Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/79

e-Reformed edisi 79 (22-1-2007)

"Tanda-tanda" Gereja

Dear e-Reformed netters,

Membicarakan tentang hakikat gereja selalu sangat menarik perhatian 
saya. Terutama karena sejauh ini saya belum melihat adanya gereja yang 
secara utuh dan ideal menjalankan fungsi dan panggilannya sebagai 
gereja. Jika semua gereja boleh dibanding-bandingkan, maka setiap 
gereja selalu kelihatan ada saja kekurangannya. Tapi, jika saya mulai 
mengeluh tentang kekurangan gereja, maka biasanya di belakang kepala 
saya akan ada rasionalisasi yang mengatakan, `selama gereja ada di 
dunia dan anggotanya terdiri dari manusia-manusia yang berdoa, maka 
tidak ada gereja yang sempurna`. Ya, memang betul sih, tidak ada 
gereja yang sempurna. Namun, melihat adanya fakta bahwa ada banyak 
gereja yang memiliki `terlalu` banyak kekurangan, sering membuat saya 
bertanya-tanya, apa Tuhan betah ya ada di sana? Lha wong saya saja 
tidak betah ... :) Tuhan yang punya standard kemuliaan dan 
kesempurnaan yang mutlak, bagaimana mungkin Dia menerima gereja yang 
kadang begitu `amburadul`? Seringkali `amburadul`nya bukan hanya dalam 
hal fisik saja (hal-hal yang bisa dilihat/dialami secara konkret), 
tapi khususnya dalam hal-hal yang filosofis, misalnya panggilan gereja 
dalam memberi pengajaran yang benar, atau pelayanan gereja yang sesuai 
dengan kehendak Tuhan, dll. Kadang gereja tak ubahnya seperti program 
kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Jarang terlihat gereja yang 
prihatin dengan keadaan kerohanian jemaat. Rasanya belum pernah ada 
jemaat yang disapa pada hari Minggu dengan pertanyaan, "Bagaimana 
hubungan cinta kasih Anda dengan Tuhan?" atau "Apakah Anda 
bertemu Tuhan melalui Firman-Nya hari ini?" Bahkan ada gereja-
gereja tertentu yang hampir dalam kurun waktu yang cukup panjang tidak 
pernah membicarakan dosa, kesakitan rohani yang menggerogoti hidup 
jemaat, atau Firman Tuhan! Nama Yesus pun cuma didengungkan karena 
disebutkan dalam bacaan Firman Tuhan minggu itu. Kalau seperti ini, 
apa masih pantas sih gereja tersebut disebut gereja?

Tulisan di bawah ini, mungkin perlu menjadi perenungan kita semua 
dalam menghayati kehidupan bergereja. Kepekaan untuk mengerti 
panggilan Tuhan atas gereja kiranya menjadi pegangan kita dalam 
memperjuangkan hidup matinya gereja kita masing-masing.

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >

=====================================================================

                        "TANDA-TANDA" GEREJA
                        ====================

1. Ada gereja-gereja yang sejati dan gereja-gereja yang tidak sejati 
(palsu).

Apa yang membuat suatu gereja disebut sebagai gereja? Apa perlunya 
memiliki sebuah gereja? Bisakah sekelompok orang yang mengaku Kristen 
menjadi sama sekali tidak mencerminkan gereja yang sesungguhnya 
sehingga tidak lagi dapat disebut gereja?

Pada awal-awal abad berdirinya gereja Kristen, terjadi perdebatan 
kecil tentang apa yang disebut sebagai gereja sejati. Pada saat itu, 
hanya ada satu gereja di dunia, yaitu gereja yang "tampak" 
dan tentunya itulah yang merupakan gereja yang sejati. Gereja ini 
memiliki majelis, pendeta dan bangunan gereja yang bisa dilihat oleh 
semua orang. Penyesat manapun yang didapati memiliki kesalahan 
pemahaman doktrin yang serius akan langsung dikeluarkan dari gereja.

Tetapi pada masa Gereja Reformasi, pertanyaan penting muncul: 
Bagaimana kita mengenali gereja yang sejati? Apakah Gereja Katolik 
Roma merupakan gereja yang sejati atau bukan? Untuk dapat menjawab 
pertanyaan ini, orang harus menentukan lebih dahulu apa saja 
"tanda-tanda" dari gereja yang sejati, ciri-ciri yang 
membedakan yang menuntun agar kita bisa mengenalinya sebagai gereja 
yang sejati. Alkitab jelas berbicara tentang adanya gereja-gereja 
palsu. Paulus misalnya, berkata tentang kuil berhala di Korintus, 
"bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh 
jahat, bukan kepada Allah." (1Kor. 10:20). Ia berkata kepada 
orang-orang Korintus "bahwa pada waktu kamu masih belum mengenal 
Allah, kamu tanpa berpikir ditarik kepada berhala-berhala yang 
bisu." (1Kor. 12:2). Kuil-kuil berhala ini jelas adalah gereja 
atau jemaah keagamaan yang palsu. Lebih lagi, Alkitab juga berbicara 
tentang jemaah keagamaan yang benar-benar merupakan "jemaah 
Iblis" (Wahyu 2:9, 3:9). Di sini Yesus menunjuk pada jemaat 
Yahudi yang mengaku dirinya Yahudi tapi bukan Yahudi sejati yang 
memiliki iman yang menyelamatkan. Persekutuan keagamaan mereka 
bukanlah persekutuan umat Kristus tapi orang-orang yang masih menjadi 
anggota kerajaan kegelapan, kerajaan setan. Ini jelas-jelas merupakan 
gereja palsu.

Dalam banyak hal, ada kesamaan pendapat antara Luther dan Calvin dalam 
menjawab pertanyaan, apakah yang harus ada dalam gereja sejati. 
Pengakuan iman Lutheran yang disebut Pengakuan Augsburg (1560), gereja 
didefinisikan sebagai "kumpulan orang-orang kudus dimana Kabar 
Keselamatan diajarkan dengan benar dan sakramen dijalankan dengan 
benar" (Pasal 7) [Dikutip dari Philip Schaff, "The Creeds of 
Christendom", hal. 11-12] Hampir mirip, John Calvin berkata, 
"Di mana pun kita tahu Firman Tuhan secara murni dikhotbahkan dan 
didengar, dan sakramen dijalankan sesuai dengan perintah Kristus, maka 
tidak diragukan lagi, di situlah ada gereja Tuhan". [Calvin, 
Institutes 4.1.9 (hal. 1023)] Walaupun Calvin berkata tentang 
kemurnian khotbah Firman Tuhan (dimana Pengakuan Lutheran menyebutkan 
tentang khotbah Kabar Keselamatan yang benar) dan meskipun Calvin 
menyatakan bahwa Firman Tuhan harusnya tidak hanya dikhotbahkan tapi 
juga didengarkan (sedangkan Pengakuan Augsburg hanya menyebutkan bahwa 
Firman Tuhan harus diajarkan dengan  benar), pemahaman mereka tentang 
ciri-ciri yang membedakan gereja sejati adalah hampir sama. [Pada 
pengakuan iman yang sekarang ditambahkan ciri ketiga dari gereja yang 
sejati, yaitu menjalankan disiplin gereja, tapi dulunya baik Luther 
atau Calvin tidak menyebutkannya] Lain dari pandangan Luther dan 
Calvin tentang tanda-tanda gereja, kelompok Katolik Roma menegaskan 
pandangannya bahwa "gereja yang tampak", yang diwariskan 
sejak zaman Petrus dan para rasul, itulah "gereja yang 
sejati".

Tepatlah jika kita mengikuti pandangan Luther dan Calvin tentang 
"karakteristik gereja" sebagai yang benar hingga hari ini. 
Jika Firman Allah tidak dikhotbahkan tapi hanya merupakan doktrin 
palsu atau doktrin manusia, tentunya itu bukan gereja yang sejati. 
Pada beberapa kasus, kita mungkin sulit membedakan seberapa jauhkah 
suatu ajaran yang salah bisa ditoleransi sebelum suatu gereja tidak 
dapat lagi disebut sebagai gereja yang sejati. Namun, ada banyak kasus 
yang jelas-jelas dapat dikatakan bahwa gereja yang sejati itu tidak 
ada. Sebagai contoh, Gereja Yesus Kristus Orang-Orang Kudus Zaman 
Akhir (Gereja Mormon) yang tidak berpegang pada pokok-pokok doktrin 
Kristen tentang keselamatan atau kemanusiaan Tuhan atau kemanusiaan 
dan karya Kristus. Ini jelas merupakan gereja palsu. Sama halnya 
dengan Saksi Yehovah yang mengajarkan bahwa keselamatan dapat 
diperoleh melalui perbuatan, bukan karena percaya pada Yesus Kristus 
saja. Ini adalah penyimpangan doktrin yang mendasar, karena jika 
orang-orang percaya pada ajaran Saksi Yehova, mereka tidak dapat 
diselamatkan. Jadi, Saksi Yehova juga merupakan gereja palsu. Bila 
khotbah gereja ternyata menyembunyikan pesan keselamatan untuk para 
jemaatnya sehingga pesan Kabar Keselamatan tidak dinyatakan dengan 
jelas dan tidak diberitakan selama beberapa waktu, maka perkumpulan 
tersebut bukanlah gereja.

Tanda yang kedua dari gereja adalah dilakukannya sakramen yang benar 
(baptisan dan Perjamuan Kudus), yang mungkin bertentangan dengan 
gereja Katolik Roma yang berpandangan bahwa anugerah yang 
menyelamatkan diperoleh melalui sakramen dan karenanya sakramen 
merupakan "perbuatan" yang mana akan menghasilkan usaha 
untuk mendapatkan keselamatan. Dengan cara ini, Gereja Katolik Roma 
menekankan pada pembayaran keselamatan daripada mengajarkan bahwa iman 
adalah sarana untuk mendapatkan keselamatan.

Namun, ada alasan lain mengapa sakramen merupakan tanda dari gereja. 
Sekali suatu organisasi mulai mempraktikkan baptisan dan Perjamuan 
Kudus, ini merupakan organisasi yang berkelanjutan dan yang sedang 
"berupaya menjalankan fungsinya sebagai gereja". (Dalam 
masyarakat Amerika modern, suatu organisasi yang mulai bertemu untuk 
menyembah dan berdoa serta belajar pengajaran Alkitab pada hari Minggu 
pagi telah dapat digolongkan sebagai organisasi yang sedang berupaya 
menjalankan fungsinya sebagai gereja.)

Baptisan dan Perjamuan Kudus juga bertindak sebagai "pengontrol 
keanggotaan" bagi gereja. Baptisan adalah sarana untuk mengakui 
keanggotaan seseorang di suatu gereja dan Perjamuan Kudus merupakan 
sarana yang menandakan bahwa seseorang melanjutkan keanggotaannya 
dalam gereja tersebut -- gereja menunjukkan bahwa mereka yang menerima 
baptisan dan Perjamuan Kudus adalah yang menerima keselamatan. Oleh 
karena itu, kedua sakramen ini menunjukkan bahwa gereja memikirkan 
tentang keselamatan dan mereka terdaftar secara jelas, yang juga 
menjadi tanda dari gereja masa kini. Sebaliknya, kelompok yang tidak 
melaksanakan baptisan dan Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa mereka 
tidak bermaksud untuk melaksanakan fungsi sebagai gereja. Seseorang 
mungkin saja berdiri di pojok jalan dengan sekelompok kecil pendengar, 
dan mengkhotbahkan Firman Tuhan, tapi kerumunan itu tidak dapat 
disebut sebagai gereja. Bahkan PA (Persekutuan Alkitab) yang dilakukan 
di rumah bisa saja mengajarkan Alkitab tanpa perlu menjadi gereja. 
Tapi jika PA mulai membaptis sendiri petobat baru dan secara teratur 
mengadakan Perjamuan Suci, ini menunjukkan "suatu usaha untuk 
berfungsi sebagai gereja", dan sulit dikatakan mengapa mereka 
tidak memutuskan saja menjadi gereja. ["Salvation Army" 
(Bala Keselamatan) merupakan kasus khusus karena meskipun tidak 
mempraktikkan baptisan dan perjamuan kudus, mereka memenuhi syarat 
untuk disebut gereja. Organisasi ini telah mengganti fungsi 
"pengontrol keanggotaan" kedua sakramen ini dengan sebuah 
cara identifikasi keanggotaan ala mereka sendiri.]

2. Gereja Sejati dan Gereja yang Tidak Sejati Masa Kini

Sehubungan dengan pembahasan pertanyaan yang muncul di masa Reformasi, 
bagaimana dengan Gereja Katolik Roma sekarang ini? Apakah mereka 
adalah gereja sejati? Kelihatannya untuk memutuskan tentang gereja 
Katolik Roma secara keseluruhan tidak mudah, karena terlalu beragam. 
Menanyakan apakah sekarang ini Gereja Katolik Roma merupakan gereja 
sejati sama dengan mempertanyakan apakah gereja Kristen Protestan saat 
ini merupakan gereja sejati atau palsu -- ada terlalu banyak aliran 
sekarang ini. Beberapa jemaat gereja Katolik Roma secara pasti tidak 
memiliki dua tanda gereja di atas: tidak ada khotbah murni dari Firman 
Allah dan pesan keselamatan Injil melalui iman dalam Kristus tidak 
dikenal atau diterima oleh jemaat ini. Keikutsertaan dalam sakramen-
sakaramen dipandang sebagai "usaha/perbuatan" untuk 
memperoleh belas kasihan Allah. Kelompok yang memiliki pandangan 
demikian bukan merupakan gereja Kristen sejati. Sebaliknya, saat ini 
ada banyak jemaat Katolik Roma di berbagai belahan dunia dimana 
pendeta setempat memiliki pengetahuan keselamatan yang benar tentang 
Kristus dan memiliki hubungan pribadi yang jelas dengan Kristus 
melalui doa dan pemahaman Alkitab. Khotbah dan ajaran pribadinya 
tentang Alkitab banyak menekankan pada iman pribadi dan kebutuhan 
pribadi untuk membaca Kitab Alkitab dan berdoa. Pengajarannya tentang 
sakramen-sakramen lebih ditekankan pada aspek simbolis dan peringatan 
daripada tindakan yang dapat mendatangkan anugerah keselamatan dari 
Allah. Dalam hal ini, meskipun kita harus mengatakan bahwa kita masih 
memiliki perbedaan yang besar dengan ajaran Katolik Roma tentang 
beberapa doktrin [Perbedaan doktrin mendasar meliputi kelanjutan dari 
pengorbanan massal, kekuasaan Paus dan dewan gereja, penyembahan 
terhadap bunda Maria dan perannya dalam penebusan dosa, doktrin 
penyucian dosa dan tambahan dalam kitab-kitab kanon], namun nampaknya 
gereja seperti ini memiliki penafsiran yang sangat dekat dengan dua 
ciri gereja sehingga sulit untuk disangkal bahwa sesungguhnya gereja 
tersebut adalah gereja yang sejati. Kelihatannya jemaat tersebut 
benar-benar adalah orang percaya dimana Injil diajarkan (meski pun 
tidak murni) dan sakramen dilaksanakan dengan lebih benar dibandingkan 
salah.

Apakah ada gereja-gereja palsu di dalam aliran Protestan? Bila kita 
melihat ulang pada dua tanda yang membedakan di atas, menurut 
penilaian penulis lebih tepat bila dikatakan bahwa banyak gereja 
Protestan liberal saat ini yang sebenarnya adalah gereja palsu. 
[Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh J. Gresham Machen sejak 
1923: "Gereja Katolik Roma mungkin mewakili suatu perubahan pada 
agama Kristen; namun Liberalisme naturalistik sama sekali bukan 
kekristenan." (Christianity and Liberalism, Grand Rapids: 
Eerdmans, 1923, p.52)]. Apakah Injil "perbuatan" dan 
ketidakpercayaan terhadap Alkitab yang diajarkan gereja-gereja palsu 
ini lebih menyelamatkan orang daripada apa yang diajarkan oleh gereja 
Katolik Roma masa Reformasi? Bukankah pelaksanaan sakramen yang tidak 
disertai dengan pengajaran yang benar pada orang-orang yang datang ke 
gereja, sama salahnya dengan gereja Katolik Roma pada masa Reformasi 
yang memberi jaminan yang salah tentang pelaksanaan sakramen kepada 
orang-orang yang belum lahir baru. Apabila ada persekutuan orang yang 
menyebut diri mereka Kristen tapi terus menerus mengajarkan bahwa 
orang-orang tidak boleh percaya pada Alkitab mereka -- tentu saja pada 
gereja yang pendeta dan jemaatnya jarang membaca Alkitab atau berdoa 
dengan sungguh-sungguh, dan tidak percaya atau bahkan mungkin tidak 
mengerti tentang keselamatan yang hanya didapat dalam Kristus, 
bagaimana mungkin kita menyebutnya sebagai gereja sejati?

======================================================================
Bahan diterjemahkan dari:
Judul Buku        : Systematic Theology
Judul Artikel     : The "Marks" of the Church (Distinguishing 
                    Characteristic)
Penulis           : Wayne Grudem
Penerbit          : Zondervan Publishing House, Michigan 1994
Halaman           : 864 -- 867

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org