Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/100

e-Leadership edisi 100 (8-8-2011)

Tanggung Jawab Pemimpin Kristen (I)

============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI AGUSTUS 2011=============

                 TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN KRISTEN (I)

                  e-Leadership 100 -- 08/08/2011

DAFTAR ISI
ARTIKEL: MEMPRODUKSI PEMIMPIN-PEMIMPIN BARU
INSPIRASI: DUKUNG PEMIMPIN KITA

Shalom,

Puji Tuhan! Hanya oleh anugerah dan kemurahan Allah e-Leadership telah
memasuki edisi yang ke-100. Kerinduan kami, biarlah setiap sajian yang
telah dikirimkan maupun yang akan dikirimkan, dapat menjadi berkat
dalam menunjang dan melengkapi tugas kepemimpinan Anda. Redaksi
e-Leadership senantiasa berkomitmen untuk menampilkan bahan-bahan
bermutu yang dapat memperlengkapi setiap pemimpin Kristen dalam
menjalankan tanggung jawabnya, sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan
dalam tugas kepemimpinan kita.

Secara khusus, dalam bulan Agustus, redaksi e-Leadership menyajikan
tema mengenai "Tanggung Jawab Pemimpin Kristen". Dalam edisi ini, kami
membahas satu tanggung jawab pemimpin Kristen yang sangat penting
yaitu memproduksi pemimpin-pemimpin baru. Beberapa tokoh dalam Alkitab
telah memberikan teladan mengenai tanggung jawab ini. Dari mereka kita
dapat melihat betapa pentingnya hal ini dilakukan dalam kepemimpinan
Kristen. Tongkat estafet kepemimpinan tidak dapat terus dipegang oleh
seorang saja. Suatu saat, tongkat estafet itu harus diserahkan kepada
penerus kepemimpinan untuk menjamin keberlangsungan organisasi maupun
pelayanan. Simaklah seluruh sajian edisi ini, dan pastikan bahwa Anda
telah melakukan prinsip kepemimpinan dalam Alkitab untuk memproduksi
pemimpin-pemimpin baru masa depan.

Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
< ryan(at)in-christ.net >
< http://lead.sabda.org >

"Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar
dari jerat-jerat maut." (Amsal 13:14)
< http://alkitab.sabda.org/?Amsal+13:14 >

               ARTIKEL: MEMPRODUKSI PEMIMPIN-PEMIMPIN BARU

"Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi,
percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga
cakap mengajar orang lain." (2 Timotius 2:2, C.B. Williams)

Dalam perkataan ini, Paulus menekankan tanggung jawab pemimpin rohani
untuk memproduksi dan melipatgandakan dirinya. Jika dia harus
menyerahkan tanggung jawabnya, dia akan menyediakan waktu untuk
melatih orang-orang muda agar berhasil, dan bahkan mungkin
menggantikannya. Kualitas rohani Barnabas terlihat dalam ketulusan
hatinya ketika anak didiknya yang cemerlang, Paulus, melampauinya dan
menjadi anggota dominan dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan prinsip
bahwa pemimpin harus memberi kesempatan yang cukup bagi bawahannya
untuk melatih dan mengembangkan kemampuan mereka.

Pada suatu konferensi penginjil baru-baru ini, seorang pemimpin
nasional diundang untuk mengutarakan dengan jujur (dari sudut pandang
orang Asia) pengertiannya mengenai peran penginjil di dunia saat ini.
Di antara beberapa hal, dia mengatakan, "Penginjil di negara-negara
Asia sebaiknya berhenti menjadi `pemain`, dan lebih banyak menjadi
pelatih." Walaupun hal ini, tentu saja tidak selalu benar untuk setiap
situasi penginjilan. Pernyataan ini menyoroti salah satu kebutuhan
utama dalam strategi penginjilan masa kini.

Tugas pelatihan calon-calon pemimpin merupakan tugas yang sulit, yang
membutuhkan keahlian khusus. Pemimpin yang bijaksana tidak akan
memberitahukan hasil akhir pemikirannya. Terlepas dari pengalamannya
yang banyak, Uskup Stephen Neill menunjukkan dengan tepat bahaya dari
suatu pendekatan yang salah terhadap aspek penting pelayanan Kristen.
"Jika kita berencana untuk menghasilkan sekelompok pemimpin, usaha
yang mungkin berhasil kita lakukan adalah menciptakan orang-orang
cerdas yang tak kenal lelah, ambisius, dan tidak cepat puas. Memberi
tahu seseorang bahwa dia dipanggil untuk menjadi pemimpin adalah cara
terbaik untuk mempertanggungjawabkan kegagalan rohaninya. Dalam dunia
Kristen, ambisi lebih mengerikan daripada dosa yang lain. Jika
dibiarkan, sifat ambisi menjadikan orang tidak lagi berguna dalam
pelayanan. Hal yang paling penting saat ini adalah kerohanian, bukan
kecerdasan; karakter orang-orang Kristen setempat yang dipanggil untuk
mengemban tanggung jawab dalam perintisan gereja."

Uskup Leslie Newbigin selanjutnya mempertanyakan sejauh mana gambaran
kepemimpinan menjadi sesuatu yang benar-benar perlu kita anjurkan. Hal
ini sangat sulit diterapkan tanpa dibiaskan oleh ajaran-ajaran
non-Kristen. Gambaran kepemimpinan orang-orang kudus dan hamba-hamba
Tuhan, tidak sama besar dengan gambaran kepemimpinan para pemimpin.
Jika kenyataan ini tidak ditetapkan sejak semula, seluruh pemikiran
tentang pelatihan kepemimpinan bisa membahayakan. Pola pelatihan
kepemimpinan Kristen harus seperti yang diberikan Tuhan ketika melatih
kedua belas rasul-Nya.

Barangkali, pekerjaan yang paling strategis dan berhasil dalam
penginjilan zaman ini adalah menolong pemimpin-pemimpin di masa depan
dalam mengembangkan potensi kerohanian mereka. Ini merupakan sebuah
tugas yang membutuhkan pemikiran yang matang, perencanaan yang
bijaksana, kesabaran yang tidak berakhir, dan kasih yang murni. Tugas
ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Tuhan kita menghabiskan
waktunya paling banyak dari tiga tahun pelayanan-Nya untuk membentuk
karakter dan mendisiplinkan sifat-sifat rohani para rasul. Waktu
bukanlah objek dalam pekerjaan penting ini. Paulus mengikuti jejak
Tuhannya saat melatih orang-orang muda yang menjanjikan seperti
Timotius dan Titus.

Metode Paulus dalam mempersiapkan Timotius untuk bertanggung jawab
dalam pelayanan jemaat Efesus yang terpelajar benar-benar penuh
pengajaran. Timotius kira-kira berumur 20 tahun ketika dia mulai
belajar. Dia dibesarkan dengan pola asuh wanita. Kecenderungan
kewanitaan sangat menonjol melalui kesehatannya yang tidak jelas.
Sifat pemalunya juga perlu diperbaiki. Sebuah catatan menunjukkan
bahwa dia membutuhkan lebih banyak "besi" dalam pemulihannya. Untuk
urusan pekerjaan, dia cenderung tidak terarah dan terlalu sabar serta
pilih kasih dengan orang-orang yang "tidak penting". Dia lekas marah
dan cepat emosi terhadap lawan-lawannya. Dia lebih senang mengandalkan
pengalaman rohaninya daripada menghidupkan kembali "apinya" yang
hampir padam. Akan tetapi, Paulus memiliki pemikiran yang sangat
tinggi dan cermat. Paulus membiarkan Timotius untuk mendapatkan
pengalaman, dia tidak menjauhkannya dari kesukaran-kesukaran yang
dapat memperkuat ototnya dan membuatnya lebih perkasa. Paulus tidak
ragu-ragu untuk memberi Timotius tugas-tugas yang melampaui
kemampuannya. Bagaimana mungkin anak muda dapat mengembangkan
kemampuannya, jika bukan dengan menyelesaikan tugas-tugas yang akan
membuatnya menjadi orang hebat?

Berkeliling dengan Paulus mengharuskan Timotius untuk berhubungan
dengan berbagai jenis manusia dengan berbagai perawakan, yang
kepribadian dan prestasinya membakar ambisi Timotius. Dari gurunya,
dia belajar untuk menaklukkan masalah yang terjadi dalam kehidupan dan
pelayanan Paulus. Dia mendapatkan hak istimewa untuk membagikan
pengajaran. Dia dipercaya untuk bertanggung jawab merintis jemaat
Kristen di Tesalonika, dan meneguhkan iman mereka. Dia berhasil
menunjukkan keberaniannya. Standar-standar yang sulit, harapan-harapan
yang tinggi, dan kebutuhan pelayanan yang berat dari Paulus
memunculkan hal yang terbaik dalam diri Timotius, bahkan membuatnya
melebihi rata-rata.

Frank Buchman (pendiri Moral Rearmament), terlepas dari jasa-jasa
pergerakannya, menampilkan bakat kepemimpinan. Dia menyatakan bahwa
jika dia tidak melatih orang lain untuk melakukan lebih baik daripada
apa yang pernah dia lakukan, berarti dia gagal. Selama bertahun-tahun
dia berusaha membuat dirinya tidak berarti, dan inilah yang membuatnya
berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya.

Dalam bidang penginjilan tidak ada sesuatu yang lebih penting dan
bermanfaat daripada kepemimpinan. Dalam tingkat rohani dan pelatihan
nasional, orang-orang Kristen bergantung pada perkembangan gereja.
Setelah tahap perintisan awal dalam bidang apa pun dilewati, tahap
pekerjaan ini harus diprioritaskan. Perkembangan diri dalam kehidupan
orang-orang muda yang menjanjikan, yang bekerja dengannya seharusnya
menempati salah satu tujuan utama penginjilan.

Dalam pelatihan kepemimpinan bagi para penginjil muda, sebaiknya ada
ruang yang disediakan untuk fleksibilitas dalam kasus penginjilan
khusus atau istimewa. Allah memiliki "orang-orang yang tidak biasa"
dan banyak di antara mereka telah membuat sumbangsih yang menonjol
dalam penginjilan di dunia. Siapa yang dapat memasukkan Charles T.
Studd ke dalam cetakan? Para pria dan wanita tidak dapat diukur dengan
standar-standar umum atau dibentuk menyerupai pola-pola baku yang
sudah ada.

Salah satu penginjil itu adalah Douglas Thornton, yang membuat kesan
mendalam dalam pekerjaannya di tengah saudara-saudara sepupu di Timur
Dekat. Dia adalah orang yang memiliki bakat langka, bahkan sebagai
anggota baru dia tidak ragu untuk mengungkapkan pandangannya, yang
menurut para seniornya tampak radikal dan sulit dipraktikkan.

Penulis biografinya menulis: "Mengetahui bahwa Thornton merasa
terpaksa untuk menulis sebuah catatan singkat yang mengungkapkan
pemikirannya mengenai pekerjaan-pekerjaan di Mesir pada masa lalu,
masa kini, dan masa depan untuk komunitasnya benar-benar mengejutkan.
Ini bukan sebuah teladan yang harus diikuti oleh penginjil-penginjil
muda setelah 3,5 bulan di lapangan, apalagi dalam kesempatan ini,
banyak yang tidak setuju. Akan tetapi, Thornton adalah orang yang
istimewa. Waktu membuktikan bahwa pemikiran dan coretan-coretannya
layak untuk dipelajari. Hal itu tidak sepantasnya kita abaikan.
Kebanyakan siswa tingkat awal menunda pengamatan terbaik mereka dan
akan melakukannya saat dewasa nanti. Akan tetapi, ketika seseorang
dengan pengecualian muncul, dua hal harus diperhatikan -- dia harus
belajar untuk membuat pengamatannya dengan cara yang benar sambil
mengajak para seniornya; dan para senior harus belajar bagaimana
belajar dari seseorang yang mungkin memiliki kemampuan. Selain hal ini
mengembangkan keinginan untuk belajar mandiri, ini juga digunakan
untuk memperlengkapi mereka secara luar biasa dengan ide-ide yang
segar dan spontan. Keduanya merupakan pelajaran yang sulit.

Pelatihan pemimpin tidak dapat dilakukan dengan menerapkan teknik
produksi massal, melainkan membutuhkan pengarahan yang sabar dan
cermat, serta bimbingan pribadi dengan dukungan doa bagi seseorang
dalam waktu yang lama. "Proses pemuridan bukanlah produksi massal.
Murid-murid dihasilkan satu per satu. Setiap orang yang berpengalaman
harus mendisiplin, memerintah dan mempertajam, mengasuh dan melatih
orang lain yang lebih muda."

Ketika seseorang ditunjuk oleh Allah sebagai pemimpin, Allah akan
memastikan bahwa orang itu menerima disiplin yang diperlukan untuk
membuatnya efektif.

Ketika Allah ingin melatih seseorang, menguatkan seseorang,
memperlengkapi seseorang; ketika Allah ingin membentuk seseorang untuk
memainkan peran yang mulia; ketika Dia berhasrat sepenuh hati-Nya
untuk menciptakan seseorang yang sangat hebat dan pemberani sehingga
membuat seluruh dunia kagum; perhatikan cara-Nya, perhatikan
jalan-Nya! Bagaimana Dia dengan kejam menyempurnakan orang yang
dipilih-Nya! Bagaimana Dia memukulnya dengan palu dan melukainya, dan
dengan embusan yang kuat mengubahnya menjadi bentuk percobaan dari
tanah liat yang hanya dimengerti oleh Allah, sementara hatinya yang
tersiksa menangis dan dia mengangkat kepalanya sambil memohon.
Bagaimana Dia membengkokkan tetapi tiada pernah mematahkan ketika Dia
menyatakan kebaikan. Bagaimana Dia memakai orang yang Dia pilih dan
dengan masing-masing tujuan meleburnya, dengan setiap tindakan
berkemampuan untuk menyatakan kemuliaan-Nya -- Allah tahu apa yang
dikerjakan-Nya! (t/Dicky)

Diterjemahkan dari:
Judul buku: The Inner Man (Frank Hamrick) with Spiritual Leadership
            (J. Oswald Sanders)
Judul asli artikel: The Reproduction of Leaders
Penulis: J. Oswald Sanders
Penerbit: Positive Action For Christ, Inc., Rocky Mount 1983
Halaman: 137 -- 141

                                KUTIPAN

Pemimpin-pemimpin efektif bukanlah pengkhotbah, mereka adalah pelaku.
(Peter Drucker)

                   INSPIRASI: DUKUNG PEMIMPIN KITA

Dalam perayaan 100 tahun Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2008 lalu,
Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, secara khusus
menciptakan sebuah lagu penyemangatan. Judulnya "Majulah Negeriku".
Sebuah lagu yang mengajak seluruh komponen bangsa untuk bangkit dan
berjuang bersama, mengubah masa depan demi kesejahteraan anak cucu.
Sebuah lagu yang sarat keyakinan, bahwa Indonesia bisa bangkit menjadi
negara yang makmur! Sebuah semangat dan kerinduan seorang pemimpin,
yang hanya bisa terwujud jika didukung dan dilaksanakan bersama-sama
oleh seluruh bangsa.

Musa, sebagai pemimpin yang ditunjuk oleh Allah untuk membawa Israel
keluar dari Mesir, suatu kali merasa sangat sedih sekaligus marah.
Betapa tidak? Bangsa yang dipimpinnya tidak mendukung apa yang ia
perjuangkan di hadapan Allah Yang Mahabesar. Mereka malah membuat anak
lembu tuangan untuk disembah. Ini sangat mendukakan Allah. Setelah
kejadian itu, Musa menantang Israel untuk menentukan sikap; hendak
mendukung Musa dan tetap menyembah Allah, atau tidak (Keluaran 32:26).
Ya, sebagai pemimpin, Musa membutuhkan dukungan penuh dari bangsa yang
dipimpinnya. Hanya dengan begitu ia akan mampu menjalankan fungsi
kepemimpinannya dengan maksimal, sehingga dapat membawa bangsanya
mencapai tujuan, yaitu tanah yang Tuhan janjikan.

Demi kebangkitan bangsa Indonesia tercinta, kita perlu mendukung
perjuangan para pemimpin kita; entah melalui doa atau usaha-usaha
sesuai peran dan kemampuan kita masing-masing. Jauhkan dari pada kita
segala sikap yang akan menyusahkan, serta menghambat jerih payah dan
perjuangan para pemimpin kita.

Diambil dari:
Nama situs: SABDA.org (Arsip Publikasi e-RH)
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2008/08/18/
Penulis: AW
Tanggal akses: 10 Mei 2011

Kontak: < leadership(at)sabda.org >
Redaksi: Desi Rianto dan Yonathan Sigit
(c) 2011 Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://fb.sabda.org/lead >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org