Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/48

e-Leadership edisi 48 (10-6-2009)

Penilaian yang Baik (I)

 
==============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JUNI 2009============

                        PENILAIAN YANG BAIK (I)

                     e-Leadership 48 -- 10/06/2009

  DAFTAR ISI
  EDITORIAL
  ARTIKEL: Penilaian yang Baik
  KUTIPAN
  INSPIRASI: Menilai Bukan Berarti Membandingkan
  JELAJAH SITUS: Dr. Yakob Tomatala

==================================**==================================
EDITORIAL

  Seorang pemimpin harus tajam dalam menilai. Dalam melaksanankan 
  peranannya, ia harus menilai segala sesuatu dengan baik, sehingga 
  apa yang dilakukannya memberi manfaat bagi komunitasnya dan 
  masing-masing individu yang ada dalam komunitas itu. Nah, dalam hal 
  apa saja seorang pemimpin harus menilai dengan baik? Menurut artikel 
  yang kami sajikan di bawah ini, setidaknya ada empat hal yang di 
  dalamnya seorang pemimpin harus melakukan penilaian yang baik. Apa 
  sajakah keempat hal itu? Silakan Anda simak.

  Meski demikian, sebenarnya tidak hanya pemimpin yang harus melakukan
  penilaian yang baik. Siapa pun kita, apapun profesi kita, kita
  sering kali menilai segala sesuatu yang ada di sekitar kita.
  Sayangnya, kita sering kali terjebak dalam suatu cara menilai yang
  kurang tepat. Karena itu, kami telah menyiapkan sebuah Inspirasi
  yang kami harap dapat membantu Anda untuk lain kali melakukan
  penilaian yang baik -- menilai seperti Yesus menilai.

  Selamat menyimak! Semoga mendapat berkat!

  Pimpinan Redaksi e-Leadership,
  Dian Pradana

  Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang
  perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang
  baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu
  yang sangat besar ini?" (1 Raja-raja 3:9)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=1Raja-raja+3:9 >

==================================**==================================
ARTIKEL

                        PENILAIAN YANG BAIK
                    Diringkas oleh: Dian Pradana

  Ketajaman -- kemampuan untuk menilai segala tindakan dengan 
  bijaksana -- adalah salah satu karakter yang harus ada dalam 
  kepemimpinan rohani. Salomo memperlihatkan betapa hal ini sangat 
  diperlukan. Saat Tuhan mengatakan bahwa Ia akan memberikan segala 
  yang ia minta, ia meminta hikmat. Tanpanya, katanya, tidak ada raja 
  yang dapat memerintah rakyatnya dengan baik. "Dan Allah memberikan 
  kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang 
  luas seperti dataran pasir di tepi laut" (1 Raj. 4:29). 

  Seorang kepala adalah pemimpin kawanan domba yang mengerjakan
  wewenangnya. Jika ia keluar dari jalur, kawanan dombanya akan
  berjalan dalam kebingungan. Seperti mata merupakan cahaya bagi
  seluruh tubuh, begitu juga gembala bagi kawanan dombanya: Kamu
  adalah terang dunia (Mat. 5:14). Apakah tubuh akan dibimbing dalam
  jalan yang lurus atau berkelok, itu tergantung dari mata --
  penglihatannya jelas atau kabur.

  Saat seseorang menerima tanggung jawab untuk memimpin orang lain, ia 
  layaknya kepala gereja dalam Perjanjian Lama, yang melayani Allah di 
  Bait Suci. Kepala gereja memakai "tutup dada pernyataan keputusan" 
  yang dihiasi dengan empat jajar permata. Empat jajar permata itu 
  merepresentasikan empat bidang yang di dalamnya seorang pemimpin 
  harus melakukan penilaian yang baik, agar mengerti apa yang harus 
  dilakukan dan bagaimana melakukannya.

  MEMIMPIN BAWAHAN UNTUK TERUS HIDUP DALAM KEHIDUPAN KRISTEN

  Seorang pemimpin yang membantu bawahannya untuk terus hidup dalam 
  kehidupan Kristen yang baik harus mengenali kebiasaan, kemampuan, 
  dan hati nurani mereka secara menyeluruh. Sehingga ia dapat 
  menempatkan setiap orang di tempat yang tepat. Karena setiap orang 
  menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, 
  yang lain karunia itu (1 Korintus 7:7).

  Seorang pemimpin itu seperti Harun dan anaknya: Harun dan
  anak-anaknya haruslah masuk ke dalam dan menempatkan mereka
  masing-masing di tempat tugasnya dekat barang yang harus diangkat
  (Bilangan 4:19). Ia harus tahu karakter para bawahannya sehingga ia
  dapat memberikan tugas yang tepat. Pekerjaan ini membutuhkan tiga
  tingkat kewaspadaan.

  "Tutup dada pernyataan keputusan" kepala gereja memiliki empat jajar
  permata dengan tiga permata di setiap jajarnya. Tiga permata ini
  melambangkan tingkat kewaspadaan yang diperlukan untuk memenuhi
  tugas ini.

  1. Kewaspadaan pemimpin yang pertama adalah membantu sedapat mungkin
     komunitas dan orang-orang yang dipimpinnya untuk menjaga komitmen
     mereka kepada Tuhan meski hal tersebut menimbulkan pergolakan
     besar dan kerugian bagi seluruh komunitas. "Siapakah yang akan
     memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan
     atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau
     bahaya, atau pedang?" (Roma 8:35). Komitmen komunitas kepada
     Tuhan harus selalu menjadi perhatian utama. Pemimpin harus
     melindungi komitmen tersebut di atas segalanya.

  2. Kewaspadaan yang kedua adalah bahwa seorang pemimpin harus
     mendorong mereka yang berkomitmen untuk selalu berusaha mencapai
     tingkat tertinggi kesabaran, kerendahan hati, kasih, dan
     karakter-karakter lain; tegas dan sederhana dalam penggunaan
     material; serta adil dan tidak berlebihan dalam merespons
     masalah. Seorang pemimpin harus mendorong, memperingatkan, dan
     memberi saran orang-orang yang dipimpinnya melalui teladannya.
     Pemimpin harus mengajar dan menginspirasi bawahannya untuk tidak
     hanya memegang jalan keselamatan, namun juga untuk mengarahkan
     diri mereka kepada hidup yang lebih sempurna. Hal ini akan
     membimbing mereka kepada kemuliaan surga.

  3. Kemudian kewaspadaan yang ketiga adalah tentang seberapa keras
     peraturan komunitas itu harus dijaga. Seorang pemimpin harus
     menyeimbangkan ketegasan dan kelunakan. Peraturan yang terlalu
     keras akan membuat seorang pemimpin tidak disukai oleh para
     pengikutnya, yang berujung pada keengganan mereka melakukan apa
     yang diinginkan oleh seorang pemimpin. Namun, jika seorang
     pemimpin terlalu lunak, masalah yang lebih besar akan terjadi,
     dan kedisiplinan dalam komunitas akan mengalami kegagalan total.

  MENGOREKSI PERILAKU YANG TIDAK BENAR

  Ada tiga jenis penyerang dalam komunitas, dan penilaian seorang
  pemimpin diuji saat menentukan bagaimana ia harus mengembalikan
  setiap tipe penyerang itu ke dalam kehidupan komunitas yang benar.

  1. Beberapa orang segera bertobat setelah mereka melakukan suatu
     tindakan yang salah. Menghadapi tipe perilaku seperti ini,
     seorang pemimpin harus menggunakan obat yang disebut
     "pengampunan". Pelaku harus benar-benar memperbaiki kesalahan dan
     bertobat. Hukuman yang diberikan harus cukup berat agar yang lain
     tidak melakukan hal yang sama, namun juga cukup ringan agar
     pelaku merasa tidak menyesal telah bertobat karena kesalahannya.
     Seorang pemimpin yang memberikan hukuman juga harus bersikap
     mengampuni, sehingga, jika suatu saat nanti ia melakukan
     kesalahan yang sama, ia juga bersedia mendapatkan hukuman yang
     sama.

  2. Beberapa orang, jika mereka bersalah, malah menyembunyikan,
     membela diri, dan meminimalisir kesalahannya. Menghadapi tipe
     perilaku seperti ini, seorang pemimpin lebih baik menunggu, meski
     ia sudah mengetahui perilaku salah itu sejak lama. Ia harus sabar
     dan mengabaikan dosa yang belum dapat ia koreksi. Sementara itu,
     ia harus berdoa agar pelaku tersebut bertobat. Mungkin pada
     akhirnya, Tuhan akan mengoreksi perilaku dosa itu atau 
     menyingkapkan dosa yang ditutupi sehingga koreksi akhirnya dapat 
     dilakukan. Di samping itu, seorang pemimpin juga harus 
     memperingatkan komunitasnya agar waspada akan adanya dosa yang
     ditutupi.

  3. Jenis yang lain adalah mereka yang mau secara publik mengakui
     kesalahan, namun menolak menerima koreksi. Kadang mereka
     berpura-pura menerima koreksi, namun tidak sungguh-sungguh
     memperbaiki perilaku mereka. Keadaan ini sangat berbahaya bagi
     anggota komunitas lain. Menghadapinya, seorang pemimpin harus
     mempertimbangkan untuk mengeluarkan orang tersebut jika -- secara
     berbarengan -- terjadi keempat hal ini: kesalahannya serius;
     serangannya bersifat publik; pelaku bandel dan sepertinya tidak
     ada harapan untuk dikoreksi; dan orang lain dalam komunitas
     terpengaruh oleh perilakunya.

  MENANGANI TUGAS-TUGAS ADMINISTRATIF

  Seorang pemimpin yang baik mendelegasikan tanggung jawab
  administratif sedapat mungkin kepada orang lain. Keperluan
  sehari-hari kehidupan memang harus ditangani, namun seorang pemimpin
  yang menerjunkan dirinya pada hal itu berisiko tidak melihat hal
  yang lebih penting, bagian yang lebih mulia dari peranannya. Dalam
  pikirannya, ia seharusnya cenderung melihat hal-hal yang penting
  bagi keselamatan. " ... kaucarilah dari seluruh bangsa itu
  orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat
  dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah
  mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin
  seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang.
  Dan sewaktu-waktu mereka harus mengadili di antara bangsa; maka
  segala perkara yang besar haruslah dihadapkan mereka kepadamu,
  tetapi segala perkara yang kecil diadili mereka sendiri; dengan
  demikian mereka meringankan pekerjaanmu, dan mereka bersama-sama
  dengan engkau turut menanggungnya" (Kel 18:21-22). "Kami tidak
  merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani
  meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari
  antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya
  kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri
  dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman"
  (Kis. 6:2-4).

  Bila komunitas diumpamakan sebagai tubuh, maka pemimpin adalah 
  kepalanya. Kepalalah yang bertanggung jawab atas segala pekerjaan 
  bagian tubuh. Kepala bekerja sebagai koordinator fungsi sistem saraf 
  tubuh, yang tidak melakukan satu tugas spesifik tertentu, namun 
  menangani kebutuhan setiap anggota tubuhnya.

  Pemimpin harus mengambil tanggung jawab pribadi terhadap 
  masalah-masalah spiritual komunitasnya. Sebagai pemimpin, ia harus 
  mengerahkan energinya terutama untuk hal-hal yang menyangkut 
  pertumbuhan rohani dan keselamatan kekal. Ia harus mengusahakan agar 
  komunitasnya penuh kasih dan kedamaian. Ia harus mengerti kondisi 
  moral setiap anggota komunitas dan membantu setiap orang mengatasi 
  masalah. Ia harus meramalkan dan mencegah bahaya yang mungkin 
  menimpa anggota komunitas karena dosa mereka. Ia memperingatkan 
  mereka untuk memperbaiki tingkah laku. Ia memotivasi dan mengoreksi 
  apa yang harus dikoreksi. Ia memberi setiap anggota pekerjaan yang 
  cocok sehingga semua orang dapat melakukan dengan benar apa yang 
  harus mereka lakukan bagi komunitas.

  MEMIMPIN DIRI SENDIRI

  Yang paling penting dari semuanya adalah bahwa seorang pemimpin
  harus menjaga kehidupan rohaninya sendiri, yang berujung pada
  pemeriksaan diri dalam tiga bidang.

  1. Bidang yang pertama adalah hati nurani. Jika hati nuraninya
     bersih, tindakan seorang pemimpin mulia dan motifnya murni. Ia
     tidak berkehendak, melakukan, memerintahkan, atau mengizinkan
     sesuatu yang bertentangan dengan komitmen dalam komunitas, yang
     melanggar norma dan hukum, serta yang melibatkan skandal dan
     dosa. Ia tidak melakukan atau mendorong terjadinya suatu kebaikan
     demi kemuliaan manusia, melainkan demi menyenangkan Allah. Apapun
     yang seorang pemimpin lakukan untuk Allah, sebagai seseorang yang
     bertindak atas nama-Nya, harus dilakukan demi kepentingan Allah. 
     Karena itu, seorang pemimpin harus memeriksa hati nuraninya -- 
     apakah kotor atau bersih. Jika selama ini ia telah melakukan 
     kesalahan, ia sebaiknya bertobat dan meminta Tuhan membantunya 
     berubah. Namun jika selama ini ia telah berbuat baik, seorang 
     pemimpin dapat bersukacita tanpa harus membanggakan diri sendiri, 
     karena sebenarnya Allah-lah yang telah membantunya melakukan 
     sesuatu yang baik.

