Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/31 |
|
e-Penulis edisi 31 (9-5-2007)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 031/Mei/2007 MEMBUAT MEDIA PENULISAN GEREJA ------------------------------ = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel 1 : Mengupayakan Majalah Gereja, Kenapa Tidak? * Artikel 2 : Memanfaatkan Warta Jemaat Sebagai Media Komunikasi dan Pembinaan * Tips : Format Media * Stop Press : Ayo! Menulis Kesaksian di Publikasi Kisah DARI REDAKSI ------------ Salam Sejahtera, Apakah saat ini sahabat penulis mempunyai banyak sekali ide brilian yang ingin ditumpahkan? Ingin mengeluarkan segala opini Anda, tetapi Anda tidak membuatnya menjadi sebuah media tulisan yang dapat dinikmati banyak orang dan hanya berhenti di secarik kertas saja tanpa mencoba mengirimkannya? Ayo mulailah merealisasikan ide Anda. Bagi sahabat penulis yang memiliki ide untuk membuat sebuah media penulisan di gereja, kiranya edisi kali ini bisa membantu Anda. Jangan lewatkan dua buah artikel yang mengupas tentang mengupayakan majalah gereja dan pentingnya mengelola warta jemaat sebagai pembinaan dan media komunikasi, serta sebuah tips tentang acuan sebuah format media. Selamat menyimak edisi kali ini, kiranya bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati. Penanggung Jawab e-Penulis, Kristina Dwi Lestari ARTIKEL 1 --------- MENGUPAYAKAN MAJALAH GEREJA, KENAPA TIDAK? Oleh: Kristina Dwi Lestari Sebagai salah satu bentuk media massa, majalah ternyata mampu bertahan di tengah bermunculannya media massa lain dalam bentuk dan karakteristiknya masing-masing. Bisa kita bayangkan bagaimana media cetak dan elektronik seperti televisi, radio, internet dengan cepat menghadirkan berita yang aktual setiap harinya. Bagaimana dengan majalah yang notabene terbit secara berkala, baik dua mingguan atau bulanan dapat tetap eksis sampai sekarang? Majalah sebagai salah satu media penulisan, ternyata mempunyai kekuatan tersendiri dalam menjaga eksistensinya. Tidak seperti surat kabar, televisi, internet atau beberapa media lainnya yang memberikan informasi aktual secara cepat setiap harinya, majalah dengan keterbatasannya mampu mengusung segala tema tentang sisi kehidupan manusia walaupun hanya terbit secara berkala. Dewasa ini, banyak majalah yang lebih berfokus pada pembacanya, mulai dari majalah keluarga, wanita, majalah khusus para pecinta buku, majalah yang mengangkat tentang lingkungan hidup, sampai majalah rohani. Sisi inilah yang ditawarkan oleh majalah. Fenomena munculnya majalah gereja di antara majalah-majalah yang terus bermunculan menunjukkan adanya sinyalemen positif. Keberadaan majalah gereja sedikit banyak memberikan pengaruh besar kepada perkembangan sebuah gereja. Apalagi salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan keimanan jemaat KARAKTER MAJALAH Umumnya, majalah diadakan untuk kepentingan bisnis, promosi, pelayanan, atau sosial, tergantung dari sasaran dan tujuan yang digeluti seseorang, lembaga swadaya masyarakat, organisasi dan yayasan dengan bertujuan untuk menyampaikan berita dan pesan secara tepat waktu (Misten Ginting: 2005). Beberapa majalah mempunyai penggolongan yang didasarkan pada pangsa pasar, seperti jenis kelamin, usia, hobi atau minat. Ada pula yang didasarkan pada sifat dan misinya, ada majalah umum, majalah teknis, majalah ilmiah, majalah ilmiah populer, majalah berita, majalah hiburan, majalah bahasa daerah, dan majalah agama. Majalah mempunyai karakter dan batasan yang berbeda dibandingkan dengan surat kabar, tabloid, atau buku. Sesuai dengan pandangan Harianto, karakteristik majalah secara umum adalah sebagai berikut. 1. Media cetak yang terbit secara berkala, waktu, frekuensi terbit tertentu, tapi bukan yang terbit setiap hari. 2. Media cetak itu bersampul, setidak-tidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus. 3. Media cetak yang dijilid atau sekurang-kurangnya memiliki sejumlah halaman. Umumnya adalah 20 -- 120 halaman. 4. Majalah itu harus beredar secara luas, sekurang-kurangnya dijual untuk umum dan sekurang-kurangnya menggunakan Surat Tanda Terdaftar (STT) atau Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP). Walaupun dalam perkembangannya, akhir-akhir ini SIUPP telah dibekukan. Dampaknya dapat kita lihat dengan membanjirnya media-media cetak yang tidak berizin. 5. Dalam satu kali terbitan memuat sejumlah karangan yang ditulis oleh beberapa orang dengan topik yang berbeda dengan gaya bahasa yang berlainan. 6. Menyampaikan berita, peristiwa, penemuan, dan ide baru atau sesuatu yang dianggap menarik perhatian masyarakat pada umumnya. 7. Dikelola oleh sekelompok orang, yang kemudian membuat perkumpulan, organisasi, maupun susunan redaksi. 8. Memiliki sistem kontrol internasional. Cirinya dapat kita temukan pada pencantuman nomor ISSN (Internasional Standart Serial Number) pada setiap judul majalah. APA ITU MAJALAH GEREJA? Jika dilihat dari karakter majalah di atas, jelas majalah gereja hanya diterbitkan di lingkungan gereja saja. Dengan demikian, ruang lingkupnya terbatas. Walaupun demikian, banyak majalah gereja dari beberapa gereja besar yang berkembang tidak hanya di lingkup dalam gereja akan tetapi juga di luar gereja. Sebagai contoh majalah Warta Sejati, milik Gereja Kristus Sejati Indonesia. Atau Berita GKMI, majalah Gereja Kristen Marturia Indonesia. Menilik kemasan dan formatnya, majalah gereja tidaklah berbeda dengan majalah umum lainnya. Gaya penulisannya juga berupa berita, artikel, atau "feature" (berita kisah). Perbedaannya tentu terletak pada visi dan misinya. Harianto menyebutkan bahwa visi dan misi majalah gereja adalah berlandaskan Yesus Kristus. Jadi, visi dan misi ini lebih menekankan pada doktrin agama, informasi agama, kajian-kajian ilmiah secara biblika, yang kesemuanya itu berdasarkan Alkitabiah. Bentuk publikasi selain majalah yang cukup sering kita jumpai di gereja-gereja adalah buletin atau "newsletter". Semua itu dapat digunakan sebagai media komunikasi antarjemaat yang efektif. Dengan demikian, setiap jemaat dapat saling mengenal, saling menguatkan iman, saling menghibur, bahkan saling menasihati. Kita dapat membayangkan kehidupan gereja itu semakin hidup dengan hadirnya media tersebut. PERANAN MAJALAH GEREJA Secara internal, majalah gereja dapat digunakan untuk saling mengenal dan memperkenalkan antara jemaat yang satu dan yang lainnya. Majalah gereja juga dapat digunakan sebagai sarana pengembangan diri jemaat dalam hal menulis, menginformasikan segala hal yang terjadi di gereja, wadah kesaksian, salah satu sumber bahan untuk meningkatkan keimanan kita, sampai ke tujuan yang paling utama, yaitu mengenalkan Tuhan Yesus Kristus dengan lebih akrab. Tidak hanya berperan ke dalam, sebuah majalah gereja juga dapat berperan ke luar. Dengan adanya majalah gereja, keberadaan gereja dapat terlihat secara detail dan jelas, dapat menarik minat orang untuk hadir di gereja tersebut, dan dapat menunjukkan apakah gereja tersebut sehat atau tidak, tegas Harianto. PERUMUSAN BATASAN MAJALAH GEREJA Majalah gereja jelas berbeda dengan majalah yang bersifat sekuler. Jelas ini adalah batasan yang harus diperhatikan para pengelola majalah gereja. Sebagai referensi tambahan untuk memulai majalah gereja, mari simak batasan yang dipaparkan Harianto berikut ini. 1. Mengutamakan pemuatan informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar di gereja. 2. Mengutamakan pemuatan informasi yang berguna untuk mempererat hubungan antara Allah dan jemaat, juga hubungan antara jemaat dan jemaat. 3. Mengutamakan pemuatan informasi yang berguna bagi perkembangan wawasan jemaat. 4. Mengutamakan pemuatan informasi yang berguna bagi perkembangan kepribadian jemaat. 5. Mengutamakan terbentuknya sikap kerja profesional dalam melayani Allah. 6. Mengutamakan ajaran secara Alkitabiah. 7. Menjunjung tinggi nilai-nilai Kristiani. 8. Menjunjung tinggi kesaksian hidup sesama iman. 9. Mengutamakan kerja sama tim berlandaskan kejujuran. 10. Mengutamakan kualitas hasil kerja. Bagaimanapun juga, diperlukan kerja keras dari berbagai pihak untuk mengembangkan majalah gereja Anda. Jangan hanya menjadi majalah gereja yang musiman, sebentar tampak, setelah itu tidak terdengar lagi gaungnya. Purnawan Kristanto menyebutkan, penerapan sebuah media baru hendaknya didahului oleh riset sederhana. Tujuannya adalah mengetahui keinginan dan kebutuhan pembaca. Riset itu juga dibutuhkan untuk memetakan karakteristik (calon) pembaca, yang dirumuskan berupa data demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, pekerjaan, dsb.), dan psikografi (gaya hidup, selera, orientasi kerohanian, dll.). Dengan gempuran media di seliling kita yang beraneka ragam, bisa jadi majalah gereja tidak digemari. Dengan perencanaan yang matang baik dari pengurus gereja, pendeta, majelis, atau aktivis gereja lainnya, bukan tidak mungkin majalah gereja dapat digemari dan menjadi berkat tersendiri. Selanjutnya, tentukan siapa saja yang akan mengelola majalah tersebut mulai dari pengamat masalah, pengorganisir, pengelola keuangan, penulis, sampai ke pemasar, himbau Purnawan Kristanto. Yang terpenting, media di dalam gereja harus mengedepankan isi yang berpedoman pada nilai-nilai kristiani dan sebagai penyampai kabar kesukaan kepada jiwa-jiwa yang haus akan firman Tuhan. Selamat mengembangkan majalah di gereja Anda dan berikan kemuliaan bagi Kristus lewat media inspirasi Anda. Sumber bacaan pendukung: G.P, Harianto. 1997. "Mengelola Majalah: Sebuah Pengantar". Bandung: Agiamedia. Ginting, Misten, S.Th. 2005. "Majalah sebagai Media Penginjilan dan Pendidikan" dalam Majalah Sahabat Gembala. Hlm. 35. Kristanto, Purnawan. "Apakah Media Intra Gereja Masih Dibutuhkan?" dalam http://glorianet.org/kolom/kolomedia.html ARTIKEL 2 --------- MEMANFAATKAN WARTA JEMAAT SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAN PEMBINAAN Oleh: Raka Sukma Kurnia Informasi susunan penatalayan setiap pekan, jadwal ibadah rumah tangga, jadwal pengucapan syukur, ucapan ulang tahun dengan daftar warga yang berulang tahun sepanjang pekan, dan laporan keuangan. Itulah informasi yang paling sering ditemukan dalam warta jemaat di kebanyakan gereja. Setiap pekan selama setahun, isi yang disampaikan tidak pernah mengalami perubahan. Padahal, sebagai media yang setiap pekan dibagikan kepada warga jemaat, warta jemaat masih dapat dimaksimalkan. DUA FUNGSI UTAMA WARTA JEMAAT Pada dasarnya, warta jemaat dapat digunakan untuk menjalankan dua fungsi utama, yaitu sebagai media komunikasi dan media pembinaan. a. Media komunikasi Warta jemaat memang telah mengemban fungsi komunikasi. Hanya saja, penyajiannya lebih bersifat pengumuman sehingga terkesan kaku. Susunan lagu yang akan dikumandangkan pekan depan, bacaan Alkitab pekan depan, pokok doa yang sama dari pekan ke pekan tanpa penjabaran yang spesifik, dan laporan keuangan mungkin menjadi isi rutin warta di kebanyakan gereja. Akibatnya, fungsi komunikasi itu tidaklah maksimal. Untuk menonjolkan kesan sebagai media komunikasi, penyajian yang lebih komunikatif tentu dibutuhkan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan penyajian informasi menyerupai berita dalam satu atau dua paragraf, tergantung kebutuhan. Bisa berupa hal-hal yang terjadi dalam kehidupan berjemaat, misalnya kelahiran, informasi pemilihan majelis, dan sebagainya. b. Media pembinaan Bila fungsi sebelumnya lebih bertujuan sosial, terhadap sesama warga jemaat, fungsi kedua ini lebih ditujukan pada peningkatan relasi dengan Tuhan. Artinya, bila warta jemaat bisa menjalankan fungsi pembinaan seperti ini, warga jemaat dimungkinkan untuk mendapatkan pemahaman Alkitab selain dari khotbah, maupun dari kegiatan penelaahan Alkitab. Hal ini jelas memberi keuntungan sebab sebuah naskah tercetak memungkinkan kita untuk membacanya berkali-kali tanpa takut melewatkan satu kata pun. Bandingkan dengan khotbah atau diskusi dalam penelaahan Alkitab. PARA PELAKSANA DAN PENYEDIA BAHAN Dua fungsi utama yang diemban warta jemaat itu memang akan menumbuhkembangkan kehidupan berjemaat. Namun, siapakah yang akan mengerjakannya? Padahal para pegawai kantor sudah disibukkan dengan berbagai urusan administrasi gereja. Pemanfaatan warta jemaat untuk dua tujuan di atas memang membutuhkan sejumlah tenaga untuk mengelolanya. Apalagi mengingat warta tersebut akan diedarkan setiap pekan. Akan tetapi, kondisi ini justru membuka peluang bagi pemberdayaan warga gereja. Para pemuda gereja, sebagai warga gereja yang berjiwa dinamis, dapat menjadi kekuatan penggerak untuk mengelola warta jemaat ini. Bersama-sama dengan elemen pelayanan lain, baik dari pelayanan anak, remaja, kaum ibu dan bapak, dan tentu saja dari para pemuda sendiri, kehadiran warta jemaat yang dapat menjalankan kedua fungsi di atas menjadi sangat memungkinkan. Tentu saja para pegawai administrasi gereja harus terlibat karena biasanya merekalah yang bertanggung jawab dalam menyusun laporan keuangan. Lalu, siapakah yang akan menyediakan tulisan sebagai bahan warta? Ada banyak pihak dalam lingkungan gereja yang sebenarnya bisa berperan sebagai penulis. Ketua majelis jemaat, pendeta, vikaris, para majelis, guru-guru sekolah minggu, dan para pemuda pada prinsipnya berpotensi sebagai penulis. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki selama melayani tentunya menjadi bekal tersendiri untuk ditulis dan dibagikan. Selain itu, warga jemaat pun dapat diajak berpartisipasi untuk menulis. Kemudian, untuk membekali diri dengan kemampuan tulis-menulis, ada baiknya diadakan pelatihan menulis. Selain memperkenalkan dunia penulisan kepada warga gereja, pelatihan seperti ini bukan tidak mungkin akan menghadirkan generasi penulis Kristen. (Hal ini sebenarnya menunjukkan betapa pelatihan menulis di lingkungan gereja sangat potensial untuk dilakukan.) MENGATASI KENDALA KLASIK Harus diakui bahwa biaya selalu menjadi masalah klasik. Bagi gereja yang mapan dalam hal finansial, kendala satu ini tentu tidak terlalu berarti. Namun, bagaimana dengan gereja yang kecil? Ada dua cara yang saya rasa ideal untuk ditempuh guna mengatasi kendala ini. Pertama, perlu disadari bahwa warta jemaat tidak perlu dicetak secara eksklusif. Dengan jasa foto kopi pun kita masih bisa mewujudkan fungsi sebagai media komunikasi dan pembinaan tersebut. Tentu saja, isi harus lebih ditekankan lagi. Cara kedua, kita bisa menawarkan promosi usaha kepada para pengusaha di kota di mana gereja berada. Pertama-tama dengan menawarkannya pada pengusaha yang mungkin ada di lingkungan gereja sendiri, lalu menjajaki para pengusaha lainnya. Meski tidak mutlak, tentu lebih disarankan untuk mengajukan tawaran pada para pengusaha Kristen. Dengan cara ini, kita berharap para pengusaha tersebut turut mendukung pembiayaan pencetakan warta. Hanya saja, saya lebih menyarankan agar tidak terlalu mematok tarif. Nah, bagaimana di gereja Anda? Sudahkah warta jemaat diberdayakan secara maksimal? Kalau belum, mengapa tidak memulainya? TIPS ---- FORMAT MEDIA Media dapat diterbitkan dalam beberapa format, seperti "newsletter", majalah, tabloid, atau surat kabar. Setiap format memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal efektivitas penyampaian informasi. Hal pertama yang dipertimbangkan dalam memilih format media sudah tentu jawaban atas pertanyaan format apa yang paling cocok bagi pembaca, sesuai karakter pembaca itu sendiri. Pertimbangan kedua yang perlu diperhatikan dalam memilih format media adalah karakter fisik setiap format, karakter isi, periodisitas, kemudahan proses produksi, biaya, dan citra yang dikehendaki. Untuk membantu pemahaman yang lebih baik, uraian berikut akan menjelaskan lebih rinci karakter setiap format. "Newsletter", 1. "Newsletter" umumnya menggunakan kertas HVS (atau kertas berkualitas lebih baik). Ukuran kertas yang digunakan biasanya A4 atau sedikit lebih kecil. Jumlah halaman berkisar antara 4 dan 12 halaman atau lebih. "Newsletter" bisa dijilid, bisa pula tidak dijilid. "Newsletter" lebih mudah dan lebih cepat diproduksi. Biasanya produksi juga lebih rendah. 2. Tulisan yang dimuat pada "newsletter" biasanya lebih pendek. Kalimat yang digunakan lebih ringkas dan langsung ke pokok masalah. 3. Sampul depan "newsletter", selain menampilkan nama media, tanggal terbit dan nomor edisi, juga memuat daftar isi dan sebuah tulisan lengkap. Kebanyakan "newsletter" tidak memuat foto. Halaman "newsletter" biasanya dibagi atas 2 -- 3 kolom. 4. Ditilik dari segi kemudahan proses produksi, format "newsletter" yang biasanya tak banyak memuat foto dan hanya menggunakan dua warna, lebih mudah dikerjakan ketimbang format majalah, tabloid, atau surat kabar. Majalah 1. Selain menggunakan kertas koran untuk halaman dalam, majalah juga menggunakan kertas HVS atau kertas jenis lain yang lebih baik kualitasnya. Kertas yang digunakan berukuran A4 atau sedikit lebih besar. Namun, ada pula majalah yang menggunakan ukuran lebih kecil, seperti "Intisari" atau "Reader`s Digest". 2. Sampul majalah banyak menggunakan kertas yang lebih tebal dan berkualitas lebih baik ketimbang halaman dalamnya. Dengan demikian, kualitas cetak sampul bisa diupayakan lebih baik, agar tampak lebih menarik. 3. Tampilan majalah tampak lebih serius dan dijilid dengan baik sehingga cocok untuk didokumentasi. Untuk media korporasi/organisasi, jumlah halaman sekitar 16 -- 24 halaman, atau lebih. Majalah bisa memuat tulisan yang lebih banyak dan lebih panjang. Halaman majalah biasanya dibagi atas 2 -- 4 kolom. Tabloid 1. Tabloid kebanyakan menggunakan kertas koran. Ukuran kertas yang digunakan sekitar setengah kali ukuran kertas koran. Sampul tabloid umumnya juga menggunakan jenis kertas yang sama dengan jenis kertas yang digunakan pada halaman dalam. 2. Tampilan tabloid tampak lebih populer. Bisa dicetak dua warna atau lebih. Penataan perwajahan tabloid merupakan paduan antara desain yang ditetapkan pada majalah dan surat kabar. Halaman tabloid biasanya dibagi atas 3 -- 5 kolom. 3. Tabloid umumnya tidak dijilid. Jadi, suatu edisi bisa dibaca bersama-sama oleh beberapa orang, masing-masing satu lembar terpisah. Untuk media korporasi/organisasi, jumlah halaman tabloid yang biasa digunakan sekitar 8 -- 16 halaman. Surat kabar 1. Mempersiapkan format surat kabar sedikit lebih sukar ketimbang format lainnya. Satu halaman surat kabar biasanya memuat sejumlah item tulisan. Oleh sebab itu, perlu ditata secara baik agar tampak menarik dan mudah dibaca. 2. Surat kabar tidak dijilid. Jadi, dapat dibaca bersama-sama oleh sejumlah orang, masing-masing membaca lembar yang berbeda, asal tulisan yang bersambung tidak terdapat pada lembar yang berbeda. Di Indonesia, ukuran kertas yang digunakan adalah sekitar 42 cm x 58 cm. Jenis kertas yang digunakan adalah kertas koran. 3. Halaman surat kabar biasanya dibagi atas sejumlah kolom, biasanya 7 -- 9 kolom. Pola desain halaman surat kabar belakangan ini banyak menggunakan pola modular (pola yang memungkinkan halaman dibagi atas sejumlah bidang persegi empat, bisa membujur dari atas ke bawah, bisa melintang dari kiri ke kanan). 4. Karena menggunakan kertas koran, kualitas cetak surat kabar tidak sebaik kualitas cetak majalah yang menggunakan kertas HVS atau sejenis. Karena itu, belasan tahun lalu warna jarang digunakan untuk surat kabar. Meskipun demikian, berkat perkembangan teknologi, penggunaan warna pada tampilan surat kabar sudah semakin populer akhir-akhir ini. Bahan diringkas dan diedit dari sumber: Judul buku: Bagaimana Mengelola Media Korporasi-Organisasi Penulis : Ashadi Siregar dan Rondang Pasaribu Penerbit : Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2000 Hal : 112 -- 118 STOP PRESS ---------- AYO MENULIS KESAKSIAN DI PUBLIKASI KISAH! Ingin mewartakan kasih karunia Allah dan penyertaan-Nya yang luar biasa atas hidup Anda? Saatnya Anda bagikan keajaiban akan campur tangan Allah dalam setiap masalah hidup yang Anda hadapi kepada saudara yang lain, sembari mengasah kemampuan Anda dalam bidang tulis menulis kesaksian. Lewat publikasi Kisah, publikasi baru YLSA yang hadir awal tahun 2007 ini, Anda bisa berbagi berkat lewat tulisan kesaksian Anda. Ayo, segeralah Anda bergabung di publikasi Kisah dan mengambil bagian dalam publikasi tersebut dengan mengirimkan kesaksian Anda. Jadikan publikasi Kisah sebagai wadah penyampai berkat Anda dalam menyaksikan kasih karunia Allah kepada sesama. ==> < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org > [berlangganan] ==> < staf-kisah(at)sabda.org > [kontak redaksi] ==> http://www.sabda.org/publikasi/Kisah [arsip KISAH] ______________________________________________________________________ Penanggung jawab: Kristina Dwi Lestari Kontributor : Raka Sukma Kurnia Berlangganan : Kirim e-mail ke subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti : Kirim e-mail ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Kirim bahan : Kirim e-mail ke staf-penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis : http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2007 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |