Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/85

e-Reformed edisi 85 (30-5-2007)

Tiga Faktor yang Tidak Pernah Berubah

Dear e-Reformed Netters,

Terima kasih atas kesabaran Anda menunggu munculnya edisi e-Reformed 
untuk bulan ini. Biarlah iman percaya kita semakin bertumbuh dalam 
pengenalan yang benar kepada Allah yang sejati.

Dengan berkembangnya berbagai aliran gereja baru dan pengajaran-
pengajaran baru yang semakin "bervariasi", kadang umat Kristen ikut 
tersandung-sandung dalam menilai, mana di antara pengajaran tersebut 
yang salah dan mana yang benar. Hal yang menakutkan adalah fakta bahwa 
kesalahan dari pengajaran-pengajaran baru tersebut tidak sejelas 
seperti membedakan antara warna hitam dan putih. Kebenaran yang 
separuh benar justru lebih berbahaya, karena bisa menjerumuskan tanpa 
mengetahui bahwa kita sudah terjerumus.

Tapi pada sisi yang lain, kalau kita hanya bersikukuh pada pengajaran 
yang "lama", yang notabene sudah teruji oleh sejarah, kita sering 
melihat betapa kakunya pengajaran tersebut dan betapa kurang 
relevannya dengan perkembangan zaman sekarang. Maka kadang terlintas 
dalam pikiran saya, "Apakah pengajaran-pengajaran yang "lama" yang 
sudah teruji oleh sejarah, seperti pengajaran Reformed contohnya, akan 
terus menerus kelihatan seperti baju kebesaran yang kuno, kaku, 
serius, kusam, dan bahkan antik? Apakah tugas umat Kristen zaman ini 
hanyalah mempertahankan ajaran-ajaran "lama" itu saja? Apakah tidak 
ada lagi yang "baru" sama sekali, atau yang paling tidak berbau "baru" 
sehingga kita bisa merelevansikannya dengan kehidupan Zaman ini yang 
telah diubah sedemikian rupa oleh teknologi?

Perenungan di atas ingin saya sambungkan dengan artikel yang saya 
sajikan untuk Anda di bawah ini. Ternyata memang jelas ada faktor-
faktor yang tidak mungkin akan berubah, tapi jika Anda cukup teliti 
mengamati tulisan Francis A. Schaeffer ini, maka Anda akan menemukan 
ternyata masih banyak "ruang gerak" yang luas yang bisa diisi, 
khususnya oleh umat Kristen Zaman komputer ini untuk meneruskan 
perjuangan para reformator. Jadi jangan berhenti hanya sampai di 
Reformasi, perjuangan masih panjang bung ... kalau tidak maka namanya 
bukan Reformed tapi Deformed .... :(

In Christ,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >


---------------------------------------------------------------------

                TIGA FAKTOR YANG TIDAK PERNAH BERUBAH
                    (THE THREE CHANGELESS FACTORS)
                =====================================
                         Francis A. Schaeffer

Setelah Yosua memimpin perang melawan kaum Amalek, "... berfirmanlah 
TUHAN kepada Musa: "Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab 
sebagai tanda peringatan" (Keluaran 17:14). Sejak saat itu kitab ini 
menjadi pusat dalam kehidupan bangsa Israel. Berulang kali kitab 
Taurat (Pentateukh) memberitahu kita bagaimana proses penyusunannya. 
Sebagai contoh, dalam Bilangan, kita menemukan, "Musa menuliskan 
perjalanan mereka dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan 
sesuai dengan titah TUHAN" (Bilangan 33:2). Seperti halnya Keluaran 17 
merujuk secara khusus pada penulisan kitab Keluaran, Bilangan 33 
merujuk secara khusus pada penulisan kitab Bilangan.

Di dataran Moab, dalam rentang waktu 40 tahun perjalanan bangsa 
Israel, penulisan kitab masih terus berlanjut di bawah perintah Allah. 
Ulangan 31 melukiskan perkembangan kitab Taurat, menekankan bahwa 
Musalah yang menulisnya. Tentu saja, salah satu teori kaum liberal 
menyatakan bahwa Taurat diturun-temurunkan melalui media lisan selama 
beberapa waktu lamanya sebelum melalui media tulisan. Namun, teori ini 
bertentangan langsung dengan apa yang dinyatakan oleh Taurat itu 
sendiri, sebab dalam Ulangan 31:9 kita membaca, "Setelah hukum Taurat 
itu dituliskan Musa, maka diberikannyalah kepada imam-imam bani Lewi". 
Jadi Musa tidak hanya berkata-kata, ia juga menuliskannya. Ia 
menyampaikan komunikasi verbal yang jelas dari Allah kepada manusia 
dalam bentuk tulisan dan juga lisan. Kita diberitahu mengenai 
penyusunan dari kitab Keluaran, Bilangan, dan Ulangan. Sesuatu memang 
telah dituliskan.

Ulangan 31 juga menjelaskan dengan gamblang bahwa apa yang dituliskan 
bukanlah sebuah kitab suci milik para imam yang dijauhkan dari umat 
sehingga umat tidak akan dapat mengerti isinya. Sebaliknya, dari waktu 
ke waktu kitab tersebut dimaksudkan untuk dibaca tidak hanya di depan 
para imam namun juga di hadapan umat awam (baca Ulangan 31:9-13).

Tentu saja umat tidak dapat memiliki sendiri kitab tersebut. Hal 
tersebut baru dimungkinkan setelah penemuan mesin cetak Gutenberg. 
Tapi hal ini tidak berarti bahwa kitab Taurat adalah sebuah kitab luar 
biasa yang menjadi semacam simbol saja. Kitab ini bukanlah seperti 
tabut perjanjian Allah yang tidak boleh dilihat manusia. Tabut Allah 
dijauhkan dari pandangan umat dan dikerudungi ketika dibawa dalam 
perjalanan, namun kitab Taurat dikeluarkan secara berkala untuk 
dibaca. Ini adalah sebuah pengingat bahwa kesucian kitab ini tidak 
dimaksudkan agar ia dijauhkan dari umum. Kitab ini penting karena ia 
berasal dari Allah, namun kitab ini juga diperuntukkan bagi umum, 
artinya, isinya dimaksudkan untuk dimengerti oleh seluruh umat. Umat 
perlu tahu apa isi kitab yang telah diturunkan Allah melalui Musa 
tersebut.

Dalam Ulangan 31:19 Musa berbicara mengenai "nyanyian ini". Salah satu 
teori liberal menyatakan bahwa Taurat diturun-temurunkan dalam bentuk 
nyanyian dan baru kemudian dituliskan jauh setelah itu, namun kembali 
kitab Ulangan menyangkali hal ini. Walaupun benar bahwa umat diminta 
untuk mempelajari nyanyian tersebut dan meneruskannya kepada keturunan 
mereka, tertulis juga "... tuliskanlah nyanyian ini ...".

Di sini kita melihat suatu struktur yang berurutan: Allah 
memerintahkan sesuatu untuk ditulis menjadi sebuah kitab dan Musa 
menuliskannya dalam rentang masa 40 tahun. Saat kita sampai pada akhir 
dari kitab Ulangan, penulisan Musa pun selesai. Ketika Musa 
menyelesaikan kitab Taurat, ia memerintahkan agar kitab tersebut 
diletakkan di suatu tempat kudus, "... di samping tabut perjanjian 
TUHAN ..." (Ulangan 31:26). Kitab Taurat dimaksudkan untuk dipelihara 
dan dibaca secara rutin kepada seluruh umat.

Faktor Pertama yang Tidak Pernah Berubah: FIRMAN ALLAH YANG TERTULIS
--------------------------------------------------------------------

Hal ini membawa kita kepada kitab Yosua (baca Yosua 1:1-8).

Ketika umat Israel sedang bersiap memasuki tanah perjanjian, Allah 
memberi penekanan utama pada kitab Taurat.

Yosua memiliki pewahyuan khusus dari Allah melalui imam: "Ia harus 
berdiri di depan imam Eleazar, supaya Eleazar menanyakan keputusan 
Urim bagi dia di hadapan TUHAN" (Bilangan 27:21). Kita tidak yakin apa 
yang dimaksudkan dengan Urim, bagaimana cara berfungsinya atau 
bagaimana Allah menggunakan itu untuk menyatakan diri-Nya, tapi kita 
mengetahui bahwa ini adalah salah satu cara-Nya menuntun umat. Tapi 
pewahyuan khusus untuk Yosua ini tidak dimaksudkan untuk menyimpangkan 
dirinya dari alat tolok ukur dan kontrol ulama: kitab yang tertulis 
itu. Firman Allah yang tertulis dalam kitablah yang menetapkan 
standarnya. Dalam hal ini, Yosua sudah bertindak sebagaimana umat 
Kristen yang percaya kepada Alkitab bertindak. Kadang Allah memimpin 
kita melalui cara lain, tapi pimpinan tersebut haruslah tetap ada di 
dalam cakupan perintah-Nya yang nyata dan jelas dalam Kitab Suci. 
Bahkan jika seseorang mempunyai Urim dan Tumim serta tuntunan dari 
imam, hal ini tidak merubah otoritas dasarnya. Tuntunan ulama 
semestinya datang dari pewahyuan Allah yang tertulis dan jelas, dari 
Alkitab.

Jadi kita melihat bahwa kitab yang tertulis menjadi faktor pertama 
dari tiga faktor yang tidak pernah berubah yang dimiliki Yosua pada 
saat ia menjalankan kepemimpinannya. "Hanya, kuatkan dan teguhkanlah 
hatimu dengan sungguh-sungguh," perintah Allah kepadanya, 
"bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah 
diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke 
kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. 
Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi 
renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati 
sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian 
perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua telah 
berjalan bersama Musa (yang muda di sisi yang lebih tua) selama 40 
tahun, namun perintah Allah kepadanya bersifat spesifik. Allah tidak 
berkata, "Cobalah untuk mengingat semua yang Musa katakan dan ikuti 
itu." Justru Yosua diperintahkan untuk menyelidiki dan mempelajari 
dengan teratur perintah-perintah Allah yang jelas dan pasti dalam 
kitab Taurat itu. Allah secara jelas menekankan 3 hal.

