|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-reformed/77 |
|
e-Reformed edisi 77 (12-10-2006)
|
|
Dear e-Reformed netters,
Selamat berjumpa lagi setelah 2 bulan posting saya tidak muncul :)
Saya minta maaf sebesar-besarnya karena keterlambatan ini. Untuk
mengobati kekecewaan Anda (mungkin....?), maka saya akan postingkan 2
artikel sekaligus (dalam 2 surat yang berbeda). Semoga dapat diterima
dengan baik.
Dua artikel yang saya kirimkan ke Anda ini, kedua-duanya ditulis oleh
Sdr. Hendra Rey, yaitu 2 bab terakhir dari bukunya yang berjudul
"Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan" dengan sub-judul: "Ilmu
Budaya Dasar dalam Perspektif Kristiani." Saya terkesan dengan buku
ini karena ditulis dengan bahasa yang sederhana, jelas -- to the
point, ditambah dukungan ayat-ayat firman Tuhan. Melihat keseluruhan
isi buku, memang sangat cocok untuk dipakai sebagai buku pegangan mata
kuliah Ilmu Budaya Dasar bagi universitas-universitas Kristen.
Dua topik yang saya pilih, yaitu (1) Manusia dan Dunia Orang Mati, (2)
Surga dan Neraka, menurut saya adalah topik-topik yang selalu hot
dibicarakan -- oleh siapa saja, kapan saja, dan bagi siapa saja,
khususnya bagi orang-orang yang belum percaya Kristus. Nah, karena itu
bahan ini bisa menjadi kerangka berpikir (backbone) bagi Anda yang
ingin ber-PI dan memenangkan jiwa. Bisa menjadi `point of entry` untuk
membicarakan tentang kebutuhan manusia akan keselamatan. Ingin coba?
Selamat ber-PI...
In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >
=====================================================================
MANUSIA DAN KEKEKALAN (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
=======================================================
"Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan
mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata
pada waktu bunyi nafiri yang terakhir." (1Korintus 15:51-52)
A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal
1. PANDANGAN ALKITABIAH
Cicero, filsuf Yunani yang kesohor itu, pernah berkata, "Dalam
pikiran manusia ada suatu firasat tertentu akan kekekalan, dan ini
berakar sangat dalam dan dapat dengan jelas dilihat pada orang-
orang yang sangat jenius, dan mereka yang berjiwa paling mulia."
Kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa manusia selalu berhubungan
dengan kekekalan. Allah yang kekal menciptakan manusia untuk maksud
kekekalan. Artinya, bahwa manusia akan hidup selama-lamanya. Dosa
telah menyebabkan manusia harus bertemu dengan kematian di dalam
hidupnya. Namun, kematian bukan berarti bahwa manusia telah
kehilangan esensi hidupnya, atau tidak dapat merasakan sama sekali
sesuatu yang menimpa dirinya. Memang, tubuh yang mati tidak dapat
merasakan cubitan atau pukulan dari sesamanya, tetapi orang yang
mati rohnya dapat merasakan kesakitan di dalam tempat penantian
seperti yang tampak jelas dalam catatan Lukas, yaitu tentang orang
kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Orang kaya masuk dalam tempat
penantian hukuman, sedangkan Lazarus masuk dalam tempat penantian
untuk menerima upah pada waktu Yesus datang sebagai Hakim. Orang
kaya merasakan kesakitan dan kepanasan, Lazarus merasakan hal yang
menyenangkan. "Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia:
kita tidak akan mati semuanya tetapi kita semuanya akan diubah,"
demikian kata Paulus (1Kor. 15:51). Orang yang tidak mengenal Tuhan
sebenarnya juga memiliki pengetahuan bahwa kematian tidak
mengakhiri segalanya. Naluri demikian tidak dapat diabaikan. Naluri
itu membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya bersifat rohani dan
telah dikaruniai kemampuan untuk mengenal Allah. Seperti catatan
Salomo, "Allah telah memberikan kekekalan dalam hati manusia" (Pkh.
3:11).
2. UNIVERSALISME
Penganut paham universalisme atau orang yang punya pandangan searah
menyatakan bahwa sesungguhnya Kristus datang ke dalam dunia ini
untuk menyelamatkan semua orang. Salib Kristus adalah demonstrasi
untuk membuktikan kuasa Yesus yang akan menyelamatkan semua
manusia. Allah menciptakan manusia, jadi tidak mungkin Ia akan
benar-benar meninggalkan dan membinasakan umat manusia. Karena itu,
karya Kristus akan mendamaikan semua umat manusia dengan Allah.
Artinya, tidak akan ada yang binasa selama-lamanya.
Pandangan ini menggunakan beberapa ayat Alkitab berikut ini.
Pertama, "Kristus itu harus tinggal di surga sampai waktu pemulihan
segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan
nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu" (Kis. 3:21). Ayat
tersebut mereka katakan dengan menekankan frasa "segala sesuatu",
yang bisa diartikan juga bahwa malaikat yang memberontak, yang
telah menjadi setan pada akhirnya juga akan dipulihkan menjadi
malaikat-malaikat surgawi. Kedua, "Sebab Allah mendamaikan dunia
dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan
pelanggaran mereka" (2Kor. 5:19). Ayat ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya segala pelanggaran tidak akan diperhitungkan oleh
Allah di dalam Kristus. Ketiga, "Segala lidah akan mengaku: Yesus
Kristus adalah Tuhan" (Flp. 2:11). Pada akhirnya, semua akan
percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan karena itu, semua manusia
pasti akan diselamatkan.
Penganut universalisme menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara
serampangan. Padahal ayat-ayat tersebut harus ditafsirkan dengan
melihat ayat-ayat Alkitab yang lain. Karena di dalam Alkitab tidak
ada pertentangan ayat, tetapi satu sama lain saling melengkapi dan
mendukung. Jika benar bahwa pada akhirnya semua manusia akan
diselamatkan, tidak ada ayat dalam Aikitab yang menuliskan
sebaliknya. Sebaliknya, Alkitab sering menandaskan bahwa orang yang
tidak percaya kepada Yesus sebagai jalan keselamatan akan mengalami
kesengsaraan dalam hukuman Allah.
Beberapa ayat tersebut di antaranya, pertama, "Dan setiap orang
yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu,
ia dilemparkan ke dalam lautan api" (Why. 20:15). Kedua,
"Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa
tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak
percaya dalam nama Anak Tunggal Allah" (Yoh. 3:18). Ketiga,
"Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah
ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-
malaikatnya. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang
kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal" (Mat. 25:41,
46).
Alkitab menuliskan bahwa manusia yang tidak percaya pasti akan
mengalami hukuman kekal. Jika demikian, ayat-ayat yang digunakan
oleh kaum universalisme sebenarnya tidak ditafsirkan dalam konteks
yang benar dan cara yang benar.
3. PAHAM PEMUSNAHAN
Paham pemusnahan percaya bahwa orang yang tidak bertobat nasibnya
akan seperti binatang, yakni mereka akan dimusnahkan sama sekali
sehingga tidak perlu ada neraka. Paham ini bersumber dari paham
ateis dan materialisme yang menyimpulkan bahwa setiap yang mati,
tidak akan lagi hidup setelahnya. Artinya, setelah mati roh manusia
yang tidak percaya sebenarnya tidak ada lagi, atau sudah
dimusnahkan. Paham ini keliru sebab Alkitab jelas mengungkapkan
bahwa manusia memiliki alam kekekalan. Termasuk di dalamnya,
Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa orang jahat akan dimusnahkan
dan tidak dihukum.
4. PAHAM YANG BERPENDAPAT ADA KESEMPATAN SETELAH MATI
Paham ini percaya bahwa orang berdosa dapat mengalami pertobatan
setelah kematian. Jika saudaranya atau kerabatnya mendoakannya,
orang mati akan memiliki kemungkinan untuk diampuni dosanya dan
mengalami pertobatan. Dengan demikian, ia tidak akan mengalami
hukuman kekal. Pandangan ini juga tampak dalam ajaran reinkarnasi
yang menyatakan bahwa manusia yang berkelakuan buruk akan berubah
menjadi binatang atau sesuatu yang buruk sehingga dalam keadaan
demikian diharapkan mereka akan menyadari kesalahannya serta
memperbaiki kelakuannya. Dalam usaha memperbaiki kelakuan, orang
yang telah bereinkarnasi akan berubah lagi menjadi baik bahkan
dapat langsung diangkat dan bersatu dengan Allah.
Pandangan universalisme, pemusnahan, dan paham yang percaya adanya
kesempatan kedua sama sekali bukan merupakan ajaran Alkitab yang
sehat. Selain itu, ajaran ini akan membuat manusia semakin tidak
mengindahkan hukum-hukum Tuhan yang pada akhirnya dapat membuat
orang bertambah jahat dan serakah. Sedangkan pemahaman akan ajaran
Alkitab akan menolong orang untuk hidup bijaksana dan mengerjakan
apa yang baik dan yang berkenan kepada Tuhan serta menjauhi yang
jahat.
B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh
Rahasia yang selalu menjadi pertanyaan manusia adalah, apakah ada
kehidupan setelah kematian. Kematian itu memang suatu misteri yang
tidak dapat diselidiki oleh orang berilmu sekalipun. Bagi akal
manusia, dunia yang akan datang itu penuh rahasia, di luar kemampuan
manusia untuk menerobosnya. Tetapi bagi orang Kristen tidaklah
demikian. Allah telah membuka tabirnya dalam terang firman-Nya.
Rahasia setelah kematian itu dikemukakan dalam poin-poin di bawah
ini.
1. ROH MANUSIA MASUK KE TEMPAT PENANTIAN
Alkitab menjelaskan bahwa orang yang mati, rohnya akan masuk ke
dalam tempat penantian atau dunia orang mati. Tempat penantian atau
dunia orang mati itu dibagi menjadi dua ruangan besar, yaitu
pertama, bagi orang yang tidak percaya bahwa keselamatan hanya di
dalam Yesus akan masuk ke dalam tempat penantian yang disebut
dengan hades. Hades adalah tempat penantian, bukan neraka, tetapi
sudah seperti neraka. Di tempat ini ada penderitaan akan nyala api.
Orang-orang di dalamnya sudah merasakan penderitaan dan kesakitan
yang hebat sambil menunggu penghakiman terakhir oleh Yesus Kristus,
untuk kemudian mereka pasti dimasukkan ke neraka, tempat hukuman
kekal itu. Orang yang masuk dalam hades pada waktu Yesus datang
kedua kali akan dihakimi dan mereka akan menyesal bahwa selama
hidupnya dalam dunia mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus
Kristus. Waktu kedatangan Tuhan Yesus itu adalah saat yang paling
mulia sehingga orang yang masuk dalam hades akan bertelut sambil
tertunduk malu, menyesal, dan lidah mereka akan mengaku bahwa Yesus
Kristus itu sungguh-sungguh Tuhan dan Juru Selamat.
Kedua, tempat penantian upah surgawi. Tempat penantian ini
berisikan orang-orang yang selama hidup di dalam dunia sungguh
percaya kepada Yesus, melayani, dan rela berkorban demi kesaksian
akan nama Yesus. Tempat ini disebut firdaus dan ini bukan surga.
Surga itu baru dapat dirasakan oleh semua orang percaya ketika
Yesus sudah datang kedua kali dan menjadi hakim yang adil (bdg.
Why. 20:11-13). Alkitab mencatat bahwa surga yang sesungguhnya
turun dari Allah segera sesudah hari penghakiman itu (Why. 21:1-3).
Manusia yang ada dalam firdaus tidak akan merasakan kesakitan
karena nyala api. Roh mereka sudah mengalami kesejukan dan
kenyamanan sehingga boleh disebut, kendatipun firdaus bukan surga,
tetapi sudah seperti surga. Di surga itulah orang percaya akan
mengalami kenikmatan dan kebahagiaan kekal yang sejati, yaitu
ketika roh manusia disatukan dengan tubuh yang sudah diperbarui dan
menikmati anugerah kekal Allah itu. Sementara di firdaus, yang
merasakan kenikmatan tersebut barulah roh manusia saja. Mereka
menanti penghakiman Yesus dan mereka akan muncul dalam keadaan
dibenarkan oleh Yesus Kristus. Penghakiman atas mereka yang berada
di firdaus hanya untuk menunjukkan upah mereka masing-masing sesuai
dengan seberapa efektif dan efisien usaha mereka dalam
mendayagunakan karunia dan talenta yang Tuhan berikan ketika mereka
hidup dalam dunia.
2. ORANG MATI TIDAK DAPAT BERJUMPA DENGAN ORANG HIDUP
Roh manusia yang sudah mati tidak mungkin dapat bertemu dengan
manusia yang hidup. Ketika orang meninggal dunia, rohnya langsung
dikuasai oleh Allah pencipta, karena itu roh tersebut tidak mungkin
dapat bepergian semaunya seperti ketika hidup dalam dunia fana ini,
seperti yang ditulis oleh Salomo, "Dan debu kembali menjadi tanah
seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya"
(Pkh. 12:7).
Pada kasus orang kaya dan Lazarus, ada sedikit tersirat bahwa roh
manusia yang telah mati tidak mungkin dapat berpindah tempat, ia
sudah merasakan kebahagiaan atau kesakitan (Luk. 16:19-31). Jadi,
manusia tidak dapat berubah menjadi setan, juga tidak dapat
menjumpai sanak familinya yang masih hidup dalam dunia fana.
Pengalaman banyak orang yang bertemu dengan roh sanak familinya
yang sudah meninggal adalah pengalaman yang memang bisa terjadi.
Namun, bukan berarti yang menjumpai manusia yang hidup adalah benar-
benar sanak famili mereka. Itu adalah wujud setan yang hendak
menipu manusia yang pada akhirnya tidak akan membawa manusia untuk
dekat dengan Allah.
Catatan Alkitab bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan
orang hidup seharusnya membuat keluarga-keluarga yang saudaranya
meninggal dunia tidak perlu lagi menyembahyangi orang yang telah
meninggal tersebut, memberi sesuatu, bahkan merasa ketakutan akan
diganggu oleh roh orang yang sudah meninggal. Memang, dalam
kebudayaan tertentu ada yang berkeyakinan bahwa setelah orang mati,
rohnya tidak langsung pergi ke tempat yang jauh. Sebagai contoh,
jika seseorang mati/meninggal dunia, selama tiga hari pertama masih
berdiam di dalam rumah, karena itu acara "slametan/syukuran" wajib
diselenggarakan. Kemudian ada acara serupa untuk tujuh hari atau
umumnya empat puluh hari. Karena sampai genap waktu empat puluh
hari roh orang mati tersebut masih ada di sekitar rumah dan
halaman/kampung. Setelah itu, ada peringatan seratus hari karena
roh orang itu masih di sekitar kota di mana sebelumnya ia tinggal.
Terakhir, ada acara seribu hari untuk melepaskan orang yang mati
itu untuk pergi selama-lamanya karena selama waktu itu ia masih
bergentayangan di bumi ini. Jikalau keluarga tidak mengadakan
slametan, syukuran, atau bahkan dilegalisir secara Kristen, tidak
mengadakan doa, dikhawatirkan roh orang mati tersebut akan marah
dan dapat mengganggu, atau juga tidak akan tenang di alam "sana".
Iman Kristen berkeyakinan bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu
dengan orang hidup.
3. BUKANKAH ALKITAB PERNAH MENCATAT ORANG HIDUP BERTEMU ORANG MATI?
Pada waktu Yesus sedang berdoa ditemani dengan para murid, para
murid melihat suatu peristiwa mulia, yakni Yesus sedang bercakap-
cakap dengan Elia dan Musa (Mat. 17:3; Luk. 9:30). Yesus, orang
yang hidup itu, bertemu dengan Elia dan Musa yang sudah mati itu.
Dalam konteks ini, pertanyaan di atas benar. Tetapi harus dicermati
bahwa yang bertemu itu Yesus; walaupun Ia manusia, tetapi Ia juga
Tuhan. Ia berkuasa atas dunia orang mati. Ia dapat saja bertemu
dengan orang-orang di sana. Namun, bukankah para murid melihat
mereka? Apakah itu berarti orang hidup dapat melihat orang yang
sudah mati? Kasus ini seharusnya tidak dijadikan ukuran normatif.
Alkitab pernah mencatat kasus-kasus khusus yang tidak akan pernah
terulang kembali seperti contoh di atas.
Ada kasus lain, yakni Saul bertemu dengan roh Samuel di Endor
(1Sam. 28). Kasus ini menarik dan cukup menjadi perdebatan di
kalangan Kristen. Perdebatan itu terjadi di seputar pertanyaan
apakah benar yang menjumpai Saul itu rohnya Samuel. Karena itu,
mari kita perhatikan dua pandangan berikut.
a. Bukan rohnya Samuel, tetapi setan yang menyamar
Pandangan ini memiliki beberapa alasan. Pertama, Perjanjian Lama
melarang dengan tegas: manusia tidak boleh berhubungan dengan arwah
orang mati. Jika manusia melanggarnya, manusia akan dihukum berat
oleh Tuhan (Ul. 18:10-12; Im 20:6, 27). Jika Allah telah melarang,
tidak mungkin Samuel datang kepada Saul dengan menyatakan ulang apa
yang Tuhan telah lakukan kepada Saul. Allah tidak mungkin berbicara
melalui orang mati.
Kedua, Allah yang berkuasa atas roh Samuel telah memutuskan
hubungan dengan Saul, kendatipun Saul telah berusaha menjumpai-Nya
dengan instrumen yang telah Allah sediakan (1Sam. 28:6). Adalah
suatu kemustahilan kalau Allah mengizinkan ditemui oleh Saul dengan
cara-cara yang Ia sendiri tidak sukai. Allah berfirman, "Janganlah
kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah
kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena
mereka; Akulah Tuhan Allahmu. (Im. 19:31; bdg. Ul. 18:10-11).
Ketiga, waktu itu perempuan peramal mengatakan bahwa ia melihat
seorang berkerudung, lalu Saul sendirilah yang menyimpulkan bahwa
itu Samuel. Jadi, sebenarnya tidak jelas siapa yang tampil kepada
Saul. Ada kemungkinan, dalam kepanikannya saat itu, Saul salah
menafsirkan. Kalau Alkitab kemudian mencatat dengan memakai nama
Samuel, itu hanya menunjukkan bahwa itu hanyalah anggapan Saul.
Keempat, bukti-bukti Alkitab yang lain tidak mendukung bahwa itu
roh Samuel. Dalam Lukas 16:19-31, diceritakan bahwa orang yang
sudah mati tidak dapat menjumpai orang yang masih hidup. Konteks
yang ada di sini adalah orang mati di tempat penantian yang berbeda
dapat saling melihat. Orang kaya itu meminta agar Abraham menyuruh
Lazarus pergi menjumpai saudara-saudaranya. Mengapa ia tidak pergi
sendiri dan memberitahukan kepada saudaranya? Jawabnya karena orang
kaya itu sudah dapat merasakan bahwa ia tidak berdaya dan tidak
mungkin pergi kepada saudaranya yang masih hidup. Kemudian ia
berpikir bahwa Lazaruslah yang dapat pergi karena tidak sedang
dalam hukuman. Kenyataannya, Lazarus tidak pergi, bukan karena
tidak mau, tetapi ia tahu bahwa ia tidak akan bisa pergi. Pastilah
seandainya bisa, Lazarus akan memperingatkan saudara-saudara orang
kaya itu agar nasibnya nanti tidak sama dengan si kaya yang ada
dalam penghukuman itu. Bukankah perbuatan memperingatkan orang
jahat agar berbalik kepada Tuhan merupakan suatu tindakan mulia dan
diperkenan oleh Tuhan? Namun demikian, tindakan untuk itu hanya
dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup. Pengkhotbah 12:7
mencatat bahwa roh orang mati ada di tangan Tuhan. Jika roh manusia
ada di tangan Tuhan yang berkuasa, dapatkah ia berjalan-jalan
membebaskan diri dan menjumpai orang hidup sekehendaknya sendiri?
b. Ada pandangan bahwa orang hidup berjumpa dengan orang mati
Itu berarti yang dijumpai oleh Saul bisa jadi adalah benar roh
Samuel. Beberapa alasan yang mendukung ialah, pertama, Jika ada
larangan Tuhan bahwa manusia tidak boleh berhubungan dengan roh-roh
orang mati, secara logika sederhana, hal itu bisa berarti bahwa
manusia dapat saja berhubungan dengan orang mati, hanya hal seperti
itu dilarang Tuhan. Maka, peristiwa Saul berjumpa dengan Samuel itu
benar ada, tetapi pasti tidak disukai oleh Tuhan.
Kedua, fakta pertemuan Yesus-Musa-Elia yang dapat dilihat kasat
mata oleh para murid membuktikan bahwa sesungguhnya orang hidup
dapat saja melihat orang yang sudah mati. Memang Elia, dicatat oleh
Alkitab, bukan mati, tetapi diangkat naik ke Surga; "Sedang mereka
berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta
berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke
Surga dalam angin badai" (2Raj. 2:11). Namun, harus diingat bahwa
Musa mati seperti yang dicatat dalam Ulangan 34:5; "Lalu matilah
Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman
Tuhan." Jika ada peristiwa dalam Alkitab demikian, tidak boleh
orang berpendapat secara membabi buta bahwa tidak mungkin orang
yang sudah meninggal dunia dapat dijumpai atau dilihat oleh orang
yang masih hidup.
Saya berpendapat bahwa pandangan pertama yang benar, tetapi saya
tidak menyepelekan pandangan yang kedua. Tuhan itu besar dan tidak
terjangkau oleh pikiran manusia. Karena itu, jika seandainya Ia
mengizinkan roh orang mati untuk waktu yang sangat singkat bertemu
dengan orang yang hidup, tentulah tujuannya adalah agar manusia
memuliakan-Nya. Kasus Yesus bertemu Elia dan Musa, kasus Saul di
Endor, bukan menunjukkan bahwa semua itu akan terjadi pada masa-
masa sesudahnya. Larangan Tuhan agar tidak berhubungan dengan orang
mati bukan berarti manusia dapat bertemu dengan orang mati, tetapi
karena ada kebiasaan orang-orang pada konteks tersebut untuk selalu
bertanya kepada arwah-arwah melalui peramal dan penenung sehingga
Tuhan tidak ingin umat-Nya tersesat dengan cara yang tidak benar
itu. Perilaku berdoa untuk minta petunjuk di depan kuburan, foto,
atau debu dari seseorang yang sudah meninggal dunia, dan mendoakan
arwah bukanlah sikap kristiani yang sejati. Melepas burung pada
waktu pemakaman, meletakkan buah semangka agar dilindas oleh mobil
pengangkut jenazah, dan sebagainya yang sarat dengan muatan mistik,
termasuk memberi makanan atau sesajen, bukanlah cara yang muncul
karena refleksi iman kristiani sejati. Tradisi-tradisi yang
bertentangan dengan Alkitab hendaknya tidak lagi diteruskan oleh
umat Tuhan yang sudah menerima karya keselamatan di dalam dan
melalui Tuhan Yesus Kristus.
======================================================================
Sumber diedit dari:
Judul buku : Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan
Judul artikel: Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
Penerbit : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2002
Penulis : Hendra Rey
Halaman : 113--123
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |