Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/80

e-Penulis edisi 80 (3-3-2011)

Menulis Kolom (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi 080/Maret 2011
                       Tema: Menulis Kolom (I)

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: PELUANG MENULIS DI MEDIA MASSA
ARTIKEL: PEMULA MENULIS KOLOM
POJOK BAHASA: MURAHNYA JANJI

DARI REDAKSI: PELUANG MENULIS DI MEDIA MASSA

Lahirnya ribuan media massa merupakan lampu hijau bagi para penulis
yang rindu menyuarakan pikiran dan gagasannya kepada khalayak luas.
Media massa mengundang para penulis, baik penulis lama maupun pemula
untuk mengirimkan karya mereka, termasuk kolom. Tulisan kolom
merupakan tulisan yang berupa pendapat pribadi yang dikemas dengan
gaya khas penulis. Sahabat Penulis tentu saja bisa mengasah kemampuan
menulis kolom dengan banyak membaca dan berlatih menulis kolom.
Kesempatan menulis telah dibuka lebar-lebar, maukah Anda meraihnya?

Publikasi e-Penulis bulan ini menyajikan tema "Menulis Kolom" untuk
memotivasi Sahabat mengambil peluang ini. Jangan lewatkan kolom Pojok
Bahasa "Murahnya Janji" oleh Andre Moller yang menganalisa secara
kritis pemakaian bahasa dalam iklan. Selamat membaca, selamat
berkarya!

Pimpinan Redaksi e-Penulis,
Truly Almendo Pasaribu
< uly(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >

"Menulis adalah mencipta, dalam suatu penciptaan seseorang mengarahkan
tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia
sertakan seluruh jiwa dan napas hidupnya." [Stephen King]

                   ARTIKEL: PEMULA MENULIS KOLOM
               Dirangkum oleh: Truly Almendo Pasaribu

Orang suka membaca surat kabar karena isinya yang beraneka ragam.
Membaca surat kabar seperti masuk ke dalam supermarket informasi. Kita
disajikan dengan berbagai jenis tulisan, seperti berita, feature,
tajuk, opini, kolom, surat pembaca, lowongan dan iklan. Ada juga
hiburan seperti cerita fiksi, karikatur dan foto. Anda tidak hanya
bisa menikmati tulisan-tulisan ini, tetapi Anda juga bisa menjual
tulisan Anda! Banyak media massa yang membuka kesempatan bagi Anda
untuk berkarya, salah satunya dengan mengirimkan opini. Opini adalah
tulisan yang berupa pendapat seseorang atau lembaga. Segala sesuatu
yang bukan berita disebut opini.

Opini dapat dikategorikan dalam dua jenis. Pertama, opini yang
mewakili lembaga disebut tajuk, pojok, opini atau rubrik. Kedua, opini
yang mewakili perorangan disebut kolom. Tidak ada referensi yang pasti
tentang asal usul mengapa sebuah rubrikasi tulisan opini di sebuah
media massa cetak itu disebut sebagai kolom. Pada dasarnya, kolom
adalah salah satu jenis tulisan artikel ilmiah populer yang muncul di
media massa cetak.

Bentuk tulisan kolom, sebagaimana opini dan editorial, sesungguhnya
sudah bukan lagi ragam berita, tetapi tulisan jenis ini adalah jenis
artikel populer gagasan atau pendapat murni dari penulis. Hanya saja,
karena jenis artikel ini muncul sebagai tulisan di media massa, maka
seringkali masih digolongkan sebagai ragam penulisan jurnalistik,
meskipun sebenarnya secara hakiki jenis tulisan itu sudah bukan lagi
karya jurnalistik. Oleh karenanya, bentuk ini juga sering disebut
sebagai ragam penulisan ilmiah populer.

Antara Opini dan Kolom

Opini lebih mendekati bentuk argumentasi, yaitu pemaparan yang intinya
menggiring opini orang atau meyakinkan orang lain agar sepakat dengan
ide atau pandangannya. Tentu saja, penulisan jenis ini juga harus
disertai dengan referensi yang ada dan bersifat argumentatif. Pada
opini orang dihadapkan pada pertanyaan "mengapa".

Kolom sesungguhnya masih merupakan ragam opini. Hanya saja gaya
penulisannya cenderung sangat santai, dengan menyertakan idiom-idiom
tertentu. Kolom barangkali boleh disebut sebagai artikel subjektif.
Tulisan ini biasanya bersifat renungan, reflektif dengan gaya humor
dan satir. Gaya individual sang penulis sangat lekat dalam jenis
tulisan seperti ini.

Kolom adalah tulisan sederhana tentang berbagai hal yang ada di
sekitar kita. Tulisan ini biasanya menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, merakyat, sinis, kadang juga penuh canda. Berbeda dengan
opini, misalnya. Walaupun harus tetap dengan bahasa populer tetapi
opini tak lazim kalau dibuat dengan cara bercanda.

Apa Saja yang Bisa Ditulis?

Dalam tulisan kolom, apa saja bisa menjadi bahan tulisan, bahkan
hal-hal yang sering kali mengabaikan aktualitas. Banyaknya anak-anak
jalanan di sekitar Bangjo lalu lintas, di tangan Cak Nun (Emha Ainun
Nadjib) akan menjadi kolom yang sangat analitis dan mengesankan.
Dengan berbagai pandangan yang merakyat khas Kyai Kanjeng tentunya.
Lalu lalang Bus Kota, banyaknya pedagang dadakan, menjadi inspirasi
tersendiri bagi Gus Dur untuk menuliskannya dalam kolom. Putu Setia,
seorang praktisi jurnalistik mengatakan bahwa baik opini maupun kolom
menyoroti sebuah berita aktual dengan memberi pendapat-pendapat, baik
saran, solusi, kritik dan sebagainya. Apa pun bisa dipermak menjadi
sajian kolom yang memikat.

Victor Silaen, seorang penulis media massa, mendapatkan ide-ide
menulis dengan menulis secara rutin. Dia biasanya mengonsumsi berita
dari radio, koran dan televisi setiap hari. Majalah, tabloid, dan
media-media maya merupakan menu tambahannya. Kita harus merasakan ada
"sesuatu" yang penting untuk kita angkat dalam sebuah tulisan setiap
kali kita mendengar, melihat, menonton sesuatu, atau juga mengalami
sesuatu. Di dalam "sesuatu" itulah terkandung ide atau ilham, yang
harus kita ingat dan pikirkan terus hingga akhirnya dituang menjadi
sebuah tulisan.

Pemula Menulis Kolom?

Bolehkah kemudian sebagai pemula menulis kolom? Tidak ada yang
melarang! Dengan ketekunan, kesabaran untuk menyampaikan naskah-naskah
tulisan dengan gaya tulisan kolom seorang pemula pun bisa jadi akan
menjadi perhatian media massa. Menulis adalah keterampilan. Seperti
keterampilan bersepeda, menyetir mobil, atau berenang, tanpa
bersentuhan langsung dengan tindakan menulis, kita tidak akan bisa
menulis. Sebagai keterampilan, menulis bisa dipelajari. Setiap orang
mampu menjadi penulis. Sebab, kemampuan menulis tidak tergantung bakat
-- walaupun bakat diperlukan untuk "keindahan" tulisan, membuat sebuah
tulisan menjadi "berseni". Orang yang tak berbakat pun bisa jadi
penulis jika dia sering berlatih menulis. Bakat adalah urusan
orang-orang terpilih, segelintir orang yang mendapat berkah. Adapun
kemampuan menulis diperuntukkan bagi siapa saja, tak kenal kasta,
status, suku dan agama.

Penulis yang baik adalah orang yang mampu menulis dengan baik kapan
saja, di mana saja, dan dalam kondisi apa pun. Penulis yang baik tidak
hanya mengandalkan inspirasi. Juga tidak hanya mengandalkan suasana
hati. Dia menggunakan seluruh pikiran, perasaan, dan tindakan
konkretnya saat menulis. Penulis yang baik juga mampu merangsang
dirinya untuk menciptakan suasana hati yang mendukungnya menulis. Dia
mampu menyemangati dirinya agar dapat menulis di mana saja dan kapan
saja. Dia mengolah pikiran, perasaan, dan tindakan serta dicurahkan
dalam bentuk tulisan agar dapat disebarkan kepada orang lain. Penulis
yang baik mau berbagi cerita dengan banyak orang lewat tulisannya. Dia
adalah seorang dermawan yang mau berbagi pengetahuan dengan siapa
saja.

Menjajakan Tulisan

Untuk mengirim tulisan ke media publik, mulailah dari media-media yang
berskala "kecil" dan perlahan-lahan baru ke media-media berskala
"besar". Mulailah dari tulisan-tulisan yang "ringan" baru kemudian ke
tulisan-tulisan yang "berat".

Dalam kaitan itu juga, kita perlu mengenali karakter media yang akan
menjadi target kita. Perhatikan soal durasinya, tema-tema favoritnya,
aktualitasnya, gaya bahasanya, dan lain-lain. Kalau rasanya semua
"syarat" itu sudah kita penuhi, maka kirimlah. Sekarang cukup dengan
email saja. Kalau ada beberapa alamat email, kirimlah ke semua alamat
itu. Jangan lupa sebutkan alamat dan ponsel kita. Nomor rekening bank
kita tidak usah disebutkan, kecuali nanti kalau sudah dimuat. Tunggu
apalagi, berkarya yuk!

Dirangkum dari:

1. Utomo, Mulyanto. 2010. Menulis di Media Massa. Lembaga Pelatihan
Jurnalistik Solopos

2. Silaen, Victor. Kiat Menulis Opini di Media Massa. Dalam
http://fppk.penjunan.com/2010/12/kiat-menulis-opini-di-media-massa/

                    POJOK BAHASA: MURAHNYA JANJI

Saya pernah menyimak iklan sebuah klinik transplantasi rambut yang
terpasang di koran ini. Klinik itu menawarkan rambut kepada para orang
botak dengan slogan: "Bukan janji, tapi pasti!" Di koran ini juga
seorang pelanggan mengirim surat pembaca yang isinya mengeluhkan
pelayanan salah satu bank nasional. Penawaran kartu kredit yang
diterima penulis surat itu dianggap "hanya janji". Mari kita telusuri
kata janji sesaat.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi beberapa penjelasan atas kata
itu, antara lain (1) perkataan yang menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat sesuatu, (2) persetujuan antara dua pihak
(masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu), dan (3) syarat, ketentuan (yang harus
dipenuhi). Dari penjelasan ini didapatkan pemahaman tentang kata
`janji` sebagai suatu ikatan antara dua (atau lebih) pihak yang tidak
dapat ditawar-tawar. Kita juga menyadari bahwa sebuah janji "harus
dipenuhi" jika tetap mau disebut janji.

Kiranya waktu telah menggeser makna janji seperti dapat dilihat dari
dua contoh di atas. Terlihat dengan cukup jelas pada iklan klinik
transplantasi rambut bahwa sebuah janji dianggap berlawanan dengan
sesuatu "yang pasti" karena jasa mereka memang "bukan janji, tapi
pasti". Jika dibandingkan dengan pemahaman yang diberikan KBBI, maka
makna janji sudah berubah 180 derajat.

Hal yang sama dapat ditangkap dari surat pembaca yang mengeluhkan
pelayanan salah satu bank di atas. Harapan-harapan yang diberikan
kepada calon nasabah dan pemegang kartu kredit tidak dipenuhi oleh
bank yang bersangkutan, dan oleh karenanya dianggap "hanya janji".
Jika kita memaknai kata janji menurut definisi KBBI yang ketiga, maka
ucapan "hanya janji" itu dapat disamakan dengan ucapan "hanya
ketentuan (yang harus dipenuhi)". Jelas sekali bahwa penulis surat
pembaca itu tidak bermaksud begitu.

Dari dua contoh singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa janji masa
sekarang secara luas diartikan dan disamakan dengan janji kosong atau
janji gombal. Janji gombal, menurut KBBI, adalah janji yang tidak
ditepati.

Kira-kira mengapa kata janji sudah `turun pangkat` maknanya menjadi
janji gombal? Dapat diduga bahwa masyarakat luas sudah kesal dan
kecewa dengan semua `janji` yang dilontarkan kepadanya. Sejak Soeharto
lengser, janji-janji reformasi dan (anak kandungnya) demokrasi diobral
di sana-sini. Mulai dari segi keamanan dan perlindungan, sampai dengan
masalah kesejahteraan dan perkembangan, kesemuanya dijanjikan para
politikus dan tokoh masyarakat dalam proyek reformasi/demokrasi itu.
Setelah delapan tahun reformasi, tidak aneh jika masyarakat menganggap
sebagian besar janji-janji itu sebagai janji gombal belaka.

Dalam kampanye pemilihan presiden dua tahun lalu dicatat puluhan
bahkan ratusan atau ribuan janji dari para calon presiden beserta
wakil-wakil dan tim-tim sukses mereka. Kesejahteraan dan perkembangan
dalam dunia pendidikan, pelayanan kesehatan, keuangan, keamanan, dan
seterusnya dijanjikan calon-calon pemimpin itu secara terus-menerus.
Sebagian besar pengamat politik menganggap janji-janji ini sering
kelewatan, tidak berdasar, dan hanya trik politik agar menarik
perhatian calon pencoblos. Sebagian pengamat pun menuntut agar
janji-janji ini nanti ditagih jika presiden terpilih sudah menduduki
kursi kepresidenan.

Orang-orang awam pada umumnya tidak menuntut demikian dan merasa
tuntutan para pengamat keterlaluan. Kenapa? Karena mereka telah tahu
bahwa janji itu sudah tidak berarti "syarat atau kententuan yang harus
dipenuhi". Sebaliknya, mereka sadar bahwa sebuah janji sama nilainya
dengan sebuah janji gombal, apalagi jika dilontarkan (poli)tikus
berdasi. Berhubungan dengan ini, saya tidak berhenti memikirkan
peraturan daerah dan undang-undang yang zaman kini muncul di
mana-mana, yang konon bertujuan melindungi para perempuan dan
menjunjung tinggi moralitas masyarakat. Apakah janji ini janji
`beneran` ataukah janji gombal? Ataukah sama saja itu?

Diambil dari:
Judul buku: 111 Kolom Bahasa Kompas
Penulis: Andre Moller
Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2006
Halaman: 304 -- 306

Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Truly Almendo Pasaribu, Sri Setyawati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org