Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/84

e-Reformed edisi 84 (23-4-2007)

Kuasa Darah Sang Anak Domba

Dear e-Reformed netters,

Walaupun terlambat, saya pikir tidak ada salahnya jika saya 
mengucapkan "SELAMAT PASKAH 2007" kepada para pembaca e-Reformed.

Ketika saya membaca artikel yang saya bagikan kepada Anda di bawah 
ini, saya betul-betul merasa seperti sedang berada dalam sebuah 
kebaktian kebangunan rohani (KKR). Seperti inilah seharusnya isi KKR, 
berpusat pada Kristus, bukan pada diri atau kepentingan pribadi. 
Sangat ironis jika pada kenyataannya banyak orang Kristen datang 
berbondong-bondong ke KKR untuk mendengarkan apa yang mereka mau 
dengar, yaitu yang mengenakkan telinga atau yang dapat memberi jawaban 
instan atas kebutuhan mereka. Berita KKR bukanlah untuk memberi 
jawaban atas keinginan kedagingan kita yang sementara. Berita KKR juga 
bukan untuk memuaskan kesombongan intelektual dan telinga kita. Berita 
KKR seharusnya memberikan jawaban bagi hati dan jiwa kita yang sakit 
karena dosa.

Berita Paskah adalah berita KKR yang sesungguhnya. Tidak sepantasnya 
berita KKR diisi dengan berita yang lain. Itu adalah KKR yang palsu. 
KKR adalah berita bahwa darah Kristus telah dicurahkan di atas kayu 
salib untuk menanggung murka Allah atas dosa manusia agar manusia yang 
dikasihi-Nya boleh dilepaskan dari penghukuman kekal Allah dan 
menerima hidup baru yang berkemenangan. Peristiwa kematian dan 
kebangkitan Kristus merupakan berita terdahsyat yang harus diberitakan 
di sepanjang sejarah hidup manusia. Karena hanya melalui kematian dan 
kebangkitan-Nyalah kita mendapatkan kepastian akan pengampunan dan 
kasih Allah. Hanya dengan demikianlah manusia dimungkinkan untuk 
memiliki hidup yang sesungguhnya.

Artikel di bawah ini saya harap dapat menolong kita untuk mengerti 
satu bagian dari berita Paskah, yaitu tentang sebutan Kristus sebagai 
Sang Domba Allah dan tentang darah-Nya yang memberikan kuasa dan 
bagaimana berita itu memberi teladan bagi kita untuk hidup di dalam 
kuasa darah-Nya.

Meskipun artikel ini diambil dari buku yang mungkin tergolong tua, 
usianya (sekitar tahun 50-an dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia 
tahun 60-an), yang berjudul "The Calvary Road" oleh Roy dan Revel 
Hession, berita yang disampaikan tidaklah usang. Selamat merenungkan.

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >

=====================================================================

                               B A B IX
                     KUASA DARAH SANG ANAK DOMBA
                     ===========================

Berita dan tantangan Kebangunan Rohani sesungguhnya sangatlah 
menggelitik karena amat sederhana. Hanya ada satu hal saja di dunia 
ini yang dapat menghalangi orang Kristen berjalan dalam persekutuan 
yang menang dengan Allah dan dipenuhi dengan Roh Suci, yaitu dosa, apa 
pun macamnya. Juga hanya ada satu hal saja di dalam dunia ini yang 
dapat menyucikan dia dari dosa dan itu adalah kuasa darah Tuhan Yesus. 
Tetapi penting sekali bagi kita untuk memahami apakah sebenarnya yang 
memberikan, kepada darah Kristus, kuasa yang begitu besar di hadapan 
Allah untuk keperluan manusia itu. Karena dengan demikian kita akan 
mengerti dengan syarat apakah kuasa-Nya dapat dialami sepenuhnya di 
dalam hidup kita.

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa kuasa darah Tuhan Yesus telah 
memberikan prestasi yang sangat besar, berkat-berkat yang sangat besar 
bagi manusia! Dengan kuasa darah-Nya manusia diperdamaikan dengan 
Allah (Kol. 1:20); ada pengampunan dosa dan kehidupan yang kekal bagi 
semua orang yang menaruh imannya dalam Tuhan Yesus (Kol. 1:14; Yoh. 
6:54). 
Dengan kuasa darah-Nya Iblis dikalahkan (Why. 12:11), dan ada 
penyucian terus-menerus dari segala dosa bagi kita (1 Yoh. 1:7). 
Dengan kuasa darah-Nya, kita dapat dibebaskan dari aniaya hati 
sanubari yang jahat untuk melayani Allah yang hidup (Ibr. 9:14). 
Dengan kuasa-Nya yang tak terbatas di hadapan Tuhan, orang yang 
terhina sekalipun mendapat kemerdekaan untuk masuk ke dalam tempat 
yang kudus, yaitu hadirat Tuhan dan hidup di sana selama-lamanya. 
Memang betul kita perlu bertanya apa yang memberi kuasa yang mulia 
pada darah-Nya itu!

Pertanyaan ini perlu kita hubungkan dengan pertanyaan lain, yaitu 
bagaimana kita dapat mengalami segala kuasa-Nya di dalam hidup kita? 
Terlalu sering kuasa darah yang indah itu tidak dengan nyata 
membersihkan, mendamaikan, menghidupkan, dan membinasakan dosa di 
dalam hati kita, dan terlalu sering kita tidak mengalami kehadiran 
Tuhan dan persekutuan-Nya sepanjang hari.

DARI MANAKAH KUASA DARAH-NYA?

Jawaban atas pertanyaan pertama dapat kita lihat dari kalimat dalam 
kitab Wahyu yang menggambarkan darah Tuhan Yesus dengan ungkapan yang 
lemah lembut, yaitu "Darah Sang Anak Domba" (Wahyu 7:14). Bukan darah 
seorang prajurit, tetapi darah Sang Anak Domba! Dengan kata lain, yang 
memberikan kuasa kepada darah yang indah itu di hadapan Allah bagi 
manusia adalah pembawaan-Nya yang lemah lembut seperti anak domba. 
Sebutan itu juga menyatakan pembawaan-Nya yang jujur. Gelar "Sang Anak 
Domba" yang demikian sering diberikan kepada Tuhan Yesus di dalam 
Alkitab, terutama melukiskan pekerjaan-Nya. Ia menjadi korban karena 
dosa kita. Apabila seorang bangsa Israel berbuat dosa dan ingin 
dosanya diampuni oleh Allah, darah seekor anak dombalah (kadang-kadang 
kambing) yang harus ditumpahkan dan dipercikkan di atas mezbah.

Tuhan Yesus adalah penetapan Ilahi dari semua anak-anak domba yang 
telah dikorbankan manusia -- Sang Anak Domba Allah yang mengangkut 
dosa isi dunia (Yoh. 1:29). Tetapi gelar Sang Anak Domba itu mempunyai 
arti yang lebih dalam. Gelar itu melukiskan sifat-Nya. Ia adalah Sang 
Anak Domba karena Ia lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29), halus 
budi, tidak melawan, dan selalu menyerahkan kehendak-Nya sendiri 
kepada kehendak Sang Bapa bagi pemberkatan dan penyelamatan manusia. 
Tiap orang, siapa pun dia, kecuali Sang Anak Domba, akan mendendam dan 
melawan perlakuan yang telah diberikan oleh manusia kepada-Nya. Tetapi 
dalam ketaatan-Nya kepada Sang Bapa (Flp. 2:8) dan karena cinta kasih-
Nya kepada kita, Ia tidak mendendam, pun tidak melawan. Manusia 
berbuat sesukanya kepada-Nya dan oleh karena kita, Ia berserah secara 
total.

Tatkala Ia kena nista, Ia tidak membalas dengan nista. Tatkala ia kena 
sengsara, Ia tidak mengancam. Ia tidak membela diri-Nya atau hak-hak-
Nya, pun tidak memukul kembali, tidak mendendam, tidak mengeluh. 
Alangkah jauh perbedaannya dengan sifat kita. Ketika kehendak Sang 
Bapa dan kebencian manusia menunjuk pada Golgota yang gelap itu, Sang 
Anak Domba dengan lemah lembutnya menundukkan kepala dalam ketaatan 
untuk menjalankan apa pun kehendak Bapa. Sebagai Sang Anak Dombalah, 
Nabi Yesaya melihat dan menuliskan: "seperti anak domba yang dibawa ke 
pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang 
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya" (Yesaya 53:7). 
Siksaan, ejekan, ludahan, tamparan, perjalanan terakhir yang 
meletihkan mendaki Bukit Golgota, kemudian paku yang melekatkan tubuh-
Nya pada kayu salib, tusukan di lambung-Nya dengan lembing, dan 
cucuran darah-Nya -- tak satu pun dari hal ini akan pernah ada jika Ia 
bukan Sang Anak Domba. Dan semua itu Ia terima untuk menebus dosa 
kita. Jadi di sini kita mengerti, Ia bukan semata-mata Sang Anak Domba 
karena Ia mati di kayu salib -- Ia mati di kayu salib karena Ia adalah 
Sang Anak Domba.

Biarlah kita selalu sadar akan sifat dari darah itu. Setiap kali darah 
disebut biarlah hal itu mengingatkan kita akan kerendahan hati yang 
sejati dan penyerahan diri Sang Anak Domba, karena sifat inilah yang 
memberikan kuasa yang ajaib dan sangat indah di hadapan Allah. Kitab 
Ibrani 9:14 selalu menghubungkan darah Kristus dengan persembahan diri 
Kristus kepada Allah, "betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh 
yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai 
persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari 
perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada 
Allah yang hidup.". Kenyataan inilah yang menganugerahkan kepada-Nya 
kuasa di hadapan Allah untuk manusia. Sifat inilah yang dihargai 
setinggi-tingginya oleh Allah. Kerendahan hati, berpembawaan seperti 
anak domba, penyerahan kehendak kita kepada Allah, itulah yang 
terutama dicari oleh Allah dari manusia. Justru untuk menyatakan 
semuanya itu Allah menciptakan manusia yang pertama. Namun, manusia 
yang diciptakan-Nya itu menolak. Penolakan untuk menempuh jalan inilah 
yang merupakan dosa Adam yang pertama (dan telah menjadi inti dosa 
sejak saat itu). Dengan tujuan untuk mengembalikan sifat ini ke dunia, 
Allah mengutus Tuhan Yesus untuk datang. Karena Sang Bapa melihat 
sifat ini di dalam Dia, Allah dapat berkata: "Anak-Ku yang Kukasihi, 
kepada-Mulah Aku berkenan". Penumpahan darah-Nya merupakan hal utama 
yang menyatakan sifat ini. Darah-Nya itu teramat sangat indah untuk 
Allah dan sangat berguna bagi seluruh manusia yang berdosa.

PERTANYAAN YANG KEDUA

Kita sekarang sampai pada pertanyaan yang kedua, bagaimanakah kita 
dapat mengalami sepenuhnya kuasa darah-Nya di dalam hidup kita? Tentu 
hati kita sendiri telah memberikan jawaban kepada kita, yaitu ketika 
kita memandang Sang Anak Domba yang menundukkan kepala bagi 
kepentingan kita di Golgota. Jawabannya adalah hanya dengan kesediaan 
untuk memiliki sifat yang sama, yaitu sifat yang menguasai-Nya untuk 
menundukkan tengkuk kita dalam kehancuran sebagaimana Ia menundukkan 
tengkuk-Nya bagi kita. Sama seperti sifat Sang Anak Domba yang 
mengaruniakan kuasa dalam darah-Nya, demikian pula hanya dengan 
bersedia mengambil bagian di dalam sifat-Nya, kita akan mengalami 
kuasa-Nya sepenuhnya di dalam hidup kita. Alkitab berkata kita bisa 
mendapat bagian di dalam sifat-Nya (Flp. 2:5) karena sifat-Nya itu 
telah dianugerahkan kepada kita oleh kematian-Nya. Segala buah Roh 
yang disebut dalam Galatia 5 -- kasih, sukacita, damai sejahtera, 
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan 
diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (inilah sifat yang 
dimiliki anak domba) dan Roh Suci ingin memenuhi kita dengan buah Roh 
ini. Janganlah kita lupa bahwa Tuhan Yesus, walaupun telah naik ke 
takhta Allah, Ia masih tetap menjadi Sang Anak Domba (Kitab Wahyu 
menyatakannya) dan Ia ingin menyatakan diri-Nya di dalam kita.

BERSEDIAKAH KITA?