1. Kitab tersebut janganlah lupa untuk diperkatakan: perintah untuk 
   memperkatakan.

2. Renungkan siang dan malam. Perenungan adalah kegiatan kognitif yang 
   menggunakan rasio. Hukum Allah bukanlah sesuatu yang direproduksi 
   secara mekanis atau bahkan tidak berarti isinya (untuk diungkapkan 
   sesuai zaman yang ada).

3. Melakukan perintah-perintah ini dalam situasi, ruang dan waktu pada 
   masa itu. Perkatakan, renungkan, dan lakukan! Pengajaran Yesus 
   punya penekanan yang sama pula, "Inilah perkataan-Ku. Lakukan!" 
   Sepanjang hidupnya, Yosua sungguh taat. Dari semua faktor yang 
   memberikannya keberhasilan, yang terpenting adalah ketaatannya pada 
   perintah Allah dalam kitab-Nya. Sebagai contoh, di gunung Ebal dan 
   Gerizim, Yosua menjalankan perintah Musa dengan baik untuk 
   membacakan hukum Taurat di hadapan seluruh umat (lihat Yosua 8). 
   Yosua menjalani hidupnya dengan jalan mempraktikkan Firman Tuhan 
   yang tertulis itu.

Kesetiaan ini terus berlanjut sampai akhir hidupnya. Permohonan Yosua 
bagi bangsanya ketika ia sudah akan meninggal adalah sederhana dan 
tetap: "Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan 
segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan 
menyimpang ke kanan atau ke kiri" (Yosua 23:6). Yosua memegang 
Perintah Allah setiap hari dalam hidupnya, dan sebelum ia meninggal, 
ia memohon kepada umat yang dipimpinnya untuk melakukan hal yang sama: 
"Jalanilah hidupmu di dalam lingkup perintah Allah yang Jelas, yang 
terdapat dalam kitab Taurat yang telah tertulis itu."

Perkembangan dan Penerimaan Kanon

Hubungan Yosua dengan kitab Taurat mengajarkan kita sebuah pelajaran 
penting mengenal hal bagaimana kanon berkembang dan diterima. Yosua 
mengenal Musa, penulis kitab Taurat, secara pribadi. Yosua mengetahui 
kekuatan dan kelemahan Musa sebagai manusia, ia tahu Musa adalah 
seorang berdosa, melakukan juga kesalahan, seorang manusia biasa. 
Walaupun demikian, segera setelah kematian Musa, Yosua menerima Kitab 
Taurat lebih dari sekadar tulisan seorang Musa. Ia menerimanya sebagai 
tulisan Allah. Tidak dibutuhkan waktu dua atau tiga ratus tahun bagi 
sebuah kitab untuk menjadi bernilai ilahi. Yosua menerimanya sebagai 
kanon, dan kanon itu adalah Firman Allah. Pandangan alkitabiah akan 
perkembangan dan penerimaan kanon adalah sesederhana ini: Ketika kitab 
itu diberikan, umat Allah langsung mengerti. Seketika itu juga kitab 
tersebut mempunyai otoritas.

Inilah alasan mengapa saya berpikir bahwa kitab Yosua sangatlah 
penting. Ia mengambil posisi sebagai jembatan antara masa penyusunan 
kitab Taurat dengan masa setelahnya dan menyediakan kunci untuk 
memahami beberapa hubungan penting di antara berbagai bagian dalam 
keseluruhan Kitab Suci.

Fakta bahwa generasi Yosua menerima otoritas hukum Taurat memiliki 
arti yang teramat penting. Bagi umat Israel, sifat kanon ini adalah 
praktis, lebih dari sekadar akademis, lebih dari sekedar teologis. 
Yosua dan umatnya memiliki otoritas yang berkesinambungan sepanjang 
perjalanan mereka dalam sejarah. Kitab tersebut mewarnai lingkungan 
dan mentalitas mereka.

Pada masa kepemimpinan Musa, mereka mempunyai otoritas dari Musa dan 
dari hukum yang diperintahkan Allah untuk dituliskan Musa. Ketika 
suatu hari Musa meninggal dan mereka harus masuk ke dalam tanah 
perjanjian, mereka tidak ditinggalkan tanpa tuntunan. Otoritas atas 
mereka tidak terputus oleh karena sifat berkesinambungan yang dimiliki 
oleh kitab Taurat. Dalam menghadapi permasalahan praktis hidup sehari-
hari, mereka memiliki standar penilaian yang obyektif dan tetap.

Satu contoh masalah praktis itu adalah, bagaimana caranya menilai 
suatu nubuatan. Musa menuliskan bahwa jika seseorang menyampaikan 
nubuatan dan hal yang diucapkannya tidak terjadi, nubuat itu bukan 
berasal dari Allah (Ulangan 18:22). Tapi bagaimana jika ada satu 
masalah yang lebih pelik terjadi: Ketika suatu nubuat yang aneh 
sungguh-sungguh menjadi kenyataan? Dari manakah asal nubuatan itu? 
Bagaimana cara mengetahuinya? Musa telah memberikan beberapa 
petunjuknya (baca Ulangan 12:32-13:5).

Perikop dari Ulangan ini menyingkapkan standar yang diberikan Allah 
sendiri: Nilailah seorang nabi yang nubuatannya digenapi dengan cara 
membandingkan apa yang ia katakan dengan standar obyektif, Firman 
Tuhan yang tertulis. Penilaian akhir tidak didasarkan atas terjadi 
atau tidaknya nubuat tersebut. Penilaian akhir ada pada apakah 
pengajaran seorang nabi selaras dengan pengajaran dari Firman Tuhan 
yang tertulis.

Umat Allah mempunyai cara membuat penilaian obyektif yang tidak hanya 
berdasar pada pengalaman semata namun berdasar pada kitab Taurat, 
faktor penting pertama yang tidak pernah berubah. Setiap manusia, 
dengan rasionya, dapat mempertimbangkan apa yang dituliskan oleh Musa. 
Dalam masa transisi dari sang pemberi hukum, Musa, kepada masa paska 
penyusunan hukum Taurat, bangsa Israel memiliki standar dan petunjuk 
yang sangat praktis.

Dalam kitab Yosua, kita menyaksikan kanon tersebut semakin berkembang. 
Yosua 5:1 menuliskan `sampai kami dapat menyeberang`. Pribadi yang 
menuliskan narasi ini berada di sana! (Ini mengingatkan kita pada 
istilah `kami` dalam Kisah Para Rasul) Yosua 5:6 mencatat "negeri yang 
dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka akan 
memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan 
madunya." Sekali lagi, penulis hadir dalam peristiwa tersebut. Ketika 
Kitab Taurat selesai disusun, kitab Yosua sebagai kelanjutan kanon, 
meneruskannya: dan ini dicatat langsung oleh pihak pertama.

Yosua 24:26 memberitahu kita siapakah pihak pertama ini: "Yosua 
menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah". Bagaimana caranya 
kanon ini berkembang? Musa menulis kemudian ia mati. Yosua meneruskan 
penulisan tersebut dan kanon itu pun terus berkembang. Secara 
langsung, Aikitab dengan jelas selalu menerima Yosua sebagai tokoh 
sejarah. Nehemia 8:17 menggambarkan hal ini ketika disebutkan bahwa 
orang Israel tidak pernah lagi merayakan Hari Raya Pondok Daun sejak 
zaman Yosua bin Nun.

Saat Yosua berhadapan dengan tugasnya, ia memiliki faktor penting 
pertama yang tidak pernah berubah: Kitab Firman Allah yang tertulis. 
Kitab ini memberikan kesinambungan otoritas dan kitab itu sendiri 
sedang terus dan akan terus berkembang. Kitab ini berkembang dan tidak 
mandek. Yosua, saat memimpin umatnya, mempunyai suatu standar obyektif 
untuk menilai segala sesuatu, dan standar itu amatlah jelas sehingga 
Allah menghendaki kitab ini dimengerti oleh umat awam saat isi kitab 
itu dibacakan secara berkala kepada mereka.

Faktor Kedua yang Tidak Pernah Berubah: KUASA ALLAH
---------------------------------------------------

Saat bangsa Israel bersiap diri untuk memasuki tanah perjanjian, 
mereka meninggalkan Sitim, daerah sebelah timur sungai Yordan di mana 
mereka sementara waktu menetap, dan berpindah ke tepian timur sungai 
Yordan. Tiga hari kemudian terjadilah sebuah peristiwa yang 
menyingkapkan faktor kedua yang tidak pernah berubah: kuasa Allah 
(baca Yosua 3:7-17, 4:18).

Para imam mengangkat tabut perjanjian menuju sungai Yordan, dan selama 
mereka mencelupkan kaki mereka dalam air, Allah menyibakkan aliran 
sungai Yordan. Bagaimana Allah melakukan hal ini, kita tidak 
diberitahu. Apakah melalui perintah langsung atau menggunakan cara 
tertentu, seperti saat angin timur meniup balik laut Teberau, tidaklah 
penting. Yang terpenting adalah bahwa aliran sungai itu berhenti, 
sekalipun itu masa banjir, dan seluruh bangsa Israel menyeberanginya 
di atas tanah yang kering. Kemudian para imam keluar dari sungai dan 
alirannya kembali seperti biasa.

Di sini Allah melakukan hal yang luar biasa, dan teks kita menyatakan 
dengan jelas akan maksud Allah: "Pada waktu itulah TUHAN membesarkan 
nama Yosua di mata seluruh orang Israel, sehingga mereka takut 
kepadanya, seperti mereka takut kepada Musa seumur hidupnya." (Yosua 
4:14).
Allah menyibakkan sungai bagi Yosua sama seperti yang 
dikerjakan-Nya bagi Musa 40 tahun sebelumnya. Tanda yang Ia berikan 
saat keluar dari Mesir kini Ia berikan saat masuk ke dalam tanah 
perjanjian. Tanda akan kuasa Allah yang paling meyakinkan bagi Musa 
kini beserta dengan Yosua. "... seperti dahulu Aku menyertai Musa, 
demikianlah Aku akan menyertai engkau", firman Allah kepada Yosua 
(Yosua 3:7). Kini Ia menyatakan hal itu dengan cara yang dramatis.

Kedua peristiwa mujizat tersebut bahkan dinyatakan dalam beberapa 
kalimat yang mirip. Yosua 3:13 dan 3:16 berbicara mengenai air yang 
"melonjak menjadi bendungan." Nyanyian syukur Musa, dalam Keluaran 15, 
menyatakan dengan puitis bahwa "segala aliran berdiri tegak seperti 
bendungan" (ayat 8). Allah juga meminta Yosua memerintahkan para imam 
untuk "tetap berdiri di sungai Yordan itu." (Yosua 3:8). Di ujung laut 
Teberau, Musa berkata kepada umat, "Janganlah takut, berdirilah tetap 
dan lihatlah keselamatan dari TUHAN" (Keluaran 14:13). Pengulangan-
pengulangan ini menunjukkan keselarasan yang dinyatakan oleh kitab 
Yosua dengan jelas: "... sebab TUHAN, Allahmu, telah mengeringkan di 
depan kamu air sungai Yordan, sampai kamu dapat menyeberang seperti 
yang telah dilakukan TUHAN, Allahmu, dengan Laut Teberau, yang telah 
dikeringkan-Nya di depan kita, sampai kita dapat menyeberang" (Yosua 
4:23).

Bagi kita, peristiwa terbelahnya Laut Teberau adalah sejarah kuno, 
tapi tidak bagi mereka yang menyaksikan terbelahnya sungai Yordan. 
Yosua, Kaleb dan semua orang yang sudah tua hadir pada peristiwa Laut 
Teberau, karena mereka yang berusia di bawah 20 tahun pada masa 
terjadinya peristiwa itu masih hidup. Karena itu sesungguhnya mereka 
diingatkan lagi akan sebuah peristiwa dalam sejarah pribadi mereka. 
Kita dapat membayangkan saat umat Israel sedang menempuh perjalanan 
menyeberangi sungai Yordan, kaum yang tua mengingat kembali perisitwa 
laut Teberau, dan kaum yang muda mengingat kembali kisah tentang 
peristiwa mengagumkan itu yang mereka dengar berulang kali dari orang 
tua mereka. Yosua dan Kaleb, khususnya, pasti akan mengingatnya. 
Menyadari bahwa Allah secara tiba-tiba memberikan tanda yang sama 
ketika mereka akan memasuki tanah perjanjian -- sebuah lambang 
kesinambungan otoritas dan kuasa Allah -- pastilah membuat mereka 
terkesima, kagum, dan menjadi semakin yakin.

Pada akhir hidupnya, Yosua mengingatkan umatnya akan semua yang telah 
terjadi pada masa Musa: "maka diadakan-Nya gelap antara kamu dan orang 
Mesir itu dan didatangkan-Nya air laut atas mereka, sehingga mereka 
diliputi. Dan matamu sendiri telah melihat, apa yang Kulakukan 
terhadap Mesir ... (Allah) yang telah melakukan tanda-tanda mujizat 
yang besar ini di depan mata kita sendiri" (Yosua 24:7, 17). Ia 
meminta semua orang tua, laki-laki dan perempuan, untuk mengingat 
sebuah sejarah yang tidak hanya sekadar catatan masa lalu (seperti 
halnya bagi kita), namun yang adalah sebuah pengalaman pribadi.

Yosua sendiri telah menyaksikan kuasa ini dimanifestasikan di dalam 
pertempuran melawan kaum Amalek. Ketika Musa berdiri dengan tangannya 
terangkat, bangsa Israel menang. Allah dengan jelas mengajarkan Yosua 
sesuatu untuk diingat seumur hidupnya: "Kuasa itu ada di tangan-Ku! 
Kuasa itu adalah milik-Ku!" Selagi bangsa Israel menyeberangi sungai 
Yordan, Yosua langsung tahu bahwa kuasa itu tetap ada dan tidak akan 
berubah sepanjang masa. Kuasa itu berasal dari Allah semata. Inilah 
kuasa yang sama yang disaksikan dalam seluruh isi Alkitab, dan kuasa-
Nya tidaklah berkurang pada masa hidup kita kini. Inilah kuasa yang 
sama: dahulu, kini, dan di masa datang.

Faktor Ketiga yang Tidak Pernah Berubah: PIMPINAN SUPRANATURAL
--------------------------------------------------------------

Faktor ketika yang tidak pernah berubah adalah kesinambungan seorang 
Pribadi (baca Yosua 5:13-15, 6:2).

Kuasa yang berlanjut pada masa Yosua bukanlah kuasa yang tidak 
berpribadi atau magis. Kuasa itu berkaitan dengan seorang Pribadi --
seorang Pribadi yang juga memiliki kesinambungan dalam sejarah.

Kesinambungan dari pimpinan supranatural dinyatakan dengan jelas pada 
peristiwa dekat Yerikho. Di sini Pribadi yang berhadapan dengan Yosua 
berkata, "akulah Panglima Balatentara TUHAN. Sekarang aku datang." Hal 
ini menunjukkan bahwa sebelumnya Ia telah hadir dalam kapasitas yang 
berbeda. Yosua pernah bertemu dan mengenal Pribadi ini di masa lalu, 
namun kini Ia datang dalam kapasitas yang spesifik, sebagai Panglima 
Balatentara TUHAN.

Ini juga menyerupai pengalaman Musa. Musa sedang ada di padang gurun 
ketika ia menerima panggilan khususnya dari semak duri yang terbakar. 
Seketika itu juga ia berhadapan dengan seorang Pribadi "AKULAH AKU" 
yang agung yang berkata kepadanya, "Janganlah datang dekat-dekat: 
tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau 
berdiri itu, adalah tanah yang kudus." (Keluaran 3:5). Panglima 
Balatentara Tuhan pun memberikan perintah yang sama kepada Yosua 
(Yosua 5:15). Yosua, dipenuhi oleh emosi, mungkin saja dengan segera 
melepas kasutnya. Ia sadar dirinya ada di tempat Musa sekarang.

Ketika Allah berbicara kepada Musa dari semak duri yang terbakar, Ia 
terus menerus berbicara tentang hal-hal masa lalu. Melihat terang 
Firman Tuhan yang sangat jelas, saya tidak pernah dapat mengerti 
bagaimana para teolog liberal bersikukuh menyatakan bahwa Tuhan ini 
adalah Allah yang baru bagi bangsa Israel. Pendapat ini tidak masuk 
akal, karena dalam Keluaran 3:6 kita membaca, "Ia berfirman: "Akulah 
Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa 
menutupi mukanya". Musa menutupi mukanya di hadapan Allah yang sama 
yang telah menampakkan diri kepada Abraham lima ratus tahun 
sebelumnya. Dalam Keluaran 3:15 Tuhan menekankan kembali, "Beginilah 
kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah 
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu." 
Jadi disini terdapat penekanan yang kuat dari Allah: "Aku bukanlah 
Tuhan yang baru; terdapat kesinambungan dalam pribadi-Ku dan dalam 
kepemimpinan-Ku." Ayat 16 juga berbicara tentang "TUHAN, Allah nenek 
moyangmu." Ketika Allah mengubah tongkat Musa menjadi ular, ini adalah 
sebuah tanda bagi Firaun. Inilah tanda kepada umat Allah bahwa Allah 
hendak menyatakan tujuan-Nya di antara mereka. Apakah tujuan itu? "... 
supaya mereka (umat Israel) percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang 
mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan 
diri kepadamu." (Keluaran 4:5). Tanda ini menjadi bukti bagi umat 
bahwa terdapat kesinambungan akan kepemimpinan supranatural, di masa 
Abraham dan sebelumnya.

Pada masa akhir hidupnya, di atas dataran Moab, Musa berbicara 
mengenal kesinambungan ini (baca Ulangan 31 :2-8). Kita menjumpai 
kesinambungan ganda disini. Musa berkata kepada umatnya, "Jangan 
takut. Allah yang sama yang mengalahkan Sihon dan Og akan mengalahkan 
bangsa yang ada di seberang sungai ini." Kemudian, berpaling kepada 
Yosua, ia berseru, "Allah yang sama yang selama ini beserta denganku 
akan berjalan di depanmu, Yosua! Jangan takut!" Yosua telah 
menyaksikan pimpinan Tuhan melalui tiang awan dan tiang api. Ia juga 
ada di dalam kemah suci ketika Allah berbicara kepada Musa. Jadi ia 
telah mengenal Pribadi yang menjumpainya di dekat kota Yerikho itu. 
Sambil memandang ke belakang sungai Yordan, Yosua ingat segala 
keajaiban yang ia saksikan selama ini bawah kepemimpinan supranatural 
yang sama.

Saat Yosua pertama kali melihat Panglima Balatentara Tuhan, ia 
bersikap seperti layaknya seorang pria. Dengan pedang di tangan, Yosua 
segera menantang-Nya. Ketika Pribadi tersebut berbicara kepada Yosua, 
Yosua segera mengenali siapakah Dia itu, dan juga dalam memorinya 
mengingat segala peristiwa yang tadi saya sebutkan, dan banyak hal 
lain yang tentunya tidak tercatat. Pastilah ini suatu peristiwa yang 
memukau bagi Yosua saat ia mengambil alih tongkat kepemimpinan atas 
umat Allah. Kini semua ini lebih dari sekedar memori, ini adalah 
kenyataan sejarah yang sungguh terjadi. Saat ini dan disini, terdapat 
Pemimpin supranatural yang sama, Pribadi yang sama. Musa telah 
meninggal, namun Pemimpin sejati akan tetap maju. Karena Pribadi ini 
telah berkata kepada Yosua, "Aku serahkan ke tanganmu Yerikho" (Yosua 6:2) 
dan karena Yosua meyakini ketepatan janji Pribadi ini, ia mampu 
berdiri di antara umatnya dan tembok Yerikho dan berkata tanpa gentar, 
"Bersoraklah, sebab TUHAN telah menyerahkan kota ini kepadamu!" (Yosua 6:16).
Mengapa? Karena kuasa itu bersifat pribadi, dan Pribadi itu ada 
di sana saat itu.

TIGA FAKTOR YANG T1DAK PERNAH BERUBAH: MASA KINI

Saat melintas dari masa penyusunan Pentateukh kepada masa setelahnya, 
Yosua telah mengenal kitab yang tertulis, kuasa supranatural dan 
Pemimpin supranatural yaitu Allah yang hidup. Kita tidak hidup pada 
masa yang sama dengan Yosua, namun Perjanjian Baru menyatakan bahwa 
ketiga faktor yang tidak pernah berubah ini tetap berlaku bagi anak-
anak Tuhan masa kini. Kesinambungan ini mengalir dari kitab Taurat 
hingga sepanjang masa Perjanjian Lama, masuk ke masa Perjanjian Baru, 
lalu terus sampai kepada kita.

Dengar kata Paulus, "Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang 
yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan 
kepadamu adalah perintah Tuhan." (1Korintus 14:37). Kedengarannya 
tidak asing bukan? Tentu saja. Hal inilah yang dikatakan pula oleh 
Musa. Jika seseorang datang kepada kita, bagaimana kita harus menilai 
perkataannya? Nilailah, kata Paulus, dengan dasar Firman Allah yang 
tertulis. Tidak ada perbedaan sedikit pun didalam standar yang 
obyektif. Kita memiliki kesamaan dalam kemungkinan akan obyektifitas, 
namun yang kini terdapat dalam kitab yang sudah diperluas. 
Kesinambungan yang Yosua miliki bagi masanya kini kita miliki bagi 
kebutuhan masa kita sendiri.

Paulus menuliskan hal yang serupa dalam suratnya kepada jemaat di 
Tesalonika: "Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-
ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara 
tertulis." (2Tesalonika 2:15). Di sini kita kembali menemukan 
kesejajaran dengan Musa.

Mungkin pernyataan paling jelas dalam Perjanjian Baru mengenai 
kesinambungan otoritas dituliskan oleh Petrus. Ia mengingatkan 
pembacanya bahwa ia hadir pada peristiwa Yesus dimuliakan di atas 
gunung. Sungguh merupakan suatu kepastian yang agung -- mendengar 
langsung suara dari Surga dan menyaksikan Yesus dimuliakan! Walaupun 
demikian, Petrus berkata, Ya benar, tapi itu adalah pengalaman pribadi 
saya; dan kalian tidak memiliki pengalaman itu karena kalian tidak ada 
di sana. Tapi ada hal yang lebih agung yang kita miliki bersama." 
Memakai kata-kata dari suratnya sendiri, "Dengan demikian kami makin 
diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah 
baiknya kalau kamu memerhatikannya sama seperti memerhatikan pelita 
yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan 
bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu. Yang terutama harus 
kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh 
ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat 
dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus 
orang-orang berbicara atas nama Allah." (2Petrus 1:19-21), Petrus 
menyatakan hal yang sama dengan Paulus. Kita memiliki pewahyuan yang 
tertulis; dengan itu kita dapat menilai segala sesuatu dan otoritasnya 
final.

Petrus juga menyelaraskan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru: 
"supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh 
nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang 
telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu." (2Petrus 3:2). Secara 
spesifk ia memasukkan tulisan Paulus sebagai otoritas yang 
berkesinambungan: "Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan 
bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang 
kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan 
kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia 
berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada 
hal-hal yang sukar dipahami, sehingga orang-orang yang tidak 
memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi 
kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan 
tulisan-tulisan yang lain." (2Petrus 3:15-16).

Kita pada masa kini memiliki faktor pertama dari tiga faktor yang 
tidak pernah berubah -- suatu otoritas yang tertulis, obyektif dan 
jelas. Apa yang difirmankan Allah kepada Israel, "Segala yang 
kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah 
engkau menambahinya ataupun menguranginya." (Yosua 12:32), Yohanes 
tegaskan ulang di bagian akhir Alkitab, dalam kitab Wahyu, "Aku 
bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat 
dari kitab ini: "Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-
perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-
malapetaka yang; tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang 
mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, 
maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota 
kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini." (Wahyu 22:18-19). 
Sepertinya Allah ingin bertanya, Bagaimana kamu bila melewatkan hal 
ini? Ada kesinambungan akan otoritas obyektif dari Kitab yang tertulis 
mulai dari kitab Taurat hingga Perjanjian Baru."

Menyangkut hal faktor kedua yang tidak pernah berubah, perhatikan 
sebuah pernyataan yang keluar dari mulut Yesus setelah Ia bangkit: 
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi." (Matius 28:18). 
Yesus mengklaim bahwa kuasa, yang sama dengan yang ditunjukkan 
pada masa Musa dan Yosua, kini diberikan kepada-Nya. Yesus 
menghubungkan pernyataan ini dengan kedatangan kuasa Roh Kudus: 
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, 
dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan 
Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah Para Rasul 1:8). Seperti 
halnya Allah berkata kepada Yosua, "Ingatkah akan kuasa-Ku? Laut 
Teberau dan sungai Yordan terbelah dua!", Yesus menyatakan kepada 
murid-murid-Nya, "Jangan takut, karena seluruh angkatan ini akan 
menerima kuasa dari Roh Kudus yang menetap."

Kuasa yang membelah laut Teberau dan sungai Yordan masih terus sama 
tersedia bagi setiap umat Allah di masa lalu, kini dan masa yang akan 
datang.

Kesinambungan dari faktor ketiga yang tidak pernah berubah, Pemimpin 
supranatural, datang kepada kita dengan suatu penekanan khusus. Dalam 
1Korintus l0:4, Paulus membicarakan suatu peristiwa di mana Musa 
memukul batu karang: "... dan mereka (para nenek moyang kita) semua 
minum-minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang 
rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus." 
(1Korintus 10:4) Pribadi yang ada di padang gurun dan Pribadi yang 
berdiri di hadapan Yosua dan berkata, "akulah Panglima Balatentara 
TUHAN. Sekarang aku datang." adalah Pribadi yang sama yang kita kenal 
melalui inkarnasi-Nya, Yesus Kristus.

Pribadi ini berbicara mengenal kesinambungan kepemimpinan-Nya ketika 
Ia menyatakan kepada pengikut-Nya, "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu 
senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20). Pribadi yang 
beserta dengan Musa di tempat batu karang dan bersama Yosua pada masa 
awal perlawanan merebut Yerikho telah berjanji, "Hingga waktunya Aku 
datang kembali, Aku akan selalu bersamamu." Adalah hal yang indah 
bahwa Pemimpin yang sama itu ada beserta dengan kita. Apakah Panglima 
Balatentara yang mendahului Yosua dalam peperangan itu adalah seorang 
manusia biasa? Bukan. Haruskah kita bergumul pada masa kini dengan 
menggunakan hikmat kita sendiri dan kekuatan kita yang lemah? Tidak, 
sebab kuasa-Nya tersedia. Pemimpin yang sama telah hadir dan Pemimpin 
yang sama itupun akan memimpin kita.

Ketika Yosua memandang Pemimpin ini, "sujudlah Yosua dengan mukanya ke 
tanah, menyembah dan berkata kepadanya: "Apakah yang akan dikatakan 
tuanku kepada hambanya ini?" Dan Panglima Balatentara TUHAN itu 
berkata kepada Yosua: "Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat 
engkau berdiri itu kudus." Maukah kita mengenal kuasa dari Pemimpin 
yang hadir itu? Marilah kita menanggalkan kasut kita! Janganlah kita 
lupa pada perkataan Paulus: "Aku adalah budak dari Yesus Kristus." 
Jika kasut tidak kita tanggalkan dihadapan Pemimpin kita ini, kita 
tidak akan mengenal kuasa-Nya. Tapi saat kita melepaskan kasut kita, 
kita akan mengalami kesinambungan kuasa Allah dan kepemimpinan-Nya 
itu. Karena Pribadi pada semak belukar yang terbakar, Allah Abraham, 
Ishak dan Yakub, Panglima Balatentara TUHAN, Yesus Kristus -- Pribadi 
ini masih beserta dengan kita.

Tiap-tiap faktor agung yang tidak pernah berubah ini, yang berdiri 
teguh pada masa-masa krusial seperti pada masa Yosua yang adalah 
transisi dari masa penyusunan Taurat kepada masa sesudahnya, akan 
terus berlanjut tanpa terputus. Akan ada perubahan-perubahan dalam 
sejarah, namun ketiga faktor ini akan terus ada dan tidak akan 
berubah. Kita dalam perjuangan di abad ini masih memiliki kitab yang 
sama, kuasa yang sama dan Pemimpin yang sama.

---------------------------------------------------------------------

Sumber diambil dari:
Judul buku   : Our Heritage: Keunikan dan Kekayaan Pelayanan Mahasiswa
               (Sebuah Bunga Rampai)
Judul artikel: Tiga Faktor yang Tidak Pernah Berubah (The Three
               Changeless Factors; Joshua and The Flow of Biblical
               History)
Penulis      : Francis A. Schaeffer, Illinois, IVP 1975
Penerbit     : Perkantas, 2006
Halaman      : 54 -- 66

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org