  2. Bidang yang kedua adalah tingkah laku dan perkataannya saat ia
     melayani orang lain. Sebagai seseorang yang hidupnya diabdikan
     untuk orang lain, seorang pemimpin harus memberi teladan yang
     baik. Semua yang ia lakukan harus seimbang. Tidak terlalu tegas
     atau lunak; tidak terlalu tertutup atau terbuka; tidak terlalu
     banyak atau sedikit menghabiskan waktu dengan anggota komunitas;
     tidak terlalu mengawasi atau mengabaikan kegiatan anggota
     komunitas; dll.. Tentunya sangat sulit untuk mencapai
     keseimbangan yang sempurna, namun apa yang biasanya menghasilkan
     sesuatu yang baik secara konsisten adalah menjadi sebaik mungkin.
     Kebaikan membuat anggota komunitas mengasihi pemimpin, menaati
     pemimpin dengan tulus, serta mengadukan masalah mereka kepada
     pemimpin dengan tidak ragu-ragu. Hal ini pada akhirnya memudahkan
     seorang pemimpin untuk membawa mereka kepada Kristus.

  3. Lalu, bidang yang terakhir adalah hikmat dalam memercayai
     penilaian baiknya sendiri. Tidak seperti mata yang melihat
     segalanya kecuali dirinya sendiri, hikmat tidak boleh gagal
     melihat dirinya sendiri. Musuh yang paling besar bagi seorang
     pemimpin adalah merasa dirinya sendiri benar. Karena itu, seorang
     pemimpin harus bersedia mencari dan mendengarkan nasihat dari
     orang yang tepat -- bukan penjilat atau pun pengumpat. Ada tiga
     keuntungan saat pemimpin mencari nasihat. Pertama, saat orang
     lain setuju dengan keputusannya, ia lebih percaya diri bahwa dia
     tidak melakukan kesalahan. Kedua, jika keputusannya ternyata
     salah, ia tidak akan terlalu disalahkan seperti seandainya ia
     mengambil keputusan sendiri. Terakhir, saat pemimpin dengan
     rendah hari mencari nasihat, Allah akan memberikannya pemahaman
     yang sebelumnya tidak dimilikinya, yang mungkin berasal dari
     perkataan orang lain atau pemikirannya sendiri. (t/Dian)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Judul buku: The Character of a Christian Leader
  Judul asli bab: Good Judgement
  Penulis: St. Bonaventure
  Penerbit: Servant Books, Michigan 1978
  Halaman: 41 -- 60

==================================**==================================
KUTIPAN

                     Tanpa penilaian yang baik,
            sebuah kepemimpinan tidak akan berjalan baik.

==================================**==================================
INSPIRASI

                  MENILAI BUKAN BERARTI MEMBANDINGKAN
                   Ditulis oleh: Sri Libe Suryopusoro

  Di dalam kehidupan ini, sering kali kita diperhadapkan dengan
  penilaian. Ketika kita masuk sekolah, baik dari tingkat yang
  terkecil seperti TK sampai tingkat tertinggi di universitas, kita
  akan menerima hasil penilaian dari orang tertentu. Kita akan
  dibandingkan dengan standar yang ada atau orang-orang yang bersaing
  dengan kita. Kita pun cenderung melakukan penilaian dalam kehidupan
  kita. Kita membandingkan anak kita dengan anak tetangga kita. Dan
  kita pun mulai berujar, "Mengapa anak saya bodoh?"

  Sebagai pemimpin, bisa jadi kita tergoda untuk memberikan penilaian.
  Kita memperlihatkan standar kerja ke orang yang kita pimpin. Lalu
  kita pun tergoda untuk mengatakan bahwa mereka bukan anak buah yang
  baik. Sebenarnya hal yang sama pun terjadi di lingkungan orang yang
  kita pimpin. Mereka juga menilai kepemimpinan kita dan memberikan
  komentar, apakah kita pemimpin yang baik atau bukan. Sekali lagi,
  kita akan membandingkan dengan orang lain.

  Penilaian sering terjadi, dan menurut saya, penilaian bukanlah hal
  yansg salah. Kita pernah mendengar Tuhan mengutarakan kekecewaan-Nya
  ketika melihat hamba-Nya tidak melakukan tugasnya dengan baik. Kita
  juga pernah membaca Tuhan kecewa terhadap imam Eli dan memilih
  penggantinya karena nilai yang tidak bagus. Anak-anak imam Eli tidak
  melakukan apa yang benar di hadapan Allah. Nah, bagaimana cara Tuhan
  memberikan penilaian?

  Saya tidak menemukan Tuhan membandingkan hamba-Nya dengan orang 
  lain. Dia membandingkan hamba-Nya dengan hamba itu sendiri. Adam 
  misalnya, ketidaktaatannya dibandingkan dengan Adam yang seharusnya. 
  Kemudian Elia, ketika ia lari karena ketakutan, Tuhan hadir dan 
  menyadarkan Elia akan Elia yang Tuhan kenal. Lalu Daud, dosa yang 
  dia lakukan dinilai, dan sekali lagi, Tuhan membandingkan Daud 
  dengan Daud yang seharusnya. Yesus pun melakukan hal yang sama. Hal 
  ini terjadi ketika Marta protes dan meminta penilaian dari Yesus. 
  Marta merasa sudah sangat rajin melayani Yesus dan membandingkan 
  diri dengan Maria. Namun, Yesus tidak terjebak dengan penilaian 
  tersebut. Dia tidak membandingkan Maria dengan Marta, melainkan 
  memberi tahu bahwa Maria sudah mengambil pilihan yang baik. Petrus, 
  yang sudah mengkhianati Yesus, tidak dibandingkan dengan Yohanes 
  atau murid lainnya. Yesus justru memberikan Petrus kekuatan untuk 
  menjadi dirinya yang sesungguhnya.

  Buat saya, itulah inti penilaian. Membandingkan diri mereka sendiri
  dengan diri mereka yang seharusnya. Anak yang sudah belajar giat
  tetapi tetap mendapatkan nilai yang buruk, perlu kita beri ucapan
  selamat. Karena mereka sudah bisa mencapai hasil maksimal yang bisa
  mereka capai. Anak yang sangat pintar, yang setiap hari hanya
  santai-santai tapi mendapatkan nilai yang bagus, perlu kita tegur
  karena mereka seharusnya bisa mencapai lebih dari yang saat ini
  mereka capai.

  Penilaian kita bukan lagi berdasarkan hasil, tetapi usaha mereka.
  Peringkat di kelas tidak lagi berdasarkan rata-rata hasil ujian,
  melainkan seberapa keras mereka belajar. Kinerja kita dinilai bukan
  berdasarkan prestasi diri kita -- seberapa banyak kita bisa menjual
  produk, merekrut orang, dsb. -- melainkan sejauh mana kita berusaha.
  Kita bandingkan dengan diri kita sendiri.

  Jika kita memang mampu mendapatkan nilai 10 dan kita hanya 
  mendapatkan nilai 9, maka kita mendapatkan penilaian yang kurang 
  bagus. Sedangkan jika kita memang hanya mampu mendapatkan nilai 7 
  tetapi kita mendapatkan nilai 8, maka kita akan dinilai sangat 
  bagus. Adilkah hal ini? Kita melihat konsep yang sama dalam 
  perumpamaan talenta. Satu orang diberi satu talenta, yang lain dua, 
  dan lainnya lima. Tuhan tidak membedakan antara orang yang 
  memberikan hasil dua dan lima talenta. Mereka mendapatkan 
  penghargaan yang sama. Bukankah kita akan lebih menghargai yang 
  menghasilkan lima dibandingkan dua? Tetapi Tuhan memperlakukan 
  mereka dengan cara yang sama. Penilaian Tuhan tidak berdasarkan 
  hasil yang mereka capai, melainkan usaha mereka, sesuatu yang mereka 
  lakukan.

==================================**==================================
JELAJAH SITUS

                         DR. YAKOB TOMATALA

  Situs ini merupakan situs pribadi Dr. Yakob Tomatala, seorang
  pengajar, penulis buku, serta motivator dalam bidang kepemimpinan.

  Meski nampaknya masih dalam pengembangan, situs ini sudah berisi
  beberapa bahan yang nampaknya akan membantu menambah wawasan Anda
  dalam hal kepemimpinan Kristen.

  Selain artikel-artikel kepemimpinan Kristen, Anda dimungkinkan untuk
  mengenal profil beliau lebih lengkap, pusat pelatihan kepemimpinan
  yang didirikannya, serta buku-buku yang telah ditulisnya.

  Nah, jika Anda tertarik, silakan Anda mengunjungi alamat di bawah 
  ini. Yang jelas, situs ini termasuk situs langka, karena situs 
  berbahasa Indonesia yang khusus memuat bahan-bahan kepemimpinan 
  Kristen, sangat sedikit jumlahnya.

  ==> http://yakobtomatala.com/

  Oleh: Redaksi

==================================**==================================
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/
Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Sri Setyawati
Kontributor: Sri Libe Suryopusoro
e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Bahan ini dapat dibaca secara on-line di:
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
Copyright(c) 2009 oleh YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org