Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/105 |
|
e-Penulis edisi 105 (8-3-2012)
|
|
__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________ Edisi 105/Maret/2012 Tema: Cara Kreatif Disiplin Menulis (I) DAFTAR ISI DARI REDAKSI: DISIPLIN + KREATIF = PRODUKTIVITAS! ARTIKEL: CARA KREATIF MEMBANGUN KEBIASAAN MENULIS POJOK BAHASA: MENENTUKAN PEMILIHAN KATA (DIKSI) STOP PRESS: IKUTI KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) MEI/JUNI 2012 -- PESTA DARI REDAKSI: DISIPLIN + KREATIF = PRODUKTIVITAS! Kita tahu bahwa disiplin adalah salah satu faktor penting, yang mendorong produktivitas tulisan kita. Namun demikian, tak sedikit dari kita yang sering kali kalah oleh suasana hati, sehingga proyek penulisan kita tidak selesai atau tidak tepat waktu. Untuk itulah, dalam edisi kali ini, e-Penulis menyajikan sebuah artikel yang membahas bagaimana caranya agar kita kreatif dan memiliki disiplin dalam menulis sebuah cerita. Harapan kami semoga dapat memberi inspirasi bagi Sahabat e-Penulis, untuk berdisiplin dalam menulis atau mencari cara yang paling sesuai dengan kondisi Sahabat. Di kolom Pojok Bahasa, kami menyajikan artikel yang membahas tentang diksi, yang kami harap dapat menambah pengetahuan (atau mengingatkan) Sahabat e-Penulis mengenai masalah makna dalam diksi. Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati! Pemimpin Redaksi e-Penulis, Yosua Setyo Yudo < yudo(at)in-christ.net > < http://pelitaku.sabda.org > ARTIKEL: CARA KREATIF MEMBANGUN KEBIASAAN MENULIS Ditulis oleh: Yosua Setyo Yudo "We first make our habits, and then our habits make us," demikianlah kata-kata dari John Dryden, seorang penyair, aktor drama, dan kritikus sastra yang berpengaruh pada Era Restorasi Inggris. Lewat kata-kata itu, ia hendak mengatakan bahwa kitalah yang membentuk kebiasaan-kebiasaan yang kita miliki, tetapi di kemudian hari, kebiasaan-kebiasaan itulah yang akan menunjukkan kepada dunia siapa diri kita yang sebenarnya. Berkaitan dengan dunia kepenulisan, paling tidak ada tiga hal yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kebiasaan menulis yang baik: 1. Keinginan Jika keinginan untuk menulis sudah ada, maka semua halangan yang lain akan lebih mudah disingkirkan. Sebaliknya, jika keinginan untuk menulis tidak ada, maka usaha apa pun akan terasa sebagai tekanan dan paksaan. 2. Kedisiplinan Diri Kedisiplinan membantu seseorang untuk "bersikap keras", untuk mendorongnya membangun sebuah kebiasaan menulis. 3. Keuletan Keuletan dapat berarti semangat untuk terus maju sekalipun kualitas tulisan belum sempurna, bersabar terhadap diri sendiri, serta memaafkan diri sendiri ketika tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan (sambil terus berusaha tentunya). Dari sekian banyak cara kreatif yang dipakai untuk mendorong seseorang untuk disiplin menulis, di bawah ini ada tiga cara yang paling sering dipakai: 1. Menulis Jurnal Pribadi Banyak orang yang menyamakan menulis jurnal pribadi dengan menulis buku harian. Sedikit mirip memang. Namun, menulis jurnal pribadi memiliki cakupan yang lebih luas daripada sekadar menulis pengalaman sehari-hari. Kita bisa menganggap jurnal kita sebagai laboratorium kepenulisan, sebuah tempat di mana kita bisa bereksperimen dengan kata-kata, frasa, dan istilah maupun menulis jenis tulisan tertentu. Bagaimana dengan topik yang ditulis di jurnal pribadi? Apakah topik yang membutuhkan pengetahuan spesifik tentang sebuah hal tertentu, dapat ditulis di jurnal pribadi? Jawabannya, ya dan tidak. Memang, topik yang biasanya ditulis dalam jurnal adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesan penulisnya, tentang bagaimana ia memandang sebuah masalah, apa yang berarti baginya, perasaannya, atau tentang orang-orang yang memengaruhi hidupnya. Tetapi tidak selamanya seperti itu. Jika Anda ingin menulis tentang Timlo (makanan khas Solo), misalnya, Anda dapat membaca beberapa artikel yang berkaitan dengan makanan tersebut, dan kemudian menulis topik itu dalam jurnal Anda menurut pengetahuan yang baru Anda dapatkan. Ada beberapa hal yang perlu diingat ketika menulis jurnal harian. Hal pertama yang harus Anda ingat adalah Anda bebas melakukan apa pun. Tidak ada seorang pun yang akan membaca dan memberi penilaian atas tulisan Anda (kecuali Anda mengizinkannya). Hal lainnya adalah menulislah lebih cepat daripada biasanya. Hal ini akan "memaksa" pikiran Anda untuk mengeluarkan ide-ide, yang bahkan mungkin tidak Anda sadari sebelumnya. Ketika Anda menulis dengan cepat, Anda juga melatih pikiran Anda untuk memilih diksi yang tepat untuk mengungkapkan ide-ide itu, sambil tetap mencari cara untuk tetap setia kepada topik yang sedang Anda tulis. Usahakan untuk tetap menulis hingga waktu yang Anda tentukan berakhir. Sebelum itu, jangan sekali-kali membaca tulisan Anda, apalagi menyuntingnya. Biarkan semua ide di dalam kepala Anda mengalir bebas ke atas kertas (atau layar komputer Anda). Bebaskan diri Anda sebebas-bebasnya. Ketika Anda selesai menulis, Anda baru dapat membaca apa yang telah Anda tulis, menyunting, memberi tanda baca yang terlewat, dan merangkum apa yang telah Anda tulis. Setelah itu, jangan lupa memberi tanda pada halaman terakhir di setiap topik yang Anda tulis (jika Anda menulis di buku). Hal ini untuk memudahkan Anda mengakses tulisan dan ide-ide tersebut, sekiranya Anda membutuhkannya suatu hari nanti. Sepintas lalu, cara ini terlihat agak sedikit "ngawur" atau "suka-suka", tetapi keuntungan menulis jurnal pribadi adalah Anda menolong diri Anda sendiri untuk memunculkan ide-ide baru, membuka sumbat "writer`s block" Anda, dan membuat Anda semakin mahir menggunakan pilihan kata yang sederhana. 2. Membuat Kartu-Kartu Pengingat Cara yang berikut ini adalah cara yang juga dapat dipakai dalam merangsang seseorang untuk disiplin menulis, bahkan cara ini dipakai oleh Elizabeth Gilbert untuk "mengikat" dirinya saat menyelesaikan novelnya yang berjudul "Eat, Love, Pray". Ada sedikit perbedaan antara cara ini dengan cara yang pertama (menulis jurnal). Dalam menggunakan kartu pengingat, Anda diharapkan sudah memiliki draf tulisan Anda. Artinya, Anda sudah memiliki bahan, mengolah bahan-bahan itu, dan menyusunnya ke dalam kerangka karangan. Di kartu-kartu pengingat itulah, nantinya Anda akan menulis draf yang sudah jadi tersebut dan menggunakannya menjadi sesuatu yang "mengikat" Anda. Kartu-kartu pengingat itu disarankan berwarna-warni. Hal itu dikarenakan untuk mempermudah penyortiran, membantu Anda mengingat dan menjaga, agar Anda tidak bosan. Sebenarnya, inti dari cara ini adalah membuat Anda mengetahui sejauh mana Anda sudah menyelesaikan sebuah proyek menulis (untuk cerita panjang). Tetapi jika Anda ingin memakainya untuk menulis artikel-artikel pendek, Anda dapat memodifikasi penggunaan kartu ini menjadi kartu acak, yang harus Anda ambil setiap harinya dan menulis sesuai dengan draf dan topik yang tertera di kartu tersebut. 3. Membentuk atau Bergabung dengan Komunitas Menulis Cara ketiga untuk mendorong Anda berdisiplin dalam menulis adalah dengan memiliki komunitas. Dengan memiliki komunitas, Anda memiliki rekan-rekan yang dapat menyemangati Anda untuk terus menulis. Tentu saja hal ini tidak terjadi searah. Anda juga "wajib" memberi semangat kepada rekan-rekan sesama penulis. Membentuk atau bergabung dengan komunitas penulis tidak hanya membuat Anda memiliki rekan-rekan yang mendukung Anda, tetapi Anda juga dapat terus mengasah pengetahuan tulis-menulis Anda, mempelajari hal-hal yang mungkin baru bagi Anda, dan tentu saja membangun relasi dengan penulis yang lain. Dengan berkomunitas, Anda juga memiliki rekan-rekan penulis yang cukup kompeten untuk menilai tulisan Anda, memberi tahu di mana kelemahan-kelemahan Anda, sekaligus menunjukkan keunggulan Anda yang perlu dipertahankan. Dengan berada dalam komunitas seperti ini, Anda dapat memupuk rasa percaya diri Anda dan pada gilirannya dapat memberi dampak yang positif terhadap kualitas karya tulis Anda. Ketiga cara di atas tidak selalu dapat menjadi cara terbaik untuk mendorong seseorang untuk berdisiplin dalam menulis, tetapi mungkin bisa menjadi inspirasi bagi Anda untuk menemukan cara yang terbaik dan yang paling nyaman bagi Anda. Intinya di sini adalah kemauan dan kreativitas untuk mendorong diri Anda sendiri. Ketika Anda mau belajar dan berusaha untuk berdisiplin, lambat laun Anda akan membentuk sebuah kebiasaan menulis yang baik. Sumber bacaan: 1. Gilbert, Tom. "Your Journal and Your Journey". Dalam http://www.your-life-your-story.com 2. Robson, Janson. "A Journaling Process". Dalam http://www.jounalforyou.com 3. Krisnadefa, Winda. "Cara Kreatif Disiplin Menulis Cerita Panjang". Dalam http://www.kampungfiksi.com 4. Brain, Helen. 2008. "Become a Disciplined Writer". Dalam http://www.suite101.com 5. Ray, Ramadhani. 2012. "Cara Mendisiplinkan Diri demi Karier Kepenulisan". Dalam Kartunet.com POJOK BAHASA: MENENTUKAN PEMILIHAN KATA (DIKSI) Diringkas oleh: Yosua Setyo Yudo Diksi, dalam arti aslinya dan artinya yang pertama merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Sementara artinya yang kedua, dan yang lebih umum, membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya. Diksi bukan hanya berarti memilih-milih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya. Untuk memperoleh teknik penceritaan yang menarik, maka diksi harus digunakan dengan tepat dalam mengungkapkan gagasan atau hal yang diamanatkan. Oleh karena itu, untuk memilih diksi yang tepat, seorang pengarang harus memunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya. Seorang pengarang dapat memilih kata yang tepat dan sesuai, jika ia menguasai sejumlah besar kosakata yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif. Itulah sebabnya, sebelum menentukan pilihan kata, seorang pengarang harus memerhatikan masalah makna. Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna, menurut (Chaer, 1994:60), terbagi atas beberapa kelompok yaitu: a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata "tikus". Makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing). Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang digunakan untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal [sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa, Red], untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku, yang bermakna "sebuah buku", menjadi buku-buku yang bermakna "banyak buku". b. Makna Referensial dan Nonreferensial Perbedaan di antara keduanya adalah berdasarkan pada ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Sebuah kata memiliki makna referensial jika memunyai referen. Kata nonreferensial adalah kata yang tidak memiliki referen. Contoh: Kata "meja" dan "kursi" (bermakna referen). Kata "karena" dan "tetapi" (bermakna nonreferensial). c. Makna Denotatif dan Konotatif Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem [satuan leksikal dasar yang abstrak, yang mendasari pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam leksikon,Red]. Contohnya, kata "kurus". Makna denotatifnya adalah keadaan tubuh yang lebih kecil dari ukuran normal. Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif, yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contohnya, kata "kurus" pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata "ramping" bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan "ramping". d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah lema [kata atau frasa masukan dalam kamus di luar definisi atau penjelasan lain yang diberikan dalam entri, Red] terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Contohnya, kata "kuda". Makna konseptualnay adalah sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada di luar bahasa. Contohnya, kata "melati" berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. Kata "merah" berasosiasi "berani" atau paham komunis. e. Makna Kata dan Makna Istilah Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: kata "tahanan", bermakna orang yang ditahan, tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata "air", bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi, atau air hujan. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contohnya, kata "tahanan" di atas masih bersifat umum, tetapi di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara. f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa Idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frasa, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contohnya, kata "ketakutan", "kesedihan", "keberanian", dan "kebimbangan" memiliki makna hal yang disebut makna dasar. Kata "rumah kayu" bermakna, rumah yang terbuat dari kayu. Makna peribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: bagai, bak, laksana, dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa. g. Makna Kias dan Lugas Makna kias adalah kata, frasa dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contohnya, "Putri malam" bermakna bulan dan "Raja siang" bermakna matahari. Makna lugas adalah kebalikan dari makna kias. Makna lugas adalah makna dari sebuah frasa dan kalimat yang tidak menimbulkan tafsir ganda. Contohnya adalah kata "makan" dalam kalimat "Adik sedang makan roti," dan frasa "tangan kanan" dalam kalimat "Tangan kanannya patah dalam kecelakaan kemarin." Diringkas dari: Nama situs: Riski21208074`s Blog Alamat URL: http://riski21208074.wordpress.com/2010/03/13/diksi/ Judul asli artikel: Diksi Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 23 Desember 2011 STOP PRESS: IKUTI KELAS DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) MEI/JUNI 2012 -- PESTA Yayasan Lembaga SABDA melalui Pendidikan Elektronik Studi Teologi Awam < http://www.pesta.org > kembali membuka kelas Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK) untuk periode Mei/Juni 2012. Bagi Anda yang ingin mempelajari pokok-pokok penting dasar iman Kristen, seperti Penciptaan, Manusia, Dosa, Keselamatan, dan Hidup Baru dalam Kristus, segeralah bergabung dalam kelas DIK ini. Saat ini Anda sudah dapat mendaftarkan diri untuk menjadi peserta baru. Batas pengumpulan tugas tertulis sebagai persyaratan untuk dapat mengikuti kelas diskusi adalah tanggal 1 Mei 2012. Jadi, segeralah bergabung! Daftarkan diri Anda sekarang juga ke < kusuma(at)in-christ.net >. Bagi Anda yang ingin membaca dan mempelajari pelajaran-pelajaran DIK, silakan berkunjung ke: http://pesta.sabda.org/dik_sil Kontak: < penulis(at)sabda.org > Redaksi: Yosua Setyo Yudo, Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org/ > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/penulis > Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |