Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/115 |
|
e-Penulis edisi 115 (9-8-2012)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 115/Agustus/2012 Tema: Menulis Literatur Kristen untuk Dewasa (I) DAFTAR ISI DARI REDAKSI: HATI PENULIS KRISTEN ARTIKEL: HATI SEORANG PENULIS KRISTEN POJOK BAHASA: AC, VCD, DVD, TV, UII, UGM, HP STOP PRESS: LOWONGAN SABDA 2012 -- IT FOR GOD DARI REDAKSI: HATI PENULIS KRISTEN Shalom, Dewasa ini, seni menulis merupakan sesuatu yang sangat disukai oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya tulisan-tulisan mulai dari novel, cerpen, artikel, dan masih banyak lagi. Kita juga mengenal nama-nama penulis, seperti Mary Higgis, J.K. Rowling, Stephen King, yang karya-karyanya banyak disukai oleh khalayak luas. Dalam artikel kali ini, kami menyajikan bagaimana para penulis Kristen menyajikan tulisan-tulisan yang menarik dan bermanfaat, serta dapat mempertahankan prinsip-prinsip kekristenan dalam hasil karya mereka. Kita juga akan belajar bagaimana menggunakan dan melafalkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kiranya tulisan ini bermanfaat bagi Anda. Selamat membaca. Tuhan memberkati. Redaksi Tamu e-Penulis, Doni Kukuh Mandiri < http://pelitaku.sabda.org > "You can make anything by writing." "Anda dapat menciptakan apa pun dengan menulis." -- C.S. Lewis ARTIKEL: HATI SEORANG PENULIS KRISTEN "Mengapa semua cerita Anda mencerminkan keyakinan Anda?" Ini merupakan pertanyaan umum bagi seorang penulis inspirasional. Apakah Anda pernah merasa penasaran mengapa Mary Higgis Clark terus saja menulis ketegangan yang mengagumkan semacam itu? Tanyakan pada Stephen King, mengapa ia memimpikan begitu banyak dongeng horor. Bertanyalah pada Danielle Steele, mengapa ia terus menulis buku drama romantis. Mengapa J.K. Rowling merasa seperti di rumah sendiri dalam dunia penyihir, sulap, dan makhluk-makhluk aneh dan misterius lainnya? Tanyakan pada penulis mana pun dalam genre apa pun, mengapa mereka menulis semua tulisan tersebut. Kemungkinan Anda akan mendapatkan jawaban yang kurang lebih sama. Mereka menuliskan apa yang mereka pikirkan, apa yang familier dengan mereka, dan apa yang sangat mereka sukai. Mereka Menulis dari Hati Di dunia di mana kebanyakan bentuk hiburan, termasuk industri cetak, telah menjadi semakin condong pada percabulan ini. Beberapa penulis masih memilih untuk menulis novel bagi pasar Kristen yang kurang populer. Para penulis seperti Janette Oke, Lori Wick, Robin Jones Gunn, dan yang lain menulis tentang pengharapan dan semangat. Mereka menciptakan tokoh-tokoh yang percaya pada Allah dalam setiap rintangan, atau tokoh yang belajar untuk melakukan hal itu di akhir cerita. Dongeng-dongeng romantis yang manis karya mereka tetap menempatkan seks di balik pintu tertutup dan dalam batas-batas pernikahan suci. Mengapa? Hal ini merupakan esensi dari siapakah para penulis itu. Sebuah ayat dalam Matius berkata, "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati." Mengambil pernyataan ini sedikit lebih jauh, apa yang ada dalam hati kita tidak hanya tercermin dalam kata-kata yang kita ucapkan, tetapi juga dalam apa yang kita pikirkan, dan jika kita adalah seorang penulis, itu akan tercermin dalam apa yang kita tulis. Saya menyukai roman yang manis: oleh sebab itu, genre yang saya pilih adalah fiksi inspirasional. Anggaplah saya kuno, namun saya benar-benar percaya bahwa roman akan lebih romantis, apabila beberapa hal dibiarkan sebagai imajinasi dan ketika praktik dari perasaan sebuah pasangan itu terjadi di belakang pintu yang tertutup. Seks seharusnya menjadi sesuatu yang berada di luar istilah "khusus" dan hanya bagi pasangan itu saja. Seks tidak dimaksudkan untuk ditampilkan secara umum. Banyak penulis fiksi Kristen gagal menyadari pelayanan mereka sendiri. Namun di antara halaman-halaman buku mereka, para pembaca menemukan semangat dan pengharapan. Mereka menemukan sebuah alasan untuk tetap percaya bahwa doa mengubah segala sesuatu: sebuah cahaya redup di dunia yang dari hari ke hari semakin gelap. Tanpa pengajaran dan pimpinan yang jelas tentang ajaran denominasional, benih itu ditanam. Dengan sedikit pemeliharaan di pihak pembaca, benih-benih itu dapat berkembang dan menjadi keyakinan pada Allah yang diperbarui, yang menghasilkan tindakan dan reaksi yang disertai dengan doa, serta sebuah penyegaran; sikap positif terhadap kehidupan. Ayat lain menyatakan bahwa firman Allah tidak akan kembali kepada-Nya dengan "sia-sia", yang berarti kosong atau tidak terpenuhi. Setiap orang yang membaca halaman-halaman sebuah novel inspirasional, sebenarnya sedang menyerap kata-kata yang ditulis dalam inspirasi yang diberikan oleh Pencipta Semesta. Yang tersembunyi di balik halaman-halaman itu adalah apa yang dibutuhkan pembaca. Mungkin itu sebuah pengingat untuk berdoa bagi segala situasi dalam hidupnya. Atau mungkin sebuah sentuhan rohani untuk menjadi lebih familier dengan firman Tuhan. Siapakah yang tahu apa yang akan dibawa pembaca dari kata-kata dalam sebuah novel inspirasional? Apakah saya bersedia melakukan upaya penulisan buku dengan harapan bahwa di suatu tempat, beberapa wanita muda dapat menemukan tekad baru untuk secara seksual tetap murni sampai janji nikah ia ucapkan? Ya, saya bersedia. Apakah sepadan mengorbankan seluruh waktu menulis untuk mengarahkan seseorang kepada Kristus dan kalvari? Tanpa keraguan sedetik pun, dengan tegas, jawabannya adalah "Ya". (tBerlian) Diterjemahkan dari: Nama situs: FaithWriters.com Alamat URL: http://faithwriters.com/blog/2011/10/17/ the-heart-of-a-christian-writer/ Judul asli artikel: The Heart of a Christian Writer Penulis: Delia Latham Tanggal akses: 20 Juni 2012 POJOK BAHASA: AC, VCD, DVD, TV, UII, UGM, HP Tidak diragukan lagi bahwa singkatan-singkatan seperti AC, VCD, DVD, dan TV sudah menjadi bagian integral dari bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa nusantara lain. Setiap hari, singkatan tersebut kita temui di berbagai konteks atau malah kita gunakan sendiri. Tentu ini sah-sah saja. Orang yang kreatif sekaligus menolak pengaruh bahasa Inggris yang terlalu dahsyat dalam bahasa Indonesia, pasti dapat mengajukan alternatif lain yang lebih menusantara. Misalnya saja, alat penyegar udara sebagai pengganti AC. Namun, masalah ini bukan topik kita di sini. Saya lebih tertarik pada pelafalan singkatan-singkatan ini di Indonesia. Dari empat contoh yang saya ajukan di atas, tiga biasa dilafalkan dengan logat Inggris atau setidak-tidaknya keinggris-inggrisan: VCD, DVD, dan TV. Cobalah sendiri! Kita tidak mengatakan /ve-ce-de/, /de-ve-de/, atau /te-ve/, tapi lebih cenderung melafalkannya sebagai /vi-si-di/, /di-vi-di/, dan /ti-vi/. Singkatan AC merupakan campuran kalau dilihat dari cara pelafalannya: A-nya dilafalkan dalam bahasa Indonesia, sedangkan C-nya dilafalkan dengan logat Belanda. Mengapa demikian? Tentu saja pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab dengan langsung dan singkat. Akan tetapi, saya kira kita semua -- atau hampir semua -- dapat sepakat bahwa /ve-ce-de/ dan seterusnya terdengar agak kuno, kampungan, dan tidak modern. Sedangkan yang sering-sering diburu rakyat Indonesia dewasa ini adalah kemodernan, kecanggihan, kekerenan di lingkungan urban. Nah, meskipun argumen ini dapat kita anggap masuk akal, ada juga beberapa singkatan yang sangat erat hubungannya dengan kemodernan dan kehidupan urban yang tidak cocok dengan argumen itu. Singkatan yang paling mencolok adalah HP yang jelas-jelas berasal dari bahasa Inggris "hand phone" tapi dilafalkan dengan logat Indonesia /ha-pe/. Tidak pernah kita dengar ada yang menyebutnya sebagai /eich-pi/. Mengapa? Karena bunyi H-nya Inggris agak susah bagi lidah Indonesia dan lidah non-Inggris lainnya? Atau ada alasan lain lagi? Di Indonesia sendiri, pernah saya dengar ada yang menyebutnya alat komunikasi baru itu sebagai telepon genggam. Di telinga saya, sebutan ini terdengar cukup segar dan kreatif, tapi saya meragukan kemungkinannya dipakai meluas di Indonesia. Pelafalan singkatan paling aneh yang pernah saya dengar di Indonesia berhubungan dengan salah satu kampus terkemuka di Yogyakarta. Yang saya maksudkan adalah UII. Singkatan ini tentu saja berasal dari Universitas Islam Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Meski begitu, mahasiswa-mahasiswinya sering kali menyebut kampusnya dengan /yu-i-i/. Dengan kata lain, U-nya dilafalkan dengan logat Inggris sedangkan kedua I-nya dilafalkan dengan logat Indonesia. Ketika melafalkan semua huruf itu dengan logat Indonesia /u-i-i/, saya ditertawakan dan dianggap cukup kampungan. Kalau saya melafalkannya sepenuhnya dengan logat Inggris /yu-ai-ai/ tidak ada yang mengerti apa yang saya maksudkan. Kasus UII tentu sangat berbeda dengan kampus lain di kota pelajar itu. UGM, UNY, dan IAIN, misalnya, semua dilafalkan sepenuhnya dengan logat Indonesia. Untung bagi mahasiswa IAIN sebab mereka pasti kesulitan kalau singkatan kampusnya harus diucapkan secara Inggris. Kita dapat mengatakan bahwa singkatan-singkatan di Indonesia diucapkan dalam berbagai bentuk. Ada yang dilafalkan sepenuhnya dengan logat Inggris, ada yang pakai logat Indonesia saja, dan malah ada yang campur-campur. Saya tidak menganggap satu cara benar dan satunya salah, seperti dapat dikira sebagian orang. Saya hanya menarik perhatian para pembaca pada sebuah masalah kebahasaan yang saya anggap cukup menarik. Sebagai bahan perbandingan dapat saya kemukakan bahwa di negeri saya, Swedia, semua (?) singkatan yang berasal dari luar negeri sudah "menswedia". Maka, dengan penuh percaya diri kami mengatakan /de-ve-de/, ve-se-de/, dan /te-ve/. Mungkin saja orang lain menganggap kami semua kampungan. Diambil dari: Judul buku: 111 Kolom Bahasa KOMPAS Penulis: Andre Moller Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2006 Halaman: 79 -- 81 STOP PRESS: LOWONGAN SABDA 2012 -- IT FOR GOD Apakah Anda orang Kristen yang terpanggil untuk memakai talenta Anda bagi kemuliaan Tuhan? Bergabunglah dengan SABDA sekarang juga! Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > adalah yayasan Kristen nonprofit, nonkomersial, dan interdenominasi, yang melayani dengan media komputer dan internet. Saat ini, kami membutuhkan beberapa staf yang punya kemampuan dan punya beban pelayanan. STAF IT 1. Programmer Komputer a. Menguasai bahasa pemrograman komputer. b. Memiliki kemampuan logika, matematika, dan testing/debugging. 2. Web Designer (Situs/CMS) & Web Designer (Grafis) a. Menguasai (X)HTML/CSS/PHP/MySQL, dll. (WD Situs). b. Menguasai tools grafis (WD Grafis). c. Memiliki pengalaman dengan situs dinamis/interaktif dan CMS design. 3. Database Administrator/Designer a. Menguasai MySQL/MS SQL/Oracle. b. Berpengalaman dengan database: admin, design, atau programming maintenance dan bisa tools untuk data conversions/data entry. 4. IT/MIS (Sysop, Hacker, PM, SA, NetAdmin, HDWR) a. Menguasai sistem jaringan teknologi informasi. b. Memiliki pengalaman luas dengan sistem TI. EDITOR & PENERJEMAH a. S1 Bahasa Indonesia (editor). b. DIII/S1 Sastra Inggris (penerjemah). c. Memiliki kemampuan menulis dengan baik. d. Memiliki pengalaman menerjemahkan atau menyunting naskah. HUMAS/PUBLIC RELATIONS a. DIII/S1 Komunikasi Massa (atau sejenis). b. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. c. Memiliki pengalaman pelayanan dan berorganisasi. Kualifikasi Umum: 1. Seorang Kristen yang mengasihi Tuhan dan punya hati untuk melayani Tuhan. 2. Memiliki semangat untuk terus-menerus belajar hal-hal baru. Kirimkan lamaran dan CV Anda ke email: YAYASAN LEMBAGA SABDA - HRD < cv@sabda.org > Info lengkap: http://www.ylsa.org/lowongan Kontak: < penulis(at)sabda.org > Redaksi: Yosua Setyo Yudo dan Novita Yuniarti Kontributor: Berlian Sri Marmadi dan Davida Welni Dana Tim editor: Davida Welni Dana, Novita Yuniarti, dan Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org/ > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/penulis > Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |