|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-leadership/32 |
|
e-Leadership edisi 32 (10-7-2008)
|
|
=============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JULI 2008=============
TOPIK: MENGENALI DIRI SENDIRI
MENU SAJI
EDITORIAL: Pentingnya Mengenal Diri
ARTIKEL 1: Konsep Diri yang Alkitabiah
ARTIKEL 2: Mengenal Diri, Luar dan Dalam
INSPIRASI: Menyadari Potensi Diri
==================================**==================================
EDITORIAL
PENTINGNYA MENGENAL DIRI
Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia diciptakan dengan
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semua itu akan lebih
bermanfaat jika Anda sanggup mengenalinya. Ya, mengenal diri
sendiri. Mengenal diri sendiri berarti mengetahui kelebihan dan
kelemahan yang ada dalam diri. Tidak hanya itu, kita juga harus
dapat memanfaatkan kelebihan itu semaksimal mungkin. Sebaliknya,
kekurangan yang kita miliki juga harus kita terima dan siasati agar
tidak membuat kita jatuh. Saat kita mampu mengenal diri dengan baik,
maka kita pun akan mampu memimpin orang lain dengan baik.
Untuk itu, pada edisi kali ini Redaksi mengajak Anda untuk
mengetahui cara dan arti penting dari mengenal diri. Bagi pemimpin
Kristen, pengenalan diri yang alkitabiah tentunya sangat diperlukan.
Oleh karena itu, dua artikel yang kami sajikan kali ini layak Anda
simak. Jangan lupa pula untuk menyimak kolom Inspirasi. Kami harap
muatan yang ada menginspirasi Anda untuk dapat mengenal diri sendiri
dengan lebih baik.
Selamat menyimak!
Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Dian Pradana
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman.
Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa
Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian,
kamu tidak tahan uji."
(2 Korintus 13:5)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=2Korintus+13:5 >
==================================**==================================
ANDA ITU UNIK -- DIRANCANG UNTUK MEMULIAKAN ALLAH
SESUAI DENGAN KEUNIKAN YANG ANDA MILIKI
==================================**==================================
ARTIKEL 1
KONSEP DIRI YANG ALKITABIAH
Diringkas oleh: Dian Pradana
Dunia ini semakin egois. Bahkan, Rasul Paulus mengatakan bahwa
"manusia akan mencintai dirinya sendiri ... daripada menuruti Allah"
(2 Tim. 2:3,4). Satu hal yang jelas dan nyata adalah bahwa kita
semua menjadi egois dan terikat dengan kata-kata seperti aktualisasi
diri, penghargaan diri, dan pemenuhan diri.
Lalu apa solusinya? Apa yang kita perlukan? Satu-satunya jalan
adalah kita harus dapat melihat diri kita dalam terang anugerah
Tuhan dan tidak ikut terseret dalam keegoisan dunia.
Alkitab juga menyatakan agar kita berpikir mengenai diri sendiri
dengan benar. Roma 12:3 mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang
dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara
kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada
yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu
rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang
dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing."
Konsep diri yang alkitabiah, yang berkembang dari konsep kita
mengenai Tuhan dan anugerah-Nya, adalah sesuatu yang penting agar
kita memiliki kedewasaan rohani yang kokoh untuk melayani, mampu
memimpin sesama, dan khususnya supaya kita mampu menjadi pelayan.
Oleh karena itu, agar kita dapat memimpin dan melayani sesama dengan
efektif, kita harus mengenal diri kita secara alkitabiah. Hal ini
berarti kita harus mengetahui kemampuan dan keterbatasan kita,
sekaligus mengingat pandangan Tuhan yang alkitabiah, anugerah-Nya
kepada kita melalui Kristus, dan menyadari bahwa kecukupan kita
selalu ada di dalam Tuhan, kemampuan dan kelemahan kita tidak akan
menambahinya.
Mengapa kita perlu berpikir demikian? Karena tanpa pengenalan diri
yang cukup, kita akan terombang-ambing di antara ketakutan dan
gengsi atau antara ketidaknyamanan dan kepercayaan diri yang
berlebihan. Tanpa pengenalan diri yang cukup, kita akan berkutat
dalam keriuhan aktivitas untuk mencoba merasa diri baik karena
prestasi kita. Kedewasaan iman Paulus dan kualifikasinya sebagai
seorang pemimpin terlihat dalam kebebasannya melayani sesama, karena
anugerah-Nya, ia telah dipanggil sebagai pelayan, ia tidak mencoba
menutupi citra dirinya yang buruk atau membuat orang lain terkesan
dengan kehebatannya (lih. 1 Kor. 4; 1 Tes. 2:1-6).
Perasaan rendah diri akan merampas energi, kekuatan, dan perhatian
kita untuk berhubungan dengan orang lain karena kita terserap oleh
perasaan kita -- bahwa kita kurang baik. Hal itu benar, terutama
saat kita ada di hadapan orang yang mengingatkan akan kekurangan
kita. Dalam situasi tersebut, kita menjadi sangat sadar diri
sehingga kita tidak dapat memberikan perhatian yang cukup kepada
orang lain. Akibatnya, kita mungkin akan dicap sebagai orang yang
acuh tak acuh dan sombong. Perasaan rendah diri menghalangi kita
untuk mengasihi dan memedulikan sesama.
Orang dengan pengenalan diri yang kurang akan melihat pendapat orang
lain, baik itu pujian atau kritik, sebagai faktor penentu dalam
pikiran atau perasaan mereka tentang diri mereka sendiri. Orang yang
tidak dapat mengenali diri sendiri adalah budak pendapat orang lain.
Mereka tidak bebas menjadi diri sendiri.
Apa yang kita perlukan adalah kepercayaan diri yang didasarkan pada
pengenalan akan Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya, sambil juga
menyadari bahwa kita masing-masing adalah makhluk ciptaan-Nya yang
unik, baik secara fisik maupun spiritual.
Tapi bagaimana kita bisa mencapai keseimbangan kedewasaan rohani
tersebut? Untuk dapat mencapainya, ada beberapa hal yang perlu kita
ketahui, terapkan, dan hubungkan. Setidaknya ada tiga kebenaran
alkitabiah yang diperlukan agar kita memiliki konsep pengenalan diri
yang dewasa. Dengan memahami dan menghubungkan kebenaran alkitabiah
ini, seseorang akan mampu menerima diri apa adanya tanpa rasa takut
dan gengsi, atau tanpa ketidaknyamanan maupun pemahaman yang salah
dalam kesombongan atau kearogansian.
ORANG PERCAYA YANG DEWASA ROHANI MEMILIKI KONSEP ALKITABIAH MENGENAI
CITRA DIRI MEREKA.
Seseorang yang dewasa rohani mendapatkan rasa penghargaan atas
dirinya dari persekutuan mereka dengan Yesus Kristus dalam segala
pemenuhan, talenta, dan kecukupan dalam hidup yang disediakan-Nya,
serta pemahaman bahwa Dia memunyai kehendak dan tujuan bagi setiap
orang percaya (band. Rm. 12:3; Ef. 1:3, 2:10; Kol. 2:10 dengan 1
Tim. 1:12-15; 1 Kor. 15:9-11). Sayangnya, banyak orang menganggap
diri mereka menurut potret yang mereka kembangkan dari pesan yang
mereka terima sejak mereka kecil dalam lingkungan -- orang tua,
guru, teman, dan lain-lain. Hal itu mungkin baik, mungkin juga
buruk, mungkin benar, atau mungkin salah, namun itulah hal yang
mendasari bagaimana orang berpikir tentang diri mereka sendiri.
Bagian dari proses pendewasaan sebagai orang percaya adalah
kemampuan untuk melihat diri kita yang baru dalam Kristus, yang
telah diciptakan ulang seturut dan dalam gambaran Allah untuk
kehidupan yang baru (lih. Ef. 4:21-24; Kol. 3:9-11).
1. Cara untuk mencintai diri berdasarkan latar belakang agama, suku,
atau status sosial bukanlah kebencian terhadap diri sendiri atau
penolakan atas nilai diri, namun kesadaran akan di mana dan
bagaimana nilai diri tersebut diperoleh melalui anugerah Tuhan
kepada kita melalui Kristus.
2. Cara untuk menghargai diri (berdasar status sosial, performa,
penampilan, latar belakang agama, dll..) bukanlah penyangkalan
diri, melainkan pemahaman dan penerimaan anugerah dan kecukupan
yang diberikan-Nya pada kita dalam Kristus yang adalah
satu-satunya yang memberikan kita makna dan nilai yang sejati.
3. Cara untuk memenuhi diri bukanlah hidup yang tanpa arti dan
tujuan, melainkan hidup yang sepenuhnya terpikat dalam Tuhan dan
tujuan-Nya sehingga pemenuhan diri dapat dicapai secara alami
(atau rohani) melalui hubungan dan keterlibatan dengan Tuhan,
bukan dalam keasyikan akan diri sendiri.
Perhatikan ayat-ayat berikut: Rm. 12:3; Kej. 1:26-27; Maz. 139:12;
Ams. 16:1-4, 8; Ef. 1:3, 6, 2:10; Kol 2:10; Rm. 12:4; 1 Kor. 12; Ef.
4:7; 1 Pet. 4:10; Kol. 3:10; 2 Kor. 3:18.
Apa arti semua itu? Artinya kebenaran rohani itu harus memberikan
sebuah tujuan spesial dan keyakinan akan kuasa Tuhan dalam hidup
setiap orang percaya. Masalahnya banyak orang cenderung melihat
talenta, prestasi, dan popularitas orang lain, kemudian mengukur
diri dengan apa yang mereka lihat pada orang lain itu. Kita
membandingkan orang dengan orang. Hal ini tidak hanya akan membuat
kita tidak melihat anugerah dan rencana-Nya, namun hal ini juga akan
menimbulkan perasaan inferioritas, kecemburuan, dan gengsi. Hal ini
berujung pada prinsip penting kedua dalam kita memandang diri secara
alkitabiah.
ORANG PERCAYA YANG DEWASA IMAN MENGGUNAKAN TOLOK UKUR YANG BENAR UNTUK
MENILAI KESUKSESAN.
Tuhan Yesus dan prinsip-prinsip Injil harus menjadi tolok ukur kita
untuk mengukur nilai dan citra diri kita (band. 1 Kor. 3:4-7, 4:1-5, 15:9-11; 2 Kor. 10:12; Ef. 4:13). Berikut adalah beberapa
alasan mengapa tolok ukur yang benar itu diperlukan.
1. Kita adalah alat Tuhan. Keefektifan selalu merupakan hasil karya
Tuhan, bukan kerja keras, cara kerja, kepandaian, dan hikmat kita
(1 Kor. 3:4-7).
2. Apa yang dilihat Tuhan adalah kesetiaan kita terhadap
anugerah-Nya! Apa yang dilihat Tuhan adalah kesetiaan kita dalam
menggunakan kesempatan, kemampuan, dan pelayanan yang Ia berikan
pada kita dan bukan kesuksesan yang sering kali diukur oleh
manusia (Luk. 12:42; 2 Tim. 2:2; 1 Kor. 4:1-2).
3. Segala yang kita punya adalah karena anugerah Tuhan. Apa pun yang
kita punya -- kemampuan, talenta, pelayanan, dan bahkan
kesempatan -- adalah anugerah Tuhan, bahkan udara yang kita hirup
(Rm. 12:3a, 1 Kor 15:9-11).
4. Yesus Kristus adalah standar dan tujuan kita, bukan manusia.
Manusia dapat menjadi teladan keilahian, namun itu dapat terjadi
saat manusia itu membawa kita kepada Kristus dan menjadi
seperti-Nya (1 Kor. 11:1). Kristus, sebagai standar kita adalah
standar kualitas, namun kita tidak mengukurnya dengan pendapat
dan standar ukuran yang digunakan manusia. Kita mengukurnya
dengan ajaran Injil, kedewasaan karakteristik moral keilahian.
Bagi kehidupan Kristen, Kristus adalah standar pokok bagi
pertumbuhan dan kedewasaan dan porsi yang kita terima seiring
kita bertumbuh di dalam-Nya dan menjadi seperti-Nya oleh anugerah
Allah. Kita juga harus menjadi pelayan yang setia (1 Kor. 4:1-3).
Artinya, kita tidak boleh mengukur diri atau mengizinkan diri
diukur oleh standar manusia seperti yang diungkapkan pada ayat
itu. Tuhan mungkin menggunakan berbagai cara untuk membantu kita
belajar dan bertumbuh dalam standar keilahian, namun ujian akhir
kita adalah Injil, bukan pendapat manusia.
5. Standar yang benar itu penting bagi stabilitas rohani. Memiliki
dan menggunakan standar yang benar untuk keefektifan dan
kesuksesan itu penting untuk menghasilkan pertumbuhan, kedewasaan
rohani, dan kepemimpinan atau pelayanan yang sukses. Mengapa?
Karena tanpa standar yang benar itu, Anda akan mengukur diri,
nilai, kemajuan, dan kesuksesan Anda menggunakan standar manusia
dan respons mereka terhadap Anda. Biasanya, standar manusia
adalah hal-hal seperti angka, nama, kepribadian, karisma, dan
sejenisnya. Itu salah. Paulus menulis, "Memang kami tidak berani
menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan
orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka
mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan
dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!" (2
Kor. 10:12). Mengapa bodoh? Karena standar ukuran yang salah akan
membahayakan kemampuan kita dalam melayani dan melakukan tugas
kita sebagai berkat bagi sesama menurut tujuan Tuhan (band. Yer.
1:17-19; 1 Kor. 4:1-5; dengan 2 Kor. 10:0 dan 6:11-13).
Sederhananya, standar kesuksesan yang salah selalu berujung pada
sejumlah masalah yang merusak pelayanan yang efektif dan
kehidupan rohani. Standar yang salah biasanya menimbulkan ambisi
egois, persaingan tidak sehat (Fil. 1:17), rasa bersalah,
frustrasi, depresi, perasaan gagal, takut gagal yang berujung
pada penarikan diri dan rendah diri.
ORANG PERCAYA YANG DEWASA IMAN HIDUP OLEH IMAN DALAM KEBENARAN
ALKITABIAH.
1. Mereka akan mewujudnyatakan kebenaran identitas mereka dalam
Kristus. Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang Kristen
diciptakan dalam gambar Tuhan (Kej. 1:26-27), bahwa setiap orang
percaya dibentuk Tuhan secara unik sejak dalam kandungan (Maz.
139:12), bahwa setiap orang percaya dalam Kristus, telah
diciptakan ulang dan adalah ciptaan rohani baru dalam Yesus
Kristus (2 Kor. 5:17), dan bahwa melalui iman dalam Kristus,
setiap orang Kristen adalah anak-anak Tuhan yang baru lahir (Yoh.
1:12-13, 3:3-6; 1 Pet. 1:3, 23;). Sungguh suatu identitas yang
luar biasa! Nilai seperti itu tidak dapat dibandingkan dan tidak
dapat diukur dari respons dan pendapat manusia.
2. Mereka akan bersandar dan mewujudnyatakan kemampuan yang
diberikan Tuhan kepada mereka -- talenta alami dan bakat rohani.
Dalam Mazmur 139:1-12, pemazmur menyatakan imannya dalam hikmat
Allah atas semua kehidupan. Pemazmur juga percaya pada tujuan
pribadi Allah dalam hidupnya. Tuhan tidak hanya Pencipta dan
Penguasa, tapi juga Yang Kekal yang secara intim peduli pada
manusia yang telah Ia ciptakan bahkan sejak dari kandungan dan
sebelumnya. Pemazmur juga menyadari bahwa ia diciptakan unik dan
meresponi apa yang diciptakan dan diberikan Allah-Nya dengan
ucapan syukur.
3. Orang percaya yang dewasa iman juga akan menyatakan tujuan Allah
dan sifat dari kehidupannya. Aktivitas kreatif dan keterlibatan
Tuhan secara alami menyertakan tujuan atas keberadaan kita serta
tempat dan waktu di mana kita berada sekarang. Jika kita
benar-benar tahu dan menyatakan siapa kita di dalam Kristus,
mengapa kita ada (duta-Nya), dan ke mana tujuan kita (kekekalan),
kita harus mampu berserah dan tenang dalam melayani dan mengasihi
sesama tanpa memedulikan keberhasilan orang lain dan respons yang
ditujukan pada kita. Ini artinya mengamalkan kesempurnaan Kristus
dan keunikan kita: (a) identitas kita dalam-Nya, (b) kemampuan
rohani yang berasal dari-Nya, (c) tujuan Allah untuk setiap orang
percaya karena-Nya, (d) dan anugerah surgawi yang datang
dari-Nya.
