Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/89

e-Penulis edisi 89 (20-7-2011)

Bukan Penerjemah Biasa (II)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                          Edisi 089/Juli/2011
                    Tema: Bukan Penerjemah Biasa (II)

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: PENERJEMAH YANG BAIK DAN BENAR
TIP MENULIS: MENILAI KUALITAS TERJEMAHAN
TOKOH PENULIS: JOHN WYCLIFFE
PENA MAYA: BLOG KHUSUS UNTUK PENERJEMAH

             DARI REDAKSI: PENERJEMAH YANG BAIK DAN BENAR

Teknologi semakin hari semakin berkembang. Bukan hanya memudahkan
komunikasi dan mencari informasi, teknologi juga memudahkan manusia
untuk menerjemahkan suatu teks berbahasa asing. Melihat kenyataan ini,
apakah keberadaan penerjemah akan segera tergeser juga oleh mesin
pengalihan bahasa? Semoga tidak! Supaya keberadaan penerjemah tetap
menjadi pilihan yang lebih baik daripada mesin pengalihan bahasa,
penerjemah harus mengembangkan kualitas terjemahan yang dibuatnya.
Bagaimana mendapatkan hasil terjemahan yang baik dan benar? Penerjemah
perlu mengevaluasi hasil terjemahannya dengan tepat. Dalam edisi ini,
Anda dapat membaca bagaimana seorang penerjemah menilai kualitas
terjemahan yang dibuatnya. Simak pula artikel mengenai tokoh
penerjemah -- Alkitab, John Wycliffe. Bukan hanya itu, di kolom
terakhir, Anda juga bisa menyimak informasi tentang blog penerjemah.
Anda ingin tahu seperti apa isinya? Tunggu apalagi, segera simak
sajian kami.

Staf Redaksi e-Penulis,
Sri Setyawati
< http://pelitaku.sabda.org >

"Seorang yang genius adalah seorang yang memiliki kemampuan yang tak
terbatas untuk berusaha sekeras-kerasnya." -- Albert Einstein

              TIP MENULIS: MENILAI KUALITAS TERJEMAHAN
               Dirangkum oleh: Truly Almendo Pasaribu

Seperti halnya seorang penulis perlu mengembangkan teknik menulisnya,
tidak dapat dimungkiri bahwa penerjemah juga perlu mengembangkan
kualitas terjemahannya. Penerjemah tidak hanya bertanggung jawab untuk
mengalihbahasakan sebuah naskah, tetapi dia juga perlu berperan
sebagai pengamat yang mengevaluasi hasil terjemahannya. Hanya saja,
penerjemah biasanya merasa sulit menilai pekerjaannya sendiri, karena
secara psikologis dia mungkin akan beranggapan terjemahannya sudah
bagus. Hal ini tentu saja akan memengaruhi penilaiannya terhadap
sebuah teks. Jika demikian, apa yang sebaiknya penerjemah lakukan?

Sebelum melakukan penilaian, sebaiknya penerjemah membiarkan hasil
terjemahannya untuk beberapa lama, agar dia tidak teringat
pertimbangan yang dia lakukan saat menerjemahkan sebuah naskah.
Sesudah menyegarkan pikirannya, barulah dia dapat menilai kualitas
terjemahannya.

Setelah siap mengevaluasi terjemahannya, ada tiga hal pokok yang perlu
penerjemah perhatikan.

1. Keakuratan

Keakuratan makna referensial harus menjadi pembatas antara "benar" dan
"salah". Dalam makna terdapat maksud dan tujuan penulis, maka haram
hukumnya jika penerjemah menyimpang dari makna yang dimaksudkan
penulis.

2. Kewajaran

Kewajaran juga berperan penting dalam sebuah hasil terjemahan. Jika
masih bisa mengikuti gaya bahasa penulis, maka sebaiknya penerjemah
mempertahankannya! Akan tetapi, tidak dapat dielakkan bahwa dalam
banyak kasus, perombakan sintaksis perlu dilakukan agar makna terasa
alami dan wajar.

3. Keterbacaan Bahasa Terjemahan

Makna dari isi naskah terjemahan memang sangatlah penting, tetapi
janganlah menjadikannya alasan kita mengacuhkan "kemasan" bahasa
terjemahan kita, yaitu aspek keterbacaannya. Jika kita menerjemahkan
artikel formal ke dalam bahasa Indonesia, kita wajib mengikuti aturan
EYD. Apakah ejaan kita tepat? Apakah fungsi-fungsi kata dalam kalimat
sudah jelas? Kita juga perlu menanyakan ulang apakah hasil terjemahan
kita sudah lugas dan indah.

Dari ketiga poin di atas, kita bisa membuat kolom evaluasi naskah
terjemahan. Contoh di bawah ini adalah yang paling sederhana.

a. Keakuratan makna referensial: menyimpang/tidak menyimpang.
b. Kewajaran: wajar/kaku.
c. Keterbacaan bahasa: baku/tidak baku.

Salah satu cara seorang penerjemah mengevaluasi terjemahannya adalah
dengan menghitung frekuensi kesalahan-kesalahannya dari sebuah naskah.
Contohnya, jika terdapat empat makna referensial yang menyimpang dari
dua puluh kalimat, maka keakuratan makna penerjemah berkisar 80
persen. Selanjutnya, penerjemah perlu memerhatikan kelemahan dari
hasil terjemahannya, dan terus berusaha meningkatkan kompetensinya.
Mungkin Anda baru menyadari bahwa Anda sering kali melakukan kesalahan
pengetikan. Anda mungkin tidak pernah tahu bahwa selama ini Anda
selalu tidak sengaja menambahkan arti baru ke sebuah kalimat dan
sebagainya.

Semakin sering Anda melakukan evaluasi, Anda akan semakin peka untuk
melihat kesalahan yang secara logika tidak mungkin Anda lakukan.
Semakin dalam Anda melakukan analisis, semakin jelas kualitas
terjemahan Anda. Semakin Anda mengenal kualitas terjemahan Anda,
semakin mudah Anda merancang strategi untuk mengatasi kelemahan yang
Anda hadapi. Misalnya, jika Anda sering salah ketik, mungkin Anda bisa
menggunakan mesin pemeriksaan ejaan dengan perangkat lunak. Jika gaya
bahasa Anda kaku atau tidak wajar, barangkali Anda memerlukan waktu
untuk membaca ulang secara objektif dan melakukan perbaikan jika
perlu.

Singkat kata, teks terjemahan bukanlah karangan "kreatif" penerjemah.
Dengan kata lain, penerjemah perlu bersikap netral dalam
mengalihbahasakan teks penulis asli. Akan tetapi, penerjemah perlu
kreatif dalam mengelola dan mengembangkan kualitas terjemahan mereka.
Selamat berkarya!

Referensi:
1. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Gramedia.
2. Indarta, Ade. "Meningkatkan Kualitas Terjemahan melalui Evaluasi Mandiri.
   Dalam http://blog.bahtera.org/2010/02/
   meningkatkan-kualitas-terjemahan-melalui-evaluasi-mandiri/

                     TOKOH PENULIS: JOHN WYCLIFFE
                Dirangkum oleh: Truly Almendo Pasaribu

Setelah tubuh John Wycliffe terkubur hampir selama 50 tahun, Uskup
Lincoln memerintahkan agar sisa-sisa tubuhnya digali kembali dan
langsung dibakar pada tahun 1492. Abunya dibuang ke sungai Swift.
Kebencian terhadap Wycliffe bukanlah hal yang baru, melainkan
kelanjutan dari apa yang dipikulnya selama hidupnya. Akan tetapi,
mengapa kebencian ini bertahan begitu lama setelah kematiannya? Mari
kita telusuri biografi singkat tentang kehidupan seorang teolog
sekaligus penerjemah Alkitab ini.

John Wycliffe lahir di Ipreswell, Yorkshire di Inggris, kira-kira pada
tahun 1320 - 1330. Tidak diketahui kapan tepatnya Wycliffe masuk
universitas Oxford, yang sangat melekat dengannya sampai akhir
hayatnya. Dia tertarik dengan ilmu sains dan matematika, tetapi dia
juga mengikuti studi teologia, hukum gereja, dan filsafat. Bahkan para
penentangnya mengakui kecerdasan dialektikanya.

Pada tahun 1368 dia menjadi rektor di Ludgershall di Buckinghamshire
yang tidak jauh dari Oxford. Pada tahun 1372, dia meraih gelar Doktor
dalam bidang Teologi. Gelar ini memperbolehkannya mengajar di bidang
keilahian sistematik. Tentu saja bukan pendidikannya atau jabatannya
yang memberikannya banyak musuh. Dia ditentang karena dia memahami
sifat sejati untuk menjadi hamba Kristus. Walaupun mengalami berbagai
kesulitan, dia tetap berjuang sebisa mungkin untuk memperluas kerajaan
Sang Penyelamat.

Kecintaannya kepada kebenaran mendorongnya untuk mempertanyakan
pandangan-pandangan gereja. Dia tidak hanya memperdebatkan sistem
sakramen, tetapi dia juga mempertanyakan kekuasaan dan kekayaan
gereja. Pada masa itu, Paus menuntut hak kepemilikan gereja di
Inggris. Namun demikian, Wycliffe berpendapat bahwa harta milik gereja
di Inggris adalah milik negara. Menurut Wycliffe, seharusnya gereja
tidak memiliki harta milik duniawi, gereja harus hidup sederhana,
seperti gereja pada masa Perjanjian Baru. Dia juga mempertanyakan
penjualan surat-surat pengampunan dosa dan jabatan-jabatan gerejawi.
Tidak hanya itu, Wycliffe menolak penyembahan para santo dan relik
yang berbau takhayul. Puncaknya, dia mengguncangkan gereja pada waktu
itu dengan menolak pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin
transsubstansiasi) yang dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat.
Penolakannya ini menyebabkan dia kehilangan banyak pendukung.
Kemudian, Wycliffe sendiri kehilangan kedudukannya di Oxford dan
mendapat larangan untuk berkhotbah. Para pengikutnya juga diusir dari
Oxford.

Wycliffe tidak gentar. Akibat pengusirannya ini, Wycliffe memanfaatkan
waktunya untuk menerjemahkan Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap orang
harus diberi keleluasaan untuk membaca Kitab Suci dalam bahasanya
sendiri. "Alkitab sangat diperlukan oleh semua orang, bukan hanya
untuk para imam," tulisnya. Maka meskipun Gereja tidak setuju, dia
bekerja sama dengan para ahli lainnya untuk menerjemahkan Alkitab
bahasa Inggris pertama yang lengkap. Wycliffe berusaha membuat
terjemahan Kitab Suci dari salinan Vulgata (Alkitab terjemahan bahasa
Latin), agar orang-orang sebangsanya dapat memahaminya. Edisi pertama
diterbitkan. Penerbitan kedua yang direvisi selesai setelah Wycliffe
meninggal. Edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan
dibagi-bagikan dengan ilegal.

Tidak hanya melayani lewat terjemahan yang cemerlang, Wycliffe juga
melayani orang-orang buta huruf di Inggris, dengan mengatur
pendeta-pendetanya yang hidup sederhana, yang dikenal dengan sebutan
Lollard. Para Lollard membaca Alkitab dan melakukan penginjilan.
Walaupun mereka dianiaya, gerakan ini tetap berdiri sampai 250 tahun
kemudian. Martin Luther -- Reformis Jerman dan John Huss -- tokoh
kekristenan setelah Wycliffe, mendapatkan banyak manfaat dari
karyanya.

Pada tahun 1984, Tuhan memanggilnya dalam damai di tempat tidurnya
sendiri. Wycliffe adalah sosok yang sangat antusias untuk menyebarkan
kebenaran firman Allah, dan dia memperlengkapi orang lain untuk
berjalan bersamanya dalam kebenaran itu.

Dirangkum dari:
1. _______________. "John Wycliffe: A Man Ahead of His Time".
   Dalam http://www.wycliffe.org/About/OurHistory/JohnWycliffe.aspx
2. _______________. "Legacy". Dalam http://www.wycliffe.edu/default.asp?cid=4
3. Oeniyati, Yulia. "John Wycliffe". Dalam http://www.sabda.org/
   publikasi/e-reformed/034/?kata=wycliffe

              PENA MAYA: BLOG KHUSUS UNTUK PENERJEMAH

Tidak seperti situs-situs yang menawarkan jasa penerjemahan, situs
yang berisi seluk-beluk dunia penerjemahan jarang ditemukan di
internet. Itulah yang menjadi keunikan dan keunggulan blog Bahtera.
Blog ini adalah tempat dilayarkannya aneka tulisan yang berkaitan
dengan bahasa dan terjemahan. Dalam blog ini terdapat berbagai tulisan
menarik, yang bisa memperkaya pengetahuan penerjemah dan juru bahasa
Indonesia. Blog ini memuat artikel-artikel dalam beberapa kategori,
seperti penerjemah, bahasa, profesi penerjemahan, dan sebagainya.
Tentu saja isi dari blog ini bisa memperluas wawasan para penerjemah.
Blog ini berawal dari sebuah milis komunitas penerjemah -- milis
Bahtera. Jika Anda berminat untuk mendapatkan kiriman surat dari milis
ini, silakan berkunjung ke situs ini dan segera daftarkan diri Anda
dengan mengirimkan alamat surel (surat elektronik). (TAP)

==> http://blog.bahtera.org/

Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Truly Almendo, Sri Setyawati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org