Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/86

e-Reformed edisi 86 (24-7-2007)

Gereja dan Alkitab (1)


Dear e-Reformed Netters,

Salam dalam kasih,

Maaf, sudah lama saya tidak mengirim artikel ke mailbox Anda. Tapi,
meskipun terlambat saya harap artikel e-Reformed tetap dinantikan.

Pada kesempatan kali ini, artikel yang sangat menarik perhatian saya
untuk dibagikan kepada Anda adalah tulisan dari T.B. Simatupang,
seorang teolog Indonesia yang memiliki pemikiran yang sangat tajam dan
pengetahuan yang sangat kaya tentang sejarah keadaan perkembangan
gereja dan kekristenan di Indonesia. Artikel ini dipersembahkan
sebagai salah satu tulisan bunga rampai dalam rangka peringatan 25
tahun kependetaan Caleb Tong. Silakan menyimak. Jika Anda adalah
seorang yang memiliki keprihatinan besar tentang perkembangan
kekristenan di Indonesia, saya yakin Anda akan sangat menghargai
artikel yang ditulis oleh beliau ini.

Jarang saya mendapati karya tulis pemikir Kristen Indonesia yang
berbicara tentang sejarah atau tentang kekristenan, tapi ditulis
dengan bahasa yang sederhana, jelas, "to the point" (tidak
bertele-tele) dan elegan tanpa harus membubuhinya dengan
istilah-istilah asing yang justru memberati kepala. Jika Anda membaca
tulisan beliau dengan perlahan-lahan, sambil menikmati, tapi dengan
perhatian dan konsentrasi yang penuh, Anda serasa sedang mendengarkan
seorang tetua, yang sudah makan banyak asam garam kehidupan, sedang
bercerita kilas balik tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi
di masa lampau. Nah, jika Anda bisa sampai pada taraf ini, Anda
sudah menemukan seting yang tepat untuk memikirkan secara lebih dalam
pemikiran-pemikiran yang beliau sampaikan dalam tulisan ini.

Saya sempat membaca tulisan beliau ini beberapa kali. Setiap kali
selesai membaca, perasaan nasionalis saya seperti dibangkitkan lagi.
Sejarah kekristenan di Indonesia, dan juga sejarah penerjemahan
Alkitab di Indonesia, seharusnya tidak dianggap "biasa". Sering kita
memiliki sikap "take it for granted" dan membiarkan "spiritual
treasure" ini dianggap sebagai hal yang sudah sepantasnya terjadi.
Alangkah bodohnya kita! Kemutlakkan campur tangan Allah dalam setiap
peristiwa sejarah, termasuk di Indonesia, seharusnya membuat kita tak
hentinya berkata, "Wow ..., Tuhan itu luar biasa!" Menghargai
intervensi Allah membuat kita mengerti bahwa hidup bukan sekadar
hidup, tapi hidup adalah anugerah Tuhan. Karena itu, mari kita
berjalan di dalam kehendak dan rencana-Nya.

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >

NB:
Sekadar pemberitahuan bagi Anda yang ingin bersurat ke saya, mohon
tidak mengirimkannya ke alamat Lyris (atau dengan kata lain, jangan
tekan "reply") karena surat Anda akan menuju ke mesin pengirim, tapi
tidak akan sampai kepada saya. Untuk menulis ke saya tujukan surat
Anda ke alamat < yulia(at)in-christ.net >, saya akan membalas surat
Anda.


=====================================================================
Catatan:
Karena artikel ini cukup panjang, saya membaginya menjadi dua bagian
dan akan dikirimkan dalam surat terpisah. Jika karena satu dan lain
hal Anda hanya mendapatkan satu bagian saja, mohon menghubungi saya
untuk meminta bagian yang lain. Terima kasih.


                        GEREJA DAN ALKITAB (1)

Sejarah perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab ditinjau dari
  segi perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan umat Tuhan di
                              Indonesia

                        Oleh: T.B. SIMATUPANG

U M U M
-------

Apabila kita percaya dan yakin bahwa Alkitab adalah firman Allah yang
harus disampaikan kepada semua bangsa dan yang harus dapat dibaca
setiap orang, tentu dengan sendirinya kita menyadari keharusan untuk
menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa dari berbagai bangsa. Sebab
tidaklah realistis untuk menuntut agar setiap orang yang hendak
membaca Alkitab harus terlebih dahulu mempelajari bahasa-bahasa asli
di mana Aklkitab ditulis. Berapa banyakkah orang yang akan dapat
membaca Perjanjian Baru, andaikata Perjanjian Baru itu hanya dapat
dibaca dalam bahasa Yunani? Berapa banyakkah orang yang akan dapat
membaca Perjanjian Lama, andaikata Perjanjian Lama itu hanya dapat
dibaca dalam bahasa Ibrani?

Tidak pernah ada semacam "larangan" untuk menerjemahkan Alkitab ke
semua bahasa yang ada di dunia ini. Apabila Alkitab hendak disampaikan
kepada semua bangsa, justru terdapat keharusan dan bukan "larangan"
untuk menerjemahkan Alkitab ke bahasa-bahasa dari semua bangsa. Dalam
hal penerjemahan Kitab Suci terdapat perbedaan pandangan antara agama
Kristen dengan beberapa agama lain. Upaya penerjemahan terhadap apa
yang sekarang kita kenal sebagai Perjanjian Lama telah dimulai sebelum
Kristus lahir. Di antara orang-orang Yahudi yang hidup di perantauan
(diaspora) banyak yang tidak memahami bahasa Ibrani. Oleh sebab itu,
dalam abad ke-2 sebelum Kristus telah ada terjemahan dari Perjanjian
Lama dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani, yaitu bahasa yang pada waktu
itu paling luas tersebar di semua kalangan dan di semua bangsa di
kawasan sekitar Laut Tengah. Itulah sebabnya, Perjanjian Baru kemudian
ditulis dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu, posisi bahasa Yunani di
Kerajaan Roma kurang lebih sama dengan posisi bahasa Indonesia dalam
Republik Indonesia kita sekarang ini.

Pada hari pencurahan Roh Kudus, orang-orang Yahudi yang saleh dari
segala bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar rasul-rasul
berkata dalam bahasa mereka. Sejak itu, dalam rangka perjalanan Injil
dari Yerusalem ke seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi
(Kisah Para Rasul 1:8), untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan
(Matius 28:19), Alkitab mulai diterjemahkan satu per satu ke
bahasa-bahasa dari berbagai bangsa agar semua orang dapat membacanya
dalam bahasa mereka sendiri. Bahasa mereka sendiri berarti bahasa
mereka sehari-hari, bukan bahasa dari bangsa atau suku sendiri.
Apabila yang dimaksud ialah bahasa dari bangsa atau suku sendiri, maka
Perjanjian Lama tidak pernah akan diterjermahkan dari bahasa lbrani ke
bahasa Yunani seperti yang terjadi pada abad ke-2 sebelum Kristus.

Menerjemahkan sebuah buku dari suatu bahasa ke bahasa lain berarti
mengusahakan agar terjemahan itu pada satu pihak setia kepada isi dari
buku dalam bahasa asli dan pada pihak lain agar terjemahan itu dapat
dibaca dengan jelas dalam bahasa yang ke dalamnya buku asli itu
diterjemahkan. Tidak selalu mudah untuk menjunjung tinggi segi
kesetiaan dan segi kejelasan ini secara serentak. Terjemahan yang
setia sering tidak jelas, sedangkan terjemahan yang jelas sering tidak
setia. Oleh sebab itu, menerjemahkan buku selalu merupakan pekerjaan
yang berat. Menerjemahkan Alkitab lebih berat lagi. Sebab
menerjemahkan Alkitab berarti menerjemahkan firman Allah ke
bahasa-bahasa yang belum mengenal firman Allah dan oleh sebab itu,
tidak mengenal kata-kata serta pengertian-pengertian yang diperlukan
untuk mengungkapkan firman Allah itu. Oleh sebab itu, sering harus
dikembangkan atau dipinjam kata-kata yang bersifat baru bagi bahasa
yang bersangkutan.

Sering kali Alkitab harus diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang
sebelumnya tidak mengenal aksara. Sering pula terjadi bahwa terjemahan
Alkitab memunyai pengaruh yang besar atas perkembangan suatu bahasa
bahkan perkembangan suatu bangsa. Oleh karena Alkitab merupakan buku
yang paling banyak diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang ada di dunia
ini, pada umumnya dapat kita katakan bahwa terjemahan-terjemahan
Alkitab telah memunyai pengaruh yang besar atas perkembangan
peradaban umat manusia pada umumnya.

Terjemahan Alkitab di Eropa, baik di Eropa Barat, maupun di Eropa
Timur, dijalankan untuk bangsa-bangsa dan dalam bahasa-bahasa yang
sebelumnya tidak mengenal agama-agama "tinggi", yaitu agama-agama yang
memiliki sistem pemikiran keagamaan yang berada pada tahap
perkembangan yang tinggi, seperti kemudian terjadi waktu Alkitab
diterjemahkan untuk bangsa-bangsa dan dalam bahasa-bahasa di Asia. Di
antara bahasa-bahasa di Asia banyak yang telah lama dipengaruhi oleh
sistem pemikiran dari agama-agama "tinggi", yaitu agama Islam, Hindu,
atau Budha.

Di Eropa Barat terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut
Vulgata memunyai pengaruh yang sangat luas. Di Eropa Timur yang sangat
terkenal ialah terjemahan oleh Cyrillus dan Methodius, yang sekaligus
mengembangkan aksara yang baru untuk bahasa Slavonik, yang disebut
aksara "cyrilik". Orang-orang Rusia, Serbia, dan Bulgaria masih
menggunakan terjemahan dalam bahasa Slovonik kuno dalam
kebaktian-kebaktian mereka.

Setelah Reformasi, terjemahan-terjemahan Alkitab dalam bahasa Jerman
(terjemahan oleh Martin Luther), dalam Bahasa Belanda
(Statenvertaling), dan dalam Bahasa Inggris (Standard Version) telah
memunyai pengaruh yang besar dan luas dalam perkembangan dari
bahasa-bahasa dan perkembangan dari bangsa-bangsa yang bersangkutan.
Sebab sebagai akibat dari Reformasi, Alkitab menjadi buku yang dibaca
secara luas di kalangan rakyat.

Waktu saya menghadiri Sidang Raya Persekutuan Lembaga-Lembaga Alkitab
Sedunia di Budapest pada tahun 1988, saya mendengar bahwa di negara
komunis, Hongaria, Alkitab masih tetap dipelajari di sekolah-sekolah
pemerintah sebagai buku yang memunyai pengaruh yang besar atas
perkembangan bahasa dan kebudayaan Hongaria.

Di Mesir sendiri, Alkitab dalam bahasa Koptik telah melestarikan
bahasa itu sejak bahasa Arab menjadi bahasa umum di Mesir setelah
negeri itu dikuasai oleh pasukan-pasukan Arab yang menegakkan agama
Islam dan bahasa Arab di sana.

Dalam upaya pekabaran Injil "sampai ke ujung Bumi", Alkitab telah
diterjemahkan ke beratus-ratus bahasa di Asia dan di Afrika. Seperti
telah kita singgung tadi, dalam pertemuan antara Injil dan
bangsa-bangsa di Asia, Alkitab diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang
telah memiliki aksara dan yang telah banyak dipengaruhi oleh sistem
pemikiran agama-agama Hindu, Budha, dan Islam. Terjemahan-terjemahan
ini dapat kita golongkan dalam kategori pertama. Selain itu, dalam
rangka pelebaran Injil itu, Injil juga bertemu dengan
peradaban-peradaban suku-suku yang terkait dengan agama suku. Banyak
di antara suku-suku itu belum memiliki aksara sehingga Alkitab
merupakan buku pertama yang ditulis dalam bahasa-bahasa yang
bersangkutan. Terjemahan ini dapat kita golongkan dalam kategori
kedua. Menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa yang temasuk dalam
kategori yang pertama dan menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa
yang termasuk kategori yang kedua, tentu menghadapkan penerjemah
dengan masalah-masalah yang memunyai sifat-sifat tersendiri.

Dalam rangka gerakan Oikumenis yang telah berkembang sejak awal abad
ke-20 untuk menampakkan kesatuan umat Tuhan di dunia pada umumnya dan
demikian juga di masing-masing negara, sebagai kesaksian di hadapan
dunia, sesuai dengan firman yang berbunyi "supaya mereka semua menjadi
satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku"
(Yohanes 17:21), Alkitab telah menjadi salah satu faktor pemersatu
yang utama di antara gereja-gereja yang memunyai tradisi yang
berbeda-beda, seperti gereja-gereja Reformasi, gereja-gereja Ortodoks,
dan gereja-gereja Roma Katolik.

Umat Tuhan di semua tempat dan zaman tidak hanya dipersatukan oleh
"satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua"
(Efesus 4:5-6), tetapi juga oleh satu Alkitab. Dengan latar belakang
yang bersifat umum tadi, sekarang klta akan mengemukakan beberapa
catatan mengenai "Perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab
ditinjau dari segi perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan
umat Tuhan di Indonesia".

PERTEMUAN INJIL DENGAN INDONESIA
--------------------------------

"Perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab ditinjau dari segi
perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan umat Tuhan di
Indonesia" kita tempatkan dalam rangka pertemuan Injil dengan
Indonesia. Dalam perjalanan Injil dari Yerusalem, Yudea, dan Samaria
sampai ke ujung bumi, pada satu pihak ada perjalanan Injil ke arah
barat. Pada pihak lain ada juga perjalanan Injil ke arah Timur. Awal
dari perjalanan Injil ke arah barat itu kita baca dalam kitab Kisah
Para Rasul. Perjalanan Injil ke arah timur tidak tercatat dalam
Alkitab. Perjalanan Injil ke arah timur itu hanya kita ketahui dari
sejarah saja. Catatan-catatan sejarah mengenai perjalanan Injil ke
arah timur ini pun sangat sedikit. Lagi pula hasil perjalanan Injil ke
arah timur kemudian hampir lenyap. Oleh sebab itu, perjalanan Injil ke
arah timur ini hampir tidak diketahui dan hampir tidak dikenal di
Indonesia.

Salah satu gereja yang terpenting sebagai hasil dari perjalanan Injil
ke arah timur ini ialah Gereja Nestoriah. Gereja Nestoriah itu lama
berpusat di Baghdad. Dari abad ke-6 sampai abad ke-13 Gereja Nestoriah
telah menjalankan pekabaran Injil yang sangat luas sampai ke India dan
Tiongkok. Para penginjil dari Gereja Nestoriah itulah yang menerjemahkan
Alkitab untuk pertama kali dalam bahasa Tionghoa. Dalam suatu buku dalam
bahasa Arab yang ditulis oleh Shaykh Abu Salih al-Armini dikatakan
bahwa di Fansur (Barus), di pantai Barat Tapanuli, terdapat banyak
Gereja Nestoriah. Ada petunjuk-petunjuk bahwa kaum Nestoriah telah
hadir di Barus sejak tahun 645.

Dalam abad ke-14 dan ke-15 Gereja Nestoriah itu praktis lenyap,
walaupun sampai sekarang masih ada sisa-sisanya di Iran dan Irak.
Gereja Nestoriah di Barus telah lenyap tanpa meninggalkan bekas. Para
penginjil dari Gereja Nestoriah tidak pernah menerjemahkan Alkitab ke
bahasa Melayu, yang pada abad ke-7 telah luas tersebar di kawasan Asia
Tenggara. Dengan demikian kita lihat bahwa Injil telah tiba di
Indonesia untuk pertama kali dalam rangka perjalanan Injil dari
Yerusalem ke arah timur, lama sebelum Islam tiba di Indonesia. Tetapi
kedatangan pertama Injil di Indonesia itu tidak meninggalkan bekas.
Injil telah datang untuk kedua kali di Indonesia melalui jalan yang
panjang, yaitu dari Yerusalem ke arah barat, ke Eropa, dan baru pada
abad ke-16 Injil kembali ke Indonesia dari Eropa bersamaan waktu
dengan kedatangan orang-orang Portugis, yang kemudian disusul oleh
kedatangan orang-orang Belanda pada abad ke-17.

Dalam hubungan itu baiklah kita baca Kisah Para Rasul 16:8-10. Di situ
kita baca bahwa Rasul Paulus tidak memunyai rencana untuk membawa
Injil dari Asia ke Eropa, yaitu ke Makedonia. Membawa Injil dari Asia
ke Eropa bukan strategi Paulus, melainkan strategi Roh Yesus sendiri
(Kisah Para Rasul 16:8). Sejarah dunia dan sejarah gereja akan lain
sama sekali andaikata Injil tidak dibawa dari Asia ke Eropa, artinya
ke dunia Barat.

Pada waktu Injil tiba di Indonesia untuk pertama kali pada abad ke-7
dan untuk kedua kali dalam abad ke-16, Indonesia telah memunyai
perkembangan yang menarik dari segi sejarah dan dari segi agama serta
kebudayaan. Injil tidak tiba di Indonesia dalam keadaan yang "kosong"
dari segi agama dan kebudayaan. Dapat kita catat adanya beberapa
"lapisan" dalam sejarah keagamaan dan kebudayaan kita sehingga
Indonesia dapat kita lihat sebagai suatu kue lapis yang memperlihatkan
lapisan-lapisan keagamaan dan kebudayaan yang memunyai coraknya
masing-masing.

(Bersambung ke bagian ke-2, yang dikirim dalam surat terpisah.)

======================================================================
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku   : Tantangan Gereja di Indonesia
Editor       : Pusat Literatur Euangelion
Penerbit     : Pusat Literatur Euangelion dan
               Yayasan Penerbit Kristen Injili (YAKIN)
Judul artikel: Gereja dan Alkitab
Penulis      : T.B. Simatupang
Halaman      : 1 -- 5  

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org