Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/23 |
|
e-Penulis edisi 23 (21-9-2006)
|
|
______________________________________________________________________ e-Penulis (Menulis untuk Melayani) Edisi 023/September/2006 KRITIK DAN APRESIASI TULISAN ---------------------------- = DAFTAR ISI = * Dari Redaksi * Artikel : Apresiasi Tulisan Lewat Kritik * Tips : Semua Orang Ingin Jadi Kritikus * Asah Pena : Gabriel Garcia Marquez * Stop Press : Kuesioner untuk Anggota e-Penulis DARI REDAKSI ------------ Salam kasih, Kegiatan membuat apresiasi atau kritik sebenarnya sudah kita lakukan secara sadar sejak saat kita masih kecil, yaitu ketika kita memberi komentar (suka atau tidak suka) pada dongeng atau cerita yang kita dengar atau baca. Namun demikian, ketika berajak dewasa kegiatan memberi komentar dan kritik ini tidak lagi dikembangkan karena dianggap sebagai isyarat permusuhan. Hal ini ditambah dengan adanya persepsi budaya bangsa timur yang tidak memberi ruang bagi bertumbuhnya budaya kritik. Fakta itulah yang menyebabkan kritikus-kritikus sastra jarang dijumpai di kalangan penulis Indonesia pada umumnya. Bagi para penulis, kritik sangatlah dibutuhkan jika mereka ingin berkembang, sebab kritik merupakan salah satu bentuk apresiasi yang dalam. Hubungan antara kritikus dan penulis ini mungkin juga mirip dengan ungkapan "seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah" (Ams. 27:6). Untuk mengenal lebih lanjut tentang karya kritik tulisan, maka e-Penulis bulan ini mengangkat tema Kritik dan Apresiasi Tulisan. Dua tulisan yang terkait dengan tema tersebut kami harap dapat mendorong pembaca untuk mengembangkan kemampuannya dalam memberikan kritik yang sehat bagi sebuah tulisan. Jangan lewatkan pula sajian profil kehidupan unik dari sastrawan peraih Nobel asal Kolombia, Gabriel Garcia Marquez. Selamat membaca! Redaksi e-Penulis, Ary ARTIKEL ------- Apresiasi Tulisan Lewat Kritik ------------------------------ Seorang penulis yang baik tentu tak akan puas hanya bila karyanya dipublikasikan. Ia pasti menginginkan adanya bentuk apresiasi, komentar, diskusi, pujian, dan terutama kritik karena kritik sangat perlu guna meningkatkan mutu karyanya di masa mendatang. Ketika kita membuat sebuah kritik atas karya seorang penulis, berarti kita sedang menempatkan teks tulisan tersebut sebagai satu studi. Oleh karenanya, sebagaimana studi-studi ilmiah lain, kajian tersebut harus dilakukan dalam kerangka yang jelas, terarah, dan tersistem. Syarat Kritikus --------------- Membuat kritik memang tidak mudah. Karena ketika melakukannya, berarti kita juga sedang mengapresiasinya. Kritik itu penting karena kritik merupakan bentuk apresiasi yang mendalam. Di kalangan akademik, ketika menulis kritik, itu artinya kita sedang mengaplikasikan berbagai teori dalam satu metode. Seorang kritikus harus tahu ruang lingkup, pisau analisis, metode, serta teknik yang ia gunakan. Kriteria, kategori, dan skema dalam kritik tak dapat dilakukan tanpa pijakan. Karenanya, ada beberapa syarat yang harus dimiliki dalam menulis kritik. 1. Tahu teori sastra Teori sastra meliputi teori tentang karakterisasi, plot, dll. Selain itu, teori sastra juga meliputi metode serta pendekatan yang dipergunakan dalam menganalisa sebuah karya (misalnya: pendekatan struktural, feminis, psikoanalisis, marxis, dsb). Pengetahuan ini sangat perlu untuk menghasilkan kritik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Tahu sejarah Sejarah di sini meliputi sejarah pengarang, karya-karya yang pernah ia buat, serta karya pengarang lain dalam periode waktu atau tempat yang sama. Selain itu, perlu juga mengetahui kritik lain yang pernah dibuat atas karyanya. Ini perlu untuk membuat pendekatan baru dalam kritik. 3. Punya referensi bacaan yang luas Pengetahuan ini adalah nilai plus. Jika misalnya kita ingin membuat kritik terhadap sebuah karya, dengan banyak membaca karya sastra, lambat laun tentu kita akan bisa mengetahui karakteristik/gaya khas pengarang-pengarang lain, atau bahkan menilai mana karya yang bagus dan mana yang tidak. Apa yang Dilakukan Kritikus? ---------------------------- Lalu, apakah dengan memenuhi syarat-syarat di atas akan membuat kritikus memiliki hak untuk mengatakan apa pun tentang satu karya? Apakah posisinya membuat kritikus memiliki hak untuk menentukan mana yang baik, buruk, atau berkualitas? Jawabnya adalah ya, tetapi tidak berarti pula ia harus melakukannya. Posisi kritikus tidak bisa dibuat main-main karena masyarakat akan memerhatikan secara serius apa yang dikatakan seorang kritikus terhadap suatu karya. Pilihan kata untuk menilai sebuah karya harus dilakukan dengan hati-hati. Reaksi masyarakat atas apa yang Anda katakan bisa sangat beragam dan bahkan tak terduga. Ini tidak berarti Anda tidak boleh mengatakan hal-hal jelek tentang suatu karya. Jika Anda berpendapat bahwa karya A kurang baik, sampaikanlah dengan banyak didukung bukti dari teks itu sendiri. Jadi, seorang kritikus hendaknya jangan terlalu mudah menyatakan pendapat tentang kualitas suatu karya karena ada tanggung jawab tersendiri di dalamnya. Akhirnya, apa yang dilakukan seorang kritikus adalah melayani pembaca dan dunia secara bertanggung jawab dan membangun dengan memberikan tanggapan atas karya-karya yang baik. Apa yang Dikritik? ----------------- Pada dasarnya, tidak ada aturan pasti bagi kritikus. Mereka dapat mengatakan apa pun yang mereka inginkan. Namun, sejalan dengan waktu, ada semacam persetujuan tidak resmi mengenai apa yang akan menjadi fokus dalam sebuah kritik, yakni nilai, kualitas, tradisi dan makna. 1. Nilai Ketika membaca sebuah tulisan, kita harus percaya bahwa tulisan tersebut memiliki nilai sendiri. Bahkan untuk buku yang dibuat hanya untuk hiburan, nilai yang ia miliki adalah sebagai hiburan itu sendiri. Semula yang dilakukan seorang kritikus adalah mengukur nilai yang dimiliki sebuah buku/tulisan terhadap pembacanya. Pertanyaan bisa seperti: Kenapa pengarang menuliskan ini? Kenapa masyarakat harus membacanya? Apa yang bisa didapat pembaca darinya? Bagaimana tulisan ini dapat membuat perubahan atas hidup orang? 2. Kualitas Untuk menentukan nilai sebuah tulisan, kritikus harus dapat mengukur kualitas tulisan tersebut. Apakah ditulis dengan baik? Apakah gaya si penulis memikat? Apakah si penulis memakai teknik tertentu yang lain dari yang lain? Saat kritikus menyatakan kualitas sebuah tulisan, mereka harus paham bahwa penilaian mereka berdasarkan subjektivitas. Jadi, saat berbicara mengenai kualitas, Anda perlu menyampaikan pada pembaca definisi Anda mengenai apa yang dinamakan kualitas itu. Ini akan membantu pembaca dalam memahami penilaian Anda. 3. Tradisi Setiap buku adalah bagian dari tradisi. Artinya, baik pembaca maupun penulis tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari tulisan/buku lain yang pernah dibuat sebelumnya. Kritikus meneliti hal tradisi ini dengan berbagai cara. Ada yang membandingkan buku/tulisan dari berbagai zaman, ada juga yang meneliti dari tradisi itu sendiri. 4. Makna Tujuan membaca tentunya untuk memperoleh makna dari teks tersebut. Kata-kata, ide-ide, atau tema bisa "menipu", apa yang dikatakan tidak selalu sama dengan maknanya. Kritikuslah yang bertugas memilahnya. Untuk menemukan makna, kritikus memproses teks dengan pengalaman hidup dan perasaan mereka. Memahami bagaimana sebuah tulisan memiliki hubungan atau menyoroti isu-isu kemanusiaan tertentu adalah sangat penting, namun bagaimana bisa memahami dampak emosional yang dimiliki sebuah buku/tulisan ialah hal yang lebih penting lagi. Latihan dan Pengayaan --------------------- Pada akhirnya, untuk menjadi kritikus atau agar dapat menulis kritik dengan baik, latihan dan pengayaan teori harus dilakukan secara intensif. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. a. Melakukan banyak diskusi bersama mereka yang punya kompetensi. Jika ingin menggali satu karya dari sudut sejarah, berdiskusilah dengan ahli atau pelaku sejarah itu sendiri. Kalau pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis, sering-seringlah berdiskusi dengan psikolog, dll. Namun tentunya, jangan sampai pendekatan yang digunakan menjadi lebih dominan dari ilmu sastra itu sendiri. b. Pendalaman/pengayaan teori. Pendalaman ini dapat dilakukan dengan memperbanyak bacaan dan referensi, juga mempelajari gaya-gaya kritik yang mempergunakan teori yang sama atau kritik untuk karya/pengarang yang sama. c. Belajar meringkas/membuat resume buku dan mempresentasikannya. Ini penting untuk menguji tanggapan masyarakat terhadap temuan- temuan kita. Bahan disarikan oleh Ary dari: 1. Liliani, Else., "Menempatkan Kritik Sastra sebagai Bagian Integral Studi Sastra", dari buku Menuju Budaya Menulis, 2005, Tiara Wacana Jogjakarta. 2. Peha, Steve., "What Do Book Critics Do?", dalam http://www.ttms.org/say_about_a_book/what_do_critics_do.htm TIPS ---- Semua Orang Ingin Jadi Kritikus ------------------------------- Kritik sering kali berkonotasi negatif. Jika dikatakan ada orang yang mengkritik, kesannya orang itu adalah seorang pencela, pikirannya negatif, kasar atau bahkan jahat. Padahal, kata kritik berasal dari bahasa Yunani, "kritikos" yang artinya `mampu menilai`. Sementara mampu menilai sendiri berarti melihat dengan mata atau intelektualitas, untuk mengenali dan memahami. Jika Anda pernah membaca sebuah buku dan memiliki opini atasnya, Anda adalah seorang kritikus buku. Pada dasarnya, kebanyakan orang tidak bisa tidak memiliki penilaian atas buku yang ia baca. Namun, seperti apa penilaian yang dibuat seorang kritikus buku? Bagaimana pula kritikus melakukannya? Pertanyaan: Sahabat seorang Kritikus ------------------------------------ Ajukanlah pertanyaan yang tepat. Ada banyak cara untuk melihat sebuah teks dan di setiap cara yang digunakan itu, suatu pertanyaan tertentu akan muncul dan jawabannya akan memberikan suatu pelajaran luar biasa. Untuk membantu memulainya, ada lima pertanyaan besar yang bisa dipakai. Pertanyaan 1: Apa yang membuat buku ini bagus? Saya kira kritikus memiliki tanggung jawab untuk menambahkan pengetahuan bagi pembaca saat mereka menikmati sebuah buku. Dan saya juga berpikir mereka akan bisa lebih banyak menambahkan pengetahuan itu saat mereka menekankan hal yang positif. Pertanyaan 2: Apa kelebihan buku ini? Sebagai seorang kritikus, kejujuran amat penting. Dan jujur saja, ada beberapa bagian dari beberapa buku yang memang jelek. Maka, seperti halnya seorang wasit yang adil, Anda harus mengatakan sebagaimana Anda melihatnya. Jika tidak, orang-orang tidak akan memercayai Anda lagi. Pertanyaan 3: Hal terpenting apa yang diinginkan si pengarang untuk Anda ketahui? Ini adalah ide utamanya. Ini penting kecuali Anda mampu menelusuri seluruh buku dan meringkas isinya dalam satu kalimat dan mengatakan itulah garis besarnya. Pertanyaan 4: Kenapa si pengarang menulis sebuah karya? Mengapa si pengarang ingin menceritakan kisah tersebut? Hal apa dari cerita tersebut yang sangat penting bagi si pengarang? Pertanyaan 5: Apa yang harus diketahui masyarakat agar dapat memahami dan menikmati buku ini? Kadang, tugas kritikus adalah untuk menyibak misteri dalam satu buku dengan menyediakan suatu tambahan informasi yang umumnya tidak dapat dilihat oleh pembaca. Menurut saya, inilah istimewanya pekerjaan seorang kritikus dan yang membuat mengapa peran mereka sangat penting untuk kita dalam mengapresiasi seni dan dunia. Cara memulai ------------ Cara terbaik dalam belajar memanfaatkan lima pertanyaan di atas adalah dengan menilai tulisan karya sendiri dan menanyakannya pada diri Anda sendiri. Beberapa pertanyaan, seperti nomor 3 dan 4 akan sangat mudah untuk dijawab jika tulisan tersebut adalah tulisan Anda sendiri daripada jika itu tulisan orang lain. Namun, pertanyaan nomor 1, 2, dan 5 mungkin akan lebih sulit. (t/ary) Bahan diringkas dan diterjemahkan dari: Judul asli: Everybody Wants to Be a Critic Penulis : Steve Peha Situs : http://www.ttms.org/say_about_a_book/say_about_a_book.htm ASAH PENA --------- Gabriel Garcia Marquez ---------------------- Gabriel Jose Garcia Marquez lahir di kota kecil Aracataca, Kolombia, 6 Maret 1928, meski ayahnya cukup yakin bahwa sebenarnya Marquez lahir tahun 1927. Karya-karyanya (terutama dalam bentuk novel) digolongkan dalam genre Realisme Magis, sebuah aliran seni sastra yang menggabungkan antara fakta realitas dan imajinasi mistis atau takhayul. Gaya itu sendiri diakui terutama dipengaruhi terutama oleh sang nenek, Tranquilina Iguaran, yang selalu menceritakan kisah- kisah yang berkaitan dengan eksistensi hantu dan roh-roh yang bergentayangan di rumah-rumah mereka hingga di sudut-sudut kota. Kata Gabito, panggilan akrab Marquez, "Nenek menceritakan semuanya itu dengan cara yang amat natural." Sementara pengaruh dari dunia sastra sendiri bermula dari sebuah buku yang diterjemahkan oleh raksasa sastra Amerika Latin lainnya, Jorge Luis Borges. Buku tersebut adalah "Metamorfosa" karya Kafka. Dongeng tentang Gregor Samsa yang terbangun di suatu pagi dan menemukan dirinya telah berubah jadi seekor kecoa besar, sungguh mengguncangkan pemenang Nobel Sastra tahun 1982 ini dan memberinya kesadaran bahwa ternyata sastra tak mesti berupa narasi lurus sebagai plot. Barangkali ia seperti anak-anak sekolah yang diteror ketika melihat buku-buku sastra yang cenderung kaku dan membuat pening. Kafka telah membebaskannya dari pandangan buruk seperti itu. "Kurenung-renungkan, aku tak tahu kalau orang boleh menulis serupa itu. Jika aku tahu, mestinya aku sudah mulai menulis sejak lama," katanya. Ia melihat "suara" Kafka mirip dengan cara neneknya mendongeng. Menyimak kisah hidup Marquez (antara lain terangkum dalam otobiografi seri pertamanya, "Living to Tell the Tale"), bisa dilihat bahwa pengalaman-pengalaman hidup, baik yang ia alami sendiri maupun yang dialami lingkungannya, menjadi sumber yang terus ia gali untuk kemudian dituangkan dalam karya-karyanya. Berikut beberapa di antaranya. 1. Gabito adalah cucu dari Kolonel Nicolas Marquez, seorang veteran Perang Seribu Hari, sebuah perang antara dua partai di Kolombia (Kubu Konservatif vs. Kubu Liberal) yang terjadi setelah negara itu mendapat kemerdekaan dari Spanyol. Setelah perang berlalu, Kolonel Marquez yang membela kubu Liberal (kubu yang kalah) selalu berada dalam bayangan nostalgia kebesaran namanya. Kata Marquez, sang Kolonel selalu menunggu uang pensiunnya yang tak kunjung datang. Dari situlah muncul inspirasi untuk karya "No One Writes to the Colonel". 2. Sementara itu, ayah Gabito, Gabriel Eligio adalah seorang pegawai rendah yang miskin sehingga tak mampu menyelesaikan kuliahnya di fakultas kedokteran. Dengan keadaannya yang miskin ditambah kenyataan bahwa ia adalah anak di luar nikah dan berada di kubu Konservatif, perkawinannya dengan putri sang Kolonel, Luisa Santiago Marquez mirip sebuah mukjizat. Hanya karena campur tangan Uskup Pedro Espejo saja hal itu dapat terjadi. Lika-liku kisah cinta terlarang antara kedua orang tuanya itu dapat kita lihat muncul dalam kisah cinta Florentino Ariza dan Fermina Daza di novel "Love in the Time of Cholera.", 3. "Aku datang untuk meminta agar kau pulang bersamaku untuk menjual rumah kita." Kalimat itu diucapkan ibunya yang nyaris tidak ia kenali saat tiba-tiba muncul di sebuah kafe, setelah selama beberapa tahun Marquez hidup mengembara sambil tetap hidup melarat sebagai seorang jurnalis lepas di kota Bogota. Kelak kalimat itu pula yang menjadi pembuka novelnya "Leaf Storm". Dalam perjalanannya kembali ke Bogota setelah kunjungan mudiknya bersama sang ibu, ia begitu tercekam dengan rangkaian kata tersebut. "Aku harus menuliskannya atau aku mati." Demikian janji yang makin dikuatkan oleh kata-kata penyair Rainer Maria Rilke, "Jika kau pikir kau bisa hidup tanpa menulis, jangan sekali-kali menulis!" Maka, begitu kereta api tiba di Stasiun Barranquilla, Gabito bergegas masuk ke kantornya di harian El Heraldo, menuliskan dan melanjutkan kalimat itu, tak beranjak dari mesin ketiknya hingga jam 10, pagi hari berikutnya. 4. Kunjungan yang tidak direncanakan ke kampung halaman itu telah menjadi titik balik bagi dirinya. Perjalanan yang dilakukan setelah ibunya harus meminjam uang kepada teman-temannya itu sangat sulit. Melewati sungai dengan perahu motor, dilanjutkan dengan kereta api yang membelah deretan perkebunan pisang tak bertepi. Namun, perjalanan itu seolah membawa Gabito ke masa lalunya, merangsang imajinasi dan akan begitu banyak mewarnai karya-karyanya. Sebuah tulisan di satu stasiun kecil "Macondo" (bahasa Bantu yang artinya pisang) membuat ia tercengang. Dan kita tahu Macondo adalah nama kota imajiner yang muncul dalam karya utamanya "One Hundred Years of Solitude", karya besar yang disebut penyair Pablo Neruda sebagai "Don Quixote-nya Amerika Latin". Aracataca, kota yang lama ditinggalkannya, penuh dengan rumah- rumah murung serasa tak berpenghuni. Di kota yang sepenuhnya tampak mati selepas perkebunan pisang hengkang, kemiskinan yang menggelayut, udara panas yang menyiksa itu, sekonyong-konyong ia terkungkung pada kenangan akan Yoknapatawpha County. Itu merupakan kota fiksional tempat banyak peristiwa dalam novel- novel William Faulkner, penulis besar Amerika, yang pengaruhnya berbekas dalam banyak karya Marquez. Kisah pembantaian ratusan penduduk lokal, buruh perkebunan pisang yang mogok menentang monopoli, dan penindasan perusahaan United Fruit dari Boston, yang beritanya ditutupi pihak pemerintah juga direkonstruksi kembali dalam novel yang ditulis sekitar tahun 1965 tersebut. 5. Tema-tema tentang realitas kekerasan dan kematian memang selalu muncul dalam karya Marquez. Dan ia memang memiliki perhatian atas sumber dari kekerasan itu, terutama bagaimana kekerasan tersebut membawa dampak dalam kehidupan yang harus dijalani orang-orang. "Di Kolombia, kita saling membunuh karena alasan-alasan sepele." Ia pun menjadi saksi hidup dari pelbagai kerusuhan politik di negaranya. Ditambah dengan kisah-kisah yang dituturkan kakeknya, sang Kolonel, kita bisa melihat tema-tema tersebut, misalnya dalam "Chronicle of a Death Foretold". Tak heran dalam penilaian komite Nobel Sastra 1982, Gabriel Marquez disebut maestro dalam menceritakan tragisnya kehidupan dalam konteks narasi yang penuh dengan vitalitas, yang mengatasi tragisnya kehidupan itu sendiri. 6. "Barang siapa minum seorang diri, ia akan mati dalam sepi." Kata- kata magis sekaligus profetis itu dibisikkan oleh seorang wanita misterius kala Gabito sedang termenung seorang diri di sebuah bar. Segera saja, ia lari ke kantor beritanya, dan menuliskan sebuah serial yang kelak akan terbit sebagai "The Story of Shipwrecked Sailor", sebuah karya besarnya dalam bidang reportase jurnalistik. 7. Meski dikenal dunia lewat novel-novelnya, mulanya Gabito menulis dalam bentuk puisi. Ia juga sangat menghargai tulisan berbentuk feature. Baginya, sastra dan jurnalistik adalah satu. Sastrawan adalah pekerjaan sampingan jurnalis, katanya. Jangan heran jika ia tak pernah sungkan menulis kritik film, editorial koran, atau menjadi narator. Dan inspirasi yang ia dapat juga tidak hanya tertuang dalam bentuk novel. Saat menaiki sebuah bus di Bogota, dari jendela ia melihat sebuah kantor pos di mana terpampang tulisan "Kantor Pos untuk surat-surat yang tak sampai alamat." Ia pun turun dan mengamati. Ia begitu terpesona dengan ritual para pegawai pos membuka surat-surat itu guna mencari seandainya ada informasi dalam surat yang bisa dipakai untuk mengidentifikasi alamat yang dituju. Secara khusus ia tertarik dengan sebuah surat yang ditujukan kepada "Untuk seorang wanita berkabung yang selalu pergi ke gereja Las Aguas jam lima pagi." Marquez pun segera antusias mengunjungi gereja yang dimaksud setiap hari, jam lima pagi. Meski wanita tersebut tak pernah ditemukan, ia berhasil menulis sebuah artikel "Pak Pos Membunyikan Belnya Seribu Kali" dengan subjudul "Sebuah Kuburan untuk Surat-Surat yang Mati." Begitulah cara Gabito berkarya. Dari kejadian-kejadian sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang ternyata begitu kaya inspirasi, ia meramunya dengan luar biasa. Namun, itu pun bukan tanpa perjuangan. "One Hundred Years of Solitude", misalnya, ditulis setelah ia mengalami kebuntuan ide selama tiga tahun. Alhasil, ia pun mengurung diri di kamarnya di Mexico City selama delapan belas bulan, keluar dengan menghasilkan 1.300 halaman manuskrip dan hutang 10 ribu dolar, yang segera terlunasi sejalan dengan kesuksesan mahakaryanya itu. Dari mana ia bisa menulis seperti itu? Menurut Eka Kurniawan keberhasilannya ialah karena Marquez mengisahkan dunianya sendiri, Amerika Latin yang dikemas dalam legenda sebuah desa bernama Macondo. Seperti Toni Morrison yang bersikukuh mengisahkan semesta orang-orang Negro dan Faulkner dengan dunia Selatannya. Inilah sesuatu yang sering luput dari kekaguman kita akan Marquez, yang barangkali lebih terpesona oleh "bahasa imajinatifnya" (yang konon datang dari bahasa Spanyol yang kaya dibandingkan bahasa sendiri yang masih miskin dan sederhana), plus pesona realisme magisnya. Alih-alih membiarkan diri sendiri diterangkan oleh orang lain yang belum tentu tanpa pamrih (sebagaimana dicurigai Edward Said), mengapa kita tidak mencoba bicara tentang diri sendiri, melalui kata-kata sendiri, tanpa perlu meminjam tangan orang lain, sebagaimana Marquez melakukannya untuk Amerika Latin, atau juga Milan Kundera berbuat untuk Ceko, dan belakangan penulis serupa Mo Yan melakukannya juga untuk Tiongkok? Pada akhirnya, jika pepatah lama mengatakan bahwa seorang penulis besar sesungguhnya seorang pencuri kurang ajar, barangkali itu pun tepat bagi Marquez. Orang-orang jeli bisa melihat jejak-jejak Faulkner, Kafka, Hemingway, Joyce, dan tentu saja Cervantes, nabi bagi para penulis berbahasa Spanyol. Plot yang tumpang tindih serupa Faulkner, dikemas dalam bahasa jernih para jurnalis sebagaimana Hemingway, itulah ciri Marquez. NB: Sejak tahun 1999, Gabito menderita kanker limpa dan menarik diri dari kehidupan publik selepas membeli sebuah perusahaan surat kabar di Kolombia, serta aktif dalam menjembatani negosiasi di antara pemerintah dan kaum gerilyawan yang mengarut-marut negeri tersebut dalam perang saudara berkepanjangan. Bersama isterinya, ia menyepi di Mexico City, tempat ia banyak tinggal dan memutuskan untuk menulis memoar dalam bentuk trilogi. Dirangkum dan disarikan oleh Ary dari: 1. Estorino, Maria R., "Gabriel Garcia Marquez and His Approach to History in One Hundred Years of Solitude", dalam http://www.loyno.edu/history/journal/1994-5/Estorino.htm 2. Kurniawan, Eka., "Living to Tell the Tale", dalam http://ekakurniawan.com/id/news.php?newsid=1 3. Laksana, A. Bagus., "Barang Siapa Minum Seorang Diri, Ia akan Mati dalam Sepi", Majalah BASIS edisi November-Desember 2004. 4. Artikel "The Solitude of Latin America" dalam http://nobelprize.org/nobel_prizes/literature/laureates/1982/marquez-lecture-e.html ______________________________________________________________________ Stop Press Dalam rangka meningkatkan pelayanan e-Penulis dan juga partisipasi anggota e-Penulis, maka Redaksi ingin mengumpulkan data, masukan dan saran-saran dari para anggota. Karena itu mohon kesediaanya mengisi dan mengembalikannya ke: < staf-penulis(a t)sabda.org > --------------------------- potong di sini --------------------------- KUESIONER UNTUK ANGGOTA e-PENULIS** ---------------------------------------------------------------------- Nama lengkap : Alamat e-mail : Tanggal lahir : Kota tempat tinggal : Pendidikan terakhir : Jurusan pendidikan : Status : belum menikah/menikah Pekerjaan : Keterampilan yang dimiliki: Gereja : Pelayanan : **Catt: Jawaban Anda ini nanti tidak akan kami publikasikan. 1. Isi/materi apa saja yang paling Anda sukai dari e-Penulis? a. b. 2. Saran, komentar dan masukan apa yang ingin Anda berikan bagi kemajuan Publikasi e-Penulis? 1. 2. 3. Apakah Anda seorang penulis media massa? Jika jawabannya ya, silakan pilih jawaban berikut (jawaban bisa lebih dari satu): [ ] Tulisan Anda pernah dimuat di koran, misalnya di .... [ ] Tulisan Anda pernah dimuat di majalah umum, misalnya di .... [ ] Tulisan Anda pernah dimuat di majalah/buletin Kristen/gereja, misalnya di .... [ ] Tulisan Anda pernah dimuat di situs, alamat url: .... [ ] Tulisan Anda pernah dimuat di buletin/publikasi elektronik, misalnya di milis/forum .... [ ] Tulisan Anda dibagikan di antara teman-teman sendiri. [ ] Tulisan Anda belum pernah diterbitkan di media umum. [ ] 4. Apakah Anda aktif menggunakan media internet? Jika jawabannya ya, silakan pilih jawaban Anda berikut ini (jawaban bisa lebih dari satu): [ ] Anda memiliki situs pribadi di alamat url: ........ [ ] Anda memiliki blog pribadi di alamat url: ........ [ ] Anda memiliki situs-situs favorit yang sering Anda kunjungi untuk mencari bahan, misalnya: ........ [ ] Anda tergabung dalam milis diskusi di: ......... [ ] 5. Apakah Anda tergabung dalam klub/kelompok untuk para penulis? Jika jawabannya ya, nama kelompok tersebut adalah .... 6. Buku-buku apa yang sering Anda pakai untuk memberi inspirasi dalam menulis? Berikut daftar buku yang Anda baca: [ ] Judul: .... Penulis .... [ ] [ ] [ ] [ ] 7. Apakah Anda bersedia berpartisipasi dalam Publikasi e-Penulis? Jika, ya, silakan cek jawaban pilihan Anda: [ ] Ingin mengirimkan kesaksian tentang suka duka menjadi seorang penulis Kristen. [ ] Ingin mengirimkan artikel seputar teknik menulis. [ ] Ingin mengirimkan hasil karya tulisan Anda. [ ] -------------- kirim ke: < staf-penulis(a t)sabda.org > --------------- ______________________________________________________________________ Staf Redaksi : Ary, Puji, dan Raka Berlangganan : Kirim email ke subscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Berhenti : Kirim email ke unsubscribe-i-kan-penulis(at)xc.org Kirim bahan : Kirim email ke staf-penulis(at)sabda.org Arsip e-Penulis: http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/ Situs CWC : http://www.ylsa.org/cwc/ Situs Pelitaku : http://pelitaku.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN. Copyright(c) e-Penulis 2006 YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |