Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/180 |
|
e-Penulis edisi 180 (4-8-2016)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ 180/Agustus/2016 Panggilan Seorang Penulis Kristen (II) e-Penulis -- Panggilan Seorang Penulis Kristen (II) Edisi 180/Agustus/2016 DAFTAR ISI DARI REDAKSI: BENARKAH SAYA TERPANGGIL? TIP: PANGGILAN KUDUS MENULIS: APAKAH ANDA DIPANGGIL UNTUK MENULIS? TOKOH PENULIS: WALKER PERCY RESENSI BUKU: HIDUP BERSAMA DALAM KRISTUS DARI REDAKSI: BENARKAH SAYA TERPANGGIL? Pengalaman setiap penulis Kristen dalam menyakini apakah dirinya benar-benar terpanggil untuk menulis tentu berbeda-beda. Tidak dimungkiri bahwa sebagian orang pernah merasa ragu-ragu akan panggilan ini. Benarkah Tuhan memanggil saya dalam bidang ini? Atau, saya hanya terlalu percaya diri? Artikel e-Penulis kali ini memberikan tiga tanda yang menandai kehidupan dari seseorang yang memiliki panggilan menulis. Kiranya bisa menolong Sahabat Penulis yang sedang menggumulkan hal ini. Jangan lewatkan pula membaca resensi sebuah buku karya Ruth Haley Barton dan kisah seorang Novelis dari Birmingham, Walker Percy, yang kami harapkan bisa menginspirasi Sahabat untuk makin giat berkarya bagi Tuhan. Selamat membaca. Pemimpin Redaksi e-Penulis, Santi T. < santi(at)in-christ.net > < http://pelitaku.sabda.org > TIP: PANGGILAN KUDUS MENULIS: APAKAH ANDA DIPANGGIL UNTUK MENULIS? Bagaimana Anda tahu jika Anda benar-benar telah dipanggil oleh Allah untuk menulis? Izinkan saya menyodorkan tiga tanda yang menandai kehidupan dari seseorang yang memiliki panggilan ini: 1. Orang yang memiliki pengetahuan telah menegaskan karunia dan kemampuan kita. Kita biasanya menyadari karunia rohani kita karena orang percaya lainnya telah menegaskan karunia yang ada di dalam diri kita. Saya tidak mengatakan bahwa menulis adalah mutlak merupakan karunia rohani, tetapi jika kita memiliki karunia rohani mengajar atau penginjilan atau membantu orang lain melalui tulisan kita, orang-orang percaya lainnya akan sering mengatakan bahwa mereka melihat karunia tersebut di dalam kita. Kita juga akan menerima penegasan akan kemampuan menulis kita dari instruktur penulis, sesama penulis, pembaca, editor yang menghargai pekerjaan kita, dan sebagainya. 2. Kita memiliki kebutuhan yang tak terpadamkan untuk menulis. Kita tidak bisa menahan diri dari menulis. Kita harus menulis. Ketika kita tidak sedang menulis, kita berpikir tentang menulis dan berharap kita sedang menulis. Ini tidak berarti kita selalu merasa terinspirasi dan siap untuk menulis. Namun, orang yang merasa terpanggil untuk menulis ingin menulis bahkan selama serangan blok penulis. Bahkan, saat-saat ketika kita tidak dapat menulis, menjadi waktu yang penuh penderitaan dan kesusahan spiritual bagi mereka yang benar-benar terpanggil untuk menulis. 3. Kita memandang kegiatan menulis sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Kita tidak menulis dari keinginan untuk kekayaan atau ketenaran atau untuk memuaskan ego kita sendiri. Kita menulis untuk melayani-Nya. Dan, jika kita tidak menulis, kita akan merasa kita tidak menaati-Nya. Novelis Kristen dan agen sastra Terry Burns mengatakannya seperti ini: "Allahlah yang memulai jika kita benar-benar dipanggil untuk menulis. Jika Dia melakukannya, menulis menjadi sebuah penugasan -- sebuah kewajiban -- dan kita harus menyadari bahwa Tuhan selalu menyelesaikan apa yang telah dimulai-Nya." Penulis yang dipanggil untuk menulis akan merasa puas dengan hanya melakukan atau mengerjakan yang terbaik, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Karier penulis ada di tangan Tuhan. Angka penjualan berada di tangan Tuhan. Peringkat di Amazon.com berada di tangan Tuhan. Penghargaan ada di tangan Tuhan. Di atas semua itu, penulis yang dipanggil untuk menulis tidak membandingkan dirinya dengan satu pun penulis lain. Ingat dalam bagaimana, pada ayat penutup Injil Yohanes, Petrus menunjuk Yohanes dan berkata, "Ketika melihat dia, Petrus bertanya kepada Yesus, `Tuhan, bagaimana dengan dia?` Yesus menjawab, "... itu bukan urusanmu. Tetapi kamu, ikutlah Aku!" (lihat Yohanes 21:21-22, AYT). Jika Anda memandang menulis sebagai panggilan kudus, hidup Anda akan ditandai dengan dua kualitas: antusiasme dan inspirasi. Kata benda Inggris untuk antusiasme berasal dari Entheos, yaitu kata sifat Yunani yang berarti "Di dalam Tuhan" (dari en, "dalam", dan theos, "Tuhan"). Ketika Anda dipanggil oleh Allah untuk menulis, Anda memiliki perasaan bahwa Allah hidup dan bekerja melalui Anda, dan setiap tindakan kreatif yang Anda lakukan adalah peniruan penuh kasih dari sifat dan kegiatan Allah Sang Pencipta. Kata "inspirasi" juga mengandung implikasi spiritual yang kuat. Kata ini berasal dari kata Latin "inspirare", yang berarti "untuk bernapas dalam, atau mengisi dengan napas atau roh" (dari dalam, "menjadi", dan spirare, "bernapas"). Kita mendapatkan kata Inggris dari "roh" (spirit - Red.) (atau Roh, sebagai nama yang tepat untuk Roh Kudus Allah) dari kata Latin "spirare", karena orang-orang dahulu percaya bahwa napas adalah roh seseorang; ketika napas pergi pada saat kematian, roh pun pergi. Terinspirasi berarti hidup sepenuhnya. Sebagai seorang novelis Kristen, Carol Gift Page suatu kali pernah berkata (memparafrasekan atlet dan misionaris Eric Liddel), "Ketika saya menulis, saya merasakan kesenangan Allah." Ini tidak berarti Anda harus berharap untuk terus merasa terinspirasi dan antusias. Perasaan berjalan naik dan turun, tetapi panggilan dari Allah tetap selamanya. Ketika perasaan berkurang, percayalah pada panggilan Anda. Percayalah pada Satu Pribadi yang selalu menyelesaikan apa yang telah dimulai-Nya. Agen sastra Kristen, Rachelle Gardner, dari Book and Such Literary Agency bercerita tentang pertemuan dengan seorang teman penulis saat makan siang. Teman Gardner sedang melalui perjuangan yang sulit dalam karier menulisnya. Dia berkata, "Saya mulai mempertanyakan apakah ini benar-benar panggilan saya. Dalam beberapa saat ini, menulis tidak terlalu menyenangkan." "Hmm," kata Gardner. "Apakah pernikahan Anda menyenangkan setiap hari?" Penulis itu harus mengakui ada saat-saat pernikahannya tidak menyenangkan. "Ketika itu tidak menyenangkan, apakah Anda mempertanyakan pernikahan? Apakah Anda mempertimbangkan perceraian?" Penulis itu memutar bola matanya. "Tentu saja tidak." "Setiap kali Anda mengalami suatu pertengkaran, seluruh pernikahan tidak menjadi berantakan. Dan, setiap kali Anda memiliki hari menulis yang buruk, Anda tidak harus mempertanyakan panggilan Anda." Namun, si penulis itu membalas, "Tidakkah Tuhan memberi kita semangat untuk panggilan kita?" Gardner berkata, "Apakah Anda merasa bergairah kepada suami Anda setiap hari?" Penulis itu pun mengerti maksudnya. "Anda dipanggil untuk menjadi penulis," Rachelle Gardner menyimpulkan, "adalah hal yang lebih besar dari perasaan yang berubah sesuai dengan pergerakan angin. Setelah Anda memutuskan bahwa itu adalah hal yang seharusnya Anda lakukan, Anda harus menghindar dari menggunakan setiap hambatan sebagai alasan untuk mempertanyakan hal itu. Sebaliknya, lihatlah apakah panggilan Anda mendapat penguatan/penegasan."[1] Jika Allah memanggil Anda untuk menulis, menulislah. Patuhi panggilan Anda! Bersukacitalah dalam kekekalan dari pekerjaan penting yang telah Allah berikan untuk Anda lakukan. Anda diberkati dengan sebuah tujuan. Anda memiliki panggilan kudus. Anda seorang penulis. (t/N. Risanti) 1. Rachelle Gardner, "Called to Write", RachelleGardner.com, November 28, 2011, http://www.rachellegardner.com/2011/11/called-to-write/. Beberapa dialog telah diringkas atau diparafrasekan dari blog aslinya. Diterjemahkan dari: Nama situs: Inspire Christian Writers Alamat URL: http://www.inspirewriters.com/the-holy-call-of-writing-are-you-called-to-write/ Judul asli artikel: The Holy Call of Writing: Are You Called to Write? Penulis artikel: Jim Denney Tanggal akses: 14 Juli 2016 TOKOH PENULIS: WALKER PERCY Walker Percy dilahirkan di Birmingham, Alabama, pada tanggal 28 Mei 1916, dan meninggal dunia di Covington, Louisiana, pada tanggal 10 Mei 1990. Percy dikenal karena novel-novelnya yang berbau filosofis. Ia mengabdikan kehidupannya untuk eksplorasi sastra "dislokasi manusia di era modern". Karya-karyanya menampilkan kombinasi pertanyaan eksistensial, kepekaan, dan iman Katolik yang mendalam. Percy adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari LeRoy Pratt Percy dan Martha Susan Phinizy. Ayahnya berasal dari keluarga Mississippi Protestan, termasuk pamannya LeRoy Percy, seorang Senator AS, dan LeRoy Paus Percy, seorang Sipil pahlawan perang. Pada bulan Februari tahun 1917, kakeknya bunuh diri. Ini tampaknya sangat menguras emosional dan kematian tersebut terus-menerus menghantui Percy sepanjang hidupnya. Lalu, pada tahun 1929, ketika Percy berusia 13 tahun, ayahnya juga bunuh diri dan dua tahun kemudian ibunya meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Walker dan kedua saudaranya yang lebih muda, LeRoy (Roy) dan Phinizy (Phin), lalu diasuh dan diambil oleh sepupu mereka, yaitu William Alexander Percy, seorang pengacara, sarjana, dan penyair di Greenville, Mississippi. William Alexander Percy sang sepupu, yang juga seorang penyair di Greenvillle, memperkenalkannya kepada banyak penulis dan penyair kepadanya, dan seorang pemuda bernama Shelby Foote yang menjadi sahabat seumur hidupnya. Sebagai anak muda, Percy dan Foote memutuskan untuk memberikan penghormatan kepada sastrawan dan penyair besar saat itu, yaitu William Faulkner dengan mengunjunginya di Oxford, Mississippi. Akan tetapi, ketika mereka tiba di rumahnya, Percy begitu kagum kepada Faulkner sehingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak bisa berbicara dengan Faulkner. Ia kemudian menceritakan bagaimana ia hanya bisa duduk di dalam mobil, dan melihat sahabatnya Foote dan Faulkner bercakap-cakap dengan semangat di teras rumah sang penyair. Percy belajar di University of North Carolina (B.A., 1937) dan Columbia University (gelar M.D., 1941). Saat ia bekerja sebagai ahli patologi di Rumah Sakit Bellevue, New York City, ia terjangkit tuberkulosis dan membuat Percy harus beristirahat. Saat-saat pemulihan fisiknya, ia membaca banyak buku secara luas dan mendalam, ia tertarik dengan karya-karya eksistensialis Eropa, dan selama periode ini juga, Percy membaca karya-karya penulis eksistensialis Denmark, Soren Kierkegaard, dan novelis Rusia, Fyodor Dostoyevsky. Ia mulai mempertanyakan kemampuan ilmu pengetahuan untuk menjelaskan misteri dasar eksistensi manusia, dan Percy akhirnya memutuskan berkarier di dunia penulisan. Pada tahun 1961, Percy merilis novel pertamanya yang berjudul "The Moviegoer" yang membuat namanya semakin terkenal di Amerika. Pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat oleh Vintage. Pada tahun 1989, University of Notre Dame memberikan Percy, Laetare Medal, diberikan setiap tahun untuk seorang Katolik jenius yang telah dimuliakan seni dan ilmu, menggambarkan cita-cita gereja, dan memperkaya warisan kemanusiaan. Dan, pada tahun 1990, Walker Percy, meninggal dunia karena kanker prostat, delapan belas hari sebelum ulang tahunnya yang ke-74. Novel "The Moviegoer" ini sangat dipengaruhi oleh tema eksistensialis dari penulis seperti Soren Kierkegaard, yang Percy membacanya secara serius. Tidak seperti banyak novel eksistensialis didaktik gelap, "The Movieogoer" memiliki nada puitis dan membuat Percy terkenal, paling banyak dipuji, dan menobatkan dirinya sebagai salah satu suara utama dalam Sastra Selatan. Novel ini juga mengacu pada unsur-unsur Dante secara paralel dengan tema kehidupan Binx Bolling untuk narator dari komedi yang bersifat ketuhanan. Diambil dari: Nama situs: My Fairy Tale, My Tale Alamat URL: http://www.evisrirezeki.com/2016/01/seri-novel-dunia-moviegoer-karya-walker.html Judul asli artikel: Seri Novel Dunia: The Moviegoer Karya Walker Percy Penulis artikel: Evi Sri Rejeki Tanggal akses: 24 Mei 2016 RESENSI: HIDUP BERSAMA DALAM KRISTUS Judul buku: Hidup Bersama dalam Kristus Judul asli: Life Together in Christ Penulis/Penyusun: Ruth Haley Barton Penerjemah: Johny The Editor: Sunandar Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 2015 Ukuran buku: 21 x 15,8 cm Tebal: 226 halaman ISBN: 602-9254-46-4, 978-602-9254-46-4 Buku Online: -- Download: -- Sebagai orang Kristen kita kerap berkumpul dengan saudara-saudara seiman, baik di gereja maupun di kelompok kecil, dengan harapan bisa mengalami perubahan hidup yang nyata dalam komunitas yang saling membangun. Namun, alih-alih mendapatkan kondisi yang tepat untuk menerima transformasi rohani dari kuasa Roh Kudus, terkadang kerohanian kita justru malah mandek dan tidak bertumbuh sama sekali karena berbagai perselisihan pendapat, komentar pedas, dsb.. Lalu, bagaimana kita bisa mengatasinya? Bagaimana kita bisa menciptakan kondisi yang tepat supaya transformasi rohani itu bisa terjadi di dalam komunitas kita? Bagaimana kita bisa mewujudkan komunitas yang mengubahkan itu? Buku "Hidup Bersama dalam Kristus" karya Ruth Haley Barton ini kiranya bisa membantu Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. "Hidup Bersama dalam Kristus" merupakan sebuah panduan interaktif bagi kelompok kecil agar secara pribadi dan praktis siap menghadapi transformasi bersama. Buku ini secara khusus dirancang untuk melengkapi tataran pribadi dan tataran kelompok sekaligus. Terdapat penekanan tertentu di sepanjang bab yang isinya mendorong refleksi secara pribadi. Kemudian, di akhir bab ada satu bagian yang berjudul "Menempuh Jalan yang Sama" yang dirancang untuk proses dan interaksi kelompok. Ini akan mencakup kombinasi pertanyaan diskusi, latihan rohani, praktik, dan doa yang dilakukan bersama-sama saat anggota kelompok berkumpul. Dengan menggunakan Kisah Perjanjian Baru tentang dua murid yang sedang menempuh perjalanan dari Yerusalem ke Emaus (Lukas 24) sebagai model, penulis mengajak pembaca untuk melihat banyak praktik komunitas yang menolong kita terbuka pada Kristus -- memilih jalan bersama; menyambut orang asing; mempraktikkan keramahtamahan; memecah roti bersama; dst.. Selain itu, penulis juga menyisipkan dan membagikan pengalamannya dalam memimpin dan menjadi bagian dari komunitas yang mengubahkan. Harapannya, pembaca tidak hanya bisa belajar dari teori yang diulas di dalam buku, tetapi juga dari pengalaman penulis yang ia tuangkan di dalamnya. Buku setebal 226 halaman ini akan menjadi teman baik Anda dalam perjalanan untuk mengalami pertumbuhan rohani bersama di dalam komunitas. Buku ini sangat cocok dijadikan pedoman untuk melakukan kegiatan penggalian Alkitab dan kegiatan rohani lainnya dalam kelompok kecil. Apabila Anda adalah seorang pembina kelompok yang sedang mencari buku tentang pengajaran yang bermanfaat untuk membina kelompok Anda, kami sangat merekomendasikan Anda untuk membaca buku yang kaya akan hikmat ini. Apabila Anda adalah anggota suatu kelompok kecil yang sedang mencari bahan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok Anda, buku yang sangat enak dibaca ini bisa menjadi referensi yang baik untuk Anda. Akhir kata, kiranya kerinduan penulis untuk mengajar dan menyampaikan visi komunitas yang mengubahkan ini bisa tersalurkan dan menjadi berkat bagi para pembaca di mana pun mereka berada. Peresensi: Odysius Kontak: penulis(at)sabda.org Redaksi: Santi T., Margaretha I., N. Risanti, dan Odysius Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org Arsip:http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA <http://ylsa.org>
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |