|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-penulis/123 |
|
e-Penulis edisi 123 (6-12-2012)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
Edisi 123/Desember/2012
Tema: Liburan Bagi Penulis? (I)
DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MASA LIBURAN, MASA BERKARYA
ARTIKEL: AGENDA LIBURAN AKHIR TAHUN PENULIS
POJOK BAHASA: BEBERAPA CIRI BAHASA INDONESIA BAKU
DARI REDAKSI: MASA LIBURAN, MASA BERKARYA
Shalom!
Natal dan Tahun Baru tinggal beberapa minggu lagi, apa rencana Sahabat
e-Penulis untuk mengisinya? Membuat rencana untuk mengisi liburan
mungkin terdengar agak aneh, sepele, dan mungkin tidak perlu. Tetapi
sebenarnya, membuat rencana untuk mengisi liburan adalah hal yang
sangat berguna karena kita bisa memperkirakan apa saja yang dapat kita
lakukan di waktu yang cukup singkat itu. Membuat rencana juga dapat
menolong kita untuk tetap produktif menulis dan dengan demikian akan
meningkatkan keterampilan kita.
Dalam edisi kali ini, e-Penulis memuat sebuah artikel tentang
bagaimana seorang Sahabat e-Penulis dapat mengisi liburan dengan lebih
bermanfaat. Di Pojok Bahasa, kami menyajikan artikel tentang Bahasa
Indonesia baku yang dapat menjadi pedoman bagi Sahabat ketika menulis.
Akhir kata, selamat menikmati sajian kami di edisi kali ini!
Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yosua Setyo Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
http://pelitaku.sabda.org
http://fb.sabda.org/penulis
ARTIKEL: AGENDA LIBURAN AKHIR TAHUN PENULIS
Oleh: Yosua Setyo Yudo
Liburan Natal dan Tahun Baru sudah menanti di ambang pintu. Sudah
terbayang saat-saat berkumpul dengan keluarga besar, sanak saudara,
dan teman-teman yang lama tak bersua. Terbayang pula kehangatan di
sekitar meja makan dengan orang-orang terkasih, pergi ke gereja
bersama keluarga besar, menyanyikan kidung-kidung Natal yang indah,
dan menikmati renyahnya seruan "Selamat Natal dan Tahun Baru!" yang
meluncur dari bibir rekan-rekan yang ditemui. Lebih dari itu, kelap-
kelip lampu hias di pohon Natal, langit yang selalu mendung, embusan
angin dingin, dan aroma tanah yang basah oleh hujan juga menambah
syahdunya Hari Raya dan perayaan tahun baru ini. Bagi sebagian besar
orang, ini adalah saat beristirahat, saat untuk menikmati waktu dengan
bersantai dan bercengkerama dengan keluarga maupun para sahabat.
Memang benar, liburan memang sangat dibutuhkan oleh setiap orang,
bahkan oleh seorang penulis sekalipun. Tetapi, seorang penulis
memiliki agenda liburan yang sedikit berbeda....
Eugène Ionesco, seorang penggubah drama berkebangsaan Rumania dan
Perancis, pernah berkata, "Seorang penulis tidak pernah berlibur,
sebab kehidupan seorang penulis hanya diisi dengan menulis dan
berpikir tentang menulis." Coba Anda renungkan kalimat beliau! Bagi
saya, itu berarti bahwa seorang penulis tidak hanya melihat liburan
dengan cara yang berbeda, tetapi juga menikmatinya dengan cara yang
berbeda! Beberapa orang akan menikmati liburan mereka hanya dengan
sambil lalu, beberapa dari mereka mungkin akan mengambil kamera dan
akan merekam beberapa peristiwa menarik, lalu mengunggahnya ke
jejaring sosial agar teman-temannya mengetahui apa yang dilakukannya
sepanjang liburan itu. Tetapi, kebanyakan hanya sampai di situ. Namun
Anda, seorang penulis (atau seperti saya, seseorang yang masih belajar
untuk menjadi seorang penulis), tidak hanya akan menikmati liburan
akhir tahun Anda dengan melakukan semua hal itu. Kita memilih untuk
menjadi lebih peka.
Selain benar-benar menikmati liburan akhir tahun bersama keluarga dan
para sahabat, Anda mungkin juga akan mengambil beberapa foto dan
mengunggahnya ke jejaring sosial. Tetapi lebih daripada itu, Anda
pasti akan tergugah untuk mengolah emosi, informasi, dan imajinasi
yang muncul dari pengalaman-pengalaman itu dan menuangkannya ke dalam
tulisan yang bisa mewakili emosi dan imajinasi Anda. Dengan demikian,
Anda merekam liburan Anda dengan lebih baik, dan tentu saja membuatnya
lebih bermakna. Jika demikian, jelaslah apa yang dimaksud oleh Ionesco
dalam kalimatnya tersebut; seorang penulis tetap menulis di masa
liburannya karena ia tidak menganggap menulis sebagai suatu pekerjaan,
tetapi karena ia memilih untuk menjadikan menulis sebagai bagian
hidupnya yang tak terpisahkan.
Menurut kutipan dari Ionesco, kehidupan seorang penulis akan selalu
diisi dengan menulis dan berpikir tentang menulis. Dengan kata lain,
seorang penulis selalu siap untuk menulis. Dan, agar selalu siap
menulis, seorang penulis harus memiliki bahan atau ide yang dapat
dikembangkan dalam tulisannya. Itu berarti seorang penulis adalah
seseorang yang memilih untuk peka terhadap ide-ide yang ada di
sekitarnya.
Omong-omong tentang kepekaan terhadap ide, syarat utama untuk dapat
menangkap ide-ide yang segar adalah kesadaran bahwa ide-ide itu bisa
muncul dalam situasi apa pun dan dari mana pun. Karena itu, bukalah
mata dan telinga Anda lebar-lebar karena ide dapat muncul ketika Anda
sedang berbelanja untuk keperluan Natal, membaca buku, bercakap-cakap
dengan seorang sahabat, membuat kue kering bersama anak Anda, menyimak
khotbah Natal, menikmati operet Natal anak-anak, dan bahkan ketika
Anda sedang menyantap sup nikmat buatan ibu atau istri Anda, sambil
menanti pergantian tahun.
Untuk mengantisipasi ide-ide yang dapat datang sewaktu-waktu itu, Anda
dapat menyiapkan alat-alat yang bisa membantu Anda memerangkap ide-ide
tersebut. Bolpoin, pensil, buku catatan kecil, telepon genggam, dan
alat perekam adalah alat-alat bantu yang umumnya dipakai para penulis
untuk menangkap ide yang muncul. Hal ini mungkin kelihatan sepele,
tetapi sangat penting karena jarang ada manusia yang dapat menyimpan
ide dalam jumlah yang banyak untuk jangka waktu yang lama (apalagi
ketika ia harus terlibat dengan banyak kegiatan perayaan Natal di
gerejanya). Lagi pula, dengan mencatat ide-ide itu di buku atau
merekamnya di telepon genggam (atau alat perekam yang lain), Anda bisa
mengaksesnya kembali saat Anda berada di waktu dan tempat yang nyaman
untuk mengembangkan ide itu ke dalam tulisan.
Liburan akhir tahun umumnya juga menjadi momen untuk merenungkan hidup
yang telah Anda jalani selama 1 tahun terakhir. Dari perenungan itu,
ide-ide untuk menulis juga pasti akan muncul ke permukaan. Tetapi,
jangan hanya merenung! Pada momen seperti ini, Anda juga harus
mengevaluasi diri Anda sebagai seorang penulis. Apa yang telah Anda
hasilkan selama satu tahun belakangan? Seperti apa kualitas tulisan
Anda? Usaha-usaha apa yang sudah Anda lakukan untuk mengangkat
kualitas itu? Jujurlah pada diri Anda, jangan terlalu lunak ataupun
terlalu keras saat menilai diri Anda sendiri. Jika perlu, mintalah
orang lain untuk menilai diri Anda dan karya-karya yang sudah Anda
hasilkan secara objektif, agar Anda dapat mengukur sejauh apa
pencapaian Anda sebagai seorang penulis.
Setelah mengevaluasi diri dan karya-karya yang telah Anda hasilkan,
Anda bisa melihat letak kelemahan-kelemahan Anda sendiri, sekaligus
melihat perkembangan Anda dan kekuatan serta gaya tulisan Anda. Hal
ini sangat baik, terutama agar Anda bisa merencanakan apa saja yang
harus Anda lakukan untuk memperbaiki kelemahan Anda dan meningkatkan
kelebihan yang Anda miliki. Dari evaluasi ini pula, Anda bisa
mengenali jenis tulisan seperti apakah yang akan menjadi keunikan
Anda, atau merencanakan untuk lebih banyak bereksperimen dengan jenis
tulisan yang belum pernah Anda hasilkan sebelumnya. Intinya, saat ini
adalah waktu yang paling tepat untuk membuat resolusi tahun baru Anda
dalam hal kepenulisan (yang tentunya akan sangat baik jika Anda catat
dan atur sedemikian rupa, agar Anda dapat memodifikasi target-target
tidak realistis yang mungkin Anda temukan di kemudian hari).
Selamat berlibur, penulis! Selamat menikmati waktu yang penuh dengan
kehangatan dan ide-ide yang gemerlapan!
Bahan bacaan:
1. Smith, Heather. 2012. "A Writer’s Vacation". Dalam
http://blog.bookmasters.com/2012/07/30/a-writers-vacation/
2. Ross, J. Thomas. 2012. "To Write, Or Not To Write...On Vacation".
Dalam http://authorchronicles.wordpress.com/2012/07/24/to-write-or-not
-to-write-on-vacation/
3. Bunting, Joe. 2012. "Three Reasons to Write During the Holidays".
Dalam http://thewritepractice.com/three-reasons-to-write-during-the-
holidays/
POJOK BAHASA: BEBERAPA CIRI BAHASA INDONESIA BAKU
Karena wilayah pemakaiannya yang amat luas dan penuturnya yang
beragam, bahasa Indonesia pun memunyai banyak ragam. Berbagai ragam
bahasa itu tetap disebut sebagai bahasa Indonesia karena semuanya
memiliki beberapa kesamaan ciri. Ciri dan kaidah tata bunyi,
pembentukan kata, dan tata makna pada umumnya sama. Itulah sebabnya,
kita dapat saling memahami orang lain yang berbahasa Indonesia dengan
ragam berbeda, walaupun kita melihat ada perbedaan perwujudan bahasa
Indonesianya.
Di samping ragam yang berdasar wilayah penuturnya, ada beberapa ragam
lain dengan dasar yang berbeda, dengan demikian kita mengenal bermacam
ragam bahasa Indonesia (ragam formal, tulis, lisan, bidang, dan
sebagainya); selain itu ada pula ragam bidang yang lazim disebut
sebagai laras bahasa. Yang menjadi pusat perhatian kita dalam menulis
di media masa adalah "bahasa Indonesia ragam baku", atau disingkat
"bahasa Indonesia baku". Namun demikian, tidaklah sederhana memerikan
apa yang disebut "ragam baku".
Bahasa Indonesia ragam baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya.
Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia
menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya.
Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling
lengkap diperikan. Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri
atau arah, yaitu:
1. Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang
tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat berubah
setiap saat.
2. Bersifat kecendekiaan. Sifat ini diwujudkan dalam paragraf,
kalimat, dan satuan-satuan bahasa lain yang mengungkapkan penalaran
dan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
3. Keseragaman. Di sini, istilah "baku" dimaknai sebagai memiliki
kaidah yang seragam. Proses penyeragaman bertujuan menyeragamkan
kaidah, bukan menyeragamkan ragam bahasa, laras bahasa, atau
variasi bahasa.
Pemerintah, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang
Depdiknas), menghimpun ciri-ciri kaidah bahasa Indonesia baku dalam
buku berjudul "Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia", di samping "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dalam kedua naskah
tersebut terdapat banyak kaidah yang merupakan pewujudan ciri bahasa
Indonesia baku.
Mengapa Harus Baku?
Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa "baku" karena mereka
kurang memahami makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku
selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan sehari-hari, atau bahasa
yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup
menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka
beranggapan bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang
kurang komunikatif dan sulit dipahami. Pemahaman semacam ini harus
diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa ialah
bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan, supaya bahasa Indonesia
berkembang dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, ataupun
bahasa pergaulan yang modern. Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan
ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan menuntun
pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk
akal. Bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi
bahasa dunia dan bahasa komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena
tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa tersebut.
Di samping itu, bahasa baku dapat menuntun baik pembaca maupun
penulisnya ke arah penggunaan bahasa yang efisien dan efektif. Bahasa
yang efisien ialah bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau
yang dianggap baku, dengan mempertimbangkan kehematan kata dan
ungkapan. Bahasa yang efektif ialah bahasa yang mencapai sasaran yang
dimaksudkan (Moeliono, 2002).
Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan
kalimat, antara lain:
1. Pelesapan imbuhan, misalnya "Kita harus hati-hati dalam menentukan
sampel penelitian ini" (seharusnya "berhati-hati").
2. Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan
struktur kalimat, misalnya "Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan
susunan pengurus baru" (kata "dalam" dapat dibuang).
3. Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata
bahasa daerah yang belum dibakukan. Contoh, "Percobaan yang
dilakukan cuma menemukan sedikit temuan" ( kata "cuma" seharusnya
diganti dengan "hanya").
4. Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda,
misalnya "Meskipun beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi
kegiatan sekolah berjalan terus." (Konjungsi "tetapi" sebaiknya
dihilangkan karena sudah ada konjungsi "meskipun").
5. Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya "Setelah dibahas
secara mendalam, peserta rapat menerima usul tersebut" (subjek anak
kalimat "usul tersebut" tidak boleh dilesapkan).
Buku Sabarianto (2001) dalam daftar pustaka di bawah ini memuat
beberapa contoh tentang penggunaan bahasa Indonesia baku.
Pustaka Pilihan:
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.
2. Moeliono, Anton M. 2002. "Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam
Bidang Iptek", makalah lepas.
3. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
4. Sabarianto, Dirgo. 2001. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: Mitra Gama Widya.
5. Sakri, Adjat. 2002. Diktat Perlatihan. Jakarta: Dikti Diknas,
Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: blog.bahtera.org
Alamat URL: http://blog.bahtera.org/2010/01/beberapa-ciri-bahasa-
indonesia-baku/
Penyusun: Setyadi Setyapranata
Tanggal akses: 16 Oktober 2012
Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Yosua Setyo Yudo dan Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |