Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/78 |
|
e-Penulis edisi 78 (3-2-2011)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 078/Februari 2011 Tema: Berkarya dengan Warta Gereja (I) DAFTAR ISI DARI REDAKSI: MEDIA SEBAGAI KOMUNIKASI ARTIKEL: KONSEP MEMBUAT WARTA GEREJA POJOK BAHASA: NASIB KATA DARI REDAKSI: MEDIA SEBAGAI KOMUNIKASI Seperti halnya sebuah karya bisa mencerminkan penulisnya, warta gereja juga bisa mencerminkan gerejanya. Ada bermacam-macam warta gereja: ada yang sekadar memberi informasi tentang kegiatan-kegiatan gerejanya, ada juga warta gereja yang memuat artikel, pengumuman dan renungan yang menyegarkan. Warta gereja berperan sebagai ajang edukasi dan informasi yang merekatkan jemaat. Kehadirannya tentu saja menandakan sinyal positif dalam perkembangan gereja saat ini! Bagaimana dengan gereja Anda? Ingin memaksimalkan pelayanan media atau warta gereja Anda? Publikasi e-Penulis bulan ini menyajikan artikel "Konsep Membuat Artikel Gereja" bagi Sahabat yang rindu memulai atau ingin mengembangkan kualitas warta gereja Anda. Jangan juga lewatkan Pojok Bahasa yang menyinggung perjalanan kata-kata dalam artikel "Nasib Kata". Selamat menulis, selamat berkomunikasi! Pimpinan Redaksi e-Penulis, Truly Almendo Pasaribu < uly(at)in-christ.net > < http://pelitaku.sabda.org > "Dalam kata-kata yang tercetak, kita menemukan begitu banyak rekaman warisan kehidupan yang tak terhapuskan tentang kecerdasan dan kearifan, tentang kenyataan dan fantasi, dan tentang kemegahan serta harapan umat manusia." Marion Van Horne ARTIKEL: KONSEP MEMBUAT WARTA GEREJA Anda telah memutuskan untuk meluncurkan warta gereja? Jika ya, Anda telah melaksanakan bagian yang mudah. Selebihnya, Anda memerlukan banyak pemikiran, perencanaan, dan waktu untuk mewujudkannya. Walaupun tampak sederhana, kita perlu ingat bahwa media ini juga membutuhkan waktu dan tenaga. Artikel ini menawarkan beberapa petunjuk dasar serta kiat untuk keseluruhan perencanaan dan penerbitan warta gereja yang informatif dan berkesan profesional. Hal pertama yang perlu Anda pikirkan adalah frekuensi publikasi. Sebuah warta bisa terbit bulanan, dua bulanan, empat bulanan, atau enam bulanan, sesuai dengan kebutuhan gereja. Warta gereja yang terbit bulanan bermanfaat bagi gereja yang jemaatnya besar dan aktivitasnya tetap. Sebaliknya, gereja yang memunyai sedikit jemaat dan kegiatan barangkali hanya memerlukan warta gereja setiap dua bulan atau bahkan setiap semester. Setelah frekuensi terbit ditentukan, proses perencanaan warta gereja dapat dimulai. Semua informasi penting tentang gereja serta kegiatan-kegiatannya, dan beberapa kegiatan ekstra lainnya, perlu dimuat di warta gereja. Ingatlah bahwa warta gereja yang sulit dibaca membuat pembaca tidak tertarik. Jika terlalu ramai, ditulis dalam banyak huruf dan warna, atau banyak teks yang berhuruf besar, biasanya orang enggan membaca termasuk halaman pertamanya sekalipun. Warta harus mudah dibaca dan menarik perhatian pembaca. Jika tidak, tak seorang pun yang mau membaca halaman pertamanya. Situs Sharefaith (www.sharefaith.com) menyediakan puluhan desain profesional untuk warta gereja. Ini adalah cara teraman dan paling efektif dalam menentukan tampilan yang baik. Kita memerlukan nama dan tema untuk setiap warta gereja. Nama warta gereja dapat berupa nama gereja atau nama yang kreatif yang dapat memikat pembaca. Misalnya, Gereja Kristen Indonesia yang lokasinya di pesisir, warta gerejanya bisa bernama "Kabar Baik Pesisir". Selain itu, jika tema warta gereja menyatu, pikiran pembaca dapat berfokus pada keseluruhan isi pesannya. Tema-tema tersebut dapat berupa "Penjangkauan di Lingkungan Rumah", "Tips Menghindari Stres Hari Libur", "Ketetapan Allah", atau topik-topik lain yang akan mengoreksi dan menginspirasi pembaca. Setelah nama dan temanya ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan sumber isi warta Anda. Warta gereja tidak hanya berisi seputar pengumuman dan informasi penting tentang gereja, tetapi juga artikel-artikel yang dapat memberikan dorongan serta bimbingan. Artikel-artikel tersebut dapat diambil dari beraneka ragam sumber. (Anda tentunya dapat memperoleh dan memakai bahan-bahan berkualitas dari publikasi-publikasi YLSA, asalkan Anda tidak menggunakannya untuk tujuan komersial. Anda juga harus mencantumkan SUMBER ASLI dari bahan yang diambil dan nama publikasi YLSA sebagai penerbit elektroniknya, Red). Berikut ini adalah ide-ide lain untuk isi warta gereja yang bisa menjadi bahan tambahan yang bermanfaat: 1. Ringkasan pendek tentang khotbah yang disampaikan minggu sebelumnya. 2. Kalender kegiatan (Jadwal ibadah, dll.). 3. Pengurus atau komisi gereja yang dapat dihubungi. 4. Siapa kita dan apa yang kita lakukan -- visi gereja. 5. Perubahan-perubahan penting dalam komisi -- lokasi kelas, perubahan-perubahan kepala komisi, penambahan kelas-kelas baru, dll.. Bersenang-senanglah memuat isi yang kreatif dan baru dalam setiap terbitan warta. Setiap usaha Anda untuk menyegarkan isi warta gereja Anda, akan membantu Anda membuat proses membaca warta itu lebih menyenangkan. Warta gereja adalah representasi gereja sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian, warta tersebut harus dikerjakan dengan ketepatan dan kualitas yang tinggi. Jemaat gereja merupakan gambaran Kristus dan gereja, demikian pula warta gereja merupakan gambaran Kristus dan gereja dalam bentuk tertulis. Jika warta gereja diambil oleh orang yang tidak menghadiri gereja, kita ingin orang tersebut melihat hasil yang berbobot, sesuatu yang mencerminkan kualitas tinggi gereja. Rasul Paulus mengatakan, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23) (t/Uly) Diterjemahkan dari: Nama situs: Faith Clipart Alamat URL: http://www.faithclipart.com/guide/christian-marketing- design-writing/creating-the-church-newsletter-the-concept.html Judul artikel: Creating the Church Newsletter - The Concept The Vital Steps to a Great Newsletter Praying Hands Church Newsletter Penulis artikel: Amy Miller Tanggal Akses: 20 November 2010 POJOK BAHASA: NASIB KATA Dalam dunia kehidupan, spesies-spesies dan variannya lahir dan mati menurut kemampuan mereka bertahan dalam lingkungan yang terus berubah. Setiap jenis makhluk hidup harus berjuang sangat keras mempertahankan keberadaannya. Memang ada sebagian kecil yang karena sudah sangat adaptif sehingga tidak perlu berubah untuk waktu yang lama (spesies ikan hiu bertahan tanpa banyak perubahan selama ratusan juta tahun), tetapi sebagian besar spesies harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau akan mati. Dalam bahasa yang hidup, kata-kata lahir dan mati seiring dengan perkembangan dunia pemakaiannya. Kata-kata harus "berjuang" keras dalam persaingan yang tak mengenal belas kasihan untuk bertahan hidup. Ada yang beruntung bisa bertahan cukup lama tanpa banyak mengalami tantangan, tetapi sebagian besar terus-menerus menghadapi saingan dan ancaman, baik dari serbuan kata asing maupun dari perubahan pesat yang muncul dalam kehidupan pemakainya sendiri. Ada kata yang berhasil hidup megah terkenal di mana-mana, namun ada pula yang terlupakan dan hidup merana di sudut pikiran para ahli bahasa dan di dalam kamus-kamus tebal debu. Salah satu strategi yang cukup efektif bagi kata yang "ingin" terus hidup adalah dengan mencaplok ladang kata-kata lain. Suatu kata akan tambah makmur dan berjaya dengan menambah makna yang dimilikinya, sama seperti primata (bangsa mamalia yang meliputi kera, monyet, dan juga manusia, Red) yang mau makan apa saja, yang lebih berhasil menguasai bumi daripada panda yang bersedia makan bambu, atau seperti seorang pekerja yang rajin menambah keahliannya akan lebih mampu bertahan di bursa kerja daripada yang hanya memunyai semacam kemampuan. Kata "nyaris", misalnya, dengan garang mengambil lahan hampir, sampai-sampai kata yang belakangan ini nyaris punah dari bahasa media massa. Dulu "nyaris" hanya dipakai kalau ada kesan lolos dari bahaya atau sesuatu yang tidak diinginkan: nyaris celaka, nyaris gagal, nyaris tertabrak, nyaris mati, nyaris kawin. Namun, sekarang dengan entengnya koran berkisah tentang olahragawan yang nyaris juara. Kalau "nyaris" cuma menyambar lahan saudara dekatnya, kata "kalau" lebih sewenang-wenang lagi sudah keluar dari lahan tradisionalnya dan menambah ke wilayah tetangganya: "bahwa". Dalam arti ini, kata "kalau" merajalela di dunia percakapan televisi dan radio: "Dia bilang kalau kau sekarang sudah jadi dukun jarak jauh." Tidak semua kata berusaha menambah makna supaya tetap terpakai. Ada yang justru melunturkan makna aslinya yang berbobot dan menjadi populer lewat maknanya yang dangkal. "Jati diri" pertama kali diperkenalkan sastrawan Y.B. Mangunwijaya dan dalam semalam saja menjadi sangat terkenal dan laris di mana-mana. Dalam semalam pula kata yang sarat makna, sebagai persamaan "Innerlichkeit" atau "inner self", kehilangan jati dirinya dan sekadar menjadi persamaan kata "identitas". Bahkan ada yang memakainya sebagai pengganti "kartu identitas". Kalau bukan karena perubahan ini, pastilah "jati diri" sudah lama mati. Agaknya salah satu syarat bagi suatu kata yang sarat makna untuk menjadi populer adalah dengan mengurangi bobot filosofis atau intelektualnya. Tapi, ini bukan cuma fenomena di Indonesia saja, kata "fenomena" sendiri (atau fenomeneon bagi yang cerewet) masuk dalam bahasa Indonesia sudah dalam artinya yang dangkal, jauh dari pengertian yang direnungkan sang maha filsuf Imannuel Kant. Dan kemudian di sini diperencer lagi sehingga muncul frasa "fenomena yang tampak", seolah-olah ada fenomena yang tidak tampak. Ada pula kata yang makna aslinya sudah terlupakan tapi tetap populer dengan mengambil makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan makna aslinya itu. Kata "nuansa" yang sudah sering dikritik itu salah satu contohnya. Orang yang memahami bahwa kata yang diserap dari bahasa Inggris itu berarti "perbedaan halus" atau "perbedaan kecil" justru tidak akan memakainya karena takut tidak dimengerti atau di salah-mengerti. Pemakainya yang bersemangat dengan salah kaprah mengira kata itu berarti "suasana". Entah di mana kaitan keduanya; mungkin hanya karena huruf pembentuknya mirip. Seperti kata "seronok" yang semula berarti "indah menawan, sedap dilihat" entah bagaimana tiba-tiba dengan menggebu dipakai dalam arti "tidak senonoh", "tidak sopan". Sama-sama "se_ono_". Diambil dari: Judul buku: 111 Kolom Bahasa Kompas Penulis: Samsudin Berlian Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006 Halaman: 28 -- 30 Kontak: < penulis(at)sabda.org > Redaksi: Truly Almendo Pasaribu, Sri Setyawati (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org/ > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/penulis > Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |