money and so much of your work: I want You. I have not come to torment your natural self, but to kill it. No half-measures are any good. I don`t want to cut off a branch here and a branch there, I want to have the whole tree down. Hand over the whole natural self, all the desires which you think innocent as well as the ones you think wicked-the whole outfit. I will give you a new self instead. In fact, I will give you My self: My own will shall become yours" ("Excerpts from Mere Christianity" dalam Devotional Classic: Selected Readings for Individuals and Groups [eds. Richard J. Foster and James Bryan Smith; London: Hodder and Stoughton, 1993] 5). [24] Praktik mencari hubungan dengan masa lalu juga harus sangat diwaspadai karena menurut Mark Pearson, berdasarkan pengalamannya selama lima tahun menjadi pemerhati Christian Healing, ada tiga penyalahgunaan yang sering terjadi dalam praktek inner healing. 1. Victimization, yaitu proses di mana seseorang menjadikan orang lain atau keadaan masa lalu sebagai kambing hitam atas kelemahannya saat ini dan dengan itu ia menghindari tanggung jawab atas kelemahannya sendiri. "Inner healing" sering kali menjadi alat untuk melayani dan mengampuni diri sendiri yang tidak sehat. 2. Yang lain adalah "false memory syndrome", di mana bisa terjadi pasien sesungguhnya membentuk memori yang palsu tanpa sengaja berdasarkan masukan atau tuntunan dari penyembuh, atau bisa juga terjadi ketika si penyembuh, yang sering kali juga pernah mengalami trauma masa lalu (dan ternyata masih memengaruhinya) tanpa sadar memasukkan imajinasinya sendiri ke dalam ingatan pasien dan menimbulkan memori tentang suatu keadaan yang sesungguhnya tidak ada. 3. Akhirnya, "the inner child" harus sangat diwaspadai. "Inner healing" selalu membawa pasien dan penyembuh untuk mendengar pada "inner child" yang sering diterima sebagai pribadi kecil si pasien. Pearson memperingatkan bahwa mendengarkan "inner child" adalah bertentangan dengan firman Tuhan. Pertama-tama karena Kristus jelas meminta kita mendengarkan firman-Nya, ukan inner child; kedua karena menganggap "inner child" sebagai murni adalah salah, ia tetap pribadi yang berdosa. Akhirnya, langkah kembali ke "inner child" untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi sekarang, yang sesungguhnya adalah akumulasi dari banyak hal, sering kali menjadi tindakan yang salah, bodoh dan sia-sia (Christian Healing 126-131). [25] Tentang kisah Petrus di Yoh. 21, yang sering kali dikutip sebagai "inner healing" yang dilakukan Yesus kepada Petrus adalah penafsiran yang terlalu dipaksakan. Memang bisa jadi pertanyaan Yesus tiga kali: "Apakah Engkau mengasihi aku lebih daripada mereka ini" bertujuan untuk mengingatkan Petrus pada penyangkalannya yang juga tiga kali. Tetapi bukankah penyesalan Petrus sudah terjadi sesaat setelah dia mendengar kokok ayam, dan sebenarnya dia sudah bertemu Kristus setelah kebangkitan-Nya? Pembacaan yang lebih teliti akan membawa pembaca pada kesimpulan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan panggilan penggembalaan bagi Petrus, sama sekali bukan proses "inner healing". [26] Christian Healing 130 [27] Herlianto mencatat bahwa Agnes Sanford, salah satu tokoh dan pelopor "inner healing", dan anaknya John Stanford adalah murid dari Carl Jung, salah satu penganjur penyembuhan active imagination yang mempunyai latar belakang kepercayaan Zen dan Buddha dan banyak mempraktekkan spiritisme ("Penyembuhan Luka- luka Batin", 4-5). [28] Banyak praktisi "inner healing" sendiri menyadari kelemahan dan bahaya ini. Mike Flynn dan Charles Kraft mencantumkannya dalam buku yang mereka tulis (lih. Inner Healing 20-21 dan Deep Wounds 48). ------------------------- ><> e-Reformed <>< ------------------------- Anda terdaftar dengan alamat: $subst(`Recip.EmailAddr`) Kontak Redaksi : < reformed(a t)sabda.org > Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org > Untuk berhenti : < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org > Melihat arsip Publikasi e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi > ><> e-Reformed -------------------------------------- e-Reformed <><
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |