Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/29

e-Leadership edisi 29 (10-4-2008)

Wanita dalam Kepemimpinan

 
                           Edisi April 2008
==================================**==================================
                     Milis Publikasi e-LEADERSHIP
                                 ****
                    Topik: Wanita dalam Kepemimpinan
==================================**==================================

  MENU SAJI

  EDITORIAL         : Wanita, Derajat, dan Kepemimpinan
  ARTIKEL 1         : Bagaimana Yesus Mengembangkan Wanita sebagai
                      Pemimpin?
  ARTIKEL 2         : Wanita dan Kepemimpinan
  INSPIRASI         : Rosalie Campbell
  STOP PRESS        : - Lowongan Pekerjaan YLSA -- Editor dan
                        Penerjemah
                      - In-Christ.Net (Indonesian Christian Network of
                        Networks)

==================================**==================================
EDITORIAL

              -*- WANITA, DERAJAT, DAN KEPEMIMPINAN -*-

  Allah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dia
  juga memberikan keunikan tersendiri kepada setiap manusia
  ciptaan-Nya. Meskipun demikian, di hadapan Allah manusia itu sama
  berharganya, Dia mengasihi kita dan Dia juga mau setiap manusia,
  laki-laki dan perempuan, melakukan pekerjaan dan rencana-Nya bagi
  dunia ini. Namun tidak dapat dimungkiri, kerap terjadi diskriminasi
  jenis kelamin yang dilakukan oleh manusia sendiri. Seperti halnya di
  Indonesia. Dulu saat R.A. Kartini memulai perjuangannya untuk
  membela emansipasi wanita, perempuan hanya diperlakukan sebagai
  "konco wingking" (teman di belakang), yang memunyai hak lebih rendah
  dari laki-laki, bahkan diperlakukan dengan tidak layak. Kini,
  perjuangan R.A. Kartini membuahkan hasil. Perempuan tidak lagi
  dipandang sebelah mata, bahkan Indonesia pernah dipimpin oleh
  seorang presiden perempuan.

  Perempuan sudah seharusnya memiliki harkat dan martabat yang sejajar
  dengan laki-laki. Yesus pun sudah memberi contoh bagi kita. Selama
  pelayanan-Nya, Yesus tidak hanya mempersiapkan dua belas murid
  laki-laki saja, tetapi juga mempersiapkan para wanita untuk terlibat
  dalam pelayanan, bahkan mengembangkan mereka sebagai pemimpin. Simak
  selengkapnya di sajian edisi e-Leadership kali ini.

  Semoga sajian bulan April ini memberikan pandangan secara Kristen
  bagi para calon dan pemimpin mengenai wanita dalam dunia
  kepemimpinan.

  Selamat belajar dan memimpin!

  Staf Redaksi e-Leadership,
  Puji Arya Yanti

      "Akan terjadi pada hari-hari terakhir--demikianlah firman
   Allah--bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia;
       maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat,
      dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan,
           dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi."
                       (Kisah Para Rasul 2:17)
            < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Kisah+2:17 >

==================================**==================================

                    HANYA DENGAN MENGIKUTI KRISTUS,
          KITA DAPAT MEMIMPIN ORANG LAIN KE ARAH YANG BENAR

==================================**==================================
ARTIKEL 1

   -*- BAGAIMANA YESUS MENGEMBANGKAN WANITA SEBAGAI PEMIMPIN? -*-

  Pada era Perjanjian Baru, metode pemuridan yang intensional dikenal
  secara luas sebagai metode mengajar, dan Yesus menggunakannya untuk
  melatih para pemimpin masa depan gereja-Nya. Dalam dunia literatur
  kepemimpinan Kristen yang terus berkembang, cara Yesus mengembangkan
  pemimpin sering digunakan juga sebagai model untuk mengembangkan
  pemimpin masa kini. Contohnya, berdasarkan Markus 3:13-19, Yesus
  memilih dua belas murid, menunjuk mereka untuk menjadi pengikut-Nya,
  dan mengutus mereka (memilih, mengajar, memercayakan). Model lain
  didasarkan pada Lukas 5:1-11, di mana Anda dapat melihat Yesus
  memilih dua belas orang dan melatih mereka menjadi pemimpin di masa
  depan.

  Lalu bagaimana dengan wanita? Jika pada era gereja mula-mula kita
  melihat wanita muncul dalam kepemimpinan bersama para pria, apakah
  mungkin untuk melihat bagaimana para wanita juga dipilih, dilatih,
  dan diutus mengemban tugas kepemimpinan? Saya yakin iya. Dalam
  Injil, kita dapat melihat bagaimana Yesus, sambil memilih dua belas
  orang sebagai murid, juga mulai mengembangkan wanita, mengubah
  tradisi pola pikir, dan mulai memulihkan rekanan antara pria dan
  wanita dalam gereja dan dunia yang rusak sejak jatuhnya manusia
  dalam dosa.

  DUA BELAS MURID DAN PARA WANITA

  Yesus memilih dua belas pria sebagai murid-Nya. Hal ini terkadang
  digunakan sebagai alasan mengapa wanita seharusnya tidak turut andil
  dalam pelayanan dan kepemimpinan. Jelas kedua belas murid itu
  menduduki posisi yang spesial, namun di antara mereka yang dekat
  dengan Yesus, ada juga sejumlah pengikut wanita, dan Yesus
  mengembangkan mereka sebagai pemimpin. Fakta bahwa wanita adalah
  murni pengikut, dalam budaya di mana ada sedikit wanita yang melek
  huruf dan memiliki pendidikan formal, bertentangan dengan kehidupan
  masa kini. Dengan mengumpulkan temuan-temuan terbaru dalam ilmu
  pengetahuan Injil, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa Yesus tidak
  hanya mendorong wanita untuk mengikut-Nya, tapi juga untuk memimpin
  orang lain. Lukas 8:1-3 adalah ayat kuncinya. Di sana, kita dapat
  melihat sejumlah wanita menemani Yesus, bersama dengan kedua belas
  murid (yang disebutkan dalam Lukas 6:12-19). Menurut Richard
  Bauckham, dalam Gospel Women, ayat 1-3 adalah pernyataan ringkas
  yang mengindikasikan bahwa peristiwa itu terjadi berulang kali dalam
  periode waktu yang tak menentu. Dengan kata lain, meski ayat itu
  adalah referensi kecil, ayat itu mengindikasikan bahwa wanita
  berjalan bersama Yesus secara rutin.

  Bauckham juga menantang terjemahan NRSV, dan mengatakan bahwa teks
  Yunani dengan jelas mengatakan bahwa Yesus "bersama" dengan kedua
  belas murid dan para wanita: "Kedua belas murid bersama-Nya, juga
  para wanita ...." Di sini Yesus mengategorikan murid-murid-Nya
  menjadi dua kategori besar, dua belas pria dan wanita. Fakta bahwa
  wanita ada untuk membantu Yesus bukanlah intinya, inti pentingnya
  ialah bahwa para wanita itu bersama Yesus. Itulah makna pemuridan,
  dan baik pria maupun wanita sepertinya sederajat; tinggal menunggu
  waktu saja sampai Yesus mendelegasikan pelayanan-Nya kepada semua
  murid-Nya.

  Bauckham juga menegaskan bahwa wanita tidak ditugasi dengan hal-hal
  yang biasanya wanita lakukan dalam rumah tangga. Dalam teks Yunani
  dikatakan bahwa tidak ada pria yang membantu pelayanan Yesus dalam
  bentuk materi, hanya murid yang wanita saja yang memberikan bentuk
  bantuan tersebut kepada Yesus dan murid-muridnya. Dua belas murid
  pria sama-sama telah mengorbankan dan meninggalkan rumah dan
  keluarga mereka untuk mengikut Yesus (Lukas 5:11). Untuk seorang
  wanita terhormat seperti Yohana, mengikut Yesus juga merupakan
  pengorbanan besar. Bergabung dengan suatu kelompok seperti Yesus dan
  murid-murid-Nya yang bisa dikatakan bukan kelompok elit pada saat
  itu, pasti menjadi sebuah skandal besar.

  Hampir semua Injil menuliskan wanita-wanita yang menemani Yesus
  dalam perjalanan pelayanan-Nya (Matius 27:55-56; Markus 15:40-41;
  Lukas 23:49). Para wanita ada di kubur Yesus (Lukas 23:49) dan
  menyaksikan kebangkitan (Lukas 24:1-11). Dalam Injil Yohanes, wanita
  digambarkan sebagai sosok yang patut diteladani dengan Maria
  Magdalena sebagai contoh utamanya.

  Jadi, para intelektual menyimpulkan bahwa perbedaan antara kelompok
  pengikut Yesus yang pria dan wanita tidak sebesar anggapan selama
  ini. Para wanita "bersama"-Nya di sepanjang pelayanan-Nya,
  mengamati-Nya, dan siap sedia untuk meneruskan pelayanan-Nya setelah
  kebangkitan-Nya.

  PARA WANITA DI KAKI YESUS

  Yesus menyambut banyak wanita berbeda sebagai pengikutnya: Maria
  dari Betania, wanita di sumur, wanita Kanaan, dan lainnya yang tidak
  disebutkan. Maria duduk dekat kaki Yesus, yang menurut Tom Wright
  adalah sikap wajar seseorang yang merupakan seorang murid dan akan
  menjadi seorang pengajar. Dan Yesus menegur saudarinya, Martha,
  karena menyibukkan diri dengan hal-hal yang dianggap harus dilakukan
  oleh seorang wanita (Lukas 10:41-42). Meski perbedaan perilaku
  antara Maria dan Martha terkadang digunakan untuk mengekplorasi gaya
  hidup yang aktif dan reflektif, apa yang dilakukan Maria adalah
  contoh yang jarang sekali terjadi -- apa yang dilakukannya
  berkebalikan dengan harapan tentang seperti apa dan apa yang harus
  dilakukan oleh seorang wanita.

  Tulisan Yohanes mengenai kematian Lazarus (Yohanes 11:17-44) juga
  perlu diperhatikan. Inti dari kisah tersebut bukanlah Lazarus, namun
  percakapan antara Yesus dengan Maria dan Martha, terutama Martha.
  Pengakuan imannya mengungkapkan bahwa ia telah sungguh-sungguh
  belajar, dan ia membuat suatu deklarasi yang paling jelas akan
  imannya terhadap Injil. Maria juga menunjukkan keterusterangan dan
  iman yang sama.

  Dalam Yohanes 12:1-8, kita melihat bagaimana Maria mengurapi kaki
  Yesus -- menariknya, peristiwa itu mengawali pembasuhan kaki
  murid-murid oleh Yesus di pasal yang ke-13. Interrelasi antara dua
  pasal tersebut menunjukkan bagaimana Maria memberikan teladan
  pelayanan dan pemuridan, dan partisipasi dalam penderitaan dan
  kematian Yesus.

  RASUL KEPADA PARA RASUL

  Akhirnya, penampakan Yesus dan penugasan Maria Magdalena setelah
  kebangkitan-Nya, adalah hal yang paling menarik. Dalam pemikiran
  populer, nama Maria mendapat citra buruk karena adanya Maria-Maria
  yang lain dan asumsi yang tidak benar bahwa ia adalah seorang
  pelacur. Dari semua wanita yang mengenal Yesus, hanya Maria,
  ibu-Nya, yang disebutkan lebih sering daripada Maria Magdalena.
  Empat penulis Injil menganggapnya sebagai pengikut Yesus yang paling
  setia, dan ia muncul dalam sembilan daftar yang berbeda yang
  kesemuanya berisi nama-nama perempuan -- cuma satu daftar yang tidak
  menempatkan namanya pada urutan paling atas. Di antara pengikut
  Yesus, nama Maria paling sering muncul di Alkitab daripada nama
  kedua belas murid.

  Ketika Maria mengetahui bahwa Yesus telah bangkit, ia berteriak,
  "Rabuni", yang diartikan Yohanes sebagai "guru" (Yohanes 20:16). Hal
  itu, dan fakta bahwa ia adalah salah satu wanita yang bepergian ke
  mana-mana dengan Yesus dan belajar dari-Nya, mengisyaratkan bahwa
  ia adalah benar-benar murid Yesus, belajar dari-Nya untuk bekal saat
  ia menjadi pengajar dan pemimpin.

  Untuk murid-murid yang pertama, menjadi pengikut Yesus adalah lebih
  daripada menjadi pengikut guru-guru lainnya. Masa depan iman Kristen
  tergantung pada murid-murid Guru Yesus dan bagaimana mereka berhasil
  memberikan apa yang mereka dapat dari-Nya, dengan mengajarkan apa
  yang Ia ajarkan pada mereka dan dengan saling mengasihi seperti Ia
  mengasihi mereka. Tampaknya wanita termasuk di dalamnya.

  Inti ceritanya ada di taman, di mana Yesus memandati Maria dengan
  tugas untuk memberitakan kabar sukacita kebangkitan pada
  saudara-saudaranya, sebelas rasul. Tidak heran jika ia disebut
  "rasul kepada rasul-rasul", dan jika kualifikasi sebagai rasul
  adalah bersama Yesus dan menyaksikan kebangkitan, maka dia (dan
  wanita lain) bisa dikatakan rasul, meskipun posisi mereka tidak
  secara formal diklaim sebagai pengganti Yudas (Kisah Para Rasul
  2:21-22).

  Seperti dikatakan Carolyn Custis James, secara budaya, sah-sah saja
  untuk para rasul membatasi wanita pengikut Yesus setelah Yesus
  kembali kepada Bapa-Nya. Tapi tidak demikian bagi Yesus. Ia telah
  mengangkat wanita dengan melibatkan mereka sebagai murid dan pada
  saat kebangkitan-Nya, Ia menegaskan pelayanan mereka sebagai pembawa
  pesan. Para penulis Injil tergantung pada kesaksian wanita seperti
  Maria ibu Yesus dan Maria Magdalena untuk menuliskan kehidupan,
  kematian, dan kebangkitan Yesus. Maria ibu-Nya, dan "beberapa
  wanita" yang ada di sana setelah kebangkitan, bertekun berdoa dan
  menunggu masa depan yang terbentang (Kisah Para Rasul 1:14).

  Dari contoh di atas, kita dapat melihat bahwa Yesus membuka jalan
  baru, sikap baru terhadap wanita, melihat apa peran mereka bagi
  Allah, bukannya peran yang didikte oleh masyarakat. Saat Ia
  mempersiapkan dua belas murid pria, Ia juga memersiapkan para wanita
  yang memilih untuk mengikut Dia di sepanjang pelayanan-Nya. Dan saat
  roh Kudus tercurah pada Pentakosta, umat Allah yang baru terbentuk,
  dan wanita, seperti halnya pria, diberi wewenang. Pada gereja-gereja
  pertama, pembedaan ras, kelas, dan jenis kelamin dihapuskan;
  kualifikasi pelayanan tergantung (dengan beberapa kelonggaran
  budaya) tidak lagi pada jenis kelamin dan status sosial, tapi pada
  anugerah, dan para wanita yang telah "bersama" Yesus itu mampu
  melayani, sampai dibuatnya batasan-batasan untuk wanita melayani
  bersama-sama pria. (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs        : cpas
  Judul asli artikel: How Did Jesus Develop Women As Leaders?
  Penulis           : Rosie Ward
  Alamat URL        : http://www.cpas.org.uk/womeninleadership/resources/index.php?category=82

==================================**==================================
ARTIKEL 2

                   -*- WANITA DAN KEPEMIMPINAN -*-

  Menurut Hennig dan Jardim dalam buku "The Managerial Woman",
  kebanyakan wanita melihat dirinya sebagai seseorang yang ragu,
  bimbang, bingung akan tujuan-tujuan mereka dalam hidup, dan menunggu
  dipilih atau disadari keberadaannya oleh pria. Mereka tidak suka
  mengambil risiko dan mereka menjadi gelisah dalam situasi di mana
  mereka tidak mengetahui banyak hal. Jika demikian, bagaimana bisa
  wanita menjadi pemimpin? Sifat-sifat seperti itu bertentangan dengan
  sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin -- seseorang
  yang bertanggung jawab, menetapkan tujuan, mengambil risiko, dan
  membuat keputusan. Oleh karena itu, wanita dapat menjadi pemimpin
  mungkin karena mereka dididik dengan cara yang berbeda atau mereka
  mengenali potensi kepemimpinan yang ada dan telah belajar untuk
  memimpin. Para peneliti menemui bahwa para wanita yang suka memimpin
  tidak menganggap diri mereka sebagai wanita dan berbeda; mereka
  melihat diri mereka sebagai manusia. Pola pikir mereka, begitu juga
  kemampuan mereka, memampukan mereka menjadi pemimpin. Mereka
  berorientasi untuk bersaing dan menyelesaikan tugas.

  Mereka tidak hanya belajar untuk melatih kekuatan pribadi mereka,
  mereka juga sudah sanggup mengesampingkan emosi mereka di situasi
  yang membutuhkan penilaian yang jelas. Mereka bukannya tidak
  emosional, tapi mereka telah belajar memahami diri dan mengendalikan
  perasaan mereka. Seorang wanita yang berprofesi sebagai pemimpin
  organisasi pendidikan menceritakan pengalamannya mengendalikan emosi
  dan rasa empati. "Saya rasa Anda harus tangguh secara fisik, juga
  secara psikologis dan emosional sehingga apa pun yang terjadi tidak
  membuat Anda lemah. Sulit untuk tetap sensitif terhadap sesuatu yang
  sangat penting bagi orang lain saat apa pun yang Anda lakukan
  sepertinya menyepelekan apa yang mereka anggap penting. Saya harus
  belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, menempatkan diri
  dalam posisi mereka."

  Menjadi kompeten bukan berarti menjadi wanita Kristen yang memimpin
  tanpa memedulikan orang lain. Mereka dapat memecat seseorang
  sekaligus menunjukkan rasa prihatin. Seorang pemimpin wanita
  mengatakan betapa sulitnya untuk memecat seorang karyawan.
  "Pemecatan dapat mengubah kehidupan seseorang dengan begitu drastis.
  Jika secara emosional mereka tidak siap, pemecatan bisa sangat
  melukai hati mereka. Saya pernah memecat seseorang, namun itu saya
  lakukan setelah saya berbicara dengan mereka dan menjelaskan kepada
  mereka alasan mengapa mereka dipecat. Terkadang memecat seseorang
  bisa sangat mendorong Anda ke depan; pemecatan bisa menjadi suatu
  batu loncatan."

  Memiliki kualifikasi sebagai pemimpin tidak akan ada manfaatnya bagi
  wanita jika ia tidak dapat menembus posisi yang lebih tinggi dalam
  struktur organisasi di mana ia bekerja. Hanya ada sedikit wanita
  yang menduduki posisi teratas atau kedua teratas dalam industri dan
  pemerintahan. Di bawah posisi teratas terdapat beberapa tingkatan
  manajer yang diduduki oleh sedikit wanita. Hal itu karena para
  wanita yang menduduki posisi atas telah terbukti kemampuannya --
  wanita-wanita yang telah diperhitungkan karena mereka kompeten.

  Dunia organisasi pria dikarakterisasi oleh perangkat hubungan --
  jaringan -- informal di mana komunikasi penting terjadi di luar
  kantor. Seseorang yang berpotensi menjadi pemimpin memelajari apa
  yang mereka harapkan, apa yang terjadi di luar kantor, dan siapa
  "sponsor" mereka melalui jaringan itu. Kata "sponsor" atau "mentor"
  merujuk pada seorang senior yang tertarik kepada junior, mengenali
  potensi mereka, memberitahu seluk-beluk organisasi, dan membawa
  mereka kepada posisi yang lebih diperhitungkan. Sangat sulit bagi
  wanita untuk menembus jajaran atas di organisasi; kompetensi saja
  tidak cukup untuk mereka mendapatkan promosi.

  Wanita Kristen dapat bergantung kepada peluang yang diberikan Tuhan
  untuk menempati posisi kepemimpinan, tapi jujur, mereka juga perlu
  memiliki keahlian politik. "Seseorang yang ingin bekerja dalam
  bidang kepemimpinan harus mengenali sifat politisnya." Terus terang,
  hal seperti itu sangat tidak Kristiani -- mencari tahu siapa yang
  punya posisi dalam perusahaan, menilai apakah seseorang mampu
  membantunya mencapai tujuan, membuat agar pimpinannya memerhatikan
  prestasi dan kualifikasinya. Orang Kristen diharuskan untuk
  melakukan pekerjaannya dengan baik, namun seperti yang lain, harus
  mendapatkan perhatian; dan mereka harus mencari sponsor agar mereka
  dapat menjadi pemimpin.

  Kecerdasan politik sering kali datang melalui pengalaman pahit.
  Seorang wanita muda menjadi kandidat kuat untuk menempati posisi
  direktur program khusus dalam organisasinya. Namun setelah ia
  kembali dari sebuah liburan, ia menemui bahwa posisi itu telah
  ditempati oleh orang lain. Saingannya, wanita muda yang berkompeten
  lainnya telah menempati posisi itu karena dua alasan: ia mengerjakan
  apa yang seharusnya dikerjakan wanita yang berlibur tersebut dan ia
  didukung oleh seorang senior pria dengan pengalaman manajerial yang
  panjang. Wanita yang kehilangan kesempatan itu tidak memiliki
  sponsor atau pendukung. Namun, ia belajar dari pengalaman. Dengan
  sabar ia menunggu selama dua tiga tahun dan menapaki semua langkah
  yang "benar" dalam tangga karier di perusahaannya. Ia mendapat
  banyak pengalaman, diperhatikan, dan mendapatkan reputasi bahwa ia
  kompeten. Kepala departemen akhirnya memberi apa yang ia perlukan.
  Ia menemukan sponsor -- lagi-lagi seorang pria karena tidak ada
  wanita dalam posisi tengah manajerial di tempat ia bekerja.
  Sponsornya mulai melatihnya menjadi kepala departemen.

  Dalam gaya dan kepribadian, pemimpin wanita berbeda dengan pria,
  namun anggapan bahwa wanita suka meraja, yang didasarkan pada
  pandangan masyarakat, masih menjadi sesuatu yang umum. Orang-orang
  berpikir bahwa pemimpin wanita sering kali iri hati, emosional,
  picik, perfeksionis, suka mencari kesalahan, dan sangat mementingkan
  detail. Ternyata itu bukanlah karakteristik wanita,
  karakter-karakter itu muncul saat mereka tak berdaya,
  karakter-karakter itu adalah mekanisme pertahanan. Wanita yang
  benar-benar bebas menjadi diri sendiri dan merasa nyaman dalam
  posisi kepemimpinan, bebas untuk mengizinkan orang lain mendapatkan
  lebih banyak kebebasan. Mereka tidak menunjukkan sikap suka meraja
  seperti yang masyarakat umum pikirkan. Malahan, mereka sanggup
  berpikir mengenai tujuan jangka panjang dan mengembangkan gaya
  kepemimpinan yang kreatif dan khas.

  Ada dua hal yang mengarakterisasi pemimpin Kristen dalam
  melaksanakan tugasnya, yaitu keterbukaan dan mau melayani. Memimpin
  adalah masalah mengeluarkan yang terbaik dari orang-orang yang
  dipimpin dan menyesuaikannya dengan pekerjaan yang cocok. Untuk
  melakukannya, dibutuhkan tidak hanya kemampuan untuk memanfaatkan
  sumber yang ada untuk mencapai sasaran, tapi juga kapasitas untuk
  mengembangkan kepercayaan. Tujuan organisasi tidak bisa hanya
  diketahui oleh pemimpin; tujuan itu harus disosialisasikan kepada
  semua orang dalam organisasi. "Saya merasa lebih puas saat saya
  berhasil meyakinkan seseorang dengan kekuatan gagasan saya," kata
  seorang wanita, "daripada mengatakan `Anda jelas akan melakukan apa
  yang saya gagaskan karena saya memiliki otoritas untuk menyuruh Anda
  melakukannya.` Saya mencoba mendorong seseorang untuk melakukan
  sesuatu. Melibatkan mereka. Menggerakkan mereka. Membawa mereka
  keluar dari jalur kalau perlu. Saya ingin memimpin mereka, dan
  bukannya memaksakan kehendak saya sendiri."

  Pemimpin yang memandang dirinya sendiri sebagai pelayan, menghindari
  jebakan pemenuhan diri akan kuasa, harga diri, dan gaji yang turut
  ada dalam sebuah kepemimpinan sekuler. Yesus adalah teladan pemimpin
  yang memiliki otoritas sekaligus hati yang melayani. Ia menggunakan
  otoritasnya untuk menguatkan orang-orang yang dipimpinnya. "Kemudian
  tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah
  di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu
  perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di
  tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di
  antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu.
  Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang
  terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan
  pelayan dari semuanya." (Markus 9:33-35) Para pemimpin wanita dapat
  memanfaatkan sensitivitasnya terhadap hubungan pribadi untuk
  mewujudkan sikap melayani itu saat mereka bertindak sebagai
  fasilitator dan pendorong. Saat pemimpin wanita melakukan hal itu,
  tujuan konkrit dalam hal sasaran organisasi dapat tercapai, dan yang
  terpenting, mereka menyentuh kehidupan banyak orang. "Kepuasan dalam
  memimpin adalah melihat bahwa Anda mampu membantu orang lain untuk
  melakukan sesuatu yang baik. Penghargaan itu urusan kedua. Anda akan
  melihat yang lain melakukan lebih banyak hal daripada orang yang
  Anda pimpin jika Anda tidak bersama orang yang Anda pimpin untuk
  membantu dan mendorong mereka atau memfasilitasi atau menyatukan
  mereka." (t/Dian)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Judul buku: Christian Women at Work
  Judul bab : Working Within Organizations -- Leadership
  Penulis   : Patricia Ward dan Martha Stout
  Penerbit  : Zondervan Corporation, Michigan 1981
  Halaman   : 187 -- 192

==================================**==================================
INSPIRASI

                       -*- ROSALIE CAMPBELL -*-

  Rosalie menyematkan kehangatan, kejujuran, dan motivasi dalam
  pesan-pesannya yang inspirasional. Latar belakang kariernya sebagai
  desainer membuatnya berbakat dalam berpidato. Ia menggunakan
  gambar-gambar penuh warna untuk menantang dan memotivasi para
  pendengarnya. Melalui luka dan tantangan yang timbul karena
  perceraian orang tua dan juga dirinya sendiri, ia membentuk hatinya
  untuk mereka yang berjuang dalam duka karena tinggal dalam keluarga
  yang berantakan.

  Rosalie mendirikan dan mengelola banyak organisasi bagi orang-orang
  dewasa, remaja, dan anak-anak di gerejanya. Baru-baru ini, ia juga
  menjadi pembicara pada seminar-seminar pelatihan kepemimpinan di
  daerah California bagian Selatan.

  Ia juga telah menulis sebuah buku penyelidikan Alkitab restorasi,
  "Come Back to the Garden". Buku itu disusun sebagai panduan bagi
  orang-orang yang terluka secara emosi saat mereka berusaha menjalin
  hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan menuju pemulihan diri.
  Beberapa esai dan artikelnya telah diterbitkan dalam bentuk buku.

  Pada 1997, Rosalie mendirikan "Garden Path Ministries" untuk
  menyediakan sumber-sumber bahan, memperlengkapi para pemimpin, dan
  memfasilitasi kelompok-kelompok kecil. Ia memimpin dan
  mengoordinasi banyak sekolah Alkitab dan mengadakan bengkel kerja
  bagi CMTA and BRASS (Christian Ministry Training Associations). Ia
  sering menjadi pembicara dalam acara retreat, pertemuan makan siang,
  dan rapat.

  Kini, "Garden Path Ministries" sedang menjangkau narapidana wanita
  dengan memberikan bahan-bahan pelajaran restorasi dan Alkitab kepada
  mereka.

  Rosalie memiliki ijazah dalam bidang Konseling Alkitabiah dari
  American Association of Christian Counselors. Setelah mendapat gelar
  dalam bidang desain fashion dan interior, Rosalie berkarier dalam
  industri tersebut selama dua puluh tahun. Ia dan suaminya, Stan,
  tinggal di Canyon Lake, California. Mereka memiliki keluarga besar
  dengan delapan anak yang telah tumbuh dewasa dan banyak cucu mereka.
  (t/Dian)

  Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
  Nama situs        : Garden Path Ministries
  Judul asli artikel: Rosalie Campbell
  Penulis           : Tidak dicantumkan
  Alamat URL        : http://gardenpath.org/gp/director.php

==================================**==================================
STOP PRESS

       -*- LOWONGAN PEKERJAAN YLSA -- EDITOR DAN PENERJEMAH -*-

  Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) <http://www.ylsa.org> adalah sebuah
  yayasan Kristen yang terbeban dalam pelayanan dunia teknologi
  informasi, khususnya dalam menyediakan Alkitab dan bahan-bahan
  kekristenan secara tersambung (online). Saat ini YLSA membuka
  lowongan untuk para profesional muda yang ingin memberikan talenta
  terbaiknya untuk Tuhan dengan bekerja sebagai seorang editor atau
  penerjemah.

  Kualifikasi Khusus untuk Editor:
  1. S1 Sastra Indonesia, diutamakan dari bidang linguistik.
  2. Memiliki kecintaan terhadap bahasa Indonesia dan terbeban dalam
     pengembangan bahasa Indonesia.
  3. Berpengalaman dalam menyunting dan menulis naskah di media massa.

  Kualifikasi Khusus untuk Penerjemah:
  1. S1 Sastra Inggris.
  2. Berpengalaman dalam menerjemahkan naskah dari bahasa Inggris ke
     Bahasa Indonesia dan sebaliknya.
  3. Memiliki pengalaman dalam menyunting naskah terjemahan.

  Kualifikasi Umum:
  1. Sudah lahir baru dalam Kristus dan sudah dibaptis.
  2. Memiliki panggilan yang jelas untuk melayani Tuhan.
  3. Diutamakan yang belum menikah.
  4. Menguasai tata bahasa dan EyD bahasa Indonesia.
  5. Gemar membaca dan menulis; mampu berpikir dan mengekspresikan
     diri.
  6. Memiliki profesionalitas, mampu bekerja dalam tim dengan tenggat
     waktu (deadline) yang ketat, memiliki ketelitian yang tinggi, dan
     berkeinginan besar untuk terus belajar.
  7. Nilai tambah:
     a. pernah mengikuti pelatihan penyuntingan naskah (Editor).
     b. pernah mengikuti pelatihan penerjemahan naskah (Penerjemah).
     c. pernah mengikuti seminar tentang bahasa Indonesia/Inggris.
  8. Bersedia ditempatkan di Solo, Jawa Tengah, minimal untuk 2 tahun.

  Jika Anda atau rekan Anda merasa terpanggil dan memenuhi kualifikasi
  di atas, segera kirimkan lamaran beserta kelengkapan lainnya (CV,
  fotocopy transkrip nilai dan ijazah, contoh tulisan Anda, dan surat
  referensi) ke alamat:
        HRD - YLSA
        Kotak Pos 25/SLONS
        Surakarta 57135

  Untuk informasi lebih lengkap, silakan kirim e-mail ke:
  ==>    < rekrutmen-ylsa(at)sabda.org >

  Catatan:
  --------
  Silakan sebarkan informasi ini kepada mereka yang membutuhkan.


   -*- IN-CHRIST.NET (INDONESIAN CHRISTIAN NETWORK OF NETWORKS) -*-
                       http://www.in-christ.net/

  Telah hadir bagi Anda semua, situs komunitas Kristen In-Christ.Net
  yang akan memperlengkapi pelayanan kita bersama dalam Tuhan.
  Mengapa? Karena melalui In-Christ.Net, berbagai komunitas dari
  berbagai bidang pelayanan Kristen dapat saling berkolaborasi dan
  membangun pelayanan bersama tanpa dihalangi oleh waktu, tempat,
  ruang, atau tembok-tembok organisasi.

  In-Christ.Net menyediakan fasilitas untuk Komunitas Khusus dan
  Komunitas Umum yang terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung.
  Komunitas umum berisi "network-network" dari berbagai bidang
  pelayanan Kristen. Silakan mendaftar dan bergabung dengan "network"
  yang Anda inginkan dengan mengirimkan artikel, blog, atau pun
  memberikan komentar. Di sini, Anda akan bertemu dan berkolaborasi
  dengan orang-orang percaya dari berbagai tempat yang memiliki minat
  bidang pelayanan yang sama dengan Anda.

  Dalam Komunitas Khusus, tergabung kelompok-kelompok yang lebih
  sempit yang sebelumnya pernah mengadakan pertemuan tatap muka, yang
  ingin meluaskan komunitas mereka dengan membuka kolaborasi di
  internet. Untuk bergabung, Anda harus mendaftar terlebih dahulu.
  Bagi Anda yang ingin membuka komunitas khusus yang baru, silakan
  menghubungi webmaster(at)sabda.org untuk mendapatkan fasilitas yang
  tersedia. Berkunjunglah ke halaman "Panduan" untuk informasi
  selengkapnya < http://www.in-christ.net/panduan >.

  Sesuai dengan moto In-Christ.Net, yaitu "Equipping One Another",
  kami percaya umat Tuhan akan berkembang pesat jika bersatu dan
  saling memperlengkapi untuk menciptakan kolaborasi antarkomunitas
  yang dinamis dan memuliakan nama Tuhan. Segeralah bergabung!

==================================**==================================
Berlangganan       : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti           : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead    : http://lead.sabda.org/
----------------------------------------------------------------------
       Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Puji Arya Yanti
    e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
           Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs:
             http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
                      Copyright(c) 2008 oleh YLSA
        http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
  Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org