Tetapi apakah kita bersedia menerima itu? Masih ada si "Aku" yang 
keras dan tak mau menurut, yang berpihak kepada diri sendiri dan 
menentang orang-orang lain, yang perlu dihancurkan, jika kita mau 
mengambil bagian dari sifat Sang Anak Domba dan jika kita ingin darah 
yang indah itu menyucikan kita dengan kuasa-Nya. Kita dapat berdoa 
lama untuk memohon penyucian dari dosa dan pemulihan damai di dalam 
hati kita, tetapi jika kita tidak memberi hati kita untuk dihancurkan 
atas perkara tersebut dan tidak bersedia mengambil hagian di dalam 
kerendahan hati Sang Anak Domba di dalam perkara itu, tak akan ada 
sesuatu pun yang terjadi. Tiap dosa yang pernah kita lakukan adalah 
akibat dari si "aku" yang keras dan yang tak mau dihancurkan, yang 
menunjukkan sikap sombong. Kita tak akan mengalami damai melalui darah 
Tuhan Yesus sebelum kita bersedia menginsafi sumber dari tiap dosa, 
lalu berbalik kepada penyesalan yang ikhlas dengan kerendahan diri. 
Kita tidak harus mencoba memiliki kerendahan hati seperti Tuhan Yesus. 
Kita hanya mampu berjalan di dalam terang dan bersedia agar Allah 
menyatakan kepada kita tiap-tiap dosa yang ada di dalam hati dan 
kehidupan kita. Maka kita akan disuruh oleh Tuhan melakukan bermacam-
macam tindakan yang memerlukan banyak pengorbanan, yaitu perbuatan-
perbuatan penyesalan dan penyerahan, bahkan untuk hal-hal yang kita 
anggap kecil dan remeh. Tetapi yang betul, hal-hal itu sama sekali 
tidak remeh karena kita sering harus membereskan kesombongan kita. 
Mungkin Tuhan menunjukkan kepada kita suatu tindakan yang harus kita 
lakukan terhadap seseorang, misalnya untuk minta maaf atau melakukan 
tindakan penggantian kerugian yang harus kita usahakan (Mat. 5:23, 
24). Mungkin Tuhan memperlihatkan kepada kita bahwa kita harus turun 
dari kesombongan kita dan menyerahkan hak-hak kita di dalamnya (Tuhan 
Yesus tidak menggunakan hak-hak-Nya -- mengapakah kita menuntut hak-
hak kita?), yaitu hak-hak yang kita kira kita miliki. Mungkin Tuhan 
menyuruh kita supaya pergi kepada seseorang yang telah bersalah 
terhadap kita dan mengakui kesalahan kita karena menyimpan dendam 
kepadanya -- suatu dosa yang jauh lebih jahat daripada dosanya. (Tuhan 
Yesus tidak pernah mendendam pada seorang pun -- berhakkah kita 
menaruh dendam pada seseorang?) Mungkin Ia memanggil kita supaya 
bersikap terbuka terhadap handai taulan kita supaya mereka mengenal 
kita sebagaimana kita ini sebenarnya dan dengan demikian dapat 
menjalin persekutuan yang sungguh-sungguh dengan kita. Perbuatan-
perbuatan ini mungkin sekali merendahkan diri kita dan merupakan suatu 
pembalikan sama sekali dari sikap-sikap kesombongan dan mementingkan 
diri kita, tetapi dengan perbuatan-perbuatan yang sedemikian itu kita 
mengalami kehancuran yang sungguh-sungguh dan beroleh bagian di dalam 
kerendahan hati Sang Anak Domba. Ketika kita bersedia untuk menempuh 
jalan ini, kuasa darah Sang Anak domba akan nyata bukan hanya 
menyucikan kita dari segala dosa, namun juga memungkinkan kita 
berjalan dengan Allah dalam keadaan suci dengan damai sukacita-Nya 
tinggal di dalam hati kita.

======================================================================

Bahan diedit dari sumber:
Judul buku: Jalan Golgota
Judul asli: The Calvary Road
Judul bab : Kuasa Darah Sang Anak Domba
Penulis   : Roy & Revel Hession
Penerjemah: A. Tjokrowidjojo
Penerbit  : YAKIN, Surabaya
Halaman   : 72 -- 78

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org