4. Mereka akan memiliki tingkat kepercayaan diri dalam Tuhan;
hadirat dan pemenuhan Allah menjadi sumber kehidupan dan
pelayanan mereka. Adalah penting untuk kita mengenal diri
sendiri, apa yang dapat dan tidak dapat kita lakukan, namun di
atas semuanya itu, kita harus memiliki keyakinan dalam Tuhan yang
diikuti nyali untuk bergerak maju. Hal ini penting bagi pelayan
itu sendiri dan yang dilayaninya (Fil. 4:13; 1 Kor. 3:6, 4:1-5; 2
Kor. 2:14). Tak seorang pun dari kita merasa cukup dengan diri
sendiri; tak peduli siapa kita, latihan yang kita lakukan,
keunggulan fisik kita, kedewasaan iman kita, atau bakat dan
talenta kita. Hal ini diilustrasikan dengan luar biasa di
2 Korintus 2:14-16, 3:4-6, dan 2 Korintus 12:9-10. Ayat-ayat itu
mengingatkan kita bahwa Tuhan akan menggunakan kemampuan kita,
seperti Ia menggunakan kemampuan mengajar dan ketajaman pikiran
Paulus -- keduanya adalah anugerah Tuhan -- namun terkadang Ia
memberikan kelemahan pada kita dan entah bagaimana berkarya dalam
kita untuk menunjukkan anugerah dan kuasa-Nya.
5. Mereka akan berusaha menemukan dan membenahi kelemahan yang dapat
diperbaiki. Meski semua orang percaya memiliki talenta dan
kelebihan, mereka juga memunyai kelemahan. Beberapa di antaranya
dapat diubah dan beberapa tidak. Bagian dari kedewasaan iman
adalah menemukan kelemahan yang dapat diubah dan kemudian
berusaha memerbaikinya dengan anugerah Tuhan sambil belajar untuk
hidup dengan kelemahan yang tidak dapat diubah. Tuhan menciptakan
apa adanya kita, tidak dalam keberdosaan kita, namun dalam
kelebihan dan kelemahan kita.
Kita harus melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan dengan
kelebihan kita (1 Kor. 15:9-10). Artinya, kita harus puas dengan
kelebihan kita dan jangan pernah iri dengan kelebihan orang lain
yang lebih dari kita. Namun demikian, kita harus berusaha
mengubah kelemahan yang bisa kita ubah melalui anugerah Tuhan dan
seturut dengan standar Alkitab, bukan dunia. Tidak hanya itu,
kita juga harus mensyukuri apa yang tidak dapat kita ubah.
Pemahaman tentang konsep di atas akan membawa kita kepada
setidaknya empat langkah penting:
a. Kita harus bersyukur kepada Tuhan atas diri kita -- makhluk
unik dan spesial yang dibekali tujuan hidup (Ef. 2:10; Maz.
39:14; Rm. 12:3; 1 Pet. 4:10).
b. Kita harus berusaha mengetahui kekuatan kita dan mengembangkan
kemampuan kita sampai pada puncaknya. Dengan kata lain, kita
harus menjadi yang terbaik menurut karya kreatif Tuhan dalam
hidup kita.
c. Kita harus memerbaiki apa yang ada dalam hidup kita yang dapat
kita benahi sebagai pelayan yang baik, yang ada karena
anugerah Tuhan dan menurut arahan dan standar Alkitab.
d. Kita harus menerima apa yang tidak dapat kita ubah, percaya
kepada karya Allah, dan memaksimalkan kelebihan orang lain
dalam Tubuh Kristus.
Hal-hal yang tidak dapat kita ubah: Beberapa kelemahan atau
kekurangan yang tidak dapat kita ubah; bukan masalah moral atau
masalah dengan dosa. Malahan, kekurangan ini adalah beberapa hal
dalam hidup kita yang tidak dapat kita ubah, di antaranya:
leluhur, sejarah, ras, kebangsaan, kelamin, keluarga, fitur
fisik, kemampuan mental (bakat alami, keterbatasan mental, dan
talenta), ukuran fisik, kemampuan dan cacat tubuh, serta penuaan
dan kematian.
Hal-hal yang dapat kita ubah: Hal-hal ini meliputi hal-hal yang
dapat kita ubah. Dalam beberapa kasus, hal-hal ini menjadi
masalah dalam kehidupan rohani seseorang sementara dalam kasus
lain tidak. Di antaranya adalah berat badan, kondisi fisik,
kekuatan fisik, karakter atau kedewasaan rohani, pengetahuan dan
kegunaannya, pakaian, perawakan, sikap dan sudut pandang,
ekspresi wajah, kebiasaan atau pola hidup, keterampilan, dll..
Jelas semua yang tidak sesuai dengan Alkitab dan kehendak moral
Tuhan adalah dosa dan harus diubah melalui anugerah Tuhan (Rm.
6:1; Ef. 4:22; Kol. 1:9, 3:4; Ams., Maz. 119) (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs: bible.org
Judul asli artikel: A Biblical Concept of Oneself
Penulis: J. Hampton Keathley, III , Th.M.
Alamat URL: http://www.bible.org/page.php?page_id=447
==================================**==================================
ARTIKEL 2
MENGENAL DIRI, LUAR DAN DALAM
Bertahun-tahun yang lalu, saat saya masih menjadi pendeta muda dan
menjadi pembicara dalam seminar-seminar, saya dan istri menonton
film berjudul "A Man for All Season", karya Robert Bolt yang
mengisahkan kehidupan Thomas More di Inggris pada abad ke-16. Saya
terpana akan penggambaran Bolt terhadap pria yang integritas dan
kelebihannya di bawah tekanan Raja Henry VIII membuatnya menjadi
pemimpin dan menjadi penentu masa depan generasinya. Setelah melihat
film itu, saya membaca segala macam literatur yang dapat saya
temukan tentang Thomas More.
Saya tidak perlu membaca terlalu banyak untuk mengetahui bahwa More
adalah seseorang yang jauh lebih kompleks daripada karakter yang ada
di film. Hal itu membuat saya kecewa dengan karakter Thomas More
yang ada di film. Namun demikian, saya sangat menyukai film
tersebut, dan saya pun membeli buku yang berisi skenario dari film
karya Bolt tersebut. Beberapa dialog di dalamnya sangat cocok
digunakan sebagai ilustrasi bagi khotbah-khotbah saya selama
beberapa dekade.
Dalam kata pengantarnya, Robert Bolt mengapresiasi karakteristik
pemeran utama, Thomas More, yang telah membuatnya menjadi seperti
sekarang. "Saat saya menulis tentangnya (More), saya menemui bahwa
ia adalah seseorang yang memiliki keteguhan akan dirinya sendiri.
Dia tahu di mana dia harus mulai dan berhenti, kapan dia melanggar
batas dan apa yang melanggar batas keyakinannnya."
Ia tahu dari mana ia harus memulai dan berhenti; sungguh luar biasa.
Mengenal diri sendiri secara menyeluruh, More mampu menolak segala
jenis suap dan ancaman yang dilayangkan padanya untuk membujuk dan
memaksanya mengingkari suara hatinya sendiri. Seumur hidupnya, ia
"keukeuh" dan penuh integritas.
Yunani kuno pun menekankan pentingnya seseorang untuk mengenal diri
sendiri. Kita tidak banyak mendengar mengenai hal itu pada zaman
sekarang, dan itu sangat disayangkan karena sebenarnya sakit hati
dan tragedi dalam kehidupan dapat dicegah jika seseorang mengenali
dirinya sendiri.
Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk membantu kita mengetahui
diri sendiri dan apakah kita telah mengenal diri sendiri dengan
baik.
1. Apa kelebihan Anda? Hal ini berhubungan dengan kekuatan, talenta,
bakat, dan semacamnya.
2. Apa kelemahan Anda? Lebih baik jangan pernah lakukan hal-hal yang
tidak dapat Anda lakukan.
3. Apa kelebihan Anda yang paling menonjol? Dalam hal apa Anda
merasa paling kompeten?
4. Apa kelemahan Anda yang paling menonjol? Hal-hal apa yang perlu
Anda waspadai kalau-kalau kelemahan Anda itu menghalangi jalan
Anda?
5. Apa yang paling Anda yakini? Temukan dua keyakinan yang paling
Anda yakini dari banyaknya keyakinan yang Anda genggam.
6. Apa yang paling tidak Anda yakini? "Saya tidak akan pernah
memercayainya," kita semua pasti pernah mengucapkan kata-kata
itu. Apa yang benar-benar tidak Anda yakini?
7. Apa yang membuat Anda menyangkal Tuhan? Pertanyaan ini adalah
cara lain untuk menanyakan, "Berapa harga Anda?". Tentang hal
ini, para pelajar Alkitab akan lansung mengarah kepada subjek
pembicaraan antara Tuhan dan Iblis di Ayub 1-2.
8. Apa yang membuat Anda tidak ke gereja dan berpaling dari
kehidupan kristiani Anda? Banyak jemaat gereja yang melakukan hal
itu. Apa yang membuat Anda juga berbuat demikian?
Berikut adalah sebagian dari adegan dalam "A Man For All Seasons".
Thomas More disapa oleh pengikutnya yang bernama Richard Rich,
seseorang yang hidup sendiri dan selalu berharap naik pangkat.
Rich: "(Banyak orang bilang) Teman Sir Thomas, tapi masih belum
punya kedudukan. Pasti ada yang tidak beres dengannya."
Thomas More: "Dekan St. Paul menawarimu jabatan, dengan sebuah
rumah, pelayan, dan lima puluh pound setahun."
Rich dengan antusias bertanya, "Apa? Jabatan apa?" More menjawab,
"Di sekolah yang baru." Rich berkata, "Jadi guru!"
More: "Seseorang harus pergi ke tempat di mana ia tidak akan
dicobai." Lalu dia mengangkat cangkir perak untuk memberinya toss
dan minum.
Rich menyukai cangkir itu, More memberitahunya bahwa cangkir itu
buatan Italia dan ia pun memberikannya pada Rich, lalu berkata,
"Kamu pasti akan menjualnya, ya `kan?"
Rich: "Hhmm ... ya, aku akan menjualnya." Rich akan membeli jubah
seperti milik More. More mengatakan bahwa harga cangkir itu cukup
untuk membeli beberapa jubah.
More: "Cangkir itu dikirim kepadaku beberapa waktu yang lalu oleh
seorang wanita. Kini dia sedang ada dalam proses hukum di
pengadilan pemerintah. Itu suap, Richard."
Kemudian More berkata, "Tapi Richard, di pemerintahan, kamu akan
ditawari segala jenis barang. Aku dulu pernah ditawari sebuah
desa, dengan pabrik, dan rumah besar, dan tahu sendirilah --
lencana, aku tidak heran. Mengapa tidak mau jadi pengajar? Kamu
akan jadi pengajar yang baik. Bahkan mungkin pengajar yang hebat."
Rich: "Dan jika aku jadi pengajar yang hebat, siapa juga yang akan
mengenalku?"
More: "Kamu, murid-muridmu, teman-temanmu, Tuhan. Bukan citra yang
buruk, yang .... Oh, dan hidup yang tenang."
Pada akhir cerita, saat Thomas More diadili karena menentang raja
dan Richard Rich bersaksi menentangnya, ia melihat Richard memakai
medali yang melingkar di lehernya. Dia berkata, "Kamu memakai
lencana pejabat pemerintahan. Boleh aku melihatnya." Sesaat
setelah itu: "Red Dragon. Apa ini?"
Thomas Cromwell menjawab, "Sir Richard ditunjuk sebagai Mahkamah
Agung Wales."
More menatap orang kaya baru yang masih muda itu dan berbisik,
"Untuk Wales? Mengapa Richard, tidak ada untungnya bagi seseorang
untuk memberikan jiwanya pada seluruh dunia ... apalagi untuk
Wales!"
Perlu seumur hidup untuk memahami dan benar-benar mengenali diri
sendiri. Alasannya mengapa demikian adalah karena kita selalu
berubah, bertumbuh dan belajar, gagal dan berhasil, mulai dan
berhenti, selalu lebih baik atau lebih buruk dari yang sebelumnya.
Saat Daud yang masih belia berdiri menghadapi Goliat, ia menunjukkan
bahwa ia mengenali kekuatannya -- keberanian, keterampilan dengan
ketapel, iman pada Tuhan -- dan kelemahannya -- ukuran, kurangnya
senjata, kurangnya pengalaman bertarung dengan Goliat. Dari
seberang, ia menatap sang Goliat dengan kekuatan yang luar biasa --
ukuran tubuh, kekuatan fisik, senjata, tombak, pedang, dan perisai
-- namun ada satu kelemahan, matanya tidak tertutup oleh perisainya.
Saat Daud melihat tempat di mana ia bisa melemparkan batunya, dia
memilih kelemahan utama lawannya dan melemparkan batu dengan
ketapelnya di daerah antara kedua mata.
Tidak cukup untuk mengetahui kekuatan-kekuatan kita dan
menggunakannya dengan baik. Jika kita tidak mengetahui kelemahan
kita dan melindungi diri dengan menjaga dan memerhatikan kelemahan
itu, kita akan jatuh saat kita melakukan apa yang baik -- dan akan
sangat terkejut dalam prosesnya.
Pada tahun-tahun mendatang, saat Daud jatuh dalam dosa dengan
Batsyeba, dan kemudian melakukan banyak kesalahan lagi saat dia
berusaha menutupi dosanya, ia tidak lagi mengenal dirinya sendiri
seperti saat ia masih muda. Usia dan pengalaman telah mengubah
kekuatannya dan menghadirkan kelemahan-kelemahan baru kepadanya.
Keegoisan dan nafsu seksualnya membuatnya jatuh, seperti Goliat.
Saya sering kali geli dengan cara beberapa orang berdebat mengenai
elemen dalam Yesus dan karakter Allah. Apa yang ada di jiwa manusia
yang membuat kita berpikir bahwa kita dapat memahami Allah sementara
kita tidak mengenal diri sendiri?
Seseorang pernah bertanya kepada teman Albert Einstein mengenai
apakah betul hanya sepuluh orang di dunia yang benar-benar memahami
Albert Einstein. Ia menjawab, "Oh, salah. Ada sekitar dua puluh
orang, namun Einstein tidak termasuk di dalamnya." (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Joe McKeever
Judul asli artikel: Leadership Principle No. 12 -- Know Yourself
Inside and Out
Penulis: Joe McKeever
Alamat URL: http://www.joemckeever.com/mt/archives/000606.html
==================================**==================================
INSPIRASI
MENYADARI POTENSI DIRI
Seorang pembicara di seminar di Amerika Serikat sering kali
mengajukan sejumlah pertanyaan yang membuat orang berpikir ulang
tentang kehidupannya. Perkenankanlah saya mengajukan kembali
pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada Anda. Pertama, seberapa
berhargakah hidup Anda? Kedua, apakah waktu merupakan sesuatu yang
penting bagi Anda? Ketiga, mana yang lebih berharga, gedung tempat
Anda berada sekarang atau hidup Anda? Keempat, berapa waktu yang
diperlukan untuk merancang gedung tempat Anda sekarang berada?
Kelima, berapa lama waktu yang Anda gunakan untuk merancang hidup
Anda? Biasanya, orang akan menjawab bahwa waktu yang digunakan untuk
merancang gedung lebih lama daripada merancang kehidupannya. Ironis!
Sebagai orang beragama, saya sangat percaya bahwa Tuhan telah
memberi setiap orang potensi atau talenta tertentu. Saya juga
percaya, salah satu cara terbaik dalam bersyukur ialah terus
mengembangkan talenta tersebut dan menjadikannya berguna bagi
sesama. Bukan membandingkan talenta kita dengan orang lain!
Bagaimanakah dengan potensi yang Anda miliki? Sudahkah Anda
berkomitmen untuk terus mengembangkannya?
Diambil dari:
Judul buku: The Leadership Wisdom
Penulis: Paulus Winarto
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2005
Halaman: 17
==================================**==================================
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/
Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Puji Arya Yanti
e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Bahan ini dapat dibaca secara on-line di:
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
Copyright(c) 2008 oleh YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |