Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/77 |
|
e-Reformed edisi 77 (12-10-2006)
|
|
Dear e-Reformed netters, Selamat berjumpa lagi setelah 2 bulan posting saya tidak muncul :) Saya minta maaf sebesar-besarnya karena keterlambatan ini. Untuk mengobati kekecewaan Anda (mungkin....?), maka saya akan postingkan 2 artikel sekaligus (dalam 2 surat yang berbeda). Semoga dapat diterima dengan baik. Dua artikel yang saya kirimkan ke Anda ini, kedua-duanya ditulis oleh Sdr. Hendra Rey, yaitu 2 bab terakhir dari bukunya yang berjudul "Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan" dengan sub-judul: "Ilmu Budaya Dasar dalam Perspektif Kristiani." Saya terkesan dengan buku ini karena ditulis dengan bahasa yang sederhana, jelas -- to the point, ditambah dukungan ayat-ayat firman Tuhan. Melihat keseluruhan isi buku, memang sangat cocok untuk dipakai sebagai buku pegangan mata kuliah Ilmu Budaya Dasar bagi universitas-universitas Kristen. Dua topik yang saya pilih, yaitu (1) Manusia dan Dunia Orang Mati, (2) Surga dan Neraka, menurut saya adalah topik-topik yang selalu hot dibicarakan -- oleh siapa saja, kapan saja, dan bagi siapa saja, khususnya bagi orang-orang yang belum percaya Kristus. Nah, karena itu bahan ini bisa menjadi kerangka berpikir (backbone) bagi Anda yang ingin ber-PI dan memenangkan jiwa. Bisa menjadi `point of entry` untuk membicarakan tentang kebutuhan manusia akan keselamatan. Ingin coba? Selamat ber-PI... In Christ, Yulia < yulia(at)in-christ.net > ===================================================================== MANUSIA DAN KEKEKALAN (1): Manusia dan Dunia Orang Mati ======================================================= "Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata pada waktu bunyi nafiri yang terakhir." (1Korintus 15:51-52) A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal 1. PANDANGAN ALKITABIAH Cicero, filsuf Yunani yang kesohor itu, pernah berkata, "Dalam pikiran manusia ada suatu firasat tertentu akan kekekalan, dan ini berakar sangat dalam dan dapat dengan jelas dilihat pada orang- orang yang sangat jenius, dan mereka yang berjiwa paling mulia." Kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa manusia selalu berhubungan dengan kekekalan. Allah yang kekal menciptakan manusia untuk maksud kekekalan. Artinya, bahwa manusia akan hidup selama-lamanya. Dosa telah menyebabkan manusia harus bertemu dengan kematian di dalam hidupnya. Namun, kematian bukan berarti bahwa manusia telah kehilangan esensi hidupnya, atau tidak dapat merasakan sama sekali sesuatu yang menimpa dirinya. Memang, tubuh yang mati tidak dapat merasakan cubitan atau pukulan dari sesamanya, tetapi orang yang mati rohnya dapat merasakan kesakitan di dalam tempat penantian seperti yang tampak jelas dalam catatan Lukas, yaitu tentang orang kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Orang kaya masuk dalam tempat penantian hukuman, sedangkan Lazarus masuk dalam tempat penantian untuk menerima upah pada waktu Yesus datang sebagai Hakim. Orang kaya merasakan kesakitan dan kepanasan, Lazarus merasakan hal yang menyenangkan. "Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya tetapi kita semuanya akan diubah," demikian kata Paulus (1Kor. 15:51). Orang yang tidak mengenal Tuhan sebenarnya juga memiliki pengetahuan bahwa kematian tidak mengakhiri segalanya. Naluri demikian tidak dapat diabaikan. Naluri itu membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya bersifat rohani dan telah dikaruniai kemampuan untuk mengenal Allah. Seperti catatan Salomo, "Allah telah memberikan kekekalan dalam hati manusia" (Pkh. 3:11). 2. UNIVERSALISME Penganut paham universalisme atau orang yang punya pandangan searah menyatakan bahwa sesungguhnya Kristus datang ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan semua orang. Salib Kristus adalah demonstrasi untuk membuktikan kuasa Yesus yang akan menyelamatkan semua manusia. Allah menciptakan manusia, jadi tidak mungkin Ia akan benar-benar meninggalkan dan membinasakan umat manusia. Karena itu, karya Kristus akan mendamaikan semua umat manusia dengan Allah. Artinya, tidak akan ada yang binasa selama-lamanya. Pandangan ini menggunakan beberapa ayat Alkitab berikut ini. Pertama, "Kristus itu harus tinggal di surga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu" (Kis. 3:21). Ayat tersebut mereka katakan dengan menekankan frasa "segala sesuatu", yang bisa diartikan juga bahwa malaikat yang memberontak, yang telah menjadi setan pada akhirnya juga akan dipulihkan menjadi malaikat-malaikat surgawi. Kedua, "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka" (2Kor. 5:19). Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya segala pelanggaran tidak akan diperhitungkan oleh Allah di dalam Kristus. Ketiga, "Segala lidah akan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan" (Flp. 2:11). Pada akhirnya, semua akan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan karena itu, semua manusia pasti akan diselamatkan. Penganut universalisme menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara serampangan. Padahal ayat-ayat tersebut harus ditafsirkan dengan melihat ayat-ayat Alkitab yang lain. Karena di dalam Alkitab tidak ada pertentangan ayat, tetapi satu sama lain saling melengkapi dan mendukung. Jika benar bahwa pada akhirnya semua manusia akan diselamatkan, tidak ada ayat dalam Aikitab yang menuliskan sebaliknya. Sebaliknya, Alkitab sering menandaskan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus sebagai jalan keselamatan akan mengalami kesengsaraan dalam hukuman Allah. Beberapa ayat tersebut di antaranya, pertama, "Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api" (Why. 20:15). Kedua, "Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah" (Yoh. 3:18). Ketiga, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat- malaikatnya. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal" (Mat. 25:41, 46). Alkitab menuliskan bahwa manusia yang tidak percaya pasti akan mengalami hukuman kekal. Jika demikian, ayat-ayat yang digunakan oleh kaum universalisme sebenarnya tidak ditafsirkan dalam konteks yang benar dan cara yang benar. 3. PAHAM PEMUSNAHAN Paham pemusnahan percaya bahwa orang yang tidak bertobat nasibnya akan seperti binatang, yakni mereka akan dimusnahkan sama sekali sehingga tidak perlu ada neraka. Paham ini bersumber dari paham ateis dan materialisme yang menyimpulkan bahwa setiap yang mati, tidak akan lagi hidup setelahnya. Artinya, setelah mati roh manusia yang tidak percaya sebenarnya tidak ada lagi, atau sudah dimusnahkan. Paham ini keliru sebab Alkitab jelas mengungkapkan bahwa manusia memiliki alam kekekalan. Termasuk di dalamnya, Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa orang jahat akan dimusnahkan dan tidak dihukum. 4. PAHAM YANG BERPENDAPAT ADA KESEMPATAN SETELAH MATI Paham ini percaya bahwa orang berdosa dapat mengalami pertobatan setelah kematian. Jika saudaranya atau kerabatnya mendoakannya, orang mati akan memiliki kemungkinan untuk diampuni dosanya dan mengalami pertobatan. Dengan demikian, ia tidak akan mengalami hukuman kekal. Pandangan ini juga tampak dalam ajaran reinkarnasi yang menyatakan bahwa manusia yang berkelakuan buruk akan berubah menjadi binatang atau sesuatu yang buruk sehingga dalam keadaan demikian diharapkan mereka akan menyadari kesalahannya serta memperbaiki kelakuannya. Dalam usaha memperbaiki kelakuan, orang yang telah bereinkarnasi akan berubah lagi menjadi baik bahkan dapat langsung diangkat dan bersatu dengan Allah. Pandangan universalisme, pemusnahan, dan paham yang percaya adanya kesempatan kedua sama sekali bukan merupakan ajaran Alkitab yang sehat. Selain itu, ajaran ini akan membuat manusia semakin tidak mengindahkan hukum-hukum Tuhan yang pada akhirnya dapat membuat orang bertambah jahat dan serakah. Sedangkan pemahaman akan ajaran Alkitab akan menolong orang untuk hidup bijaksana dan mengerjakan apa yang baik dan yang berkenan kepada Tuhan serta menjauhi yang jahat. B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh Rahasia yang selalu menjadi pertanyaan manusia adalah, apakah ada kehidupan setelah kematian. Kematian itu memang suatu misteri yang tidak dapat diselidiki oleh orang berilmu sekalipun. Bagi akal manusia, dunia yang akan datang itu penuh rahasia, di luar kemampuan manusia untuk menerobosnya. Tetapi bagi orang Kristen tidaklah demikian. Allah telah membuka tabirnya dalam terang firman-Nya. Rahasia setelah kematian itu dikemukakan dalam poin-poin di bawah ini. 1. ROH MANUSIA MASUK KE TEMPAT PENANTIAN Alkitab menjelaskan bahwa orang yang mati, rohnya akan masuk ke dalam tempat penantian atau dunia orang mati. Tempat penantian atau dunia orang mati itu dibagi menjadi dua ruangan besar, yaitu pertama, bagi orang yang tidak percaya bahwa keselamatan hanya di dalam Yesus akan masuk ke dalam tempat penantian yang disebut dengan hades. Hades adalah tempat penantian, bukan neraka, tetapi sudah seperti neraka. Di tempat ini ada penderitaan akan nyala api. Orang-orang di dalamnya sudah merasakan penderitaan dan kesakitan yang hebat sambil menunggu penghakiman terakhir oleh Yesus Kristus, untuk kemudian mereka pasti dimasukkan ke neraka, tempat hukuman kekal itu. Orang yang masuk dalam hades pada waktu Yesus datang kedua kali akan dihakimi dan mereka akan menyesal bahwa selama hidupnya dalam dunia mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Waktu kedatangan Tuhan Yesus itu adalah saat yang paling mulia sehingga orang yang masuk dalam hades akan bertelut sambil tertunduk malu, menyesal, dan lidah mereka akan mengaku bahwa Yesus Kristus itu sungguh-sungguh Tuhan dan Juru Selamat. Kedua, tempat penantian upah surgawi. Tempat penantian ini berisikan orang-orang yang selama hidup di dalam dunia sungguh percaya kepada Yesus, melayani, dan rela berkorban demi kesaksian akan nama Yesus. Tempat ini disebut firdaus dan ini bukan surga. Surga itu baru dapat dirasakan oleh semua orang percaya ketika Yesus sudah datang kedua kali dan menjadi hakim yang adil (bdg. Why. 20:11-13). Alkitab mencatat bahwa surga yang sesungguhnya turun dari Allah segera sesudah hari penghakiman itu (Why. 21:1-3). Manusia yang ada dalam firdaus tidak akan merasakan kesakitan karena nyala api. Roh mereka sudah mengalami kesejukan dan kenyamanan sehingga boleh disebut, kendatipun firdaus bukan surga, tetapi sudah seperti surga. Di surga itulah orang percaya akan mengalami kenikmatan dan kebahagiaan kekal yang sejati, yaitu ketika roh manusia disatukan dengan tubuh yang sudah diperbarui dan menikmati anugerah kekal Allah itu. Sementara di firdaus, yang merasakan kenikmatan tersebut barulah roh manusia saja. Mereka menanti penghakiman Yesus dan mereka akan muncul dalam keadaan dibenarkan oleh Yesus Kristus. Penghakiman atas mereka yang berada di firdaus hanya untuk menunjukkan upah mereka masing-masing sesuai dengan seberapa efektif dan efisien usaha mereka dalam mendayagunakan karunia dan talenta yang Tuhan berikan ketika mereka hidup dalam dunia. 2. ORANG MATI TIDAK DAPAT BERJUMPA DENGAN ORANG HIDUP Roh manusia yang sudah mati tidak mungkin dapat bertemu dengan manusia yang hidup. Ketika orang meninggal dunia, rohnya langsung dikuasai oleh Allah pencipta, karena itu roh tersebut tidak mungkin dapat bepergian semaunya seperti ketika hidup dalam dunia fana ini, seperti yang ditulis oleh Salomo, "Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya" (Pkh. 12:7). Pada kasus orang kaya dan Lazarus, ada sedikit tersirat bahwa roh manusia yang telah mati tidak mungkin dapat berpindah tempat, ia sudah merasakan kebahagiaan atau kesakitan (Luk. 16:19-31). Jadi, manusia tidak dapat berubah menjadi setan, juga tidak dapat menjumpai sanak familinya yang masih hidup dalam dunia fana. Pengalaman banyak orang yang bertemu dengan roh sanak familinya yang sudah meninggal adalah pengalaman yang memang bisa terjadi. Namun, bukan berarti yang menjumpai manusia yang hidup adalah benar- benar sanak famili mereka. Itu adalah wujud setan yang hendak menipu manusia yang pada akhirnya tidak akan membawa manusia untuk dekat dengan Allah. Catatan Alkitab bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan orang hidup seharusnya membuat keluarga-keluarga yang saudaranya meninggal dunia tidak perlu lagi menyembahyangi orang yang telah meninggal tersebut, memberi sesuatu, bahkan merasa ketakutan akan diganggu oleh roh orang yang sudah meninggal. Memang, dalam kebudayaan tertentu ada yang berkeyakinan bahwa setelah orang mati, rohnya tidak langsung pergi ke tempat yang jauh. Sebagai contoh, jika seseorang mati/meninggal dunia, selama tiga hari pertama masih berdiam di dalam rumah, karena itu acara "slametan/syukuran" wajib diselenggarakan. Kemudian ada acara serupa untuk tujuh hari atau umumnya empat puluh hari. Karena sampai genap waktu empat puluh hari roh orang mati tersebut masih ada di sekitar rumah dan halaman/kampung. Setelah itu, ada peringatan seratus hari karena roh orang itu masih di sekitar kota di mana sebelumnya ia tinggal. Terakhir, ada acara seribu hari untuk melepaskan orang yang mati itu untuk pergi selama-lamanya karena selama waktu itu ia masih bergentayangan di bumi ini. Jikalau keluarga tidak mengadakan slametan, syukuran, atau bahkan dilegalisir secara Kristen, tidak mengadakan doa, dikhawatirkan roh orang mati tersebut akan marah dan dapat mengganggu, atau juga tidak akan tenang di alam "sana". Iman Kristen berkeyakinan bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan orang hidup. 3. BUKANKAH ALKITAB PERNAH MENCATAT ORANG HIDUP BERTEMU ORANG MATI? Pada waktu Yesus sedang berdoa ditemani dengan para murid, para murid melihat suatu peristiwa mulia, yakni Yesus sedang bercakap- cakap dengan Elia dan Musa (Mat. 17:3; Luk. 9:30). Yesus, orang yang hidup itu, bertemu dengan Elia dan Musa yang sudah mati itu. Dalam konteks ini, pertanyaan di atas benar. Tetapi harus dicermati bahwa yang bertemu itu Yesus; walaupun Ia manusia, tetapi Ia juga Tuhan. Ia berkuasa atas dunia orang mati. Ia dapat saja bertemu dengan orang-orang di sana. Namun, bukankah para murid melihat mereka? Apakah itu berarti orang hidup dapat melihat orang yang sudah mati? Kasus ini seharusnya tidak dijadikan ukuran normatif. Alkitab pernah mencatat kasus-kasus khusus yang tidak akan pernah terulang kembali seperti contoh di atas. Ada kasus lain, yakni Saul bertemu dengan roh Samuel di Endor (1Sam. 28). Kasus ini menarik dan cukup menjadi perdebatan di kalangan Kristen. Perdebatan itu terjadi di seputar pertanyaan apakah benar yang menjumpai Saul itu rohnya Samuel. Karena itu, mari kita perhatikan dua pandangan berikut. a. Bukan rohnya Samuel, tetapi setan yang menyamar Pandangan ini memiliki beberapa alasan. Pertama, Perjanjian Lama melarang dengan tegas: manusia tidak boleh berhubungan dengan arwah orang mati. Jika manusia melanggarnya, manusia akan dihukum berat oleh Tuhan (Ul. 18:10-12; Im 20:6, 27). Jika Allah telah melarang, tidak mungkin Samuel datang kepada Saul dengan menyatakan ulang apa yang Tuhan telah lakukan kepada Saul. Allah tidak mungkin berbicara melalui orang mati. Kedua, Allah yang berkuasa atas roh Samuel telah memutuskan hubungan dengan Saul, kendatipun Saul telah berusaha menjumpai-Nya dengan instrumen yang telah Allah sediakan (1Sam. 28:6). Adalah suatu kemustahilan kalau Allah mengizinkan ditemui oleh Saul dengan cara-cara yang Ia sendiri tidak sukai. Allah berfirman, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah Tuhan Allahmu. (Im. 19:31; bdg. Ul. 18:10-11). Ketiga, waktu itu perempuan peramal mengatakan bahwa ia melihat seorang berkerudung, lalu Saul sendirilah yang menyimpulkan bahwa itu Samuel. Jadi, sebenarnya tidak jelas siapa yang tampil kepada Saul. Ada kemungkinan, dalam kepanikannya saat itu, Saul salah menafsirkan. Kalau Alkitab kemudian mencatat dengan memakai nama Samuel, itu hanya menunjukkan bahwa itu hanyalah anggapan Saul. Keempat, bukti-bukti Alkitab yang lain tidak mendukung bahwa itu roh Samuel. Dalam Lukas 16:19-31, diceritakan bahwa orang yang sudah mati tidak dapat menjumpai orang yang masih hidup. Konteks yang ada di sini adalah orang mati di tempat penantian yang berbeda dapat saling melihat. Orang kaya itu meminta agar Abraham menyuruh Lazarus pergi menjumpai saudara-saudaranya. Mengapa ia tidak pergi sendiri dan memberitahukan kepada saudaranya? Jawabnya karena orang kaya itu sudah dapat merasakan bahwa ia tidak berdaya dan tidak mungkin pergi kepada saudaranya yang masih hidup. Kemudian ia berpikir bahwa Lazaruslah yang dapat pergi karena tidak sedang dalam hukuman. Kenyataannya, Lazarus tidak pergi, bukan karena tidak mau, tetapi ia tahu bahwa ia tidak akan bisa pergi. Pastilah seandainya bisa, Lazarus akan memperingatkan saudara-saudara orang kaya itu agar nasibnya nanti tidak sama dengan si kaya yang ada dalam penghukuman itu. Bukankah perbuatan memperingatkan orang jahat agar berbalik kepada Tuhan merupakan suatu tindakan mulia dan diperkenan oleh Tuhan? Namun demikian, tindakan untuk itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup. Pengkhotbah 12:7 mencatat bahwa roh orang mati ada di tangan Tuhan. Jika roh manusia ada di tangan Tuhan yang berkuasa, dapatkah ia berjalan-jalan membebaskan diri dan menjumpai orang hidup sekehendaknya sendiri? b. Ada pandangan bahwa orang hidup berjumpa dengan orang mati Itu berarti yang dijumpai oleh Saul bisa jadi adalah benar roh Samuel. Beberapa alasan yang mendukung ialah, pertama, Jika ada larangan Tuhan bahwa manusia tidak boleh berhubungan dengan roh-roh orang mati, secara logika sederhana, hal itu bisa berarti bahwa manusia dapat saja berhubungan dengan orang mati, hanya hal seperti itu dilarang Tuhan. Maka, peristiwa Saul berjumpa dengan Samuel itu benar ada, tetapi pasti tidak disukai oleh Tuhan. Kedua, fakta pertemuan Yesus-Musa-Elia yang dapat dilihat kasat mata oleh para murid membuktikan bahwa sesungguhnya orang hidup dapat saja melihat orang yang sudah mati. Memang Elia, dicatat oleh Alkitab, bukan mati, tetapi diangkat naik ke Surga; "Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke Surga dalam angin badai" (2Raj. 2:11). Namun, harus diingat bahwa Musa mati seperti yang dicatat dalam Ulangan 34:5; "Lalu matilah Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman Tuhan." Jika ada peristiwa dalam Alkitab demikian, tidak boleh orang berpendapat secara membabi buta bahwa tidak mungkin orang yang sudah meninggal dunia dapat dijumpai atau dilihat oleh orang yang masih hidup. Saya berpendapat bahwa pandangan pertama yang benar, tetapi saya tidak menyepelekan pandangan yang kedua. Tuhan itu besar dan tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Karena itu, jika seandainya Ia mengizinkan roh orang mati untuk waktu yang sangat singkat bertemu dengan orang yang hidup, tentulah tujuannya adalah agar manusia memuliakan-Nya. Kasus Yesus bertemu Elia dan Musa, kasus Saul di Endor, bukan menunjukkan bahwa semua itu akan terjadi pada masa- masa sesudahnya. Larangan Tuhan agar tidak berhubungan dengan orang mati bukan berarti manusia dapat bertemu dengan orang mati, tetapi karena ada kebiasaan orang-orang pada konteks tersebut untuk selalu bertanya kepada arwah-arwah melalui peramal dan penenung sehingga Tuhan tidak ingin umat-Nya tersesat dengan cara yang tidak benar itu. Perilaku berdoa untuk minta petunjuk di depan kuburan, foto, atau debu dari seseorang yang sudah meninggal dunia, dan mendoakan arwah bukanlah sikap kristiani yang sejati. Melepas burung pada waktu pemakaman, meletakkan buah semangka agar dilindas oleh mobil pengangkut jenazah, dan sebagainya yang sarat dengan muatan mistik, termasuk memberi makanan atau sesajen, bukanlah cara yang muncul karena refleksi iman kristiani sejati. Tradisi-tradisi yang bertentangan dengan Alkitab hendaknya tidak lagi diteruskan oleh umat Tuhan yang sudah menerima karya keselamatan di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. ====================================================================== Sumber diedit dari: Judul buku : Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan Judul artikel: Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2002 Penulis : Hendra Rey Halaman : 113--123
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |