|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-penulis/24 |
|
e-Penulis edisi 24 (19-10-2006)
|
|
______________________________________________________________________
e-Penulis
(Menulis untuk Melayani)
Edisi 024/Oktober/2006
PERKEMBANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PENULIS KRISTEN
-----------------------------------------------
= DAFTAR ISI =
* Dari Redaksi
* Artikel #1 : Firman Allah dan Kata-Kata Kita
* Artikel #2 : Alkitab dan Penulis
* Asah Pena : Y.B. Mangunwijaya
* Stop Press : Situs SABDA Space
DARI REDAKSI
------------
Salam kasih,
Penulis Kristen memiliki tanggung jawab ganda. Pertama, ia
bertanggung jawab kepada para pembacanya. Kedua, dan yang terutama,
ia juga bertanggung jawab kepada Allah. Dengan misi yang diembannya,
yaitu untuk menyampaikan suara Allah di dunia, maka ia harus bisa
menyampaikan kebenaran umum, yang dapat membangun para pembacanya
dan sekaligus memberikan kebenaran khusus, yaitu kebenaran yang
telah Allah berikan kepada kita melalui Kristus dan Firman-Nya.
Dua artikel sajian kami ini kiranya semakin memicu Anda untuk terus
berkarya bagi kemuliaan-Nya. Sekelumit perjalanan hidup Romo Mangun
dalam Asah Pena kali ini kiranya juga memberi inspirasi kepada Anda.
Selamat berkarya.
Staf Redaksi e-Penulis,
Raka
ARTIKEL 1
---------
Firman Allah dan Kata-Kata Kita
-------------------------------
Kata yang Punya Kuasa
---------------------
Pada awal Kitab Suci Allah berfirman, "Jadilah terang." Artinya,
Allah berkata. Ia menghendaki supaya terang itu ada dan hendak
menjadikan terang itu sungguh ada dengan cara mengeluarkan kata.
Dan apa yang terjadi?
Pada awal Kitab Suci, diterangkan bagaimana segala sesuatu itu
menjadi ada oleh karena firman Allah. Firman yang berupa kata itu
ternyata punya kuasa. Hal ini dinyatakan kembali pada bagian awal
Injil Yohanes. Di sini Yohanes menerangkan bahwa penggenapan janji
Allah dalam Perjanjian Lama berawal dari Firman. Menariknya, yang
dimaksudkan dengan Firman dalam nas ini adalah Kristus sendiri.
Kristus menjadi Juru Selamat kita dan Juru Selamat dunia melalui
kata-kata--Ia menyatakan diri-Nya kepada kita dengan firman-Nya.
Betapa ajaibnya, tapi begitulah kenyataannya, Dialah Kata itu.
Saya sendiri bisa memberi kesaksian bahwa kata-kata dari Allah
memang punya kuasa. Semasa muda saya mengikuti sekolah minggu,
menonton Billy Graham berkhotbah di televisi, dan juga mendengar
kesaksian teman-teman yang bertobat. Memang benar, Tuhan bekerja
melalui tiga hal itu. Namun, hati saya baru benar-benar terjamah
ketika Kristus menemui saya secara pribadi lewat firman-Nya,
terutama melalui Khotbah di Bukit dalam Injil Matius.
Firman itu sangat berarti bagi kita. Injil Yohanes melanjutkan,
"Dalam Dia (Firman) ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia"
(Yoh. 1:4). Bagi kita sebagai manusia, mengenal firman Tuhan adalah
kebutuhan paling utama. Kebutuhan akan Firman ini ditegaskan oleh
Yesus sendiri ketika menolak godaan Iblis, kata-Nya, "Manusia hidup
bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah" (Mat. 4:4).
Firman itu Dipercayakan kepada Kita
-----------------------------------
Kita, yang oleh anugerah Allah telah menerima Kristus, dipercayakan
menerima firman Tuhan itu. Yesus, yang disebut firman Allah, tinggal
di dalam dan beserta kita. Kenyataan yang ajaib ini berarti kita
punya tanggung jawab yang besar untuk kembali menyampaikan Firman
itu kepada orang lain. "Apa yang engkau lihat," kata Tuhan Yesus
kepada Yohanes, "tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah
kepada ketujuh jemaat ini..." (Why. 1:11). Yohanes, yang
dipercayakan menerima wahyu Tuhan, diperintahkan untuk meneruskan
maksud-Nya lewat sebuah tulisan.
Dengan ini, kita lihat bahwa Allah sendiri berkenan memakai media
tulis. Media tersebut memainkan peranan dasar dalam rencana-Nya
untuk memberkati seluruh bangsa (Kej. 12:3). Dan tidaklah
mengherankan karena media tulis yang juga disebut media cetak punya
banyak kelebihan, antara lain sebagai berikut.
- Media cetak adalah sarana yang murah untuk menjangkau orang banyak
dan mudah disebarkan.
- Barang cetakan adalah barang tahan lama, bisa dipakai dan
dipelajari secara berulang-ulang.
- Informasi yang kompleks dan luas lebih mudah disampaikan melalui
media cetak atau barang cetakan--informasi yang demikian itu sulit
dipahami bila disampaikan secara lisan. Dalam hal ini, media cetak
punya banyak keunggulan dibandingkan televisi ataupun media
lainnya.
- Bahan tertulis dapat dipelajari secara berkelompok sehingga
menjadi sarana pengajaran yang tepat.
- Literatur dapat memasuki tempat-tempat terpencil yang tidak
memiliki guru atau fasilitas pendidikan, bahkan tanpa pengajaran
Kristen sama sekali.
Kendati kita tidak menjadi penulis Kitab Suci seperti Yohanes,
kelebihan literatur di atas dapat kita manfaatkan dengan baik untuk
melaksanakan perintah Tuhan, membangun gereja, dan membagikan kasih-
Nya kepada orang yang merindukan roti hidup itu.
Mari menyimak beberapa nas berikut.
1. "Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkan itu, ..." (Kej 1:28).
Literatur dapat memberi pengetahuan yang dibutuhkan guna
mengembangkan umat manusia seperti yang diperintahkan Tuhan dalam
perintah pertama di Alkitab.
2. "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlan Injil kepada segala
makhluk." (Mrk. 16:15).
Literatur dapat dipakai untuk memberitakan Injil kepada semua orang
sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus kepada semua orang percaya.
3. "Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang
kuperintakan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu
dan membicarakannya ..." (Ul. 6:4-7).
Literatur dapat menjadi alat untuk mengajarkan firman Tuhan kepada
anak kita di rumah dan kepada orang lain, seperti yang diperintahkan
Tuhan ketika memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel.
4. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu ..." (Mat 28:19-20).
Literatur merupakan sarana yang tepat untuk mengajak orang menjadi
pengikut Kristus dan memuridkan mereka, seperti yang diperintahkan
Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya.
5. "Setelah membaca surat itu, jemaat bersukacita karena isinya yang
menghiburkan" (Kis 15:31).
Tulisan mampu menghibur dan membangun umat percaya.
6. "Aku mau memasyhurkan nama-Mu turun-temurun; sebab itu bangsa-
bangsa akan bersyukur kepadamu untuk seterusnya dan selamanya."
(Mzm 45:18).
Literatur juga bisa dipakai sebagai alat untuk memuliakan nama Tuhan
dengan menyatakan Dia kepada dunia sebagai yang layak dipuji dan
disembah itu. Memuliakan nama Tuhan adalah inti dari seluruh maksud
yang disebutkan pada butir 1-5 di atas.
Kata-kata itu punya kuasa. Tuhan menjadikan langit dan bumi melalui
kata-kata. Dia juga menyatakan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada kita
dengan kata-kata. Lalu, Ia menciptakan kita segambar dengan Dia dan
memberi kita kemampuan untuk berkata-kata, artinya berbicara dalam
suatu bahasa.
Komunikator sebagai Peneliti dan Penafsir
-----------------------------------------
Seorang komunikator memiliki dua peran. Pertama, ia meneliti dunia
yang ada di sekitarnya serta melaporkan apa yang terjadi di
dalamnya. Penelitian itu perlu dilakukan bukan hanya dalam
lingkungan Kristen, tetapi dalam semua bidang pengetahuan, baik
itu geologi, komputer, olahraga, atau politik. Seorang ilmuwan,
wartawan, mahasiswa, cendekiawan, atau sastrawan mencari tahu
sesuatu, lalu menyampaikannya kepada ilmuwan lain, murid, pengamat
ataupun orang awam melalui buku atau bahan literatur lainnya.
Kedua, seorang komunikator menafsirkan apa yang diamatinya itu. Hal
ini juga perlu dilakukan dalam semua bidang, kendati cara
menafsirkannya berbeda-beda. Kita, sebagai orang Kristen, harus
berpedoman kepada firman Tuhan sebagai dasar penafsiran, yaitu
apakah bahasan kita sesuai dengan kata Tuhan? Dengan memakai Alkitab
sebagai pedoman, bagaimana kita seharusnya menanggapi, menyikapi,
atau menghadapi suatu persoalan? Sebagai orang Kristen, apa yang
bisa kita sumbangkan dalam bidang yang dibahas itu? Literatur
Kristen harus sanggup menilai dan menanggapi seluruh bidang
pengetahuan dari kacamata Alkitab.
Literatur punya tujuan yang lebih mulia lagi. Kita tidak hanya
menanggapi dunia secara pasif, tetapi aktif mengabarkan kasih
Kristus, keselamatan, dan datangnya kerajaan Allah. Untuk itu,
pengetahuan yang disampaikan ialah firman Tuhan sendiri. Perkataan
Tuhan itu harus ditafsirkan dan diajarkan sesuai dengan situasi dan
kondisi masa kini. Tugas menafsirkan itulah yang menjadi peranan
literatur Kristen.
Apa Syarat Menjadi Komunikator Kristen?
---------------------------------------
Kedua kegiatan tersebut, menafsirkan keadaan dan menafsirkan firman
Tuhan, merupakan timbal balik dari misi utama literatur Kristen.
Sebagai contoh, lihatlah kenyataan di Tanah Air saat ini: korupsi di
tengah krisis ekonomi, perkembangan gereja di tengah masyarakat yang
mayoritas non-Kristen, dan kemajuan yang dinikmati beberapa kota
besar sementara daerah lain masih banyak yang terbelakang dan
miskin.
Pada satu sisi, umat Kristen perlu mengenali apa yang dikatakan
Alkitab tentang keadaan-keadaan ini. Mereka perlu tahu bagaimana
menerapkan firman Tuhan dalam situasi seperti itu. Bagaimana
sikapnya dan apa yang harus diperbuatnya bila lingkungannya menyuruh
dia korupsi? Bagaimana memuliakan Kristus di tengah masyarakat yang
membenci Dia? Bagaimana mengembangkan karier kita dengan tetap
menjaga kemuliaan Tuhan dan tidak mengabaikan orang miskin dan
tertindas?
Di sisi lain, firman Tuhan juga berbicara kepada hati manusia.
Kristus turun ke dunia untuk membawa kabar baik, membebaskan manusia
dari dosa, dan memberi hidup kekal kepada semua orang yang percaya.
Lalu, firman Tuhan menyerukan pertobatan kepada semua orang yang
mendengar kabar baik dan memerintahkan kita untuk menyebarluaskan
kabar baik itu. Panggilan pertama dan utama dari seorang komunikator
Kristen dalam bidang literatur adalah memanfaatkan media cetak untuk
memberitakan Kerajaan Allah.
Kalau begitu, apa syarat supaya orang bisa masuk ke dunia literatur
Kristen? Bagi orang yang ingin menjadi komunikator, yaitu penulis,
editor, atau pengarang, yang terpenting adalah ia punya sesuatu yang
baik untuk disumbangkan kepada orang lain. Ini menyangkut beberapa
hal berikut ini.
- Seorang komunikator harus mengenal dan memahami lingkungan dan
negaranya sendiri. Ia tahu keadaan tersebut karena mengikuti
perkembangan situasi dari media dan keterlibatan pribadinya
sebagai warga masyarakat, gereja, dan bangsa. Berarti dia mengenal
jiwa dan kebutuhan orang yang ingin dilayani.
- Ia harus memiliki pandangan alkitabiah, mengenali isi Alkitab,
bukan hanya mengingat ayat-ayat dan cerita Alkitab di luar kepala,
tetapi sebagai pernyataan misi Allah. Ia pun sanggup menyatakannya
kembali kepada pembaca dalam bentuk yang relevan. Kalaupun ada
jawaban atas suatu pertanyaan yang belum ia ketahui, ia rajin
mencari tahu hal itu.
- Ia telah mendalami suatu topik atau bidang tertentu, artinya ia
tahu lebih daripada pembaca tentang topik itu. Dan memang
begitulah seharusnya. Tapi banyak calon penulis yang berpikir,
menulis tidak lebih dari mengatur kata dan menggurui! Richard
Foster, penulis buku unggulan tentang doa yang berjudul "Prayer:
Finding the Heart`s True Home", bertahun-tahun merasa belum siap
menulis buku itu. Alasannya, dia perlu mendalami kegiatan berdoa
sendiri dulu.
- Ia mengenal Kristus. Pengenalan ini mutlak apabila kita mau
memperkenalkan Kristus kepada orang lain.
Selain adanya sumbangan tersebut, komunikator harus punya beban
untuk menyampaikannya demi kepentingan sesamanya dan kemuliaan
Allah. Tetapi bagaimana caranya?
Untuk menjadi komunikator yang baik, ia harus mampu menyampaikan
dirinya sedemikian rupa agar apa yang ia maksudkan bisa dipahami
oleh pembaca yang menjadi sasarannya. Hasratnya itu mendorong dia
untuk mau belajar dan menguasai teknik berkomunikasi (menulis,
menyunting, menggambar), peralatan komunikasi (komputer, mesin
cetak), dan sarana komunikasi (buku, majalah, brosur, dan lain-
lain).
Semua keterampilan tersebut dapat dipelajari. Tentu saja ada bakat
khusus untuk menulis atau, misalnya, mendesain. Namun, semua
keterampilan dalam bidang literatur itu dapat dikembangkan bila
calon komunikator mau dan rajin mempelajarinya. Dan banyak juga cara
untuk terlibat di dalamnya.
Cerita
------
"Saya dibesarkan di keluarga yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi
waktu remaja saya diundang ikut sebuah `summer camp` yang membawa
pengaruh amat besar dalam diri saya. Ada kolportase di sana dan
karena saya adalah pembaca yang bersemangat, saya hanya mencari buku
yang paling tebal. Tahu-tahu buku itu adalah biografi seseorang yang
belum pernah saya dengar namanya, Hudson Taylor (seorang misionaris
di Tiongkok pada abad ke-19). Saya membacanya beberapa kali sehingga
mata saya terbuka tentang apa arti memiliki hubungan yang hidup
dengan Tuhan. Saat itu saya mulai sadar bahwa saya juga dipanggil
untuk menjadi hamba Tuhan."
[seorang hamba Tuhan yang telah melayani di Indonesia lebih dari 20
tahun]
Menjadi penulis, editor, karyawan, atau penyebar literatur Kristen
berarti ikut mengambil bagian dalam pelayanan yang mulia. Kita
menjadi pendengar, pemelihara, peneliti, penafsir, dan pengantar
perkataan Tuhan yang penuh kuasa dan pengharapan itu. Kata-kata kita
dipakai untuk memberitakan perkataan Dia. Hal ini merupakan tanggung
jawab yang besar, namun memberikan kepuasan yang tak terbandingkan.
Pelayan yang bergerak dalam bidang tersebut tidak selalu melihat
hasilnya secara langsung. Kita tidak ragu bahwa buku memberi dampak
yang besar, tetapi kita tidak selalu berada di tempat terjadinya
perubahan pada pembaca tersebut.
Kuasa dari hal yang paling kecil (kata-kata kita) apabila diikatkan
dengan kuasa yang paling besar (kata-kata Tuhan), akan mencari dan
menyelamatkan kita karena kasih-Nya, dan Perkataan itulah yang kita
mashyurkan dalam pelayanan literatur Kristen.
Bahan disunting dari:
Bahan Makalah Seminar : Pembinaan Bidang Media bagi Jemaat
"Literatur dan Gereja di Era Globalisasi"
Penulis : Stephen McElroy
ARTIKEL 2
---------
Alkitab dan Penulis
-------------------
Mencari nafkah hanya dari tulisan kristiani tidaklah memungkinkan
untuk saat ini. Tetapi untuk menjadi penulis profesional bukanlah
suatu hal yang mustahil. Dalam pertemuan-pertemuan penulis Kristen,
yang tidak boleh dilupakan ialah bagaimana menyampaikan firman Allah
dalam bahasa yang dipahami oleh manusia pada zaman ini. Bagaimana
caranya menggunakan alat tulis untuk menghasilkan tulisan yang baik,
yang memberikan pedoman hidup bagi umat manusia tanpa memberi kesan
menggurui atau mengkhotbahi.
Teknik-teknik penulisan umum dan Kristen tidak jauh berbeda. Tetapi
penulisan Kristen berangkat dari suatu konsep yang sudah pasti.
Sedangkan menulis untuk majalah umum tidak selamanya demikian.
Banyak tulisan yang dibuat penulis hanya sekadar menyenangkan hati
atau memuaskan intelek, emosi, atau kepentingan lainnya.
Penulis Kristen sangat mengutamakan kebenaran; kebenaran yang
terdapat di dalam kehidupan dan kebenaran di dalam wujud Firman yang
telah menjadi manusia. Kebenaran yang sejati itulah yang menjadi
pokok pemikiran penulis Kristen.
1. Menulis dengan menggunakan kisah dari Alkitab
Para penulis dunia yang terkenal menimba inspirasinya dari kisah-
kisah dalam Kitab Suci. Para penyair sangat berutang budi kepada
Alkitab atas tema-tema besar yang mengilhami mereka. Ada beribu-
ribu cerita yang ditulis orang setelah membaca kisah tentang anak
yang hilang. Beribu-ribu artikel juga ditulis tentang kisah itu.
Kisah kehidupan Daud, Elia, Yusuf, dan Yesus Kristus sendiri telah
melahirkan jutaan artikel yang ditulis orang sepanjang masa. Para
penulis menafsirkan kembali kisah-kisah mereka dan menuliskan
tanggapannya dalam bahasa yang sesuai dengan zamannya.
Melalui cerita-cerita itulah bermunculan para penulis yang tangguh
di sepanjang kehidupan manusia.
2. Kata kunci yang menjadi pegangan para penulis
Banyak judul buku dan artikel yang dibuat berdasarkan frasa dari
Alkitab. Kata-kata kunci yang menjadi latar belakang pemikiran
kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan pengetahuan modern.
Para penulis karangan Kristen menggunakan konkordansi untuk
memperkaya kata kunci yang dipilihnya saat ia menulis berdasarkan
topik tertentu. Dan tulisan yang menurut topik itu semakin berwarna
dan segar di tangan penulis yang kreatif. Ia merangkai suatu masalah
yang terdapat di dalam Alkitab dengan menggunakan disiplin, daya
khayal, dan pengetahuan yang memadai untuk itu.
Kisah robohnya tembok Yerikho dapat merangsang seorang penulis untuk
membahas sebagian kecil saja dari peristiwa itu, tetapi mendalam dan
menarik. Misalnya, berapa tebalkah tembok Yerikho itu? Kalau ia
mengadakan penelitian atas topik ini, hasilnya pasti menarik bagi
seorang editor dan bagi para pembaca pada umumnya. Begitu pula
tulisan mengenai Roh Kudus, masih belum banyak dilakukan orang,
padahal pokok mengenai masalah itu banyak dibahas di dalam Kitab
Suci.
Tentu saja penggalian dalam bidang ini memakan waktu yang cukup
lama. Penulis yang telah memiliki disiplin akan tekun menelusuri
buku sumber dari berbagai perpustakaan, membaca pelbagai ensiklopedi
Alkitab, hasil penelitian para arkeolog, dan sebagainya.
3. Menulis untuk mempertahankan Kitab Suci
Kehadiran Kitab Suci di tengah-tengah umat manusia telah menunjukkan
kebertahanannya sendiri. Banyak penulis yang menjadikan Kitab Suci
sebagai pokok masalah penulisan. Mereka menulis dan membantah
keterangan yang terdapat di dalamnya dengan bukti-bukti yang
berdasarkan "ilmu dan pengetahuan" manusia modern. Tetapi sampai
kini Alkitab tetap merupakan sebuah kitab yang paling banyak dicetak
dan diterjemahkan di seluruh permukaan dunia ini dan sepanjang
sejarah kehidupan manusia.
Alkitab telah membuktikan kehadirannya sendiri. Alkitab telah
berjuang untuk dirinya dan ternyata tetap hidup di dalam hati
manusia. Kitab yang hidup di dalam hati manusia adalah kitab yang
tidak akan pernah dihapuskan. Apalagi di dalamnya terkandung
kebenaran sejati yang mendatangkan kehidupan yang kekal.
Sayangnya, banyak juga penulis yang mengutip ayat-ayat Alkitab dan
mengacaukan isinya untuk sekadar menunjukkan betapa kitab itu tidak
lagi relevan dengan pengetahuan masa kini. Di samping mengacaukan,
mereka juga menulis untuk mengatakan bahwa kitab itu sudah kuno.
Ayat-ayat Kitab Suci ditafsirkan di luar konteksnya!
Tetapi Alkitab tetap berdiri tegar di tengah-tengah manusia. Allah
sendiri mengatakan bahwa tidak ada kata-kata yang diucapkan-Nya
kembali dengan sia-sia atau hampa (Yesaya 55:11).
4. Tulisan berdasarkan kesaksian yang bermakna
Artikel bukanlah sebuah khotbah. Dan khotbah bukanlah sebuah
artikel. Tetapi kedua-duanya sesungguhnya menghadirkan misi yang
tidak berbeda, hanya penampilan saja yang agak berbeda. Oleh karena
itu, seorang penulis yang memiliki kesaksian dari ayat Alkitab, yang
sangat bermakna baginya, dapat dituangkan dalam bentuk artikel untuk
menjadi kesaksian bagi orang lain. Pengalaman pertobatan yang
bermakna itu bila diramu dengan wadah yang tepat, akan menarik bagi
penerbit.
Banyak sekali ayat Alkitab yang hidup di dalam diri para penulis
terkenal, atau di dalam diri tokoh masyarakat yang masyhur sepanjang
zaman. Ikhwal mereka itu tentunya menarik untuk dibahas dalam
artikel yang Kristen.
Bahan disunting dari:
Judul buku : Penulis Kristen Kristiani
Judul artikel : Alkitab dan Penulis
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup
Penulis : Dr. Wilson Nadeak
Halaman : 68--71
ASAH PENA
---------
Y.B. Mangunwijaya
-----------------
(1929-1999)
Alm. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya adalah satu dari sedikit tokoh
Indonesia yang dikenal konsisten secara aktif membela masyarakat
kecil. Selain aktivis (terutama dikenal dalam pembelaannya terhadap
nasib warga Kedung Ombo dan karya arsitekturnya untuk pemukiman
masyarakat Kali Code), ia adalah seorang rohaniwan, sekaligus
sastrawan, tokoh pendidikan, dan arsitek (antara lain merancang
kompleks ziarah Sendangsono, gedung keuskupan Semarang, gedung
Bentara Budaya Jakarta, rumah Arief Budiman, dll).
Romo Mangun, begitu ia dikenal, lahir pada tanggal 6 Mei 1929 di
Ambarawa, Jawa Tengah. Ayahnya, Yulianus Sumadi Mangunwijaya,
seorang guru Sekolah Rakyat, sedang ibunya bernama Serafin
Kamdanijah. Sulung dengan sebelas adik ini mulai mengenal sastra
saat tamat SD di Magelang tahun 1943, saat militer fasis Jepang
sedang mencengkeram Indonesia. Karya sastra yang ia baca waktu itu
dan masih membekas sampai ia dewasa adalah "Max Havelaar" karya
Multatuli. Struktur cerita novel itu juga diakui ia pakai dalam
menulis "Burung-Burung Manyar."
Selain dorongan dari kedua orang tuanya, kemampuan Mangunwijaya
dalam menulis juga disebut berasal dari sistem pendidikan yang
mendukung. Guru-guru SD-nya waktu itu adalah para biarawan Belanda
yang mendidik muridnya agar dapat berpikir luas. Ilmu bumi bukan
hanya menghafal nama kota, laut, dll., namun diajarkan dengan
merangsang imajinasi siswa ke tempat-tempat jauh, dengan paparan
tentang budaya dan sejarah bangsa lain sehingga menarik minat siswa
untuk menekuninya. Dituturkannya waktu itu, tiap minggu anak-anak SD
diminta membuat karangan dengan judul-judul yang konkret seperti
"Melihat-lihat di Pasar", "Membeli Barang di Toko", dsb. Dengan cara
itu, anak-anak dilatih untuk mengobservasi, menganalisis, mencatat
segi serius maupun humor dari satu peristiwa, serta untuk
mengungkapkan perasaan lewat tulisan yang sistematis dan menarik.
Guru juga sangat memerhatikan daya kreasi anak. Jika anak menjawab
hanya sekadar meniru tanpa memahami artinya, itulah dosa besar
pendidikan.
Romo Mangun memang sangat menaruh perhatian pada pendidikan anak.
Tulisannya tentang pendidikan (anak) antara lain termuat dalam buku
"Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak-Anak", "Tumbal" (kumpulan
esai), artikel di majalah Basis "Mencari Visi Dasar Pendidikan",
kumpulan esai "Impian dari Yogyakarta", dan masih banyak lainnya.
Perhatiannya ini juga yang mendorong ia mendirikan berbagai yayasan
antara lain Yayasan Dinamika Edukasi Dasar dan Yayasan Dana Sayang
Anak Derita (Dayang Arita).
Waktu muda, Mangunwijaya bergabung dalam perjuangan Tentara Pelajar
dan sempat menjabat sebagai komandan. Pernah dia menceritakan
pengalaman itu dengan kocak, bahwa sebagai tentara ia hanya lari
sana lari sini. Dia mampu menertawakan pengalaman yang oleh banyak
orang lain selalu dibangga-banggakan itu. Usia 22 tahun, ia
memutuskan masuk ke Seminari di Yogyakarta kemudian dilanjutkan di
Seminari Magelang dan Institut Filsafat Sancti Pauli Yogyakarta yang
mengantarnya ditahbiskan sebagai imam tahun 1959. Ia juga belajar
arsitektur di ITB hingga tahun 1960 dan dilanjutkan ke Sekolah
Teknik Tinggi Rhein, Aachen, Jerman.
Sepulang dari Jerman, ia menjadi pastur di Salam dan dosen
Arsitektur UGM serta mulai banyak menulis di surat kabar dan
majalah. Ketika itu jugalah ia mulai melirik dunia sastra. Tahun
1975, cerpennya berjudul "Kapten Tahir" yang berkisah tentang tapol
di Pulau Buru memenangi Hadiah Kincir Emas dari Radio Nederland.
Seperti kesehariannya, karya-karya Romo Mangun juga selalu memotret
dan memperjuangkan nasib mereka yang miskin, dianiaya dan
terpinggirkan. Sebagaimana terungkap dalam esai "Sastrawan Hati
Nurani", menurutnya, ada lima jenis sastrawan. Pertama, sastrawan
yang bersastra untuk mencari nafkah, kedua sastrawan istana yang
karyanya hanya menyanjung penguasa, ketiga sastrawan yang berkubang
pada pelampiasan nafsu rendah manusia, empat adalah sastrawan iseng,
dan kelima sastrawan hati nurani yang secara sadar memperjuangkan
keadilan dan kebenaran, mengangkat harkat martabat manusia serta
menopang perdamaian, persaudaraan, perikemanusiaan, dan peradaban.
Dari semua itu, ia memilih yang kelima.
Dalam pengantar buku kumpulan cerpen "Rumah Bambu" (diterbitkan
setelah beliau wafat), penyunting buku itu mengungkapkan bahwa karya
Romo Mangun mungkin sering "hanya" berkisar peristiwa sehari-hari
yang remeh, kecil, sepele, tapi sarat makna. Sama halnya jika saat
makan malam, waktu hujan, Romo Mangun sering terlihat gelisah,
berjalan mengelilingi meja makan sampai bisa lebih dari lima belas
kali karena membayangkan nasib anak-anak gelandangan yang saat itu
tidur di emper toko. Pikiran seperti itu juga bisa dilihat lewat
karya-karyanya.
Karya-karya Romo Mangun juga merefleksikan keimanannya. Setidaknya
itu bisa kita lihat di novel "Balada Dara-Dara Mendut" serta "Pohon-
Pohon Sesawi". Judul pertama bisa disebut sebagai novel sejarah
karena berlatar sejarah gereja Katolik pada masa kolonial sampai
awal kemerdekaan. Sedang judul kedua (diterbitkan setelah beliau
meninggal) semula berupa naskah novel (mungkin belum selesai) yang
ditemukan di ruang kerjanya dalam bentuk berkas ketikan manual dan
coretan tangan. Karyanya yang ini serupa novel otobiografis karena
mengisahkan perjalanan refleksi keimanan seorang romo.
Sama seperti Pramoedya, karya Mangunwijaya juga sering berupa novel
sejarah yang memakai karakter perempuan untuk menyerukan gugatannya
terhadap ketidakadilan. Novel sejarah sendiri memang memungkinkan
penulis menyetujui maupun menolak sejarah yang mapan, bahkan
tokohnya juga tidak harus tokoh sejarah karena tokoh sejarah sendiri
bisa hanya sebagai pelengkap untuk mendukung tokoh utama. Dalam
novel-novelnya seperti "Burung-Burung Manyar", "Ikan-Ikan Hiu, Ido,
Homa", trilogi "Roro Mendut", "Genduk Duku", dan "Lusi Lindri",
tokoh perempuan banyak menjadi figur utama. Perempuan-perempuan itu
mewakili perempuan tertindas yang berkepribadian pekerja dan pejuang
ulung, jauh dari sikap kolokan, jelita, dan manja. Karena
keberaniannya itulah, pemerintah Orde Baru sempat mencurigai dan
memasukkannya ke dalam daftar hitam.
Perjuangan Romo Mangun untuk mendidik bangsa ini terus ia lakukan
sampai akhir hayatnya. Dalam pelukan Mohammad Sobary, ia meninggal
dunia akibat serangan jantung sesaat setelah menyampaikan makalah
tentang perbukuan di Jakarta pada tanggal 10 Februari 1999. Melihat
ulang kisah hidupnya, jangkauan perhatian Romo Mangun memang pantas
membuat terkesima. Dia tidak seperti Oracle Delphi yang menjadi kuil
kebijaksanaan saja, tetapi dia menempatkan diri sebagai seorang
pengembara yang ikut serta dalam semua perjalanan.
Dirangkum oleh Ary dari:
- Pinurbo, Joko dan Kushardini, Th., pengantar buku kumpulan Cerpen
"Rumah Bambu" YB Mangunwijaya, 2000, KPG, Jakarta.
- Rahmanto, B. 2001. "YB Mangunwijaya, Karya dan Dunianya". Jakarta:
Grasindo.
- Yunus, Firdaus M. 2004. "Pendidikan Berbasis Realitas Sosial -
Paolo Freire&YB Mangunwijaya". Yogyakarta: Logung Pustaka.
- "Mengenang Romo Mangun", dalam
http://www.socineer.com/indo-kenangmangun.html
STOP PRESS
----------
Situs SABDA Space
------------------
"Siapa saja bisa menjadi penulis. Kuncinya adalah terus menulis."
Itulah dua penggal kalimat yang dikemukakan oleh Nelson Ellison.
Bila Anda termasuk orang yang ingin bisa menulis, namun sering
meragukan kemampuan Anda, tidak ada jalan lain selain terus menulis.
SABDA Space memberikan ruang bagi Anda yang gemar menulis blog.
Beragam kategori telah tersedia bagi Anda, seperti Ayah Bunda,
Bahasa/Sastra, Kaum Muda, Kesaksian, Pengajaran/Guru, Penginjilan,
dan Puisi. Bahkan Anda dapat membubuhkan sendiri kategori yang
sesuai bagi jenis tulisan Anda. Inilah saatnya bagi Anda untuk
memulai langkah menjadi penulis. Segera mendaftar di SABDA Space
untuk mendapatkan akun dan mulai menulis artikel ataupun
mengomentari artikel-artikel lainnya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Raka
Berlangganan : Kirim email ke
subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org
Berhenti : Kirim email ke
unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org
Kirim bahan : Kirim email ke
staf-penulis(at)sabda.org
Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/
Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
Copyright(c) e-Penulis 2006
YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |