|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-reformed/103 |
|
e-Reformed edisi 103 (15-9-2008)
|
|
Dear e-Reformed Netters,
Halo ..., apa kabar? Saya sangat menyesal karena pengiriman edisi
September ini mengalami keterlambatan. Semoga Anda bisa memaafkan
(seperti biasanya). Harapan saya, artikel dalam edisi September ini
dapat memberi pelajaran berharga bagi pengkhotbah maupun jemaat.
Mengapa pelayanan berkhotbah penting? Berikut sebuah kutipan
yang merupakan salah satu jawaban dari pertanyaan ini.
"Tak dapat diragukan bahwa kadar kedewasaan rohani dari sebuah
jemaat biasanya naik turun menurut naik turunnya kadar
khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan firman Allah."
Jadi, betapa naifnya kalau para pendeta mengganggap berkhotbah
adalah hal yang sepele. Namun pada kenyataannya, memang banyak
pendeta yang menggaggap tugas berkhotbah itu bukan tugas yang
penting. Apa buktinya? Buktinya, masih banyak pendeta yang
berkhotbah secara sembarangan, atau dengan kata lain, tidak ada
isinya selain sekadar khotbah humanisme (bagaimana menjadi
orang baik), bukan berkhotbah berdasarkan firman Tuhan. Tapi hal ini
tidak bertepuk sebelah tangan, karena sering kali jemaat membiarkan
pendetanya berkhotbah dengan tidak bertanggung jawab. Apa buktinya?
Buktinya, walaupun pendeta memberi makanan tidak bergizi, alias
khotbah yang tidak berdasarkan firman Tuhan, tidak ada jemaat yang
protes. Tentu saja dalam hal ini "silence is not golden".
Bagaimana seharusnya sikap jemaat dalam hal ini? Penulis artikel
ini, Warren W. Wiersbe, berkata:
"Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan memaafkan
segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali jika ia kurang
memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab dari mimbar."
Dengan berani, penulis bahkan berkata, kalau tidak bisa berkhotbah
dengan baik, maka lebih baik posisi pendeta mimbar diturunkan
menjadi pendeta pembantu saja, alias mengerjakan tugas lain yang
bukan berkhotbah, karena tugas berkhotbah tidak seharusnya
dikerjakan secara tidak bertanggung jawab.
Ada banyak poin penting yang disampaikan dalam artikel ini.
Silakan menyimak lebih dalam. Saya berharap inti pelajaran dalam
artikel ini dapat menaikkan kadar tanggung jawab kita, baik sebagai
pembawa khotbah maupun penerima khotbah, untuk meningkatkan
pertumbuhan iman jemaat.
In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >
====================================================================
BERKHOTBAH
Sungguh pentingkah hal berkhotbah dalam pelayanan gereja?
Memang, berkhotbah hanyalah salah satu cara yang telah diberikan
Allah untuk menyampaikan firman-Nya; namun kami sungguh percaya
bahwa berkhotbah itu merupakan cara yang paling penting.
Tentu saja kita juga menyampaikan firman Allah melalui pembaptisan
dan perjamuan Tuhan. Kita juga menyampaikannya melalui pelayanan
pribadi yang dilaksanakan oleh setiap orang percaya:
"Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu Yang
di surga" (Mat 5:16). Namun tidak ada hal lain yang dapat
menggantikan penyampaian firman Allah melalui apa yang kita kenal
sebagai "berkhotbah".
Pada saat Allah Bapa hendak menyatakan Putra-Nya di depan umum,
Ia pun mengutus seorang pengkhotbah bernama Yohanes Pembaptis.
Isi Alkitab ada banyak yang terdiri dari khotbah-khotbah sebagaimana
disampaikan oleh para hamba Tuhan. Tak dapat diragukan bahwa kadar
kedewasaan rohani dari sebuah jemaat biasanya naik turun menurut
naik turunnya kadar khotbah-khotbah yang disampaikan berdasarkan
firman Allah. Anggota-anggota gereja kemungkinan akan menerima dan
memaafkan segala kekurangan gembala sidang mereka ... kecuali
jika ia kurang memberi mereka makanan rohani dan ajaran Alkitab
dari mimbar.
Seorang pendeta akan mengalami kesulitan dalam pelayanannya bila ia
kurang yakin akan pentingnya hal berkhotbah, atau kurang rajin
berusaha menjadi seorang pengkhotbah yang lebih mahir.
Mungkin orang yang kurang yakin atau kurang rajin seperti itu lebih
baik menerima tugas sebagai pendeta pembantu, sambil mengembangkan
talenta-talenta yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Berapa banyak politikus atau pendidik yang mengharapkan banyak
orang akan menghadiri pidato atau ceramah mereka -- minggu demi
minggu, bahkan tahun demi tahun? Namun jutaan orang di seluruh dunia
rela pergi ke gereja setiap minggu untuk mendengar seorang
hamba Tuhan yang mengkhotbahkan firman Allah.
G. Campbell Morgan menyebutkan hal berkhotbah itu sebagai
"pekerjaan yang paling utama dari pelayanan Kristen".
Berkhotbah pun pekerjaan yang paling sulit dari pelayanan Kristen,
bila dilaksanakan dengan setia.
Mengapa kadar khotbah itu rasanya menurun pada tahun-tahun
belakangan ini? Mungkin karena gereja-gereja kita terlalu mudah
terpengaruh oleh cara-cara yang paling mutakhir dari dunia luar --
misalnya, oleh penyuluhan, dinamika kelompok, dialog, drama, dan
sebagainya. Semuanya ini memang berfaedah dalam pelayanan gereja,
namun tidak ada satu pun di antaranya yang dapat menggantikan tempat
khotbah berdasarkan firman Allah. Manusia mungkin terharu oleh film
dan musik, oleh drama dan diskusi panel. Namun watak mereka tidak
akan berubah dan rohani mereka tidak akan meningkat, kecuali jika
ada penyampaian firman Allah. Mungkin alasan utama mengapa
khotbah-khotbah itu sering dikritik adalah karena banyak khotbah
memang kurang memenuhi kebutuhan jemaat, serta disampaikan dengan
cara yang kurang efektif. Seorang gembala sidang yang lari ke sana
ke mari dengan kesibukan yang dibuat-buat saja sepanjang minggu,
lalu yang secara tergesa-gesa menyiapkan khotbahnya pada hari
Sabtu malam, dia itu bagaikan orang yang menggali kuburnya sendiri.
Sayang, jemaat yang digembalakan olehnya itu mungkin ikut terkubur
bersama-sama dengan sang pendeta!
Menyiapkan dan menyampaikan khotbah yang benar-benar menguraikan
firman Allah itu merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin itulah
sebabnya ada sebagian gembala sidang yang melarikan diri ke bentuk
pelayanan lain, sedangkan pelayanan mimbar mereka abaikan.
Jika Saudara, sebagai gembala sidang, menganggap hal berkhotbah
sebagai pelayanan yang penting, pasti orang lain pun akan menyadari
fakta itu. Mereka akan sadar bahwa Saudara memerlukan waktu hari
demi hari untuk menyelidiki firman Allah. Mereka akan melihat bahwa
Saudara berkunjung dan memberi penyuluhan, sehingga berdasarkan
pengalaman itu, Saudara dapat lebih mengerti keperluan para anggota
jemaat. Mereka akan merasakan bahwa Saudara mengatur cara kehidupan
Saudara menurut suatu daftar prioritas. Lebih daripada
segala-galanya, ketika mereka mendengar Saudara berkhotbah, mereka
akan berterima kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada Saudara
sendiri, oleh karena gembala sidang mereka begitu mengasihi
jemaatnya sehingga ia rela bekerja keras sebagai seorang
pengkhotbah.
Bila Saudara tergoda untuk meragukan pentingnya hal berkhotbah dalam
pelayanan Saudara, ingatlah apa yang pernah dihasilkan oleh
khotbah-khotbah Martin Luther di negeri Jerman, atau oleh
khotbah-khotbah John Wesley di negeri Inggris. Pikirkanlah George
Whitefield, Jonathan Edwards, D. L. Moody, dan Billy Graham.
Pikirkanlah juga kawanan domba yang lapar, yang minggu demi minggu
datang kepada Saudara untuk diberi makanan rohani. Sebagaimana
ditegaskan oleh Rasul Paulus: "Celakalah aku, jika aku tidak
memberitakan Injil" (1 Korintus 9:16).
Bagaimanakah Saya Dapat Memerbaiki Cara Berkhotbah Saya?
Mulailah dengan tidak pernah merasa puas dengan cara berkhotbah
Saudara. Mulailah dengan tidak percaya begitu saja jika ada pujian
yang diberikan orang terhadap khotbah-khotbah Saudara. Memang kita
menghargai pujian yang membesarkan hati karena khotbah kita telah
menolong seseorang yang tadinya merasa gundah atau khawatir. Namun,
kita tidak boleh merasa puas seolah-olah kita sudah mencapai tingkat
tertinggi dalam pelayanan mimbar itu.
C. H. Spurgeon, pengkhotbah terbesar di negeri Inggris itu, telah
seperempat abad lamanya berpengalaman sebagai pengkhotbah ketika ia
menyatakan: "Saya masih tetap belajar bagaimana caranya
berkhotbah." Pengkhotbah yang mudah puas, tidaklah akan
bertumbuh. Ia akan menjadi penerima pujian yang muluk-muluk;
ia tidak akan menjadi sumber kekuatan rohani.
Jalan memerbaiki cara berkhotbah ialah dengan lebih dahulu
memerbaiki sang pengkhotbah. Benarlah definisi yang diberikan oleh
Phillips Brooks: "Berkhotbah adalah penyampaian kebenaran ilahi
melalui kepribadian insani" (dari buku "Lectures on
Preaching"[Ceramah-ceramah Tentang Hal Berkhotbah]).
Perhatikanlah Yohanes 1:6: "Datanglah seorang
[yaitu insan biasa] yang diutus Allah [yaitu dengan berita ilahi],
namanya Yohanes." Jika kita bertumbuh "dalam kasih karunia
dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus
Kristus" (2 Petrus 3:18), jika kita memelihara kebiasaan saat
teduh yang memuaskan, pasti tak dapat tidak kita pun akan memerbaiki
cara kita belajar, cara kita menyiapkan khotbah, dan cara kita
menyampaikannya.
Jangan segan-segan menerima kritik yang membangun. Selama
tahun-tahun pertama dalam pelayanannya, setiap hari Senin,
C. H. Spurgeon menerima sepucuk surat dari salah seorang
pendengarnya yang tidak membubuhkan namanya. Isi setiap surat itu
tak lain ialah kesalahan-kesalahan dalam khotbahnya kemarin, yang
semuanya ditunjukkan dalam suasana kasih. Spurgeon tidak merasa
tersinggung; justru ia merasa senang dan sangat tertolong oleh
pengkritik anonim itu.
Kebiasaan merekam khotbah pada kaset itu dapat sangat menolong
dalam memerbaiki cara berkhotbah ... asal Saudara tahan mendengarkan
khotbah Saudara sendiri! Seorang istri pendeta yang setia dapat juga
menjadi seorang pendengar dan pengkritik khotbah yang membangun.
Carilah kesempatan untuk mendengarkan khotbah orang-orang lain --
bukan hanya pengkhotbah yang ternama, melainkan juga rekan-rekan
sepanggilan di sekitar tempat pelayanan Saudara. Dari setiap
pengkhotbah itu, Saudara dapat mempelajari sesuatu, apakah
teladannya positif atau pun negatif. Tersedia juga kaset dari
pengkhotbah yang ternama. Namun, perhatikanlah peringatan ini:
Sekali-kali jangan secara membabi buta meniru seorang pengkhotbah
yang ternama. Janganlah mendewakan rekaman khotbah pada kaset!
Bacalah buku-buku yang baik tentang homiletika (ilmu berkhotbah).
* Bacalah juga khotbah-khotbah yang sudah diterbitkan.
** George Morrison membiasakan diri membaca sebuah khotbah setiap
hari, yang dipilih dari antara hasil karya banyak pengkhotbah yang
berbeda-beda. Bacalah khotbah orang lain, mula-mula demi
perkembangan rohani Saudara sendiri. Kemudian barulah membaca demi
pengertian tentang teknik dan cara pendekatan pengkhotbah itu.
Janganlah membeo dia, tetapi bergurulah kepadanya.
John Henry Jowett mengakui bahwa selama mempelajari bahan khotbah,
ia sering bertanya pada dirinya sendiri: "Bagaimanakah kiranya
Spurgeon akan menangani nas ini? Bagaimanakah Alexander Whyte akan
menggali maknanya?" ("The Preacher: His Life and Work"
[Sang Pengkhotbah: Kehidupannya dan Pekerjaannya]). Sebaiknya setiap
terbitan atau naskah berupa khotbah yang Saudara miliki itu diberi
catatan indeks, sehingga dengan mudah Saudara dapat menemukan,
membaca, dan membandingkannya.
Beranilah menjelajahi benua baru! Terlalu banyak orang di antara
kita yang begitu menikmati menyampaikan khotbah tentang tema-tema
kesayangan, sehingga kita segan menangani pokok-pokok baru. Rasul
Paulus menasihati Timotius agar mendalami dan merenungkan firman
Allah, "supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang"
(1 Timotius 4:15). Kata "kemajuan" di sini menunjukkan hal
menjelajahi benua baru. Paulus ingin supaya Timotius berani maju ke
dalam kawasan yang masih asing baginya. Awas, janganlah Saudara
seolah-olah mempromosikan hobi sambil berkhotbah mengenai tema yang
itu-itu juga!
(* Misalnya, "Menyampaikan Firman Allah dengan Efektif",
terbitan Lembaga Literatur Baptis.)
(** Misalnya, "Kumpulan Khotbah Berkat-Berkat dari Mimbar
Kristen", terbitan Lembaga Literatur Baptis.)
Jika bahasa-bahasa asli Alkitab digunakan secara mahir, di dalamnya
terdapat banyak gizi rohani guna mempertumbuhkan para anggota jemaat
Yang kami tekankan di sini ialah penggunaan secara mahir. Ada
sebagian pengkhotbah yang menggunakan bahasa Ibrani dan bahasa
Yunani itu secara kurang mahir. Jemaat rindu mendapat makanan,
bukannya resep makanan. Jika kita melontarkan terlalu banyak
penjelasan teknis tentang seluk-beluk bahasa-bahasa asli itu, mereka
akan kurang berselera mencicipi santapan rohani yang Anda sajikan.
Ada banyak buku yang berguna dalam penyelidikan firman Allah, bahkan
ada banyak buku yang cocok untuk pendeta yang belum sempat
mempelajari bahasa-bahasa asli Alkitab. Baktikanlah diri Saudara
pada penggunaan yang mahir dari alat-alat pembantu seperti itu;
pasti Saudara sendiri akan mengalami pertumbuhan rohani, sambil
menolong para anggota jemaat supaya bertumbuh juga.
Jika Saudara sungguh-sungguh ingin memerbaiki cara berkhotbah
Saudara, pasti Tuhan akan memberi kesempatan kepada Saudara untuk
berbuat demikian. Ia akan mengizinkan kejadian-kejadian dalam jalan
kehidupan Saudara yang akan mendorong Saudara untuk lebih rajin
berdoa dan mempelajari firman-Nya. Tempat terbaik untuk membaca
firman Allah ialah ... di tengah-tengah api pencobaan.
Bila Tuhan ingin menyampaikan berita-Nya, Ia pun mempersiapkan
seorang pemberita. Jadilah pemberita itu!
Adakah Saran-Saran Praktis tentang Persiapan Khotbah yang Efektif?
- Bersikaplah wajar.
Memang sewajarnya Saudara bersikap sebagai seorang hamba Tuhan.
Tetapi sekali-kali jangan membeo orang lain, sehingga sikap Saudara
sebagai pengkhotbah itu menjadi kurang wajar.
Banyak pengkhotbah yang menyukai cara berkhotbah ekspositori, atau
pengupasan arti dan ajaran ayat demi ayat dan pasal demi pasal. Kami
pun menyarankan agar Saudara mencoba sistem yang demikian. Namun,
banyak juga pengkhotbah ternama yang tidak memakai cara berkhotbah
ekspositori itu. Dua contoh yang klasik adalah Phillips Brooks dan
George W. Truett.
Jadi, belajarlah dari hamba-hamba Tuhan yang lain, lebih-lebih
mereka yang sangat mahir berkhotbah; tetapi sekali-kali jangan
kehilangan berkat yang disediakan Tuhan khususnya bagi Saudara
sendiri, asal Saudara bersikap wajar pada waktu berkhotbah.
- Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara.
Janganlah menghabiskan banyak waktu minggu demi minggu dengan
kepanikan sambil mencari sesuatu pokok untuk dikhotbahkan.
Berkhotbahlah berturut-turut dari isi satu kitab di dalam Alkitab.
Atau, sampaikanlah suatu seri khotbah menurut tema yang sama:
doa-doa yang dicatat di dalam Alkitab, perumpamaan-perumpamaan
Tuhan Yesus, tanda-tanda ajaib-Nya, atau uraian sifat tokoh-tokoh
Alkitab yang berwatak kuat.
Jika Saudara mengetahui arah pelayanan mimbar minggu demi minggu,
maka Saudara dapat mulai memikirkan isi khotbah jauh lebih awal.
Sungguh ajaib caranya Roh Kudus dapat memanfaatkan suatu seri
khotbah demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan jemaat, walaupun kita
sendiri belum sadar bahwa kebutuhan-kebutuhan itu memang ada!
Namun, sebaiknya Saudara jangan diperbudak oleh suatu rencana
pelayanan mimbar. Jika timbul krisis yang tak terduga, atau jika
Tuhan memberi Saudara beban di dalam hati tentang pokok khotbah yang
baru, sekali-kali jangan menolak petunjuk ilahi itu. Sesungguhnya,
sebuah khotbah yang diselipkan sebagai variasi di tengah-tengah seri
khotbah itu justru dapat menambah minat jemaat terhadap kelanjutan
dari seri tersebut.
- Mulailah sedini mungkin.
Mulailah sedini mungkin setiap minggu, juga sedini mungkin setiap
hari. Misalnya, andaikan Saudara sedang menyiapkan seri khotbah dari
satu kitab di dalam Alkitab. Saudara dapat mulai menyelidiki ayat
atau pasal yang lebih banyak jumlahnya daripada jumlah yang sempat
Saudara uraikan dalam khotbah minggu ini; dengan cara demikian,
sudah tersedia bahan cadangan untuk minggu depan.
Tentukanlah batas waktu untuk diri Saudara sendiri. Misalnya,
usahakan supaya kedua khotbah untuk hari Minggu depan sudah
rampung pada jam 12 siang hari Jumat. Tidak ada frustrasi yang
lebih besar daripada jika kita baru mulai mempersiapkan khotbah
pada jam 12 siang hari Sabtu. Usaha mengerjakan tugas yang
seharusnya sudah kita kerjakan sepanjang minggu itu, tentu akan
membuat kita frustrasi!
- Gunakanlah suatu sistem arsip bahan khotbah yang rapi.
Banyak pendeta yang menyimpan beberapa stofmap di atas meja tulis
mereka; satu untuk khotbah pagi hari Minggu depan; satu lagi untuk
khotbah sore hari Minggu depan; yang ketiga untuk renungan jam doa,
dan sebagainya.
Alangkah baiknya jika Saudara mencatat hanya satu ide saja pada
setiap carik kertas. Jadi, pada saat Saudara hendak menyusun sebuah
khotbah, Saudara hanya tinggal menyusun kertas-kertas kecil itu
menurut urutannya yang baik!
- Mulailah dengan firman Allah.
Sebelum membuka-buka kitab lain, bukalah dulu Alkitab. Carilah
berita ilahi dalam nas atau perikop yang telah dipilih itu. Catatlah
gagasan-gagasan yang diberikan oleh Roh Kudus. Jika mungkin, galilah
bahasa-bahasa asli Alkitab. Paling sedikit Saudara dapat
membandingkan lebih dari satu terjemahan, dalam bahasa Indonesia
dan/atau dalam bahasa lain. Baru kemudian carilah buku-buku tafsiran
agar dapat meralat pikiran Saudara seandainya tadi ada yang keliru.
Ajukanlah kepada diri sendiri empat pertanyaan ini:
1) Apakah arti kata-kata ini?
2) Apakah maksud dari kata-kata ini?
3) Apakah maksud dari kata-kata ini untuk diri saya sendiri?
4) Bagaimana saya dapat menyampaikan arti dan maksud itu sehingga
dapat dipahami serta diterapkan oleh orang-orang lain?
Sekali-kali jangan melompati pertanyaan yang ketiga itu! Jika sebuah
khotbah disaring melalui hati dan hidup sang pengkhotbah sendiri,
barulah khotbah itu dapat menjadi berita ilahi.
- Susunlah bahan khotbah Saudara dengan baik.
Khotbah yang jelas itu harus dimulai dengan pikiran yang jelas pula.
Semestinya Saudara dapat menyatakan inti dari sebuah khotbah dalam
satu kalimat pendek saja. Butir-butir dalam rangkaian khotbah itu
semestinya menyokong dan mengembangkan satu pokok utama tadi.
Penting ada garis besar atau rangkaian khotbah! Jika Saudara
menggunakannya secara mahir, maka para pendengar dengan lebih mudah
mengikuti dan mengingat isi khotbah Saudara. Rangkaian khotbah itu
pun dapat menolong Saudara mencernakan isinya, sehingga Saudara
dapat berkhotbah secara lebih bebas.
Carilah tempat di mana kebenaran ilahi mengena pada kehidupan insani.
Di situlah Saudara akan menemukan berita yang perlu dikhotbahkan.
- Biarlah Tuhan menggunakan diri Saudara.
Menyiapkan khotbah itu merupakan pengalaman rohani. Proses persiapan
itu ibarat bergulat, atau berperang, bahkan ibarat menderita sakit
bersalin!
Lebih dahulu, Roh Kudus harus berbicara kepada Saudara, baru
kemudian Ia dapat berbicara melalui Saudara. Jadi, terimalah lebih
dahulu berita ilahi untuk hati Saudara sendiri: "Apakah maksud dari
ayat-ayat ini untuk diri saya sendiri?"
- Tetap peliharalah hubungan yang erat dengan jemaat.
Pelayanan menggembalakan jemaat dan pelayanan mimbar itu tidak
berlawanan; kedua macam pelayanan itu saling mengisi. Sebagai
gembala sidang, kita dapat mengetahui keperluan-keperluan para
anggota jemaat; sebagai pengkhotbah, kita dapat menggunakan firman
Allah untuk memenuhi keperluan-keperluan itu. Sering Saudara akan
memeroleh inspirasi untuk sebuah khotbah pada saat Saudara melayani
di sisi tempat tidur di rumah sakit, bahkan di sisi liang kubur
yang baru digali.
Ada suatu tipe pengkhotbah yang seolah-olah hidup di dalam menara
yang terbuat dari gading, jauh dari kehidupan sehari-hari. Dua kali
seminggu, ia sudi turun ke bawah untuk menyampaikan berita ilahi,
lalu ia menarik diri lagi ke kamar belajar. Mungkin pengkhotbah
seperti itu mengandalkan kesarjanaan yang tinggi serta kemahiran
homiletika; tetapi tidak ada kehangatan yang hanya dapat dihasilkan
oleh hubungan pribadi. Mungkin indahnya khotbah yang disampaikan
oleh dia itu ibarat "lautan kaca" yang disebut-sebut pada
Wahyu 15:2, ... namun tiada "bercampur api"! Ingat, Surat Ibrani
mengajarkan bahwa kita harus berani masuk "melalui tabir"
(Ibrani 6:19, 10:19-20), yaitu harus memasuki tempat yang Mahakudus,
dengan jalan menggali isi firman Allah. Tetapi Surat Ibrani itu pun
mengajarkan bahwa kita harus berani pergi "di luar perkemahan dan
menanggung kehinaan" karena Kristus (13:13). Kedua istilah tadi,
"melalui tabir" dan "di luar perkemahan",
itulah yang seharusnya menggambarkan kedua segi dari kehidupan dan
pelayanan seorang hamba Tuhan yang setia.
- Selalu siap sedia!
Kapan kita menyiapkan khotbah? Jawabannya yang tepat: Setiap waktu!
Sebaiknya Saudara membuka lebar-lebar mata dan telinga Saudara,
kalau-kalau ada gagasan tentang pokok khotbah yang baru, ilustrasi
khotbah yang baru, atau cara pendekatan nas khotbah yang baru.
Sebaiknya Saudara membawa serta sebuah bloknot kecil ukuran saku
untuk mencatat ide-ide yang sewaktu-waktu timbul; kalau tidak, pasti
Saudara akan melupakannya.
Sewaktu-waktu, isilah sebuah buku catatan atau arsip khusus dengan
ide-ide untuk khotbah-khotbah yang belum jadi. Andrew Blackwood
menamakan buku catatan atau stofmap semacam itu sebagai
"persemaian khotbah". Siapa tahu kapan salah satu benih
itu akan bertunas menjadi sebuah khotbah yang berguna.
Setiap hamba Tuhan harus mengerjakan sistemnya sendiri. Pepatah lama
itu masih tepat: "Rencanakanlah kerja, lalu kerjakanlah
rencana."Ingatlah selalu bahwa pekerjaan Saudara menyangkut
soal kekekalan; jadi, berilah pelayanan Saudara yang terbaik demi
pekerjaan yang mulia itu.
Bagaimana caranya saya dapat mengadakan keseimbangan dalam pelayanan
mimbar, sehingga saya tidak terlalu sering berkhotbah mengenai salah
satu pokok kesayangan saja yang seolah-olah menjadi hobi saya?
Spurgeon pernah bercerita tentang dua petani yang bertemu di pasar
pada hari Senin. "Apakah kau ke gereja kemarin?" salah
seorang petani itu bertanya kepada temannya.
"Tentu saja," jawabnya.
"Apa yang kaudengar di sana?" tanya petani yang pertama itu.
"O ..., yang itu-itu juga, kaya lonceng aja --
tik-tak-tik-tak-tik-tak."
"Wah, mujur kamu," kata temannya. "Yang terdengar
di gereja kami, cuma tik-tik-tik-tik terus!"
Mengembangkan kehidupan rohani Saudara sendiri, melalui penyelidikan
firman Allah dan pelayanan penggembalaan, adalah cara terbaik untuk
menjamin bahwa jemaat Saudara akan menerima gizi rohani yang
seimbang, dan bukan hanya "yang itu-itu juga".
Menurut 2 Timotius 3:16, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar." Tuhan Yesus sendiri berkata:
"Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap
firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4).
Tetaplah menggali firman Allah; tetaplah berani menjelajahi benua
baru. Sebagai akibatnya, Saudara sendiri maupun jemaat yang Saudara
gembalakan itu akan terus bertumbuh secara rohani.
Di sinilah terlihat mutu khotbah ekspositori, atau berkhotbah dengan
menguraikan pasal demi pasal. Kekayaan firman Allah itu menuntut
supaya kita mengkhotbahkan isinya yang beraneka ragam. Tak mungkin
memainkan lagu surgawi dengan kecapi yang senarnya hanya
seutas saja!
Biarlah Tuhan menunjukkan kepada Saudara salah satu kitab di dalam
Alkitab. Lalu siapkanlah suatu seri khotbah yang meliputi kitab itu
dari permulaan sampai akhir. Sebaiknya kitab itu dipilih dengan
hati-hati; bacalah keseluruhan isinya beberapa kali, dan baru
kemudian umumkanlah seri khotbah berdasarkan kitab tersebut. Jika
Saudara tidak berbuat demikian, mungkin Saudara akan terpaksa
berhenti di tengah jalan!
Utamakanlah pokok-pokok Alkitab yang paling luhur. Jauhilah
khotbah-khotbah yang bernada "sok pintar",
berdasarkan nas yang aneh-aneh. Dengan sengaja menggumuli
pasal-pasal sulit yang sebelumnya Saudara hindari, bahkan
pasal-pasal yang dulu Saudara merasa takut mengkhotbahkan isinya.
Rencanakanlah pelayanan mimbar Saudara sehingga menjadi seimbang.
Seorang ibu rumah tangga yang bijaksana akan merencanakan makanan
yang hendak disajikannya. Seorang gembala sidang yang bijaksana akan
merencanakan khotbah yang hendak disampaikannya -- dengan
keseimbangan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, antara
penginjilan dan pendidikan/pembinaan, antara kewajiban dan hak
istimewa, antara sejarah dan nubuat, antara mengupas dosa manusia
dan membesarkan hati manusia.
Ada sebagian pendeta yang dapat merencanakan seri khotbah yang amat
panjang berdasarkan satu kitab, tetapi tidak semua pendeta sanggup
berbuat demikian. Agak awal dalam pelayanannya, W. Graham Scroggie
mengadakan suatu seri khotbah yang amat panjang berdasarkan Surat
Roma. Minggu demi minggu, jumlah orang yang hadir itu semakin
sedikit. Akhirnya, ia menerima sepucuk surat dari salah seorang
pendengarnya yang meyakinkan dia bahwa rencana pelayanan mimbar yang
demikian itu kurang bijaksana, maka ia menghentikan rencananya.
Ada pendeta yang memunyai karunia berkhotbah yang hebat, sehingga
mereka dapat menguraikan ayat demi ayat, walaupun seri khotbah itu
sangat panjang. Tetapi bila kita tidak diberi karunia berkhotbah
yang begitu luar biasa, lebih baik kita hanya memetik ayat-ayat yang
paling baik saja untuk ditekankan, sehingga berita inti dari satu
kitab dapat disampaikan melalui suatu seri khotbah yang tidak
terlampau panjang.
Penting sekali sang pengkhotbah mengetahui kebutuhan-kebutuhan
rohani para anggota jemaat, agar ia dapat memberi mereka makanan
rohani yang tepat. Itulah sebabnya kunjungan penggembalaan dan
penyuluhan pribadi menjadi sangat penting. Camkanlah semboyan ini
untuk pelayanan mimbar Saudara: VARIASI dan VITALITAS.
Kadang-kadang, saya dikritik jika saya membaca nas khotbah dari
terjemahan Alkitab Kabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari,
atau dari Firman Allah yang Hidup.* Namun saya tahu bahwa ada juga
anggota-anggota jemaat yang lebih suka terjemahan-terjemahan itu
yang berbeda susunan kata-katanya daripada terjemahan biasa. Apa
yang sebaiknya saya lakukan?
Janganlah mengkritik atau meremehkan terjemahan Alkitab yang biasa
dipakai itu. Sebaliknya, uraikan artinya dan perdalam maknanya
dengan memanfaatkan terjemahan-terjemahan lain. Setiap terjemahan,
dalam bahasa apa saja, pasti ada kekuatannya, ada juga kelemahannya.
Kita memanfaatkan setiap terjemahan itu atas dasar kekuatannya,
walaupun kita sadar pula akan kelemahannya. Jika Saudara mendalami
bahasa-bahasa asli Alkitab, maka Saudara pun dapat bertindak dengan
lebih bebas karena tidak usah merasa terikat pada terjemahan
apa pun.
Sediakanlah waktu untuk menjelaskan kepada jemaat Saudara
bagaimana Alkitab disampaikan kepada kita. Uraikanlah bagaimana
proses terjemahan itu dilaksanakan. Mungkin Saudara memunyai teman
atau kenalan, orang lokal atau utusan Injil orang asing, yang
terlibat dalam pelayanan penerjemahan, dan Saudara dapat minta
tolong kepadanya.
Jika dalam sebuah ayat tertentu dari suatu versi
tertentu ada terjemahan yang kurang memadai, sebaiknya Saudara
menjelaskan hal itu secara wajar dalam rangka mengkhotbahkan nas
tersebut. Tetapi sadarilah bahwa setiap terjemahan firman Allah itu
bermanfaat; jangan sampai ada perpecahan dalam gereja hanya oleh
karena soal terjemahan manakah yang lebih disukai. Mengucap
syukurlah jika ada banyak orang di antara jemaat Saudara yang suka
membaca Alkitab dalam terjemahan apa saja; banyak juga anggota
gereja yang tidak biasa berbuat demikian!
(* Contoh kedua terjemahan ini sengaja dimasukkan oleh penyadur,
agar prinsip-prinsip nasihat yang diberikan oleh para pengarang itu
menjadi lebih jelas.)
====================================================================
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Memimpin Gereja Secara Mantap: Petunjuk-Petunjuk Praktis
untuk Gembala Sidang
Penulis: Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden
Penerjemah: Tidak dicantumkan
Penerbit: Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1994
Halaman: 71 -- 84
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |