Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/35 |
|
![]() |
|
e-Penulis edisi 35 (12-9-2007)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 035/September/2007 MENGHINDARI BIAS DALAM TULISAN ------------------------------ = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel : Menghindari Bias dalam Tulisan * Tips : Tips Menulis: Jenis Tulisan dan Strukturnya * Asah Pena : Leo Tolstoy * Pojok Bahasa : Kalimat Tanpa Objek atau Pelaku * Stop Press! : - Publikasi e-Konsel - 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa DARI REDAKSI ------------ Salam sejahtera, Beban utama dari seorang penulis adalah bagaimana menciptakan bahasa yang komunikatif di dalam susunan tulisannya sehingga tulisan itu dapat dipahami oleh pembaca. Bahasa yang demikian akan terlihat dalam susunan kalimat maupun pilihan kata yang dipakainya. Hanya saja, sebagai wujud suatu komunikasi, hendaknya sebuah tulisan disampaikan dalam bahasa yang netral. Apa yang berada dalam pikiran penulis dibentangkan di hadapan pembaca dengan proporsi yang sepadan, berdasarkan fakta yang sesungguhnya, sesuai kapasitas penulis yang bersangkutan. Dengan demikian, tulisan itu tidak memihak. Sajian e-Penulis kali ini mengajak Anda untuk menghindari bias dalam penulisan. Bukan menghasilkan tulisan yang memihak, tapi justru tulisan yang membangkitkan semangat, menggugah, mengkritik, menyadarkan, dan lain sebagainya. Seperti tertulis di dalam Yesaya 50:4, "Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu." Sahabat Penulis, selamat berbagi berkat lewat tulisan Anda. Pimpinan redaksi e-Penulis, Kristina Dwi Lestari ARTIKEL ------- MENGHINDARI BIAS DALAM TULISAN Dirangkum Oleh: Kristina Dwi Lestari Bahasa dipahami sebagai satu-satunya sarana interaksi antarmanusia. Sebagai simbol penyampaian pesan atau pikiran, baik secara lisan maupun tertulis, bahasa sering dipakai untuk merepresentasikan realitas sebuah gambaran murni dari sesuatu secara apa adanya kepada pembaca. Akan tetapi pada perkembangannya, kita sering menjumpai bahasa yang tidak lagi menjadi cerminan murni dari suatu realitas. Terkadang perasaan, kepentingan, atau motif-motif tertentu dari penggunanya juga terlibat. Oleh karena itu, penerimaan dan penyampaian bahasa amat memerlukan kepekaan agar kita dapat menilai makna yang tersembunyi di belakangnya, yang bisa saja bersifat bias, menipu, dan bahkan menyesatkan. Fenomena Bias dalam Tulisan --------------------------- Bias atau distorsi dalam sebuah tulisan merupakan sesuatu yang hendaknya harus kita hindari manakala kita menulis. Terkadang tulisan yang bias, memuat unsur subjektivitas dari penulisnya. Tak jarang pula terdapat beberapa kepentingan tersembunyi atau kurangnya pemahaman tentang realitas yang disampaikannya. Berkaitan masalah tersebut, Mochtar Pabottingi mengemukakan empat sisi distortif (penyimpangan) penggunaan bahasa sebagai alat politik yang membantu kita untuk mengetahui apa maksud dari adanya bias di dalam sebuah tulisan. 1. Distorsi bahasa sebagai topeng. Disebut topeng karena bahasa di sini telah dimanipulasi untuk menggambarkan sesuatu yang lain dari representasi aslinya, dengan tujuan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Dalam konteks ini, bahasa yang disampaikan oleh pelaku mungkin tak lagi jujur dan tidak sesuai rujukan realitasnya sehingga dapat mengecoh atau menipu orang yang menerimanya. Misalnya, ungkapan pemerintah seperti "tarif dasar listrik perlu disesuaikan", padahal sebenarnya yang dimaksud adalah "tarif dasar listrik perlu dinaikkan". 2. Distorsi bahasa sebagai proyek lupa. Artinya, menurut konteks ini, bahasa digunakan untuk membuat orang lain beralih perhatian dari fokus tertentu. Di sini ihwal "lupa" tidak lagi dilihat sebagai kodrat manusia, tapi sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi secara sadar. Dengan memahami arti "lupa" sendiri sebagai tidak ingat sesuatu atau ingat yang lain, dapat ditangkap pengertian bahwa ternyata "lupa" bukanlah suatu hal yang bersifat alami pada manusia, namun juga sebagai suatu keadaan yang dapat direkayasa. Dengan mengalihkan perhatian orang dari suatu fokus tertentu ke fokus yang lain, berarti kita berusaha menciptakan kondisi lupa padanya. 3. Distorsi bahasa sebagai representasi. Di sini, fungsi bahasa digunakan untuk menggambarkan sesuatu tidak sebagaimana mestinya, dengan mewakilkannya melalui penggunaan "labeling" atau simbol-simbol tertentu. 4. Distorsi bahasa sebagai ideologi. Dalam distorsi ini, masyarakat cenderung dipaksa untuk mengakui kebenaran bahasa yang digunakan pelaku bersangkutan. Beberapa langkah dalam menghindari bias dalam tulisan ----------------------------------------------------- Berikut beberapa langkah yang mungkin akan membantu kita dalam menghindari pembiasan dalam tulisan. 1. Kesimpulan yang sesuai dengan fakta. Hendaknya tulisan Anda memuat kesimpulan yang didasarkan pada akumulasi fakta. Karena semua fakta dapat membuat karya Anda dapat dipercaya. Fakta-fakta tersebut harus didokumentasikan sehingga dapat diverifikasi oleh pembacanya. 2. Opini yang berdasarkan fakta. Dalam penulisan sebuah karya tulis, opini (pemikiran pribadi berdasar emosi, kepercayaan, atau mitos) hendaknya jarang digunakan. Semua kesimpulan atau opini harus dapat dikenali dengan jelas; jangan pernah menyamarkan fakta. 3. Gunakan bahasa yang lazim. Untuk bisa menyampaikan ide Anda dengan jelas, Anda tentu ingin menggunakan kata-kata yang meyakinkan pembaca dalam tulisan Anda. Pada saat Anda menulis suatu topik yang benar-benar Anda pahami, Anda bisa dengan mudah tergelincir dalam penggunaan bahasa yang bias atau emosional. Bahasa yang tidak lazim biasanya tidak meyakinkan pembaca yang sungguh-sungguh membaca untuk menyetujui pendapat Anda. Tentunya Anda ingin menggunakan kata-kata yang bisa membuat pandangan Anda tentang suatu topik menjadi lebih meyakinkan. Sekali Anda mulai menggunakan bahasa yang tidak lazim, yang bersifat memengaruhi, pembaca Anda akan lebih merasa dipermainkan daripada diyakinkan. 4. Perhatikan pemilihan kata dan kalimat. Pemilihan kata atau diksi yang baik dapat diketahui apabila sebuah tulisan mampu dipahami oleh pembaca sesuai dengan tingkat keahlian para pembacanya. Secara garis besar, Wilson Nadaek menjabarkan beberapa fungsi kata, di antaranya kata-kata kiranya dapat memengaruhi orang, kata-kata melambangkan ide-ide, pemilihan kata yang tepat membuat pembaca tidak perlu menebak-nebak apa yang dimaksud, membuat pembaca percaya, bahkan sampai ikut mengambil bagian dan menyimpulkan sesuai apa yang dikehendaki oleh penulisnya. Selanjutnya, penyampaian tulisan kiranya disusun dalam kalimat yang efektif, yang mampu membuat isi atau maksud yang ingin disampaikannya tergambar lengkap dalam pikiran pembaca sama seperti apa yang disampaikan. Sebagaimana sebuah pesan yang hendak kita sampaikan kepada pembaca, kiranya demikianlah kita menuliskannya dalam bahasa yang jujur dan netral. Bentuk tulisan yang bias tetap dapat dibenahi asalkan kita dapat berdiskusi dengan orang lain sehingga kualitas tulisan akan semakin baik. Selanjutnya kita coba untuk menjabarkannya ke dalam kalimat pendukung sehingga tulisan bias dapat berkembang dan tuntas diselesaikan. Dirangkum dari: Anonim. Avoid Biased Language, dalam http://www.etsu.edu/scitech/langskil/grammar.htm Culla, Adi Suryadi. Memahami Perangkap Bahasa Politik, dalam http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=26866 Nadaek, Wilson. 1989. Peranan Bahasa Yang Komunikatif Dalam Literatur, dalam Bunga Rampai Visi Pelayanan Literatur. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Troyka, Lynn Quitman. 1993. "Simon and Schuster Handbook For Writers/Lynn Quitman Troyka". USA: Prentice-Hall. Hlm. 412. TIPS ---- Berikut beberapa tips yang bisa menambah referensi sahabat penulis ketika akan menulis berdasarkan jenis tulisan. Dalam tips berikut diberikan juga penjelasan untuk menghindari bias di dalam tulisan yang kita susun. Tips ini didapatkan dari salah satu tulisan di blog Jennie S. Bev. TIPS MENULIS: JENIS TULISAN DAN STRUKTURNYA 1. Tulisan ilmiah Tulisan ilmiah memerlukan kalimat tesis, premis, dan hipotesis yang kuat barulah bisa dibuatkan kerangka berpikir untuk diuraikan lagi dalam beberapa bab dengan riset mendalam. Metodologi penelitian dan deviasi mesti bisa diuraikan dengan jelas, bahkan kalau perlu dikuantifikasikan. Biasanya, tulisan-tulisan ilmiah ini termasuk disertasi, tesis, skripsi, dan artikel-artikel dalam jurnal-jurnal ilmiah. Kekuatan, ketajaman, dan kejernihan berpikir sangat menentukan hasil akhir yang agak "berat" dan "datar" karena segala macam unsur subjektif harus diminimalkan, terutama yang akan menimbulkan logika yang miring. Tulisan macam ini adalah tulisan yang berdasarkan pikiran. Bias diminimalisasi sedemikian rupa dengan pengujian-pengujian hipotesa dan segala macam tes logika yang miring. Tulisan ini mengandalkan pikiran, hampir tanpa unsur perasaan alias subjektifitas, kecuali dari bias latar belakang penulisnya dan ilmu yang dipelajarinya. 2. Tulisan opini Ini semi-semi ilmiah, namun unsur subjektifnya besar karena penulis bebas memasukkan sudut pandang dari hatinya sendiri. Struktur tulisan-tulisan opini biasanya dimulai dengan introduksi yang bisa juga berbentuk kalimat tanya atau suatu asumsi. Kesimpulannya gampang saja, tinggal menjawab pertanyaan di paragraf awal atau mengiyakan/menyangkal asumsi. Tubuh artikelnya yang lebih memerlukan banyak data dan pengolahan pikiran. 3. Tulisan jurnalistik Untuk jenis tulisan yang satu ini, saya belajar di Amerika Serikat sehingga standar yang dipakai adalah standar The Associated Press. Intinya kedengaran cukup mudah: paragraf-paragraf disusun berdasarkan kepentingan. Semakin penting informasinya, ditaruh semakin atas. Semakin tidak penting dan bisa dengan mudah disingkirkan tanpa mengubah arti dan kredibilitas reportase, akan ditaruh semakin di bawah. Tujuannya apa? Supaya menghemat waktu editing. Penulisan reportase macam ini biasanya tidak memasukkan unsur-unsur subjektif, kecuali bias alami berdasarkan latar belakang penulisnya atau media yang diwakilinya. Dari membaca artikelnya sendiri, biasanya hampir tidak ada bias yang bisa ditarik secara eksplisit. 4. Tulisan jurnalistik "feature" Nah, yang satu ini sepertinya sudah diajarkan di bangku sekolah. Mudah saja: pengantar, tubuh, dan kesimpulan. Pengantarnya bisa bentuk ringkasan dari tubuh artikel, bisa juga kalimat tesis, atau apa saja, termasuk kutipan yang mewakili isi dari tubuh artikel. Tubuh artikelnya juga bisa berbentuk cerobong, piramida terbalik, maupun pipa. Tulis saja seindah dan sesubjektif yang Anda mau. Tidak begitu banyak aturannya. 5. Tulisan ngepop, seperti untuk blogging atau "review" pendek. Idealnya tetap ada pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Namun, kalau tidak cukup tempat saking singkatnya, cukup menuliskan beberapa ide pokok saja. Tidak perlu bertingkat kalau memang tidak memungkinkan. Jelas subjektifitas sangat tinggi dan Anda bisa memuji/mencaci dengan tanpa banyak halangan. Diambil dan diedit seperlunya dari: Situs : Jennie For Indonesia Penulis : Jennie S. Bev Alamat url: http://www.jennieforindonesia.com/?p=286 ASAH PENA --------- LEO TOLSTOY Leo Tolstoy lahir di desa kecil Yasyana, Polyana, pada tanggal 28 Agustus 1928. Terlahir dengan nama asli Lev Nikoyevich Tolstoy sebagai putra keempat dari pasangan Nikolay Ilych Tolstoy dan Maria Nokolayevna. Ia sudah menunjukkan bakat menulis sejak berumur dua belas tahun dengan karya sastra pertamanya, sajak "Untuk Bibi Terkasih". Kegiatan tulis-menulis Tolstoy dimulai pada tahun 1951. Pengalaman semasa di angkatan perang terungkap dalam karya-karya pertama Tolstoy yang semakin hari semakin mendapat pujian dari beberapa kritisi terkenal. Dua tahun kemudian, Tolstoy mulai mempersiapkan sebuah karya Perang dan Damai. Salah satu bentuk persiapan itu berupa partisipasi aktif sebagai tentara memerangi pasukan Turki. Walaupun hanya sebentar, keterlibatan Tolstoy dalam peperangan cukup memberi bekal yang memadai untuk melahirkan karya fiksi mengenai kehidupan seorang tentara. Salah satu cerita panjang terbaiknya dari periode ini adalah "Dua Prajurit Berkuda". Lebih dari sekadar melontarkan kritik atau mengangkat tema-tema kerakyatan, Tolstoy melangkah jauh ke depan dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain di masanya. Ia melepaskan gelar kebangsawannya, melakukan aktivitas seperti konsep kadesi, menerbitkan majalah sastra budaya, serta merenovasi kembali sekolah yang didirikannya di Yasnaya Polyana pada tahun 1862. Tolstoy bahkan mengidentifikasikan dirinya sebagai petani Rusia biasa. Selain itu, ia pun mulai menerbitkan buku-buku tipis dengan harga murah agar terjangkau oleh kantong rakyat biasa. Dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan besar-besaran pada diri Tolstoy. Sejalan dengan hal itu, karya-karya Tolstoy semakin terasa menggigit dan bakat menulisnya pun semakin menonjol walaupun untuk menghasilkan satu karya, kadang-kadang ia memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. Namun yang pasti, Leo Tolstoy memang memiliki pemikiran-pemikiran yang hakiki, bahkan kadang-kadang progresif tentang kebajikan, cinta, kemasyarakatan, maupun keagamaan untuk ukuran zamannya ketika itu. Sayangnya, tidak semua karyanya sempat diselesaikan. Akan tetapi, dari sejumlah kreasinya, Tolstoy tetap membuktikan dirinya sebagai "master of thinking" handal. Kepengarangan Tolstoy memantul tegas pada salah satu mahakaryanya, "Perang dan Damai" (War and Peace) yang pernah diangkat ke layar perak. Tolstoy memerlukan waktu selama lima belas tahun untuk menyelesaikan karyanya ini (1865-1880). Karya ini menjadi terkenal berkat kehandalan sang pengarang dalam melukiskan kompleksitas karakter dan kehidupan para tokoh di dalamnya. Memang, dengan jumlah halaman sebanyak 1.800 dan terdiri atas tiga jilid besar, Tolstoy seakan-akan tidak pernah berhenti bercerita mengenai pengalaman pribadinya. Sebagai contoh, kehidupan keluarga Tolstoy dihadirkan di dalam karya "Perang dan Damai" pada karakter keluarga Rostov, sedangkan konflik batinnya diwujudkan dalam tokoh Andrey Bolonsky dan Piere Bezukov. "Perang dan Damai", yang merupakan novel sejarah perang antara bangsa Rusia dengan bangsa Perancis pada tahun 1812, sebenarnya menyiratkan pandangan pemikirannya mengenai perang serta damai itu sendiri. Menurutnya, "Perang adalah dinamika kehidupan sebab dalam keadaan perang, orang bersiap untuk berdamai dan dalam keadaan damai orang bersiap untuk berperang." Pengamatan Tolstoy terhadap perilaku manusia, khususnya wanita, cukup mengejutkan juga. Bahkan dalam beberapa karyanya, tema wanita ia angkat menjadi tema sentral, terutama yang menyangkut masalah status sosial dan pergeseran nilai-nilai kewanitaan yang berlaku. Pernikahan yang tanpa dilandasi cinta melainkan status sosial semata, konflik-konflik keluarga akibat desakan serta tuntutan zaman, serta situasi tragis yang sering melanda kehidupan keluarga modern mendominasi karya ulung Tolstoy lainnya, yaitu "Anna Karenina". Dalam "Anna Karenina", Tolstoy seakan-akan meneropong perkawinan Anna dan Karenin yang tidak didasari oleh cinta. Terjadilah jalinan percintaan gelap Anna dengan seorang pemuda lain. Karenin yang terkungkung oleh status kebangsawanannya tidak mengiginkan perceraian sekalipun Anna sudah hidup bersama dengan kekasihnya secara tidak sah. Ternyata keputusan Anna tersebut tidak membuahkan kebahagiaan. Untuk mengakhiri konflik psikologisnya yang sudah sedemikian rumit, Anna memutuskan untuk bunuh diri. Sekali lagi, dalam karyanya ini tercermin praduga buruk Tolstoy terhadap aturan-aturan maupun nilai status sosial yang begitu mengekang dan akhirnya menghancurkan manusia itu sendiri. Boleh dikatakan bahwa pemikirannya kali ini `berbau` revolusioner karena tidak seperti kebanyakan filsuf pada masa itu, Tolstoy seakan-akan melecehkan keagungan kebudayaan (civilization) yang dianggap sebagai buah pemikiran mendalam para pemikir. Namun berkat kelihaiannya, Tolstoy berhasil menyelimuti secara apik kritikan sosialnya. Sejak menyelesaikan karyanya, "Perang dan Damai", pada tahun 1870, Tolstoy mengalami krisis kejiwaan mengenai ketuhanan. Ia menjadi lebih perasa dan sangat moralis. Ia juga menjadi pembenci dan pengecam semua aliran seni. Ia menjadi sangat asketis. Ia menyerahkan semua kekayaannya untuk kaum miskin hingga berselisih dengan istrinya, Sophia Andreyevna. Ini yang membuat keduanya kemudian berpisah. Tak hanya sampai di situ, ia juga menjadi vegetarian dan berpakaian tak ubahnya kaum pengembara. Bahkan ia juga menolak institusi gereja dan pemerintah. Pada saat-saat terakhir penyelesaian "Anna Karenina", Tolstoy berhasil mengatasi krisis religiusnya, seperti tergambar pada karya tersebut. "Arti hidup, termasuk kehidupan itu sendiri, hendaknya disesuaikan dengan kebaikan batin seseorang, sebab hanya melalui kepercayaan terhadap perasan hati dan taat pada ajaran keagamaan, seorang dapat menemukan kebahagiaan yang wajar," demikian pendapat Tolstoy. Pandangan seperti itu terasa semakin menarik untuk disimak sebab diketengahkan oleh seorang Tolstoy. Namun, pengakuan terbuka terhadap keberadaan Tuhan kembali mengudara secara gamblang dalam karya Tolstoy yang lain. Ia mengkritik dogma ajaran gereja Katolik Rusia lewat bukunya yang berjudul "Pengakuan". Menurutnya, kaum gereja Rusia sudah menyimpang dari ajaran Yesus, keberadaannya sudah tidak suci dan tidak sesuai dengan konsep ajaran Yesus. Oleh karena itu, Tolstoy berusaha untuk mengembalikan dan meluruskan kembali konsep dan dogma ajaran Kristus. Dengan kata lain, ia mencoba untuk membebaskan dirinya dari konsepsi gerejawi yang sudah dianggap tidak relevan lagi. Sedemikian terbukanya pemikiran sang pengarang, sampai-sampai pemerintah melarang penerbitan novel Tolstoy tersebut. Namun, "Pengakuan" berhasil diloloskan dan diterbitkan di Swiss dan masuk secara utuh ke Rusia sehingga dapat dibaca oleh khalayak ramai. Konsep seperti ini kembali menggema sekitar tujuh puluh tahun yang lalu di Amerika dengan nama Teologi Pembebasan. Pada tahun 1910, kesehatan Tolstoy makin memburuk, ia kerap bertanya tentang istrinya, Sophia, namun anak-anaknya kerap mengalihkan pertanyaan itu. Padahal saat-saat itu Sophia sebenarnya telah tinggal di depan rumahnya, merasakan kesakitan yang sama. Namun pada tanggal 5 November 1920, setelah beberapa kali gagal jantung, maut pun akhirnya menjemput penulis besar itu. Diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku : 10 Kisah Hidup Penulis Dunia Judul artikel: Leo Tolstoy Penyunting : Anton WP dan Yudhi Herwibowo Penerbit : Penerbit KATTA, Solo, 2005 Hal : 81 -- 86 POJOK BAHASA ------------ KALIMAT TANPA OBJEK ATAU PELAKU Kalimat "Ibu Aminah sudah melahirkan" dianggap sempurna walaupun tidak mengandung objek. Kalimat ini malah akan terkesan lucu atau tersinyalir mengejek jika dibubuhi objek, "Ibu Aminah sudah melahirkan anak", karena tidak lazim. Objek adalah sesuatu yang mengalami atau menderita atas apa yang disebutkan oleh sebutan kalimat (predikat). Demikianlah definisi objek menurut tata bahasa tradisional. Bagi orang yang pernah belajar salah satu bahasa secara ilmiah, lebih afdol menyimak pula definisi objek menurut tata bahasa struktural, yaitu objek adalah apa/siapa yang pada kalimat pasif akan menjadi subjek. Ya, dalam hal ini kita memang diharapkan telah memahami perbedaan kalimat aktif dan pasif. Untuk menguji apakah "anak" pada kalimat di atas memang betul-betul objek, kita dapat mencoba menyusun bentuk pasifnya. Hasilnya, "Anak sudah dilahirkan Ibu Aminah". Kalimat terakhir ini terasa janggal dan aneh, tetapi strukturnya betul. Contoh-contoh pasangan "predikat-objek" lain yang objeknya tidak secara eksplisit dimunculkan cukup banyak, misalnya "menyakitkan (hati)", "memusingkan (kepala)", atau "menghanyutkan (perasaan)". Bentuk-bentuk pasif pasangan-pasangan itu adalah "hati disakitkan", "kepala dipusingkan", dan "perasaan dihanyutkan". Tentu kita tidak dapat menyalahkan kalimat yang bentuk atau maknanya aneh semata-mata berdasarkan perasaan. Analisis di atas sudah benar. Sekarang hanya ada dua pilihan. Pertama, menyimpulkan bahwa apabila objek sebuah kalimat aktif disembunyikan, penuturnya memang bersiasat supaya kalimatnya tidak muncul atau direkayasa menjadi berbentuk pasif. Kedua, menganulir jabatan objek pada pasangan "predikat-objek" tertentu yang riskan muncul dalam bentuk pasif dan menganggapnya bukan berjabatan objek, melainkan keterangan. (Jadi, kata-kata "anak", "hati", "kepala", dan °perasaan" pada konstruksi "melahirkan anak", "menyakitkan hati", "memusingkan kepala", dan "menghanyutkan perasaan" di atas disatukan berjabatan keterangan.) Unsur kalimat yang menjabat sebagai keterangan bersifat opsional kemunculan dan pemunculannya. Salah satu kalimat contoh yang amat sering ditampilkan dan kemudian dianggap salah adalah "Rumah kami dilempari batu". Disebut salah sebab jika dijadikan kalimat aktif, kalimat itu dapat/mungkin berbunyi "Batu melempari rumah kami". Begitulah, andaikata pejabat keterangan kalimat keliru dikenali sebagai pelaku (atau kesempatan lain sebagai objek sebagaimana kasus di atas sebelum ini). Kalimat "Rumah kami dilempari batu" sebenarnya harus diuraikan jabatan kalimatnya menjadi: rumah kami = subjek; dilempari = predikat; batu = keterangan. Karena menjabat sebagai keterangan, "batu" tak dapat menjadi subjek bila kalimat itu direkayasa menjadi kalimat aktif. Lantas di mana pelaku dalam kalimat itu? Disembunyikan atau tersembunyi! Kalimat pasif memang sering tampil tanpa jabatan pelaku. Perhatikan, kalimat-kalimat pasif berikut ini sama sekali tak mensyaratkan munculnya pelaku: "Rumah kami dilempari", "Tanah itu sudah dijual", atau "Dapur sedang dibersihkan". Kemudian perluas kalimat-kalimat itu dengan keterangan dan ujilah. Apakah kalimat-kalimat pasif "Tanah itu sudah dijual murah" dan "Dapur sedang dibersihkan sekarang" layak dipaksakan tampil menjadi kalimat-kalimat aktif "Murah sudah menjual tanah itu" dan "Sekarang sedang membersihkan dapur", sebagaimana "Rumah kami dilempari batu" direkayasa menjadi "Batu melempari rumah". Tidak seperti banyak bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata karena posisinya dalam kalimat sehingga jabatan sebuah kata dalam kalimat perlu lebih dicermati. Bahasa Jerman umpamanya, memiliki artikel di depan kata benda yang dapat memastikan kedusebuah kata sebagai subjek, objek, atau penyerta. Diambil dan diedit seperlunya dari: Nama majalah : Intisari, Januari 2007 Judul artikel: Kalimat Tanpa Objek Atau Pelaku Penulis : Lie Charlie Halaman : 86 -- 87 STOP PRESS! ----------- PUBLIKASI E-KONSEL Keberadaan kita sebagai seorang pribadi, jelas tidak akan lepas dari segala permasalahan hidup, baik dengan diri sendiri, keluarga, teman, dan relasi-relasi lain. Keterbatasan kapasitaslah yang mendorong kita untuk mencari dukungan dari teman dekat, hamba Tuhan, atau konselor yang akan membantu mengatasi masalah kita. Menjawab kebutuhan tersebut, Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) menerbitkan publikasi e-Konsel yang memberikan bekal kepada para konselor Kristen, hamba Tuhan, atau orang-orang Kristen awam yang ingin terlibat dalam pelayanan konseling. Publikasi diterbitkan secara rutin setiap tanggal 1 dan 15 tiap bulan. Sajiannya terdiri dari artikel, renungan, tanya-jawab, tips, dan informasi lainnya seputar pelayanan konseling ditinjau dari sudut pandang Kristen. Jika saat ini Anda telah mengambil bagian atau terpanggil untuk melayani dalam bidang konseling, tidak salah jika publikasi e-Konsel menjadi salah satu sarana untuk memperlengkapi pelayanan Anda. Untuk berlangganan, silakan Anda mengirimkan email kosong ke: ==> <subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> Atau Anda juga bisa melihat arsipnya di: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ Kiranya kita bisa menjadi berkat bagi orang lain dengan membantu jiwa-jiwa yang membutuhkan seperti yang Kristus kehendaki. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2) 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA Dengan mendekatnya bulan puasa, hati kita diketuk untuk mengingat mereka yang belum mengenal kasih Tuhan. Adakah Anda tergerak untuk berdoa bersama-sama menjelang dan selama bulan Ramadhan ini? Bahan pokok doa yang disebut ",40 Hari Mengasihi Bangsa Dalam Doa", telah kami persiapkan untuk Anda yang terbeban berdoa. Silakan menghubungi kami untuk mendapatkan bahan pokok doa ini lewat e-mail. Anda juga bisa mendaftarkan teman-teman Anda supaya mereka pun bisa berdoa dengan memakai bahan doa ini. Kirimkan surat Anda ke: ==> < doa(at)sabda.org > Mengirimkan bahan ",40 Hari Doa" menjelang dan selama bulan Ramadhan secara elektronik telah menjadi tradisi tahunan yang dikerjakan oleh Yayasan Lembaga SABDA dengan bekerja sama dengan pelayanan ",40 Hari Doa". Untuk tahun 2007, 40 hari doa akan dilakukan tanggal 3 September - 12 Oktober 2007. ------------------------- potong di sini -------------------------- Bagi Anda yang berminat untuk mendapatkan versi kertasnya, silakan menghubungi: Mengasihi Bangsa dalam Doa P.O. Box 7332 JATMI JAKARTA 13560 Email : < a40hdbb(at)yahoo.com > Harap permohonan pengiriman buku mencantumkan: Nama jelas : Alamat lengkap : Kota dan kode pos: Propinsi : Nama lembaga : No telp./HP : E-mail : ------------------------- potong di sini -------------------------- Marilah kita berpuasa dan berdoa bersama untuk Indonesia. Biarlah tangan Tuhan yang penuh kuasa itu menolong dan menggugah hati nurani para pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan bangsa kita dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan. Selamat menjadi "penggerak doa" di tempat di mana Anda berada dan biarlah karya Tuhan terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa Indonesia. ______________________________________________________________________ Penanggung jawab: Kristina Dwi Lestari Berlangganan : Kirim e-mail ke subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti : Kirim e-mail ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Kirim bahan : Kirim e-mail ke penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis : http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2007 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |